MEMAKNAI TUJAI PELANTIKAN ADAT MOLOOPU SECARA MUTAKHIR
Memaknai Tujai Adat Moloopu Secara Mutakhir
Oleh
Adriansyah A. Katili
Sebagai daerah adat, Gorontalo memiliki upacara adat yang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah upacara adat pelantikan pejabat yang memimpin wiayah. Para pejabat yang memimpin wilayah, camat, bupati, walikota, gubernur, di daerah Gorontalo akan dilantik secara adat kebesaran Gorontalo setelah dilantik secara kenegaraan. Upacara adat itu dikenal dengan istilah moloopu. Moloopu, secara tekstual berarti memangku. Siapa yang memangku? Yang memangku adalah adat. Jadi bisa dimaknai bahwa pejabat yang memimpin dipangku oleh adat. Setelah dilantik dengan acara moloopu, maka selanjutnya pejabat yang bersangkutan disebut “Halipa” (Khalifah). Namun tulisan ini tidak membahas makna istilah itu. Tulisan ini lebih pada usaha memaknai tujai atau puisi adat yang diucapkan oleh pemimpin adat (Bate dan Wuu) pada saat pelantikan. Penulis berpikir bahwa tujai moloopu perlu dimaknai secara mutakhir atau sesuai dengan kondisi sekarang daerah Gorontalo agar tujai itu tidak kehilangan makna dan menjadi sekedar seremonial.
Tujai pelantikan itu adalah sebagai berikut:
Tawu maa tawu lo Ito Eya
Huta maa huta lo Ito Eya
Tulu maa tulu lo Ito Eya
Dupoto maa dupoto lo Ito Eya
Taluhu maa taluhu lo Ito Eya
Bo diila polulia to hilawo, Eyanggu
Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia kurang lebih:
Rakyat kini dalam kekuasaanmu, Tuanku
Api, kini dalam kekuasaanmu, Tuanku
Udara/angin kini dalam kekuasaanmu, Tuanku
Air kini dalam kekuasaanmu, Tuanku
Tanah kini dalam kekuasaanmu, Tuanku
Tapi jangan bertindak sesuka hati, Tuanku.
Tujai pelantikan di atas menunjukkan bahwa betapa besar kekuasaan khalifah. Dia mengusai rakyat, bahkan empat unsur kehidupan manusia juga dikuasainya, api, udara, air,tanah. Namun kata penutup yang diucapkan oleh Bate menjadi penuntun agar khalifah berlaku arif.
Kini kita bahas makna tujai di atas sesuai konteks kekinian.
Tawu (Rakyat)
Yang pertama, rakyat. Dikatakan dalam tujai bahwa khalifah ini menguasai rakyat negeri. Rakyat adalah unsur yang penting, sama pentingnya dengan tanah karena keduanya adalah syarat berdirinya sebuah wilayah. Rakyat menjadi penopang utama suatu negeri dan tanah sebagai wilayah kekuasaan menjadi wilayah territorial kekuasaan khalifah. Sekalipun rakyat kini di bawah kekuasaan khalifah, namun tidak bisa diperlakukan secara semena-mena. Pesan moral pada penutup tujai pelantikan mengatakan “Bo dila polulia to hilawo, Eyanggu” yang bermakna “Tapi jangan berlaku semena-mena, Tuanku.” Ini bermakna bahwa khalifah dalam memimpin rakyatnya dituntun oleh kewajiban moral, menjaga dan mengayomi rakyatnya.
Dengan demikian maka khalifah diwajibkan membuat program-program yang mensejahterakan rakyatnya. Program-program dalam bidang pendidikan, kesehatan, keagamaan, pertanian, peternakan, dan infrastruktur wajib untuk diadakan dan dijalankan untuk kemaslahatan rakyat. Khalifah juga wajib mengangkat pembantu-pembantu yang memiliki kapabilitas untuk bekerja bagi kemaslahatan rakyat.
Huta (Tanah)
Bate mengatakan bahwa tanah kini dalam kekuasaan sang khalifah. Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa tanah adalah syarat berdirinya sebuah wilayah kekuasaan. Menguasai tanah berarti menguasai sebuah wilayah.
Tanah juga merupakan syarat kesejahteraan rakyat. Kini sang khalifah diserahi kekuasaan atas tanah. Namun kata penutup tujai agar penguasa tidak sewenang-wenang. Maka sang khalifah kini diserahi amanah pengelolaan tanah. Tanah harus dipergunakan sebesar-besar kesejahteraan rakyat. Ini berarti pejabat diamanahi untuk memajukan pertanian. Usaha memajukan pertanian pernah dilakukan di masa kepemimpinan Gubernur Fadel Mohammad dengan program agropolitannya dengan komoditi primadona jagung. Pada saat itu Gorontalo terkenal dengan produksi jagungnya.
Kata kunci tujai itu berarti agar khalifah yang berkuasa melindungi tanah yan diperuntukkan untuk rakyat. Hal ini sesuai dengan amanat Konstitusi Republik Indonesia bahwa tanah, air dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.
Tulu (Api)
Tulu atau api bisa dimaknai secara harfiah. Khalifah menguasai api yang ada dalam negeri kekuasaannya. Namun pemaknaan itu sekarang rasanya kurang pas. Api di sini bisa dimaknai sebagai sumber energi. Apa adalah sumber energi yang menggerakkan industri dan trasnportasi. Apa dalam kekuasaan khalifahberarti khalifah memiliki akses terhadap energi. Dengan kekuasaan ini maka khalifah diminta untuk tidak semena-mena terhadap energi yang menjadi hajat hidup orang banyak. Kata terakhir dari Bate mengisyaratkan bahwa khalifah tidak boleh menguasai sumber energi untuk kepentingannya sendiri atau kepentingan pihak tertentu, namun diperuntukkan bagi kepentingan rakyat (tawu) yang ada dalam kekuasaannya.
Kita melihat bahwa energi dewasa ini menjadi barang yang sangat vital bagi kepentingan orang banyak. Naiknya BBM menyebabkan naiknya kebutuhan pokok masyarakat. Itu disebabkan bahan kebutuhan itu diproduksi dipabrik dan diangkut ke pasar menggunakan kenderaan. Baik pabrik mapun kenderaan pengangkut menggunakan bahan bakar minyak sebagai sumber energi. Maka bila penguasa menggunakan kekuasaannya dalam bidang energi untuk kepentingan kesejahteraan rakyat (tawu), maka dia sudah memenuhi pesan adat.
Dupoto (Udara/angin)
Dupoto dalam Bahasa Indonesia dberarti udara atau angin. Udara atau angin sangat vital bagi kehidupan makhluk hidup. Manusia, hewan, dan tumbuhan tak dapat bernapas bila udara atau angin. Udara atau angin juga dapat diartikan sebagai simbol atmosfir kehidupan. Maka dapat dikatakan bahwa khalifah menguasai atmosfir kehidupan rakyat atau tawu dalam wilayahnya. Dia bisa membuat atmosfir yang nyaman atau menyengsarakan rakyatnya. Merujuk pada kata penutup Bate dalam tujai pelantikan, maka khalifah yang bersangkutan tidak boleh menciptakan atmosfir kehidupan yang tidak nyaman bagi rakyatnya.
Taluhu (Air)`
Air atau taluhu adalam kebutuhan vital bagi makhluk hidup. Segala kebutuhan makhluk hidup sangat tergantung pada air, bahkan makanan makhluk hidup juga sangat tergantung pada air. Air bukan hanya untuk minum dan mandi bagi manusia, tapi juga kebutuhan minum bagi hewan ternak peliharaan rakyat dan menjadi sumber pengairan bagi pertanian.
Dengan pembahasan di atas, maka nampak bahwa khalifah berkewajiban membuat keputusan berkenaan dengan air. Keputusan tentang air harus berpihak pada rakyat atau tawu yang berada dalam wilayah kekuasaannya. Maka khalifah wajib mengusahakan system pengairan untuk pertanian, sistem pendistribusian air minum yang adil bagi rakyatnya. Khalifah juga wajib membuat aturan untuk menjaga keletarian sumber air.
Penutup
Sebagai penutup, penulis menyimpulkan bahwa adat moloopu dapat dimaknai secara mutakhir sesuai zaman agar tidak menjadi sekedar seremonial. Apabila dimaknai secara mutakhir maka pesan adat akan menjadi inspirasi bagi khalifah untuk membangun Gorontalo yang berkemajuan bagi kesejahteraan rakyat.
Meskipun demikian, tulisan ini bersifat usaha penafsiran. Kebenaran suatu tafsir tidaklah mutlak. Maka tafsiran ini bersifat terbuka bagi diskusi, ataupun kritik demi meletarikan budaya Gorontalo. Akhirnya kita berharap semoga aka nada usaha penggalian nilai-nilai kepemimpinan dalam khasanah budaya Gorontalo yang akan menjadi landasan kepemimpinan di Gorontalo.
ooOOoo
Gorontalo, 23 Mei 2022
Penulis adalah dosen Jurusan Bahasa Inggris, UNG.
Kategori
- Masih Kosong
Arsip
Blogroll
- Masih Kosong