Bumi Datar? Justru Alam Semesta yang Datar
Beberapa tahun terakhir, perdebatan soal bentuk bumi kembali ramai. Di satu sisi, ada kelompok yang percaya bumi itu bulat, lengkap dengan penjelasan ilmiah yang sudah teruji. Di sisi lain, ada yang yakin bumi datar, menuduh sains sebagai alat untuk menutupi “kebenaran” bahwa bumi sebenarnya tidak bulat. Perdebatan ini sering kali tidak berujung pada pemahaman, melainkan pada saling ejek dan rusaknya hubungan antarindividu.
Tulisan ini tidak akan menambah panjang perdebatan itu. Kita akan melangkah lebih jauh—bukan membahas bentuk bumi, melainkan bentuk alam semesta tempat bumi berada.
Seperti Apa Bentuk Alam Semesta?
Pertanyaan ini sudah lama menjadi teka-teki besar bagi para fisikawan dan kosmolog. Ada banyak teori yang mencoba menjawabnya, namun titik tolak yang paling kuat berasal dari teori relativitas umum Einstein.
Menurut Einstein, keberadaan materi dan energi dapat memengaruhi kelengkungan ruang dan waktu. Berdasarkan hal itu, bentuk alam semesta secara umum bisa dibagi menjadi tiga kemungkinan besar:

Alam semesta tertutup (kurvatur positif)
Bayangkan permukaan bola raksasa. Jika kamu berjalan lurus di atas bola itu tanpa berhenti, kamu akan kembali ke titik awal tanpa pernah menemukan “ujung”. Begitulah gambaran alam semesta tertutup.
Dalam model ini, alam semesta memiliki volume terbatas tetapi tidak memiliki batas tepi. Artinya, kamu tidak bisa “keluar” dari alam semesta, tapi kamu juga tak akan menemukan tepinya.
Kondisi ini terjadi bila kerapatan materi alam semesta lebih besar dari kerapatan kritis, yaitu nilai ambang yang menentukan apakah gravitasi cukup kuat untuk menghentikan ekspansi kosmik. Jika kerapatannya cukup besar, gravitasi akan memperlambat pengembangan alam semesta hingga akhirnya berhenti, lalu memulai fase penyusutan kembali. Pada akhirnya, seluruh materi bisa runtuh ke satu titik dalam peristiwa yang disebut “Big Crunch” kebalikan dari Big Bang.
Model ini memberi gambaran bahwa alam semesta bisa bersifat siklis: mengembang, menyusut, lalu “lahir kembali” dalam siklus tanpa akhir.
Alam semesta datar (kurvatur nol)
Dalam model datar, hukum geometri Euclid berlaku secara sempurna. Dua garis sejajar tidak akan pernah bertemu, dan jumlah sudut segitiga selalu 180 derajat.
Alam semesta datar terjadi bila kerapatan materi sama persis dengan kerapatan kritis. Gravitasi cukup kuat untuk memperlambat laju pengembangan, tapi tidak cukup kuat untuk menghentikannya. Akibatnya, alam semesta akan terus mengembang selamanya, namun dengan kecepatan yang semakin melambat seiring waktu.
Menariknya, model datar juga memungkinkan keberadaan energi gelap — bentuk energi misterius yang justru mempercepat ekspansi alam semesta. Jadi, meskipun alam semesta datar, ruang antargalaksi bisa terus melebar dengan kecepatan yang makin besar karena pengaruh energi gelap ini.
Para ilmuwan menganggap model ini sebagai yang paling “seimbang”: tidak kolaps, tapi juga tidak melejit tanpa kendali.
Alam semesta terbuka (kurvatur negatif)
Sekarang bayangkan bentuk pelana kuda. Permukaannya melengkung ke arah yang berlawanan di dua sisi. Inilah analogi untuk alam semesta terbuka atau berkurvatur negatif.
Dalam kondisi ini, dua garis sejajar yang bergerak dalam arah sama akan semakin menjauh seiring waktu. Alam semesta jenis ini muncul bila kerapatan materi lebih kecil dari kerapatan kritis, artinya gravitasi tidak cukup kuat untuk menahan laju pengembangannya.
Akibatnya, alam semesta terbuka akan terus mengembang tanpa batas dan tidak pernah berhenti. Galaksi-galaksi akan semakin menjauh satu sama lain, bintang-bintang padam, dan alam semesta perlahan memasuki “kematian panas” (heat death) — keadaan di mana energi merata di seluruh ruang dan tidak ada lagi proses fisik yang berarti.
Jadi, Alam Semesta Kita yang Mana?
Jawabannya datang dari data pengamatan. Pada tahun 2011, misi Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP) memberikan hasil menakjubkan: kerapatan materi alam semesta ternyata hampir persis sama dengan kerapatan kritis, dengan margin kesalahan hanya 0,4%. Artinya, secara ilmiah, alam semesta kita datar.
Maka, jika ada yang bertanya, “Apakah bumi datar?” Kita bisa tersenyum dan menjawab, “Tidak, bukan bumi yang datar. Justru alam semestalah yang datar.”