Bioproses Limbah Agroindustri
Bioproses merupakan proses penggunaan organisme hidup atau komponennya untuk menghasilkan produk bernilai. Bioproses merupakan teknologi mutakhir yang telah merevolusi industri seperti farmasi, makanan dan minuman, serta biofuel. Sepanjang sejarah, peradaban telah memanfaatkan kekuatan biologi untuk menciptakan berbagai produk dan proses, yang menjadi dasar bagi teknik bioproses modern yang kita gunakan saat ini.
Asal-usul bioproses dapat ditelusuri kembali ke peradaban kuno seperti Mesopotamia, Mesir, dan Tiongkok, di mana manusia awal menemukan sifat menguntungkan dari berbagai mikroorganisme dan tumbuhan. Masyarakat awal ini mempraktikkan fermentasi, suatu bentuk bioproses, untuk menghasilkan makanan dan minuman seperti roti, bir, dan anggur. Fermentasi adalah proses alami di mana mikroorganisme memecah senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana, menghasilkan alkohol, asam laktat, dan senyawa berguna lainnya. Misalnya, orang Mesir kuno menggunakan ragi, sejenis jamur, untuk memfermentasi biji-bijian dan menghasilkan bir, yang tidak hanya menjadi sumber makanan tetapi juga memiliki makna religius dan sosial.
Di Tiongkok kuno, bioproses digunakan untuk menciptakan berbagai produk. Orang Tiongkok dikenal karena keahlian mereka dalam teknik fermentasi, yang mereka gunakan untuk menghasilkan cuka, kecap, dan makanan fermentasi lainnya. Mereka juga menggunakan bioproses untuk menciptakan produk obat-obatan, seperti ramuan herbal dan antibiotik, dengan fermentasi berbagai tumbuhan dan mikroorganisme. Apoteker Tiongkok mengakui pentingnya menggunakan bahan alami dalam obat-obatan mereka, dan pengetahuan mereka tentang bioproses diwariskan dari generasi ke generasi.
Contoh lain yang menonjol dari bioproses kuno adalah produksi keju. Asal- usul keju dapat ditelusuri kembali ke Timur Tengah dan wilayah Mediterania, di mana masyarakat kuno menggunakan proses pengentalan susu dengan bantuan mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur, untuk menciptakan produk padat yang dapat diawetkan dan dikonsumsi dalam jangka waktu lama. Proses pembuatan keju awal melibatkan penggunaan wadah kayu atau tanah liat, yang memungkinkan mikroorganisme untuk menjajah dan memfermentasi susu, menghasilkan pembentukan dadih dan whey.
Orang Yunani kuno juga memberikan kontribusi signifikan terhadap bidang bioproses. Dokter Yunani Hippocrates, yang dikenal sebagai bapak kedokteran modern, mengakui kemampuan penyembuhan roti berjamur dan menggunakannya untuk mengobati luka dan infeksi. Ini kemungkinan disebabkan oleh adanya jamur penghasil penisilin, yang diketahui memiliki sifat antibakteri. Fenomena ini baru diidentifikasi hampir 2.000 tahun kemudian oleh Alexander Fleming.
Kemajuan selama Renaissance membawa Revolusi Ilmiah dan penemuan mikroskop. Pengamatan pertama bakteri dikaitkan dengan Antonie van Leeuwenhoek, seorang ilmuwan Belanda yang hidup pada abad ke-17. Leeuwenhoek, sering disebut sebagai "Bapak Mikrobiologi," adalah orang pertama yang mengamati bakteri melalui mikroskop sederhana yang ia rancang dan buat sendiri. Ia membuat penemuan terobosan mikroorganisme, termasuk bakteri, protozoa, dan makhluk mikroskopis lainnya, dan mendokumentasikan pengamatannya dalam surat-surat rinci kepada Royal Society of London.
Buku ini disusun dengan tujuan memberikan wawasan dan pengetahuan yang komprehensif mengenai bioproses dalam sektor agroindustri, yang merupakan salah satu bidang yang sangat penting dan berkembang pesat di Indonesia.
Perkembangan teknologi dan inovasi dalam bidang agroindustri telah membuka peluang besar untuk pemanfaatan bioproses dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Bioproses, menawarkan solusi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam pengolahan bahan baku pertanian menjadi produk yang bernilai tambah.
KONSEP PENURUNAN STUNTING BERBASIS CEMARA E-GASING Cegah Anemia pada Remaja Putri
Stunting merupakan masalah gangguan pertumbuhan tinggi badan akibat kekurangan gizi secara kronis, infeksi berulang, dan psikososial yang tidak memadai terutama pada periode 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Stunting masih merupakan masalah kesehatan karena prevalensi stunting di Indonesia masih di atas prevalensi yang disepakati oleh WHO, yaitu dibawah 20%. Identifikasi kondisi stunting dapat dilakukan melalui pengukuran panjang badan atau tinggi badan anak menurut umur (TB/U). Stunting dinyatakan jika panjang atau tinggi badan berada di bawah ukuran standar tinggi badan menurut WHO (<–2 SD atau Z-score <-2 SD). Dampak jangka pendek dari stunting, yaitu memiliki daya tahan tubuh yang lemah sehingga sering sakit, dan anak memiliki perkembangan kognitif, motorik, dan verbal yang tidak optimal (Muntikah et al., 2012).Selain itu, stunting juga akan memiliki dampak dalam jangka panjang, yaitu tinggi badan yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya), memiliki risiko obesitas dan penyakit tidak menular lainnya, dan terganggunya kesehatan reproduksi. Lebih jauh berpengaruh pada prestasi belajar. Pemerintah Republik Indonesia menetapkan target penurunan prevalensi stunting pada tahun 2024 adalah 14%. Berdasarkan target capaian prevalensi stunting 14% ini maka perlu dilakukan percepatan penurunan prevalensi stunting di seluruh provinsi di Indonesia. Anemia dapat terjadi pada remaja dan merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Remaja putri Indonesia umur 15-24 tahun sebesar 32% mengalami anemia. Remaja putri anemia berisiko melahirkan balita stunting (Marlinae et al., 2021).
Buku ini dibuat dengan mempertimbangkan permasalahan gizi pada remaja putri, khususnya anemia, yang saat ini belum teratasi dan masih sedikit upaya yang dilakukan untuk mencegah atau mengatasi anemia. Harapan kami, buku ini dapat memperdalam pengetahuan tentang anemia dan gizi pada remaja putri, serta membantu mencegah dan mengatasi masalah anemia pada remaja putri.
Kami berterima kasih kepada pemberi dana KEMENDIKBUDRISTEK melalui Program “Matching Fund Kedaireka Tahun 2023” dan Mitra Perwakilan BKKBN Provinsi Gorontalo serta kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam program kegiatan. Buku ini memang jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami membutuhkan masukan, kritik, saran dari pembaca.
SCOPUS Q2 Improvement of Prebiotic Properties and Resistant Starch Content of Corn Flour (Zea mays L.) Momala Gorontalo Using Physical, Chemical and Enzymatic Modification
Probiotics are a non-digestible food ingredient that promotes the growth
of beneficial microorganisms in the intestines. One of the functional food ingredients,
Momala corn flour, is a source of prebiotics with a resistant starch content of 4.42%.
Thi s study aimed to improve the prebiotic properties and resistant starch content of
modified corn flour (MCF) Momala Gorontalo by using physical, chemical, and
enzymatic modification processes. The research methods include physical modification
(heat moisture treatment, annealing, autoclaving-cooling cycling, microwave), chemical
modification (acid hydrolysis), and enzymatic modification (debranching pullulanase). The
results showed that the modified by heat moisture treatment (HMT) increased RS
levels 1-fold, annealing modification (ANN) 8.9-fold, autoclaving-cooling one cycle
modification (AC-1C) 2.9-fold, autoclaving-cooling two cycles modification (AC-2C) 2.0-
fold, microwave modification (MW) 1.3-fold, acid hydrolysis (HA) modification 5.0-fold,
and debranching pullulanase (DP) modification 3.8-fold compared with corn flour control
without modification. The value of the prebiotic activity of MCF hydrolysed acid (HA) is
0.03, and debranching pullulanase (DP) is 0.02 against Enteropathogenic Escherichia
coli (EPEC). The prebiotic effect value of MCF HA and DP were 0.76 and 0.60,
respectively. The prebiotic index value of MCF HA and DP were 0.60 and 0.48,
respectively. This study confirms that MCF HA and DP are good prebiotic candidates
because they have resistant starch content, low starch
digestibility, and resistance to simulated gastric fluid hydrolysis than unmodified corn flour.
SCOPUS Q3 Effect of Annealing Treatment on Resistant Starch Content and Prebiotic Properties of High-Carbohydrate Foods: Meta-Analysis Study
Annealing treatment is a physical modification technique widely used to increase resistant
starch levels in foodstuffs. Annealing technique (ANN) is a modification carried out using a large
concentration of water (more than 40%) and given heat treatment below the starch gelatinization
temperature. This study aims to analyze the types of carbohydrate foods that significantly affect the
content of resistant starch and prebiotic properties by means of annealing treatment techniques. The
PRISMA guidance method was used, which used 1038 researched and selected articles to produce 30
articles. The data is formulated based on the percentage value of the Hedges'd Effect Size (standardized
mean difference/SMD) and the confidence interval (CI) value using the help of OpenMEE software.
The meta-analysis revealed that the annealing technique significantly increased the resistant starch
content and prebiotic properties in high-carbohydrate foods (SMD 15.289; 95% CI: 11.860 to 18.719;
p<0.001). This meta–analysis study concluded that the annealing treatment technique significantly
improved based on a 95% confidence level to increase resistant starch content and prebiotic properties
in high carbohydrate foods.
SCOPUS Q3 Effect of lintnerization (acid hydrolysis) on resistant starch levels and prebiotic properties of high carbohydrate foods: A meta-analysis study
Lintnerization (acid hydrolysis) is a chemical modification technique widely used to increase in the resistant starch
levels in carbohydrate foods. However, this technique has different effects on each type of high-carbohydrate diet. This study
aimed to analyze by type carbohydrate foods in which the levels of resistant starch are increased by lintnerization. This study
used 26 articles following the PRISMA method. The data were analyzed by Effect Size Hedges'd (standardized mean
difference/SMD) and confidence interval (CI) using OpenMEE software. The results showed that the lintnerization of food
significantly increased levels of resistant starch and prebiotic properties (SMD 8.813; 95% CI: 6.566 to 11.060; p<0.001). In
conclusion, this study confirmed that linearization had a significant effect with a 95% confidence level in increasing the levels of
resistant starch and prebiotic properties of high-carbohydrate foods.