Urgensi Pembinaan Gemar Membaca
URGENSI PEMBINAAN GEMAR MEMBACA
Oleh : Arwildayanto
(Mahasiswa S1 Administrasi Pendidikan FIP IKIP Padang)
Presiden Houghton Miff thalin Company, W.E. Spaulding mengatakan bahwa buku memiliki arti dalam hubungannya dengan bangsa Amerika bahwa …”libraries, books and reading constitute the cultural bloodstream of the nation. We hear that reading is the comestone of education. That success of a democtratic society depends on the education without books is inthinkable”. Dari bangsa Persia atau Iran, dapat kita mengambil beberapa kata-kata yang sangat memotivasi kita berikut ini,,,, Persian national pride had suffered a mighty blow with the discovery that for lack of education and training the Iranian people could not operate their own oil wells. This had brought about a genuine educational awakening and books and education were now regarde as the road to personal and national solution and restored persion pride. Dan juga pihak Negara Ghana dan Nigeria menyakini bahwa political leaders and education are wiewing money expended for educational as capital investment of the highest priority. In both countries expenditures for education constitute the largest item in the national budget and the basic media of education are book and teachers. Demikian tentang pendapat beberapa bangsa lain mengenai peranan buku dan membaca dalam pendidikan, perkembangan dan kemajuan bangsa mereka-masing. Bagaimana di Negara kita sendiri?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita menanggapi apa yang dikemukakan tokoh pendidikan kita, seperti Soegarda Purbakawatja dan Prof. Slamet Iman Santoso dalam tulisannya pada Harian Umum Sinar yang berjudul Pendidikan Tinggi mengatakan bahwa rendahnya mutu pendidikan di Perguruan Tinggi dihubungkan antara lain dengan bertahtanya dikat. Diktat ini yang kadang-kadang tidak sempurna dan bahkan berisikan kesalahan-kesalahan, difungsikan sebagai satu-satunya media pendidikan di Perguruan Tinggi. Diktat yang biasanya makin lama makin tipis, tetapi makin beraksi sebagai kebudayaan di Perguruan Tinggi. Selanjutnya ketiadaan gairah membaca di kalangan mahasiswa kita bersumber pada sistem pendidikan yang tidak menanamkan akan pentingnya membaca sejak pendidikan dini (dasar).
Jadi kebudayaan diktat ini terjadi karena mahasiswa tidak mau membaca dan tidak sanggup menterjemahkan buku yang berbahasa asing. Hal ini diungkapkan juga oleh Dr. Azmi Pembantu Rektor I Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Padang saat membuka kegiatan penterjemah buku ajar menurut beliau mahasiswa lebih cenderung menggunakan diktat yang dibuat dosen bersangkutan. Dan ada lagi kemungkinan yang lebih dominan mempengaruhi gairah minat baca mahasiswa, karena sewaktu mereka menduduki jenjang pendidikan dasar sebagian besar di antara mereka kurang terangsang akan pentingnya membaca.
Kemungkinan kurang gairah membaca bisa juga disebabkan karena peserta didik sekolah dasar (SD) sampai perguruan tinggi tidak belajar membaca dengan baik. Pada mereka tidak tertanam, tidak terpupuk kegairahan membaca dan sikap baik pada buku. Pada mereka tidak pernah di didik pengertian bahwa buku merupakan alat untuk memperkaya pengalaman, memperoleh keterangan-keterangan guna pemecahan masalah untuk melanjutkan pendidikan dan untuk mempertahankan diri dengan jalan menghindari keadaan absolescence. Mereka tidak pernah disadarkan akan pentingnya membaca agar mereka sanggup menghadapi tantangan hidup yang semakin kompetitif dalam mengikuti perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih.
Kegagalan kita dalam hal menyadari pentingnya buku dan pentingnya membaca buku dalam hidup, budaya dan pendidikan mempunyai dampak negatif, bahwa sampai saat ini pendidikan di Indonesia untuk sebagian besar anak-anak Indonesia dilakukan tanpa buku murid. Tindakan IKIP Padang yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) menyelenggarakan penterjemahan buku ajar sangat tepat sekali. Hal ini bermanfaat bagi semua guru, dosen untuk menjadikan buku-buku dari berbagai Negara di dunia sebagai sumber belajar dan mengajar. Karena bisa melihat secara nyata beberapa sekolah memiliki buku sebagai sumber bahan belajar sangat tidak memadai dan tidak sesuai dengan jumah yang dibutuhkan murid yang ada di sekolah. Tidak jarang kita melihat mungkin pernah mengikuti pelajaran membaca di kelas I Sekolah Dasar yang notabene jumlah muridnya mendekati 40 orang siswa, yang tersedia hanya 10 buah judul buku bacaan. Keadaan ini merupakan penyebab kurangnya gairah membaca dikalangan peserta didik bahkan membudaya sampai ke perguruan tinggi sekarang ini.
Untuk itu perlu kita mendukung secara bersama-sama usaha IKIP Padang menterjemahkan buku ajar dan mengumpulkan bacaan-bacaan yang akan disumbangkan pada beberapa SD Hal ini bermanfaat menambah buku-buku yang dapat meningkatkan gairah baca secara dini dimulai pada sekolah dasar. Hanya… “if only the can be and are being used”. (Dipublikasikan Tabloid Mahasiswa IKIP Padang Ganto, edisi nomor 74/TH.X/Maret 1998).