BERAS ANALOG: OPTIMALISASI PANGAN LOKAL SEBAGAI STRATEGI POKOK MENUJU KEMANDIRIAN PANGAN INDONESIA

02 December 2025 08:38:39 Dibaca : 10

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi sentral penghasil produk pertanian dunia, ditopang oleh lahan subur dan luas yang harus dimanfaatkan dengan optimal. Namun, realitas menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan mengalami tantangan serius. Pada tahun 2022, Indonesia tercatat memiliki lahan pertanian untuk padi seluas 10,61 juta hektar (BPS, 2022). Luas lahan ini cenderung berkurang karena terjadi pengalihan fungsi lahan secara masif untuk kepentingan lain seperti perumahan dan industri. Dampak langsung dari penyempitan lahan ini adalah terancamnya ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

Pola konsumsi beras sebagai makanan pokok mayoritas masyarakat Indonesia saat ini tidak lagi menjamin ketersediaan dan kecukupan bahan pokok. Ketergantungan yang tinggi ini tercermin dari data BPS tahun 2023, yang mencatat impor beras pemerintah mencapai 212,17 juta kg di awal tahun. Berbagai program diversifikasi pangan yang dilakukan pemerintah untuk mengurangi ketergantungan ini, seperti sosialisasi jagung, ubi, dan sagu, belum memberikan pengaruh yang signifikan. Beras tetap menjadi pangan pokok utama yang sensitif terhadap fluktuasi ekonomi dan pembangunan bangsa.

Terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat di suatu negara merupakan ciri bangsa yang kuat dan mandiri. Sulitnya menggantikan beras disebabkan oleh kuatnya budaya dan kebiasaan konsumsi yang telah mengakar. Meskipun demikian, peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap manfaat bahan pangan lokal mulai memberikan dampak positif bagi usaha diversifikasi pangan. Diversifikasi kini harus bergerak melampaui sosialisasi; dibutuhkan inovasi yang mampu menciptakan suatu bahan pangan yang secara sensoris menyerupai beras, serta memberikan rasa, nutrisi, dan manfaat yang setara atau bahkan lebih baik dari beras konvensional.

Peran Ilmu Teknologi Pangan sangat krusial dalam memberikan solusi alternatif untuk menjaga keamanan dan memperkuat kemandirian pangan. Salah satu inovasi strategis yang muncul adalah Beras Analog. Beras analog adalah produk diversifikasi berupa beras tiruan yang dibuat dari bahan non-beras (non-padi) seperti jagung, sagu, singkong, dan serealia lokal lainnya, namun memiliki komposisi gizi makro yang mirip dengan beras.

Metode pembuatan beras analog mencakup granulasi (menggunakan bahan seperti sagu mutiara atau rasbi—beras ubi) dan ekstrusi. Berdasarkan penelitian Noviasari dkk, (2017), beras analog berbahan jagung pulut memiliki nilai protein, lemak, karbohidrat, dan serat pangan yang tinggi, dengan komposisi gizi yang setara dengan beras asli (misalnya, karbohidrat 79,64%, protein 7,39%). Pembuatan juga dapat dilakukan dengan substitusi MOCAF (Modified Cassava Flour) yang menghasilkan penerimaan yang sangat baik dari sisi sensoris karena karakternya tidak berbeda nyata dari nasi. Hal ini membuktikan bahwa beras analog mampu memenuhi kebutuhan kalori minimum tubuh dan mendukung gizi seimbang.

Manfaat lain beras analog adalah potensi besar sebagai pangan fungsional. Beras analog dapat dirancang untuk penderita diabetes dengan mengatur indeks glikemik pada bahan bakunya. Selain itu, penggunaan bahan baku yang kaya serat menjadikannya sumber serat pangan yang unggul. Inovasi terus dilakukan, termasuk pengujian stabilitas beras analog instan, yang memberikan nilai tambah kepraktisan penyajian. Dari sisi sensoris, beras analog memberikan rasa dan aroma yang diterima masyarakat karena hampir sama dengan beras asli.

Walaupun beras analog saat ini cenderung memiliki biaya produksi yang tinggi sehingga nilai jualnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan beras konvensional (mencapai sekitar Rp14.500 per 250 gram), kebijakan pemerintah memiliki peran sentral. Pemerintah harus memberikan perhatian khusus dalam memproduksi beras analog pada skala industri besar untuk menekan biaya dan menjadikannya produk yang terjangkau.

Adanya peran yang signifikan dari pemerintah, baik melalui dukungan riset, subsidi hulu, maupun integrasi rantai pasok bahan baku lokal, akan membantu tercapainya optimalisasi produksi dan pemasaran beras analog. Apabila usaha ini dapat tercapai, maka tidak menutup kemungkinan ketahanan dan keamanan pangan akan terjaga, ketergantungan terhadap beras akan berkurang, dan diversifikasi pangan akan berhasil. Dengan demikian, tujuan utama Kemandirian Bangsa untuk menjamin kecukupan bahan pangan dari sumber daya sendiri dapat terpenuhi sesuai dengan mandat dan arahan Presiden.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong