ARSIP BULANAN : November 2025

Pada tahun 1929, melalui teleskopnya yang diarahkan ke langit malam, Edwin Hubble menemukan sesuatu yang mengubah cara kita memahami alam semesta. Cahaya-cahaya yang dipancarkan oleh bintang/galaksi-galaksi jauh tampak bergeser ke arah merah (redshift) suatu tanda bahwa panjang gelombangnya memanjang. Dengan memanfaatkan prinsip efek Doppler, pergeseran merah ini berarti satu hal: bintang-bintang, galaksi-galaksi itu sedang bergerak menjauh satu sama lain. Kesimpulan sederhana dari data yang luar biasa ini adalah bahwa alam semesta tidak diam, tetapi sedang mengembang. mirip seperti balon yang kita beri tanda titik-titik ketika kita tiup, titik-titik itu akan bergerak saling menjauh seiring dengan pengembangan volume balon. seperti itulah alam semesta kita.

Temuan ini terasa cukup aneh. Jika kita melihat skala besar alam semesta, gaya yang paling berperan sangat dominan adalah gravitasi. Gravitasi menarik bintang ke bintang, galaksi ke galaksi, dan gugus galaksi ke gugus galaksi. Dengan dominasi gaya tarik-menarik ini, seharusnya alam semesta perlahan-lahan menyusut, bukan justru melebar. Lantas, mengapa alam semesta melakukan kebalikannya, alam semesta mengembang?

Para fisikawan kemudian sampai pada sebuah gagasan: ada sesuatu dalam ruang itu sendiri yang memberikan tekanan negatif, sesuatu yang mampu “mendorong” ruang untuk mengembang dan menahan gravitasi. Sesuatu yang kemudian  dinamai energi gelap (Dark Energy), disebut gelap karena ilmuwan betul-betul gelap (tidak paham) pada energi ini, sebuah entitas misterius yang kita tahu bekerja, tetapi tidak tahu apa wujudnya.

Sumber energi gelap hingga kini masih menyisakan teka-teki besar di fisika. Salah satu kandidat penjelasan paling sederhana datang dari gagasan lama: konstanta kosmologi yang diperkenalkan Albert Einstein pada tahun 1917 dalam teori relativitas umum. Einstein memasukkan konstanta ini untuk menjaga model alam semesta statik (tidak mengembang, tidak menyusut) yang ia yakini saat itu. Konstanta yang memberikan tekanan negatif untuk menyeimbangkan gravitasi. entitas yang kemudian Einstein membuangnya, namun ketika Hubble menemukan bahwa alam semesta ternyata mengembang, konstanta itu kembali dipakai untuk menjelaskan energi gelap. Konstanta kosmologi itu dianggap sebagai “kesalahan terbesar” Einstein.

Ironisnya, konstanta yang dianggap keliru itu kini bangkit lagi sebagai kandidat kuat penyebab energi gelap. Namun para ilmuwan tidak berhenti pada satu kemungkinan. Jika energi gelap bukan berasal dari konstanta kosmologi, mungkin ia muncul dari modifikasi terhadap persamaan Einstein. Dari sinilah lahir berbagai model alternatif: Quintessence, k-essence, Perfect Fluid Models, Scalar–Tensor Models, F(R) Gravity, Braneworld Models, dan masih banyak lagi. Setiap model menawarkan mekanisme yang berbeda untuk menghasilkan tekanan negatif di alam semesta.

Pertanyaannya, manakah yang benar? Hingga kini belum ada jawaban final, kita masih menunggu data observasi yang lebih kuat untuk dapat menunjukkan model mana yang lebih akurat.

Sedikit demi sedikit pemahaman terhadap energi gelap mendapat titik terang. Pada tahun 1998 ketika Supernova Cosmology Project mengamati supernova Tipe Ia. Dari data mereka terlihat bahwa alam semesta tidak hanya mengembang, tetapi mengembang semakin cepat dari waktu ke waktu. Percepatan ini merupakan bukti kuat bahwa energi gelap benar-benar memainkan peran dominan dalam evolusi alam semesta.

Penguatan selanjutnya hadir dari satelit Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP) pada tahun 2011. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa sekitar 68% isi alam semesta adalah energi gelap, 27% adalah materi gelap, sedangkan seluruh materi yang dapat kita amati, planet, bintang, galaksi, dan segala sesuatu yang memancarkan cahaya, hanya menyusun 5% saja dari total komposisi alam semesta.

Fakta ini menempatkan kita pada perspektif yang sangat menarik sekaligus membuat kita semakin rendah hati. Apa yang selama ini kita pelajari, apa yang kita lihat, dan apa yang kita pahami tentang alam semesta sebenarnya hanyalah 5%, sepotong kecil dari keseluruhan isi alam semesta. Sebagian besar alam semesta justru disusun oleh komponen-komponen yang tidak dapat kita lihat secara langsung tetapi sangat dominan mempengaruhi dinamika alam, dari gerak galaksi hingga percepatan pengembangan ruang-waktu, dan tentu menentukan masa depan alam semesta kita.

Dengan demikian, semakin jauh kita menyelidiki, semakin jelas bahwa misteri alam semesta masih jauh dari terpecahkan. Energi gelap dan materi gelap bukan sekadar “pengisi ruang”, melainkan aktor utama yang menentukan masa depan alam semesta. Dan mungkin di sinilah pelajaran terbesar dari kosmologi: bahwa pengetahuan manusia baru menyentuh permukaannya saja. Masih banyak lapisan-lapisan ilmu yang menunggu untuk ditemukan dan justru di situlah letak keindahan pencarian ilmiah.

 

Berikut beberapa artikel penulis yang sempat kami tulis terkait model energi gelap ini:

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong