Ujian Nasional 2012, Proyek Kejujuran Provinsi Gorontalo
UJIAN NASIONAL 2012, PROYEK KEJUJURAN PROVINSI GORONTALO
Oleh Dr. Arwildayanto, M.Pd
(Dosen Manajemen Pendidikan FIP Universitas Negeri Gorontalo)
Kemendikbud mulai senin tanggal 16 April sampai dengan 19 April 2012 melaksanakan Ujian Nasional tingkat SMA/SMK/MA. Peserta ujian nasional tahun 2012 ini tercatat sebanyak 2.580.446 siswa, terdiri dari 1.234.921 siswa SMA/SMALB (47,77%), 303.601 siswa MA/MALB (11,77%) dan 1.041.924 siswa SMK/SMKLB (40,45%). Kebutuhan biaya dalam pelaksanaan program tahunan ini dilansir di berbagai media. Kegiatan ujian nasional tahun 2012 ini Kememdikbud mengalokasikan anggaran ± Rp. 600 milyar. Sesungguhnya jumlah tersebut sangat fantastis karena dari segi financial, proyek ini menjadi proyek tahunan Kemendikbud yang menyerap APBN cukup banyak. Bahkan dari tahun ke tahun proyeksi kebutuhan biaya ujian nasional menunjukkan trend peningkatan yang signifikan. Pertanyaan yang agak kritis, jika kita berpikir filsafati ditinjau dari konsep aksiologi ujian nasional itu sendiri, kira-kira ujian nasional ini bisakah menjadi proyek kejujuran?
Pertanyaan ini sengaja dijadikan headline dari artikel ini, karena kita merasa terpanggil secara moral dari apa yang terjadi tahun 2011 yang lalu, dimana Provinsi Gorontalo pernah mendapatkan catatan khusus adanya kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional. Bahkan Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal (Baca Republika, 25 April 2011) menduga bahwa kecurangan yang terjadi di salah satu SMA di Provinsi Gorontalo terjadi saat pengambilan soal di Rayon atau saat ujian nasional berlangsung dimana guru juga ikut mengerjakan soal tersebut.
Bahkan kompasiana edisi 13 April 2013 juga memuat pemberitaan dari sebuah hasil penelitian tentang ujian nasional di Provinsi Gorontalo. Penelitian itu memuat kesimpulan yang membuat perasaan kita menjadi miris. Dimana angka kelulusan berbanding terbalik dengan angka kejujuran. Misalkan angka kejujuran 90%, maka angka kejujurannya adalah 100%-90% = 10% begitu pun sebaliknya.
Proyek Kejujuran Provinsi Gorontalo
Menyimak kasus di atas, tentunya kejadiannya tidak hanya terjadi di Gorontalo, tetapi sudah merambah ke seluruh pelosok tanah air Indonesia. Hal ini tergantung juga kejujuran kita mengungkapnya, keberanian kita untuk berbenah dan memperbaikinya. Kita menyadari bahwa masyarakat Gorontalo tekenal dengan masyarakat yang memiliki marwah peradaban dan norma yang berlandaskan agama dan adat yang masih terjaga kokoh. Justifikasi masa lalu boleh jadi pelajaran berharga untuk menorehkan sejarah baru yang lebih mulia. Untuk itu momentum Ujian Nasional 2012 boleh jadi kilas balik lembaran kelam menuju prestasi terbaik berbasiskan kejujuran yang tinggi. Ujian Nasiona 2012 ini kita jadikan proyek bersama masyarakat yang ada di Provinsi Gorontalo. Untuk itu kita secara bersama-sama mendorong masyarakat kampus yang diberikan amanah oleh Kemendikbud untuk bisa menyelenggarakan Ujian Nasional 2012 lebih professional dan berkualitas.
Perguruan tinggi juga diminta untuk serius melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya untuk terus menjaga nilai-nilai kejujuran, mengaliri dalam denyutan-denyutan kehidupan masyarakat pelaku dan penikmat pendidikan itu sendiri. Perguruan tinggi tidak boleh berhenti untuk memompa energi dan semangat berbuat jujur sekali menghalau kecurangan itu jauh-jauh dari lingkungan sekolah, walaupun berat, katakana tidak untuk berbuat curang.
Standar Kelulusan tida berubah, Tekad kita “Prestasi Yes Jujur Harus”.
Proyek kejujuran di tingkat Provinsi Gorontalo dalam pelaksanaan Ujian Nasional memang tidak gampang untuk dilaksanakan. Dari 12.118 siswa yang mengadu nasib masa depannya di 110 sekolah yang ada di Provinsi Gorontalo, dengan standar kelulusan tingkat nasional tidak berubah dengan tahun lalu, yakni 5,5 untuk semua bidang studi. Namun usaha untuk merubah perilaku kolektif dari segenap stakeholders pendidikan mesti dilakukan, mulai dari sekarang, dari lingkungan yang kecil sampai menjadi tekad kolektif, Prestasi Yes, Jujur Harus”
Kita yakin dengan tekad dan komitmen semua pihak. Kita bisa menjadikan ujian nasional 2012 ini menjadi titik balik dan menempatkan Provinsi Gorontalo berprestasi dalam kejujuran yang tidak diragukan. Karena nilai-nilai kejujuran itu sungguh langkah dan mahal untuk diperoleh. Harapan pemerintah pun melaksanakan ujian nasional bisa terwujud, diiantaranya 60% lulusan ujian nasional bisa dijadikana acuan untuk masuk perguruan tinggi. Sekaligus dampak jangka panjang kita bisa melahirkan generasi bangsa yang bangga berperilaku jujur dan menjadi budaya yang selalu terpatri dalam kehidupannya sehari-hari.
Ujian Nasional Bukan Media Tepat untuk Pencitraan Kepala Daerah
Tahun 2012 sesuai dengan prosedur dan operasional standar (POS) Ujian Nasional dan Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan memberikan signal bahwa Kepala Daerah diharapkan untuk tidak menjadikan moment Ujian Nasional sebagai media pencitraan, dengan kehadirannya pada saat ujian nasional berlangsung. Karena pada saat ujian berlangsung kepala daerah berkunjung ke sekolah memberikan efek psikologis yang tidak baik, mulai dari siswa, guru, kepala sekolah bisa menjadi tertekan sehingga tidak fokus dalam melaksanakan ujian.
Bahkan sebagian besar waktu peserta didik, guru dan kepala sekolah tersita untuk melayani dan menjamu kepala daerah tersebut. Yang lebih ironinya lagi kepala daerah memberikan target yang sulit untuk diwujudkan sekolah. Sehingga menimbulkan pikiran yang tidak sehat dari pelaku pendidikan dengan menempuh jalan singkat, melakukan kecurangan, ketidakjujuran secara massif dan terorganisir agar semua harapan kepala daerah bisa terwujudkan demi mempertahankan tahta maupun sejuta asa menjadi kepala daerah. Sekali lagi tulisan ini sengaja mendorong dan mengajak kepala daerah untuk membebaskan proses pendidikan termasuk di dalamnya prosesi ujian nasional 2012 ini dari infiltrasi, akrobatik politik pencitraan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan (Dipublikasikan di Harian Umum Gorontalo Post, Senin 16 April 2012 halaman 5)