Peranan Filsafat Ilmu Bimbingan dan Konseling dalam Keberagaman Masyarakat
Filsafat merupakan ilmu pengetahuan dengan objek materialnya yang mencakup manusia, alam, Tuhan (anthropos, cosmos, Theos) beserta problematika di dalamnya, sedangkan objek formal filsafat adalah menelaah objek materialnya secara mendalam sampai ditemukan hakekat/intisari permasalahan. Kegiatan berpikir secara kefilsafatan memiliki ciri-ciri kritis, radikal, konseptual, koheren, rasional, spekulatif, sistematis, komprehensif, bebas, dan universal. Brubacher, 1939 (Wahidin, 2017) menyatakan ada dua sumber utama filsafat yang relevan dalam konseling, yakni essensialisme dan progressivisme. Filsafat esensialisme muncul pada zaman Renaissance, dengan ciri-ciri utama berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan, tahan lama kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Nilai-nilai yang digunakan adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif. Sementara filsafat progressivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup, Blocher, 1974 (Wahidin, 2017). Berdasarkan kondisi tersebut maka filsafat bereperan dalam pembentukan karakter konselor dan cara kerja konselor, sebagaimana yang diungkakan oleh Wegmann; Although the importance of philosophy in counseling theory is agreed upon in the literature, especially as it pertains to the humanistic family of theories, most of the counselor education courses that incorporate philosophy into their curriculum do so through the lens of a counselor’s personal philosophy of life and its impact on working with a particular client’s spiritualistic beliefs rather than the philosophical foundations upon which counseling is based,Cashwell & Young, 2004(Wegmann, 2013).
Peran filsafat dalam kajian konseling sangatlah penting dikarenakan filsafat berhubungan dengan kajian teori humanistic keluarga dan filsafat dalam pendidikan konselor telah dimasukan ke dalam kurikulum sehingga, karakter konselor yang mendalami kajian ilmu filsafat berpengaruh secara professional dalam pekerjaan konselor. Filsafat menjadi landasan bagi seluruh ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya sains, filsafat menggunakan pendekatan reflektif-intuitif, sedangkan sains menggunakan pendekatan scientific method. Filsafat sebagai pedoman bagi proses pendidikan serta BK sementara sains memberikan bentuk untuk pengembangan ilmu pendidikan dan BK melalui metode ilmiah.
Tidak ada suatu filsafat bersama yang mempersatukan semua pendekatan konseling dan psikoterapi (Corey, 2010). Konselor harus megakui kenyataan bahwa pandangannya tentang sifat manusia berhubungan sangat urgen dengan pandangannya terhadap proses terapeutik dan memiliki implikasi yang nyata bagi penerapan teknik-teknik terapeutik. Ada beberapa aspek filsafat yang perlu dijadikan landasan pengembangan BK sebagai ilmu pengatahuan dan pengembangan praksis BK. Aspek-aspek tersebut mencakup: (1) Hakekat Manusia, (2) Hakekat Komunikasi, (3) Hakekat Kelompok (4) Hakekat Keluarga, (5) Hakekat Karir, (6) Hakekat Perkembangan, (7) Hakekat Cinta, dan (8) Sistem Nilai dan Etika. BK merupakan suatu ilmu berusaha memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan manusia, dilaksanakan dengan landasan semangat Bhinneka Tunggal Ika, yaitu kesamaan di atas keragaman.
Hildred Greets, 1995 (Rustanto, 2016:35) menyebutkan bahwa jumlah suku bangsa di Indonesia adalah berjumlah lebih dari 300 ribu suku bangsa yang masing masing memiliki bahasa dan identitas kultural yang berbeda beda. Skinner, 1992 (Rustanto, 2016:35) jumlah suku bangsa di Indonesia adalah 35 suku bangsa yang masing masing dengan bahasa dan adat yang tidak sama. Secara umum,hal yang paling nampak dari dampak negatif globalisai adalah: (1) pudarnya nilai-nilai nasionalisme, (2) perubahan gaya hidup yang tidak sesuai dengan nilai luhur bangsa Indonesia, (3) intoleransi dan tenggang rasa dari para generasi bangsa, (4) individualis, (5) cara pandang dan idiologi yang mengedepankan sekulerisme..
Layanan BK hendaknya lebih berpangkal pada nilai nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistic, oleh karena itu konselor sebagai pengampu pelayanan konseling diharapkan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang luas serta memberikan pelayanan dalam keberagaman masyarakat di sekolah secara optimal. Fenomena meningkatnya keragaman konseli/siswa pada komunitas pendidikan dan khususnya dalam layanan BK bukan hanya tentang budaya, dikatakan oleh Sue (1991) keragaman etnis, gender, latar belakang budaya, geografis, asal daerah, ras, kondisi fisik (abilitas/disabilitas), usia, serta keragaman sosial ekonomi, agama, karakteristik pribadi, kemampuan sosial, perilaku dan kebiasaan serta kemampuan intelektual, telah menjadi fenomena keseharian di sekolah keragaman budaya menyadarkan konselor tentang pentingnya kesadaran multikultural dalam menghadapi perbedaan, sekecil apapun perbedaan tersebut.