Kita Bicara Keberlanjutan, Tapi Mengapa Hal Kecil Masih Boros?

23 December 2025 08:01:56 Dibaca : 2 Kategori : Education for Sustainable Development (ESD)

Hampir semua orang hari ini setuju bahwa keberlanjutan itu penting. Isu lingkungan sudah masuk ke ruang publik, dibicarakan di kampus, kantor, hingga media sosial. Mulai dari perubahan iklim, krisis air, sampai sampah plastik. Kesadarannya ada.

Masalahnya, kesadaran itu sering berhenti di level wacana.

Di kehidupan sehari-hari, kita masih akrab dengan lampu yang menyala di ruangan kosong, kran air yang dibiarkan mengalir, atau kebiasaan mencetak dokumen yang sebenarnya bisa dibaca di layar. Hal-hal kecil, nyaris tak terasa dampaknya, tapi terjadi berulang kali.

Ironisnya, banyak dari kita sebenarnya sudah tahu. Kita paham pentingnya hemat energi dan air. Kita mengerti bahwa sumber daya tidak tak terbatas. Namun, antara tahu dan bertindak, ada jarak yang tidak selalu mudah dijembatani.

Keberlanjutan sering dibayangkan sebagai sesuatu yang besar dan kompleks. Seolah harus dimulai dari kebijakan, teknologi mahal, atau perubahan sistem skala nasional. Padahal, persoalan besar justru ditopang oleh kebiasaan kecil yang terus direproduksi.

Tulisan ini bukan untuk menunjuk siapa yang salah. Kita semua, termasuk penulis, masih berada di dalam lingkaran itu. Boros bukan selalu karena tidak peduli, tetapi karena sudah terlalu terbiasa.

Keberlanjutan pada akhirnya bukan soal menjadi paling benar, paling hijau, atau paling sadar lingkungan. Ia soal kesediaan untuk berhenti sejenak dan bertanya: apakah ini benar-benar perlu?

Jika pertanyaan sederhana itu mulai sering muncul sebelum kita menyalakan listrik, membuka kran, atau menekan tombol print, mungkin di situlah perubahan mulai bekerja. Pelan, tidak dramatis, tapi nyata.

Dan mungkin memang seperti itu cara keberlanjutan bertahan: bukan lewat slogan besar, melainkan lewat kebiasaan kecil yang konsisten.