Tutuhiya Bukan Budaya Gorontalo

28 March 2015 20:41:09 Dibaca : 1625

Tutuhiya secara etimologis berasal dari kata tutuhi = galah khusus untuk menjolok buah dan atau benda lainnya, bukan untuk menolak perahu, dan juga bukan untuk menjemur pakaian. Dalam bahasa Gorontalo, tutuhi khusus hanya untuk menjolok.

Secara morfologis kata tutuhi mendapatkan partikel -ya menjadi bermakna saling.
Makna leksikalnya saling menjolok, sementara makna konotatifnya bisa berarti saling menjatuhkan antara satu sama lain.
Bila tutuhiya disebut budaya sementara budaya diartikan sebagai budi daya manusia Gorontalo maka ini memberi kesan bahwa orang Gorontalo adalah orang-orang yang memiliki tabiat untuk menjatuhkan orang lain. Orang Gorontalo tidak senang melihat orang lain berada lebih dari kehidupan yang didapatnya. Bila ini yang berlaku, maka Gorontalo tidak pernah ada kemajuan layaknya sekarang ini.
Bahayanya, orang luar Gorontalo akan hati-hati pula dengan orang asli Gorontalo. Tidak bisa dijadikan teman karena suatu saat pasti akan menikam dari belakang. Olehnya, orang akan kurang kebanggaannya untuk mengaku sebagai orang asli Gorontalo.
Budaya selalu bersentuhan nilai, norma yang diyakini dan dipegang oleh suatu masyarakat kebenaran dan kemurnian nilainya Dapat dikatakan bahwa suatu budaya pastilah nilai yang baik dan benar yang dipegang oleh masyarakat pemiliknya.
Bila itu terjadi pada suatu masyarakat dan bernilai negatif didalamnya namun kecenderungan kejadiannya sudah berulang walau banyak yang tidak menginginkannya maka itu bukan budaya masyarakat itu, sebagaimana fenomena tutuhiya dalam kehidupan di Gorontalo.
Di bangsa Amerika contohnya, kita mengenal dengan mereka dengan individualistiknya sebagai budaya dan perilaku kehidupan masyarakatnya. Namun individualistik bukan pemaknaan harfiah individual lantas orang Amerika hanya mementingkan dirinya sendiri. Sementara untuk perilaku buruk saling menjatuhkan tutuhiya di Amerika bukan hanya dengan membangun opini negatif dan menjatuhkan tetapi malah sudah dalam bentuk geng mafia yang saling bunuh dengan senapan. Namun tidak ada sebutan bahwa budaya Amerika adalah budaya mafia. Mafia adalah perilaku menyimpang di masyarakat Amerika.
Dalam bahasa Gorontalo, bahwa untuk perilaku menyimpang yakni saling menjatuhkan dianalogikan dengan galah yang berguna untuk menjolok.
Jadi tutuhiya bukan budaya tetapi sekedar istilah untuk analogi perilaku menyimpang dalam bahasa Gorontalo. Istilah ini bisa ditujukan kepada siapa saja. Entah itu orang Gorontalo ataupun bukan Gorontalo.
Fenomena tutuhiya ini ada kemiripan dengan bahasa Banjar. Bahasa Banjar menggunakan "bacakut papadaan" bukan berarti mereka orang Banjar sebentar-sebentar berkelahi, tidak mau orang lain lebih darinya. Bacakut papadaan bukanlah budaya orang Banjar, tetapi adalah istilah terhadap perilaku menyimpang yang terjadi di Banjar yang malah diupayakan untuk dihindari dalam masyarakatnya.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong