Apa itu Suspensi dan Emulsi?
Tahu gak sih? Sediaan cair yang sering kita beli di Apotek ketika kita dalam keadaan sakit itu ada banyak jenisnya loh, mungkin dari kita hanya tahu dengan Istilah "Sirup" . Ternyata sediaan cair itu bukan hanya sirup saja. Suspensi dan Emulsi pun termasuk dalam sediaan cair.
Yuk, Langsung saja dibaca Sediaan Emulsi dan Suspensi lewat majalah (Prototype) yang dibuat oleh Teman-teman mahasiswa Program Studi D3 Jurusan Farmasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo
List majalah Suspensi dan Emulsi
majalah 1 download disini
majalah 2 download disini
majalah 3 download disini
majalah 4 download disini
majalah 5 download disini
untuk majalah-majalah kefarmasian lainnya, dapat dibaca di disini
Cara Pembuatan Obat yang Baik
Membuat obat agar bisa diterima oleh konsumen, bukanlah hal yang mudah, semua harus sesuai dengan persyaratan yang berlaku.Melalui tugas kuliah teknologi sediaan steril, Mahasiswa Farmasi angkatan 2018, merangkum beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tatacara ataupun pedoman untuk membuat obat agar menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkualitas.
Versi majalahnya dapat di baca dengan Klik disini (Majalah No.14)
Majalah Kefarmasian (Farmasi UNG)
Budaya literasi sangatlah penting diterapkan dalam lingkup pendidikan terutama di lingkungan kampus yang merupkan pusat ilmu pengetahuan. Tingkat literasi suatu negara sangat sangat erat kaitannya dengan kemajuan dan tingkat perekonomian suatu negara. Peningkatan kualitas suatu bangsa sesungguhnya bertumpu pada peningkatan kualitas sumber manusianya dan hanya akan dapat dicapai salah satunya melalui penekanan pada pentingnya pendidikan. Ujung tombak dari dunia pendidikan adalah budaya literasi.
Untuk terus meningkatkan budaya literasi di lingkungan kampus UNG, saat ini Jurusan Farmasi terus menggalakan kegiatan-kegiatan yang mampu untuk meningkatkan minat mahasiswa dibidang literasi, salah satunya dengan mengemas kegiatan literasi ini dengan program-program yang menarik. Sebagai salah satu contoh adalah program Pembuatan Majalah Farmasi yang digagas oleh dosen muda Farmasi UNG, bpk. Moh. Aprianto Paneo, M.Farm, Apt dan beberapa dosen lainnya.
Beberapa majalah dapat di baca langsung dengan Klik Link Berikut
Deodoran
Artikel deodrant dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah teknologi kosmetik, dari bapak Apt. Mohamad Aprianto Paneo,M. Farm
(Christin Misilu 821416061, Amalia eka Octavia 821416072, Hira N Gonibala 821415011, Shafira M Tuadingo 821415095).
Sejarah deodoran
Pada abad ke-9, Ziryab ditemukan deodoran bawah lengan di Al-Andalus. Pada tahun 1888, yang deodoran komersial pertama, Mum, dikembangkan dan dipatenkan oleh seorang penemu Amerika Serikat di Philadelphia, Pennsylvania, yang namanya telah hilang dari sejarah. selanjutnya dibeli perusahaan kecil yaitu Bristol-Myers pada tahun 1931 dan di tahun 1940-an, eksekutif pemasaran Edward Gelsthorpe memutuskan untuk mengembangkan sebuah aplikator berdasarkan pena bola-titik yang baru diciptakan Pada tahun 1952., perusahaan mulai pemasaran produk dengan nama Ban Roll-On. Produk sebentar ditarik dari pasar di AS,Hal ini sekali lagi tersedia di pengecer di AS di bawah merek Ban. Di Inggris itu dijual di bawah nama Solid Mum dan Mum Pump Spray Chattem diperoleh. merek deodoran Ban pada tahun 1998 dan kemudian dijual ke Kao Corporation di tahun 2000 (Hary,1973).
Definisi Deodoran
Deodoran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap keringat, menutupi bau badan dan mengurangi bau badan (Rahayu, et al, 2009). Deodoran dapat juga diaplikasikan pada ketiak, kaki, tangan dan seluruh tubuh biasanya dalam bentuk spray (Egbuobi, 2013).
Mengapa harus menggunakan deodorant ?
karena kelenjar apokrin pada ketiak mengandung sejumlah protein dan zat gula yang nantinya diuraikan oleh bakteri sehingga menghasilkan bau seperti ammonia. Selain itu, kelenjar keringat di ketiak merupakan penghasil air yang cukup besar dan terdapat pula bulu-bulu ketiak semakin mempermudah dan memperluas aktivitas bakteri yang menghasilkan bau tidak sedap tersebut, oleh karena itu banyak masyarakat yang menggunakan deodorant untuk menghasilkan bau tersebut (Djuanda,2008).
Keuntungan dan kerugian menggunakan deodoran
Deodoran hanya dapat mencegah atau mengurangi bau badan tetapi tidak dapat menghambat keluarnya keringat (Butler,2000).
Salah satu contoh artikel tentang formulasi deodorant yaitu tentang Formulasi Sediaan Deodoran dalam Bentuk Krim Menggunakan Kombinasi Aluminium Sulfat dan Minyak Kayu Cendana. untuk metode penelitiannya pertama Formulasi deodoran krim dibuat dari kombinasi aluminium sulfat dan minyak atsiri kayu cendana dibuat dengan cara memisahkan bahan-bahan yang digunakan menjadi dua bagian, yaitu bahan yang larut fase minyak dan bahan yang larut fase air. Kemudian panaskan masing-masing kedua fase tersebut. Bahan-bahan yang larut minyak yaitu vaselin album, setil alkohol dimasukkan ke dalam cawan porselen untuk dipanaskan dan diaduk hingga homogen. Pada fase air yaitu natrium lauril sulfat tawas, propilenglikol, metilparaben, propilparaben, aquadest juga dipanaskan seperti fase minyak.
Fase minyak dan fase air dipanaskan dan diaduk pada suhu 70oC secara terpisah dari fase minyak hingga homogen. Setelah kedua fase masing-masing telah homogen, dilakukan pencampuran antara fase minyak dan fase air hingga tercampur merata. Minyak atsiri kayu cendana akhir waktu pencampuran karena minyak atsiri mudah menguap maka ditambahkan setelah sistem emulsi terbentuk (Billany, 2002).
Evaluasi
Evaluasi Sifat Fisik deodoran krim dibuat dari kombinasi aluminium sulfat dan minyak atsiri kayu cendana, Uji Daya Sebar Sebanyak 0,5 gr krim diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter 15 cm, kaca lainnya diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter sebar salep diukur. Setelahnya, di atas krim ditambahkan 100 gr beban tambahan dan didiamkan selama 1 menit lalu diukur diameter yang konstan (Astuti, et al., 2010).
Uji Daya Lekat Sebanyak 0,5 g krim diletakkan di atas gelas obyek yang telah ditentukan luasnya. Obyek gelas yang lain diletakkan di atas krim tersebut. Di atas ditambahkan beban 1 kg selama 5 menit. Obyek gelas dipasang pada alat tes. Beban seberat 80 g dilepas. Waktu hingga kedua gelas obyek tersebut terlepas dicatat. Prosedur diulangi sebanyak 5 kali untuk masing-masing tipe krim (Rahmawati, et al., 2010).
Uji pH Sebanyak 0,5 g salep diencerkan dengan 5 ml aquades, kemudian dicek pH larutannya (Naibaho, et al., 2013).
Uji viskositas Krim diamati tingkat kekentalannya dari masing-masing konsentrasi ekstrak dengan menggunakan viscometer Brook field LV. Sediaan dimasukkan ke dalam cup, kemudian dipasang spindle ukuran 4 dan rotor dijalankan dengan kecepatan 30 rpm. Angka yang diperoleh kemudian dikalikan dengan faktor koreksi 200. Viskositasnya (cp) adalah angka hasil pengukuran x faktor konversi (Rahayu, et al., 2009).
Uji iritasi menggunakan hewan uji kelinci sebanyak 4 ekor kelinci albino berumur ratarata 6 bulan. Dalam penelitian ini uji iritasi menggunakan metode yang digunakan Remington, yaitu pach test atau uji sampel. Rambut kelinci dicukur pada bagian punggungnya sampai bersih. Untuk menghilangkan bulu halus digunakan veed sebagai perontok bulu-bulu halus.
Pencukuran dilakukan secara hati-hati agar tidak melukai punggung kelinci. Punggung kelinci dibagi menjadi 4 bagian yang berbentuk bujur sangkar. Kemudian sediaan krim dengan dari kombinasi aluminium sulfat dan MAKC diaplikasikan pada kulit. Evaluasi dilakukan selama 72 jam untuk melihat perubahanperubahan yang terjadi seperti eritema dimana kulit menjadi kemerahan dan timbul bercakbercak. Untuk penentuan skor berdasarkan skor pada uji sampel sebagai berikut; 0: tidak ada reaksi, 1: eritema ringan (warna kulit agak merah), 2: eritema sedang (warna kulit merah dan timbul bintik-bintik merah), 3: eritema kuat (warna kulit sangat merah dan bintik merah lebih banyak).
Uji Akseptabilitas Responden harus keadaan sehat serta tidak memiliki penyakit kulit. Sediaan deodoran krim digunakan dengan cara mengoleskan pada kulit ketiak responden, kemudian didiamkan selama 1 menit (Saryanti & Izzatun, 2017).
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu formula optimum krim deodoran yang dibuat dari kombinasi aluminium sulfat dan minyak atsiri kayu cendana memiliki daya lekat 1.558 detik, daya sebar 4.01 cm , pH 4,4 dan nilai viskositasnya adalah 28285,2 cP. Krim tersebut tidak menimbulkan iritasi dan memberikan kenyamanan saat digunakan.
Daftar pustaka
Astuti, I. Y., Hartanti, D., & Aminiati, A. (2010). Peningkatan Aktivitas Atijamur Candida ALbicans Salep Minyak Atsiri Daun Sirih (Piper bettle Linn.) Melalui Pembentukan Kompleks Inklusi Dengan Beta-siklodekstrin. Majalah Obat Tradisional, 15, 94-99.
Billany, M. R. (2002). Emulsion in Aulton M.E., Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design. England: Churchill Livingstone.
Butler, H. (ed.). (2000). Poucher's Perfumes, Cosmetics and Soaps, 10th Edn. Britain: Kluwer Academic Publishers. Hal. 69-100.
Djuanda, A. (2008). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 3-8.
Egbuobi, R.C., Ojiegbe. G.C., Dike-ndudim, J.N., dan Enwun, P.C (2013). Antibacterial Activities of different brands of deodorants markeded in owerrri, imo state, Nigeria. African Journal of clinical and experimental microbiologi 14 (1): 14-16
Harry, R.G. 1973. Harry’s cosmeticology. London: Leonard Hill Books. hal 306- 331.
Naibaho, D. H., Yamkan, V. Y., Weni, & Wiyono. (2013). Pengaruh Basis Salep Terhadap Formulasi Sediaan Salep Ekstrak Daun Kemangi (Ocinum sanchum L.) Pada Kulit Punggung Kelinci yang Dibuat Infeksi Staphylococcus Aureus. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT, II(2).
Rahmawati, D., Sukmawati, A., & Indrayudha, P. (2010). Formulasi Krim Minyak Atsiri Rimpang Temu Giring (Curcuma heyneana): Uji Sifat Fisik dan Daya Antijamur Terhadap Candida Albicans Secara In Vitro. Majalah Obat Tradisional, 2(15), 56-63.
Rahayu, S., Sherley, & Indrawati, S. (2009). Deodorant-antiperspirant. Jakarta: Naturakos IV BPOM RI.
Saryanti, D., & Izzatun, N. Z. (2017). Optimasi Karbopol dan Gliserol Sebagai Basis Gel Antiseptik Tangan Ekstrak Etanol Daun Ceremai (phyllantus acidus L.) dengan Metode SimplexLattice Design. Journal of Pharmaceutical Sciencce and Clinical Research(2), 35-43.