Konsep Dasar Manajemen Pendidikan
KONSEP DASAR MANAJEMEN PENDIDIKAN
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah kata yang sering sekali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Tapi kadang kita kurang memahami apa yang disebut pendidikan,apa landasan pendidkan itu dan lain sebagianya. Tulisan ini akan mencoba menguraikan pendidikan di tinjau dari pendapat para ahli teori tentang pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan. Beberapa ahli telah mengungkapkan mengenai pengertian pendidikan diantaranya:
a. Menurut Carter V. God dalam “Dictionary of Education “
1) Pendidikan merupakan seni, praktek, atau profesi sebagai pengajar
2) Merupakan ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip prinsip dan metode metode mengajar,bpengawasan dan bimbingan murid. Dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan
3) Merupakan seni untuk membuat dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang diwarisi atau dikembangkan masa lampau oleh generasi bangsa
b. Menurut buku“Higher Education for American democracy” Pendidikan adalah suatu lembaga dalam tiap-tiap masyarakata yang beradab, tetapi tujuan tujuan pendidikn tidaklah sma dalammsetiap masyrakat. Sistem pendidikan suatu masyarakat tertentu dan tujuan pendidikan didasarkan atas prinsip-prinsip cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat
c. Menurut professor Rechey dalam buku “Planing for teaching an Introduction to education ‘Istilah “Pendidikan” bekenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan an perbaikan kehidupa suatu masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penuaian kewajiban dan tanggung jawabnya kepada masyarakat. Jdi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas dari proses yang berlangsung disekolahn saja. Pendidikan adalah suatu akyivitas social yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks
d. Menurut Prof Lodge dalam buku “Philosophy of Education “ Pendidikan dalam arti luas semua pengalaman dapt dapt dikatakan sebagai pendidikan Dalam pengertian yang lebih sempit “Pendidikan” dibatasi pada fungsi tertentu didalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat istiadat dengan latar belakang sosialnya, pandangan hidup masyarakatnya kepada warga masyarakat gnerasi berikutnya dan demikian seterusnya
e. Menurut Brubacher Pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman,dan dengan alam semesta. Dari semua pendapat para ahi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa :
1) Pendidikan merupakan usaha manusia dalam meningkatkan kepribadianya dengan mengembangkan potensi yang dimilikinya baik secara rohani maupun jasmani
2) Pendidikan berarti juga lembaga yang bertanggung jawab terhadap tercspsinys tujusn pendidikan
3) Pendidikan merupakan hasil yang dicapai oleh perkembangan manusia
Definisi pendidikan menurut Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yaitu pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar diproses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. (Pasal 1 ayat 1).
2. Pengertian Manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa latin yaitu manus yang berarti tangan dan ageryang berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja manegere yang artinya menangani, Managere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yaitu dalam bentuk kerja to manage dengan kata benda management. Manajer untuk orang yang melakukan kegiatan manejemen. Akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan. Pengertian Manajemen Menurut Para Ahli:
a. Mary Parker F mendefinisikan pengertian manajemen sebagai suatu seni, tiap tiap pekerjaan bisa diselesaikan dengan orang lain.
b. George Terry memberikan pendapat, Definisi Manajemen merupakan ilmu sekaligus seni, manajemen adalah wadah didalam ilmu pengetahuan, sehingga manajemen bisa dibuktikan secara umum kebenarannya.
c. Manajemen yang didefinisikan oleh Koontz adalah suatu seni yang produktif yang didasarkan pada suatu pemahaman ilmu. Koontz menambahkan, ilmu dan seni tidaklah bertentangan, namun masing masing saling melengkapi.
d. Stoner memiliki pendapat, Ilmu Manajemen merupakan proses dalam membuat suatu perencanaan, pengorganisisasian, pengendalian serta memimpin berbagai usahda dari anggota entitas/organisasi dan juga mempergunakan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
e. Wilson berpendapat definisi manajemen sebagai sebuah rangkaian tindakan tindakan yang dilakukan oleh para anggota organisasi dalam upaya mencapai sasaran organisasi. prosess merupakan suatu rangkaian aktivitas yang dijalankan dengan sistematis.
f. Menurut Oey Liang Lee, Arti Manajemen adalah ilmu dan seni perencanaan, peng-organisasi-an, penyusunann, pengarahan serta pengendalian (pengawasan) dari sumber daya perusahaan guna mencapai goal atau tujuan yang telah diputuskan.
g. Menurut Lawrence A Appley, pengertian manajemen adalah sebuah seni dalam mencapai tujuan yang diinginkan yang dilaksanakan dengan usaha orang yang lain.
h. Menurut Sulistyorini, manajemen adalah suatu hal penting yang menyentuh, mempengaruhi, bahkan merasuki hampir seluruh aspek kehidupan manusia layaknya darah dan raga.
i. A. Sayyid Mahmud al Hawariy dalam bukunya Al Idarah Al Ushul Wal Ushushil Ilmiyah menerangkan manajemen adalah mengetahui kemana yang dituju, kesukaran apa yang harus dihindari, kekuatan apa yang harus dijalankan, dan bagaimana mengemudikan kapal Anda serta anggota dengan sebaik-baiknya tanpa pemborosan waktu dalam proses mengerjakannya.
j. Stooner berpendapat bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumberdaya ditambah sumberdaya organisasi lain agar dapat mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan.
k. Sondang Palan Siagian, manajemen adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.
l. Yati Siti Mulyati dan Aan Komariah mendefinisikan manajemen sebagai kemampuan dan ketrampilan khusus yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan atau bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara produktif, efektif, dan efisien.
m. Mamduh M. Hanafi berpendapat bahwa manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan sumber daya organisasi.
n. Nanang Fatah dalam bukunya Landasan Manajemen Pendidikan, menjelaskan manajemen adalah proses merencana, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
o. Oemar Hamalik berpendapat bahwa manajemen adalah suatu proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan bantuan manusia lain serta sumber-sumber lain, menggunakan metode yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.
p. Geroge R. Terry memberikan pengertian manajemen adalah sebuah proses yang khas, terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling).
3. Filsafat Manajemen
Manajemen jika ditinjau dari segi filsafat yaitu berdasarkan landasan ontologi dan aksiologi maka bagaimana mengembangkan landasan epistemologi yang sesuai. Persoalan utama yang dihadapi oleh setiap epistemologi pada dasarnya bagaimana mendapatkan pengetahuan dengan benar yang memperhitungkan aspek ontologi dan aksiologi. Begitu juga dalam hal menghadapi epistemologi yaitu bagaimana menyusun pengetahuan yang benar untuk menjadi masalah mengenai dunia empiris yang akan digunakan sebagai alat untuk meramalkan dan mengendalikan peristiwa yang muncul.
Filsafat manajemen pada hakikatnya menyediakan seperangkat pengetahuan untuk berpikir efektif dalam memecahkan masalah manajemen. Ini merupakan hakikat manajemen sebagai suatu disiplin ilmu dalam mengatasi masalah organisasi berdasarkan pendekatan yang intelligent. Bagi seorang manajer perlu pengetahuan tentang kebenaran manajemen, asumsi yang telah diakui dan nilai-nilai yang telah ditentukan. Pada akhirnya semua itu akan mencapai kepuasan dalam melakukan pendekatan yang sistematik dalam praktik manajerial
4. Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang pada intinya adalah mempelajari tentang prilaku manusia yang kegiatannya sebagai subjek dan objek. Secara filosofis, prilaku manusia terbentuk oleh interaksi antar manusia, iklim organisasi (konteks organisasi), dan sistem. Ketiga interaksi tersebut baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama saling berinteraksi pula dengan lingkungan eksternalnya.
Beberapa ahli menggunakan istilah yang berbeda dalam pemakaian kata administrasi pendidikan dan manajemen pendidikan, tetapi ketika ditinjau pengertiannya hampir mirip. Walaupun pada dasarnya kedua istilah tersebut tidak sama persis. Nanang Suhardan dan Nugraha Suharto dalam hal ini mereka memakai istilah administrasi pendidikan yaitu ilmu yang membahas pendidikan dari sudut pandang kerjasama dalam proses mencapai tujuan pendidikan. Manajemen pendidikan menurut Made Pidarta yaitu aktifitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.
H.A.R. Tilaar, berpendapat bahwa manajemen pendidikan adalah mobilisasi segala sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Djam’an Satori memberikan pengertian manajemen pendidikan sebagai keseluruhan proses kerja sama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materi yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Menurut Sulistyorini, manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya agar lebih efektif dan efisien.
Manusia (manajer atau administrator) dimanapun berada tidak terlepas dari wadah melakukan kegiatan yang disebut organisasi (lembaga pendidikan baik formal, nonformal, maupun informal) Organisasi tidak akan ada tanpa ada manusianya. Manusia dalam organisasi tidak luput dari sistem yang dibuatnya sendiri (misal Sisdiknas).
Dilihat dari pengertian manajemen dan pengertian pendidikan diatas, maka kita dapat mendefinisikan Manajemen Pendidikan sebagai suatu Proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dalam mengelola sumber daya yang berupa man, money, materials, method, machines, market, minute dan information untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien dalam bidang pendidikan. Objek atau sumber daya yang menjadi kajian dalam manajemen pendidikan ada tujuh , yaitu :
a. Man
Man atau manusia adalah unsur terpenting yang perlu dikelola dalam manajemen pendidikan, pengelolaan yang biasa dilakukan misalnya dengan mengorganisasikan manusia dengan melihat apa yang menjadi keahlian orang tersebut.
b. Money
Money atau uang dimaksudkan untuk mengelola pemdanaan atau pembiayaan secara efisien sehingga tidak terjadi pemborosan dalam suatu lembaga pendidikan.
c. Materials
Materials atau bahan materi merupakan aspek yang tidak kalah penting dalam manajemen pendidikan, melalui pengelolaan material maka bisa terbentuk kurikulum yang berisi panduan dasar untuk mentranfer ilmu dari guru ke siswa.
d. Method
Pengelolaan metode juga harus dilakukan dengan baik, metode yang digunakan untuk mengajar guru di sekolah satu dengan guru di sekolah lain tidak sama karena tergantung pada kesiapan siswa yang diajar.
e. Machines
Pengelolaan mesin bertujuan untuk dapat mengelola mesin yang digunakan untuk mendukung proses belajar mengajar supaya dapat digunakan sebaik mungkin dan tidak cepat mengalami kerusakan, untuk orang yang mengelola mesin biasanya harus orang yang benar-benar tau cara merawat mesin tersebut dengan baik.
f. Market
Market atau pasar adalah salah satu kunci yang menentukan sekolah atau lembaga pendidikan tersebut menjadi lembaga pendidikan yang besar atau kecil, pasar yang dimaksud adalah masyarakat secara luas, sasaran yang dituju adalah masyarakat yang berniat menyekolahkan putra putri mereka.
g. Minutes
Minutes atau waktu perlu dikelola dengan baik karena waktu belajar peserta didik di sekolah sangat terbatas, sehingga perlu pengelolaan yang baik supaya waktu belajar mengajar menjadi lebih efisien.
5. Tujuan Manajemen Pendidikan
Tujuan Belajar Manajemen Pendidikan
a. Efisien dalam menggunakan sumber daya.
Dengan mempelajari manajemen pendidikan dengan baik, diharapkan seseorang dapat mengelola sumber daya secara efisien, misalnya sumber daya yang berupa pembiayaan, waktu dan lain sebagainya.
b. Efektif dalam pencapaian tujuan.
Dengan mempelajari manajemen pendidikan secara berkesinambungan dan secara sungguh-sungguh, diharapkan seseorang dapat mengefektifkanproses dan sumber daya yang dikelola untuk mencapai tujuan dengan optimal.
c. Bermuara pada tujuan pendidikan.
Tujuan manajemen pendidikan tidak akan lepas dari tujuan pendidikan nasional, yaitu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
d. Mendukung kegiatan pendidikan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.
Manajemen pendidikan juga mendukung dan memfasilitasi kegiatan pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan pendidikan yang didukung dengan manajemen pendidikan yang baik, akan mendapatkan hasil yang baik sehingga tujuan pendidikan yang ditargetkan dapat tercapai.
Menurut Shrode dan Voich, tujuan utama manajemen adalah produktifitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal, bahkan jamak. Seperti peningkatan mutu pendidikan atau kelulusannya, keuntungan yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, pembangunan daerah atau nasional, dan tanggung jawab sosial. Tujuan-tujuan ini ditentukan berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap situasi dan kondisi organisasi, seperti kekuatan dan kelemahan, peluang, serta ancaman.
6. Manfaat Manajemen Pendidikan
a. Menciptakan suasana belajar yang bermutu dan menyenangkan dan yang lebih penting lagi adalah dapat menciptakan peserta didik belajar cara belajar (learning how to learn) yang terbaik bagi dirinya.
b. Meningkatkan kompetensi manajemen pendidikan bagi pendidik sehingga lebih professional.
c. Menghemat sumberdaya dengan hasil memuaskan.
d. Mendapatkan tenaga kependidikan yang professional.
7. Fungsi Manajemen Pendidikan
Fungsi manajemen pendidikan adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan pendidikan untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien. Dalam Manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat di dalamnya. Menurut George R. Terry, fungsi manajemen ada empat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi pelaksanaan (actuating) dan fungsi pengendalian (controlling). Menurut Luther Gullick , fungsi manajemen ada tujuh yaitu fungsi fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi pengaturan anggota (staffing), fungsi pengarahan (directing), fungsi koordinasi (coordinating), fungsi pelaporan (reporting) dan fungsi pencapaian tujuan (budgeting). Menurut hersey and Blanchard, fungsi manajemen ada empat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi peningkatan semangat (motivating) dan fungsi pengendalian (controlling).
Pada umumnya ada empat fungsi manajemen yang banyak dikenal masyarakat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi pelaksanaan (actuating) dan fungsi pengendalian (controlling). Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf). Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan mampu menguasai semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil manajemen yang maksimal.
Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Perencanaan juga dapat didefinisikan sebagai prosespenyusunan tujuan dan sasaran organisasi serta penyusunan “peta kerja” yang memperlihatkan cara pencapaian tujuan dan sasaran tersebut.
Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang telah dibagi-bagi. Pengorganisasian adalah proses penghimpunan SDM, modal dan peralatan, dengan cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan upaya pemaduan sumber daya.
Pelaksanaan (actuating) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha. Pelaksanaan adalah proses penggerakan orang-orang untuk melakukan kegiatan pencapaian tujuan sehingga terwujud efisiensi proses dan efektivitas hasil kerja.
Pengendalian (controlling) adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan. Proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan,diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang pendidikan yang dihadapi. Pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses pemberian balikan dan tindak lanjut pembandingan antara hasil yang dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan dan tindakan penyesuaian apabila terdapat penyimpangan.
8. Ruang Lingkup Majemen Pendidikan
Ruang lingkup dari manajemen pendidikan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : Menurut Wilayah Kerja, Menurut Objek garapan, dan Menurut Fungsi Kegiatan.
a. Menurut Wilayah kerja, ruang lingkupnya meliputi : Manajemen seluruh negara, manajemen satu propinsi, manajemen satu unit kerja, dan manajemen kelas.
b. Menurut Objek garapan, ruang lingkupnya meliputi : Manajemen siswa, manajemen ketenaga pendidikan, manajemen sarana-prasarana, manajemen tata laksana pendidikan, mqanajemen pembiayaan dan manajemen humas.
c. Menurut Fungsi Kegiatan, ruang lingkupnya meliputi: Merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengko-munikasikan, mengawasi atau mengevaluasi.
Ada pula yang melihat Ruang lingkup dari manajemen pendidikan berdasarkan substansi yang menjadi garapan manajemen pendidikan sebagai proses atau disebut fungsi administrasi yaitu:
a. Perencanaan. Perencanaan merupakan suatu proses yang meliputi upaya yang dijalankan guna mengantisipasi adanya kecenderungan di masa mendatang dan penentuan sebuah strategi maupun taktik yang tepat guna merealisasikan tujuan dan target organisasi.
b. Pengorganisasian. Pengorganisasian merupakan suatuproses yang meliputi bagaimaan taktik serta strategi yang sudah dirumuskan pada saat tahap perencanaan digambarkan pada sebuah strukturr organisasi yang tangguh, sesuai, dan lingkungan yang kondusif serta bisa memberikan kepastian bahwa pihak pihak yang ada didalam organisasi bisa bekerja secara efisien dan efektif untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan.
c. Pelaksanaan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi, koordinasi).
d. Pengarahan. Pengarahan adalah tahap dimana prorgram diimplementasikan suapaya bisa dilakukan oleh semua pihak dalam sebuah organisasi dan juga proses memotivasi supaya pihak pihak tersebut bisa melaksanakan tanggung jawab dengan kesadaran penuh dan tingkat produktifitas yang sangat tinggi.
e. Pengawasan dan pengendalian. Pengendalian adalah proses yang dijalankan guna rangkaian aktivitas aktivitas kegiatan yang sudah direncanakan, diorganisasikan serta diimplemantasikan dipastikan berjalan dengan semestinya sesuai target yang telah diharapkan walaupun ada beberapa perubahan yang terjadi didalam lingkungan yang dihadapi.
REFERENSI
Al Hawary, As Sayyid Mahmud. 1976. Al-Idarah al-Ushulul wal ususil Ilmiyyah. Kairo, cet.
Appley A, Lawrence dan Lee, Oey Liang. 2010. Pengantar Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.
A. F. Stoner James, D. (1996). Manajemen, Edisi Indonesia. Jakarta: PT. Prenhallindo
H.A.R. Tilaar. 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Koontz, Harold, Cryl O' Donnell, 1989. Manajemen. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mary Parker Follet, 2005. Manajemen. Jakarta: Indeks.
Made Pidarta. 1999. Manajemen Pendidikan. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Sulistyorini, 2001. Hubungan antara Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi dengan Kinerja Guru. Ilmu Pendidikan: 28 (1). 62-70.
Shrode, William. A and Dan Voich, Jr. 1974. Organization and Management: Basic System Concepts. Malaysia: Irwin Book.
Siagian Sondang. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.Bumi Aksara.
Terry, G.R. 2006. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: Penerbit Bumi. Aksara
Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Erlangga
https://nurhibatullah.blogspot.com/2016/01/dasar-dasar-manajemen-pendidikan.html
Konsep Psikologi Pendidikan
Konsep Dasar Psikologi Pendidikan
1. Pengertian Psikologi Pendidikan
Psikologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah, psikologi berarti ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Defenisi berikut ini menunjukkan beragamnya pendapat para ahli tentang psikologi (Sobur, 2003: 32).
a. Ernesrt Hilgert (1957) dalam bukunya Introduction to Psychology: “Psychology may be defined as the science that studies the behavior of men and other animal” etc. (psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan lainnya).
b. George A. Miller dalam bukunya Psychology and Communication: “Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral events” (Psikologi merupakan ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku).
c. Clifford T. Morgan dalam bukunya Introduction to Psychology: “Psychology is the science of human and animal behavior” (Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan)
d. Robert S. Woodworth dab Marquis DG dalam bukunya Psychology: “Psychology is the scientifict studies of individual activities relation to the inveronment” (Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas atau tingkah laku individu dalam hubungan dengan alam sekitar).
Dari beberapa pendapat di atas menunjukkan rentangan makna psikologi dalam berbagai perspektif. Jika dilihat, terdapat beberapa perbedaan makna dari psikologi itu sendiri. Perbedaan tersebut boleh jadi disebabkan karena perkembangan psikologi itu sendiri. Apabila diamati berbagai defenisi psikologi di atas, terutama defenisi dari Morgan dan Hilgert, ternyata bahwa studi psikologi tidak hanya terbatas pada tingkah laku manusia saja, tetapi juga tingkah laku hewan. Hal ini semakin dipertegas oleh Chaplin (dalam Sobur, 2003: 33) dalam Dictionary of psychology, yang mendefenisikan psikologi sebagai “…the science of human and animal behavior, the study of organism in all its variety and complexity as it respond to the flux andflow of the physical and social events which make up the environment” (…psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kemitraannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah lingkungan).
Jadi pada dasarnya, psikologi itu menyentuh banyak bidang kehidupan dan organisme, baik manusia maupun hewan. Namun, meskipun demikian, secara lebih spesifik psikologi sering dikaitkan dengan kehidupan organisme manusia. Psikologi beserta sub-sub ilmunya, pada dasarnya mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lainnya. Misalnya hubungan psikologi dengan sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu komunikasi, biologi, ilmu alam, filsafat, dan ilmu pendidikan. Hubungan ini biasanya bersifat timbal balik.
Salah satu contohnya adalah hubungan psikologi dengan ilmu pendidikan, sehingga lahirlah namanya psikologi pendidikan. Pendidikan merupakan suatu usaha untuk memanusiakan manusia. Artinya, ditujukan untuk membentuk sikap dan mental peserta didik ke arah yang lebih baik. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam UU RI No. 20 Tahun 2003, bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa pskologi sangat diperlukan dalam mengembangkan potensi diri peserta didik.
Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa psikologi pendidikan adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang pemahaman gejala kejiwaan dalam tigkah laku manusia untuk kepentingan mendidik atau membina perkembangan kepribadian manusia. Jadi segala gejala-gejala yang berhubungan dengan proses pendidikan dipelajari secara mendalam pada psikologi pendidikan.
2. Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pendidikan
Psikologi dan ilmu pendidikan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena antara psikologi dengan ilmu pendidikan mempunyai hubungan timbal balik. Ilmu pendidikan sebagai suatu disiplin bertujuan memberikan bimbingan hidup manusia sejak ia lahir sampai mati. Pendidikan tidak akan berhasil dengan baik jika tidak dibarengi dengan psikologi. Demikian pula watak dan kepribadian seseorang ditunjukkan oleh psikologi. Oleh karena begitu eratnya hubungan antara psikologi dengan ilmu pendidikan, maka lahirlah yang namanya psikologi pendidikan.
Dasar-dasar psikologis ini sangat dibutuhkan para pendidik untuk mengetahui prilaku anak didiknya, apakah anak didiknya dalam keadaan yang baik saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran, atau dalam keadaan yang tidak baik. Kalau demikian, pendidik sangat membutuhkan pengetahuan ini untuk mengatasi anak didik yang seperti itu dan memotivasinya agar tetap dalam keadaan yang semangat dalam belajar. Selain untuk mengetahui prilaku anak didiknya, dasar-dasar psikologis ini juga dapat mengendalikan prilaku para pendidik dan memberikan prilaku yang lebih bijaksana dalam menghadapi keanekaragaman karakteristik anak didiknya. Seorang pendidik memang sangat membutuhkan pengetahuan seperti ini, agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan dan tentunya dapat berhasil mencapai tujuan dengan cemerlang sesuai dengan lembaga pendidikan itu.
Reber (dalam Sobur, 2003: 71) menyebut psikologi pendidikan sebagai subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal berikut:
Penerapan dalam prinsip-prinsip belajar dalam kelasPengembangan dan pembaruan kurikulumUjian dan evaluasi bakat dan kemampuanSosialisasi proses dan interaksi dengan pendayagunaan ranah kognitifPenyelenggaraan pendidikan keguruan.Dari penjelasan tersebut, maka jelas bahwa adanya keterkaitan antara psikologi dengan ilmu pendidikan, yang mana fokus utama dari psikologi pendidikan ini adalah interaksi pendidik dan peserta didik.
3. Kontribusi Psikologi Pendidikan bagi Teori dan Praktek Pendidikan
a. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum merupakan salah satu usaha untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional. Pengembangan kurikulum dilaksanakan karena pengembangan kurikulum merupakan bagian yang sangat esensial dalam proses pembelajaran, karena dalam proses pembelajaran itu tedapat empat bagian penting dalam kurikulum meliputi: tujuan, isi/materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Keempat bagian tersebut saling berkaitan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional.Pengembangan kurikulum tidak dilaksanakan hanya sesuai dengan kehendak seseorang atau suatu pihak, tetapi harus berpijak pada landasan-landasan (filosofis, psikologis, sosiologis, dan IPTEK) dan prinsip-prinsip (umum dan khusus) yang telah ada.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks pembelajaran. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana input, proses dan output pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Manusia sebagai makhluk yang unik, memiliki karakteristik masing-masing, kemampuan yang berbeda, serta kebutuhan yang berbeda pula. Maka bukanlah hal yang mengejutkan jika ada sekelompok siswa yang tidak cocok dengan sistem pendidikan formal. Jika siswa tidak dapat mengikuti pendidikan formal di sekolah karena alasan tertentu, ia berhak untuk memilih pendidikan alternatif lain yang dapat memenuhi haknya sebagai warga negara untuk belajar, karena setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, dalam bentuk apapun. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya.
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metode penyampaiannya. Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum 2013, yang pada intinya diperlukan tidak hanya pengetahuan saja, tetapi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Sebenarnya ketiga domain ini sudah ada pada kurikulum sebelumnya, tetapi ternyata belum membawa dampak yang cukup signifikan, karena apa yang ada belum diimplementasikan secara utuh. Kurikulum 2013 dirancang untuk mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik. Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa psikologi pendidikan sangat berkontribusi dalam pengembangan kurikulum.
b. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Program Pendidikan
Kontribusi psikologi pendidikan terhadap pengembangan program pendidikan antara lain sebagai berikut.
1) Pengembangan program pendidikan, misalnya penyusunan jadwal pelajaran, jadwal ujian, dst. Hal ini tidak bisa lepas dari aspek psikologis peserta didik;
2) Untuk menyusun jadwal pelajaran diperlukan pengetahuan psikologi pendidikan.Tingkat kesukaran mata pelajaran berbeda-beda untuk setiap mata pelajaran. Agar seluruh materi pelajaran dapat diterima dengan baik oleh siswa, perlu penyusunan jadwal pelajaran dengan mempertimbangkan tingkat kesukarannya baik urutannya maupun waktunya. Misalnya mata pelajaran matematika ditempatkan pada jam pertama agar dapat diterima dengan baik oleh siswa, sedangkan mata pelajaran seni ditempatkan pada jam terakhir untuk meningkatkan gairah belajar siswa yang sudah lelah oleh berbagai materi pelajaran yang berat sebelumnya
3) Penentuan jurusan atau program;
4) Pengembangan program harus mengacu pada upaya pengembangan kemampuan potensial peserta didik.
c. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran.Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran.Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran. Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran. Kontribusi psikologi pendidikan terhadap sistem pembelajaran adalah dalam hal:
1) pemilihan teori belajar yang akan diaplikasikan;
2) pemilihan model-model pembelajaran;
3) pemilihan media dan alat bantu pembelajaran; dan
4) penentuan alokasi waktu belajar dan pembelajaran.
d. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Evaluasi
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melalui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu. Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya. Ada sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu. Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.
Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan pendidik dalam melaksanakan tugas profesionalnya, karena pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis. Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian, keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
4. Metode-metode dalam Psikologi Pendidikan
Metode (Yunani: methodos) adalah cara atau jalan (Sobur: 2003: 42). Dalam konteks ilmiah, metode menyangkut cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Ilmu pengetahuan psikologi secara metodis dan secara prinsipil sangat berbeda dengan ilmu pengetahuan alam (Kartono, 1981: 15). Penyebabnya adalah pada ilmu pengetahuan alam orang meneliti objeknya secara murni ilmiah dengan menggunakan hukum-hukum dan gejala-gejala penampakan yang dapat diamati dengan cermat. Sebaliknya psikologi berusaha mempelajari diri manusia bukan sebagai objek murni, tetapi meninjau manusia dalam kemanusiaannya, mempelajari manusia sebagai subjek yang aktif dan mempunyai sifat-sifat tertentu. Psikologi mempunyai banyak metode. Beberapa diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut.
Metode EksperimentalMetode ekperimental merupakan observasi atau pengamatan terhadap suatu kejadian atau gejala yang berlangsung di bawah kondisi atau syarat tertentu. Dalam psikologi, metode ini bermaksud menyelidiki pengaruh kondisi tertentu terhadap tingkah laku individu.
Metode Non Eksperimen1) Metode Observasi
Metode observasi dalam psikologi banyak dilakukan untuk mempelajari tingkah laku anak-anak, interaksi sosial, aktivitas keagamaan, peperangan, aktivitas kejahatan, dan kejadian lain yang tidak dapat dieksperimenkan. Pada hakikatnya, metode eksperimen merupakan metode observasi yang dibatasi dengan menciptakan kondisi-kondisi tertentu.
2) Metode Studi Kasus
Metode ini terutama digunakan oleh dokter atau ahli psikologi klinis ketika mereka mengobati pasien. Si ahli psikologi mencoba untuk mengkontruksi kehidupan masa lalu subjek berdasarkan ingatannya, laporan anggota keluarga, dan rekaman lain.
Studi kasus dalam psikologi merupakan suatu penjelasan tentang seseorang dalam suatu situasi, dan suatu rekonstruksi dan interpretasi terhadap suatu episode penting dalam kehidupan seseorang. Studi kasus tidak harus tentang seseorang yang menyimpang atau situasi yang tidak biasa, tapi bisa tentang seseorang yang biasa dalam situasi yang biasa, misalnya bagaimana cara seseorang mengatasi masalahnya dalam pekerjaan. Studi kasus biasanya penelaahan secara mendalam terhadap suatu episode singkat, penting, atau kritis dalam kehidupan seseorang.
3) Metode Survey
Survey adalah suatu metode yang bertujuan mengumpulkan sejumlah besar variabel mengenai sejumlah besar individu melalui alat pengukur wawancara (Vrendenbregt, 1981: 44).
Defenisi tersebut dapat diurakan sebagai berikut:
a) Individu adalah satuan penelitian. Data dikumpulkan melalui individu dengan tujuan agar melalui generalisasi, kita dapat menarik kesimpulan mengenai suatu kelompok masyarakat.
b) Variabel yang dikumpulkan dalam metode survey pada prinsipnya tidak terhingga banyaknya, mulai dari variabel seperti latar belakang responden berupa jenis kelamin, agama, dll, sampai sikap dan pandangan responden, lingkungan sosial manusia, kelakuan manusia, dan juga mengenai ciri-ciri khas demografis dari suatu kelompok manusia.
c) Alat pegukur yang dipakai adalah wawancara berupa daftar pertanyaan yang berbentuk suatu schedule atau suatu kuisiner, yang biasanya sangat berstruktur.
Pada dasarnya, survey mempunyai dua lingkup, yaitu survey sensus dan survey sampel.Sensus adalah survey yang meliputi seluruh populasi yang diinginkan; sedangkan survey sampel adalah survey yang hanya dilakukan pada sebagian kecil dari suatu populasi yang bersifat representative.
Survey berguna bagi politikus dan pengiklan, serta bermanfaat juga bagi ahli psikologi, terutama jika hendak meneliti topic-topik seperti efek perumahan pada kemampuan membaca atau berbagai cara mendisiplinkan anak pada berbagai etnis.
4) Metode Korelational
Metode ini digunakan untuk meneliti hubungan di antara berbagai variabel. Dengan kata lain,metode korelasional bermaksud mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berhubungan dengan variasi-variasi atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien korelasinya (Usman & Akbar, 1996: 5).
Pengertian dan Hakikat Belajar
1. Pengertian Belajar
Berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada proses belajar yang dialami siswa sebagai peserta didik. Adapun proses belajar yang dilakukan seseorang, tergantung dari pandangannya tentang aktivitas belajar. Ada orang yang berpandangan bahwa belajar adalah suatu kegiatan menghafal fakta-fakta, sehingga seseorang sudah merasa puas bila mampu menghafal sejumlah fakta di luar kepala. Ada pula yang berpandangan bahwa belajar adalah suatu aktivitas latihan, sehingga untuk memperoleh kemajuan, seseorang melatih diri dengan berbagai aspek tingkah laku meskipun tidak memiliki pengetahuan mengenai arti, hakikat, dan tujuan keterampilan tersebut.
Para ahli berusaha merumuskan tentang belajar. Di bawah ini dikemukan beberapa pengertian tentang belajar (Sobur, 2003: 219).
Dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning (1967), Walker mengemukakan arti belajar dengan kata-kata yang singkat, yakni “Perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman”.T Morgam, dalam Introduction to Psychology (1961), merumuskan belajar sebagai “Suatu perubahan yang reatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu”.Crow & Crow, dalam buku Educational Psychologi (1958), menyatakan “Belajar adalah memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap”.Hilgard & Bower dalam Theories of Learning, mengemukakan “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dan perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, atau pengaruh obat).Sedangkan menurut Howard L. Kingskey (dalam Djamarah, 2011: 13) mengatakan bahwa “Learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training” (Belajar adalah suatu proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau dirubah melalui praktek atau latihan).
Berdasarkan beberapa defenisi belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya melalui praktik atau latihan.
2. Hakikat Belajar
Hakikat belajar sangat penting diketahui untuk dijadikan pegangan dalam memahami secara mendalam masalah belajar. Dari sejumlah pengertian belajar yang telah diuraikan ada kata yang sangat penting untuk dibahas, yaitu kata “Perubahan”. Ketika kata “Perubahan” dibicarakan dan dipermasalahkan, maka pembicaraan sudah menyangkut permasalahan mendasar dari masalah belajar. Apapun formasi kata dan kalimat yang dirangkai oleh para ahli untuk memberikan pengertian belajar, maka intinya tidak lain adalah masalah “Perubahan” yang terjadi dalam diri individu yang belajar.
Oleh karena itu, seorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari aktivitasnya itu telah memperoleh perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar.Tapi perlu diingatkan, bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku. Jadi, hakikat belajar adalah perubahan dan tidak setiap perubahan adalah sebagai hasil belajar.
3. Ciri-ciri Belajar
a. Perubahan yang terjadi secara sadar.
b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional.
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.
d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah.
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
4. Teori-teori Belajar
a. Teori belajar behavioristik, ini adalah sebuah teori yang berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan, diperlukan penggunaan pengulangan dan pelatihan. Penerapan teori behavioristik mengharapkan hasil berupa terbentuknya perilaku yang diinginkan. Penguatan positif akan diberikan pada perilaku yang diinginkan dan sebaliknya perilaku yang tidak atau kurang sesuai akan mendapatkan penilaian atau penghargaan negatif. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner mengenai perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman menggunakan model stimulus – respon. Orang yang belajar diposisikan sebagai individu yang pasif dan menggunakan metode pelatihan untuk memicu respon atau perilaku tertentu. Evaluasi dan penilaian pada teori behavioristik akan didasarkan pada perilaku yang tampak. Guru tidak akan banyak memberikan ceramah, namun akan memberikan instruksi singkat yang diikuti dengan pemberian contoh melalui simulasi atau dari guru sendiri.
b.Teori belajar kognitif, proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran yang diberikan secara berkesinambungan dan beradaptasi dengan tepat dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Dalam teori ini, ilmu pengetahuan tersebut akan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berhubungan dan berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan sepotong – sepotong melainkan bersambung dan menyeluruh. Guru bukanlah sumber pembelajaran utama dan bukan kepatuhan siswa yang akan dituntut dalam teori ini , melainkan refleksi mengenai apa yang dilakukan siswa mengenai yang diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Evaluasi dalam teori belajar ini bukanlah bertumpu pada hasil namun pada seberapa sukses siswa mengorganisasi pengalaman belajar yang didapatnya. Peneliti yang mengembangkan macam – macam teori belajar dalam psikologi berupa teori belajar kognitif yaitu Ausubel, Bruner dan Gagne. Masing – masing peneliti menekankan pada aspek yang berbeda. Ausubel menekankan aspek pengelolaan atau organizer yang merupakan pengaruh utama terhadap belajar. Bruner memfokuskan pada pengelompokan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban bagaimana peserta didik dapat memperoleh informasi dari lingkungan.
c.Teori belajar humanistik. Tujuan dari proses belajar adalah untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Proses belajar akan dianggap berhasil ketika pelajar telah dapat memahami lingkungannya serta dirinya sendiri, dan berusaha untuk mencapai aktualisasi diri dengan sebaik – baiknya. Teori ini akan mengambil sudut pandang dari pelaku belajar dan bukan dari pengamat. Guru berperan sebagai fasilitator untuk memberikan motivasi dan kesadaran mengenai makna kehidupan pada siswa. Pelaku utama dalam teori ini adalah siswa yang dapat memaknai proses pengalaman belajarnya dengan sendirinya. Karena itu, faktor emosional dan pengalaman emosional siswa sangat penting dalam peristiwa pembelajaran sebab tanpa adanya motivasi dan keinginan dari pihak siswa maka asimilasi pengetahuan baru ke dalam kognitif yang dimiliki siswa tidak akan terjadi. Teori ini menyatakan bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan asalkan bertujuan untuk memanusiakan manusia agar dapat mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri pelajar secara optimal. Teori ini merangkum dan memanfaatkan kelebihan serta kekurangan berbagai teori belajar untuk mencapai tujuannya.
d.Teori Belajar Konstruktivistik. Satu lagi teori belajar dalam psikologi adalah teori belajar konstruktivistik yang menyatakan bahwa permasalahan dimunculkan dari pancingan secara internal, dan muncul karena terbangun berdasarkan pengetahuan yang direkonstruksi sendiri oleh para siswa sedikit demi sedikit, dan hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak datang secara tiba – tiba. Dalam teori ini sangat dipercaya bahwa siswa mampu mencari sendiri masalahnya, menyusun pengetahuannya sendiri melalui kemampuannya berpikir dan tantangan yang dihadapi oleh para siswa, dapat menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman yang berupa kenyataan dan teori dalam satu bangunan yang utuh. Teori ini diartikan sebagai upaya untuk membangun susunan hidup yang berbudaya modern. Pengetahuan tidak dianggap sebagai seperangkat fakta, konsep ataupun kaidah yang sudah siap untuk diambil dan diingat begitu saja melainkan harus direkonstruksi oleh manusia dan diberi makna yang didapat melalui pengalaman yang nyata. Siswa akan lebih paham dengan teori ini karena terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru dan akan mampu mengaplikasikan dalam semua situasi. Jika siswa terlibat dalam knsep belajar secara langsung maka mereka akan dapat mengingat informasi dan konsep lebih lama.
e. Teori Belajar Gestalt. Kata Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang artinya ‘bentuk atau konfigurasi’. Merupakan teori belajar menurut para ahli , teori gestalt menyatakan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui sensasi atau informasi dengan melihat struktur secara menyeluruh lalu untuk menyusunnya lagi dalam struktur yang lebih berbentuk sederhana sehingga struktur tersebut akan lebih mudah dipahami. Kemudian, pokok dari pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau suatu peristiwa dipandang sebagai keseluruhan yang terorganisasi.
f. Teori Belajar Kecerdasan Ganda. Kecerdasan merupakan suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu hal yang dibutuhkan dalam suatu latar budaya tertentu. Orang dikatakan cerdas apabila ia mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya dan menghasilkan sesuatu yang berguna dalam hidupnya dan orang lain. Hasil penelitian dari Howard Gardner mengenai kecerdasan ganda menunjukkan bahwa tidak ada kegiatan manusia satupun yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan saja melainkan menggunakan seluru kecerdasan yang dimiliki manusia yang bekerja sama sebagai kesatuan yang utuh dan terpadu, yang komposisinya berbeda pada masing – masing orang. Kecerdasan lainnya akan dikontrol oleh kecerdasan yang paling menonjol dalam memecahkan suatu masalah.
g. Teori Belajar Sosial. Pokok dari teori belajar sosial adalah bahwa manusia belajar melalui pengamatan yang dilihatnya terhadap perilaku orang lain. Pakar yang banyak melakukan riset tentang teori belajar sosial adalah Albert Bandura dan Bernard Weiner. Teori ini merupakan perluasan dari teori konstruktivisme yang memperluas fokusnya dari pembelajaran individual kepada pembelajaran kolaboratif dan sosial. Anak – anak dan orang dewasa akan belajar banyak dari melakukan pengamatan dan imitasi ini. Bahkan, tipe belajar ini memainkan peranan yang penting dalam cara membentuk karakter anak usia dini dan juga dalam tahap perkembangan anak.
h. Teori Belajar Van Hiele. Van Hiele adalah seorang guru berkebangsaan Belanda yang meneliti aspek pembelajaran dalam pelajaran geometri, dan menemukan bahwa ada tahap – tahap perkembangan mental anak dalam mempelajari geometri. Kesimpulan dari beberapa penelitian yang dilakukannya melahirkan beberapa kesimpulan yang berkaitan denga tahap – tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami pelajaran geometri. Lima tahap pengenalan geometri menurut Van Hiele yaitu pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan akurasi.
i. Teori Belajar Revolusi Sosiokultural. Arah dari pembahasan teori belajar ini adalah lepada dua teori belajar menurut para ahli yaitu teori Piagetin dan teori Vygotsky. Menurut Piaget, perkembangan kognitif adalah suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam perkembangan syaraf seseorang, dan demikian kegiatan belajar akan terjadi seiring dengan pola tahap perkembangan tertentu sesuai dengan usia seseorang. Sedangkan Vygotsky menyatakan bahwa untuk mengerti pikiran seseorang maka diperlukan pengetahuan mengenai latar sosial budaya dan sejarah kehidupannya. Yang berarti bahwa untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara meneliti apa yang ada pada otak atau jiwanya melainkan pada asal usul dari tindakan yang dilakukannya secara sadar berdasarkan sejarah dan latar belakang kehidupannya.
j. Teori Belajar SibernetikTeori ini merupakan teori belajar yang relatif baru jika dibandingkan dengan teori – teori lainnya. Belajar adalah pengolahan informasi, begitulah yang dinyatakan oleh teori ini. Yang lebih penting dari proses belajar adalah sistem informasi yang diproses dan dipelajari siswa. Pendapat lain dari teori ini bahwa tidak ada satupun proses pembelajaran yang cocok digunakan dalam segala situasi dan semua siswa, sebab bagaimana cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Belajar adalah proses yang berlangsung tidak hanya di dalam kelas saja melainkan akan berlangsung seumur hidup manusia. Manfaat psikologi pendidikan bagi guru atau pengajar sangat besar. Pentingnya mengetahui dasar – dasar psikologi pendidikan bagi guru dan juga macam – macam teori belajar dalam psikologi serta jenis – jenis metode pembelajaran akan berperan besar dalam menyampaikan materi pembelajaran dan informasi yang harus diterima siswa serta untuk mempermudah mencapai tujuan pembelajaran tersebut
5. Jenis-jenis Belajar
Walaupun belajar dikatakan berubah, namun untuk mendapatkannya bermacam-macam caranya. Setiap perbuatan belajar mempunyai ciri-ciri masing-masing.
a. Belajar Arti Kata-kata
Maksud dari belajar arti kata-kata adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada awalnya, suatu kata sudah dikenal, akan tetapi belum ddiketahui artinya. Misalnya pada anak kecil. Seorang anak kecil sudah mengetahu kata “Ibu”, akan tetapi dia belum mengenal apa arti dari kata-kata tersebut. Namun, lama kelamaan dia juga mengetahui arti kata tersebut. Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum diketahui. Mengerti arti kata-kata merupakan hal yang paling penting agar tidak salah dalam menggunakan kata-kata tersebut.
b. Belajar Kognitif
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif, karena belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental.Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental.
c. Belajar Menghafal
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diingat kembali secara harfiah dan adanya skema kognitif. Dalam menghafal ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh syaraf tersebut.
d. Belajar TeoritisTujuannya adalah untuk menempatkan semua data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan masalah, seperti yang terjadi dalam bidang-bidang ilmiah.
e. Belajar Konsep
Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu.
f. Belajar Kaidah
Belajar kaidah termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu kesatuan yang mempresentasikan suatu keteraturan. Orang yang sudah mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep.
g. Belajar Berpikir
Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan. Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut (Djamaris, 2011:34):
1) adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah;
2) masalah itu diperjelas dan dibatasi;
3) mencari informasi atau data dan kemudian data tersebut diorganisasikan;
4) mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis, kemudian hipotesis itu dinilai, diuji agar dapat ditentukan diterima atau ditolak; dan
5) penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk data sampai pada kesimpulan
h. Belajar Keterampilan Motorik
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerak berbagai anggota badan secara terpadu. Keterampilan semacam itu disebut “motoric”, karena otot, urat dan persendian terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sungguh-sungguh berakar dalam kejasmanian.
i. Belajar Estetis
Belajar ini bertujuan untuk membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan dalam berbagai bidang kesenian.
6. Aktivitas-aktivitas Belajar
a. Mendengarkan.
b. Memandang
Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Tetapi perlu dingat bahwa tidak semua memandang termasuk ke dalam aktivitas belajar. Aktivitas memandang dalam hal ini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif.
c. Meraba, membau, dan mencicipiAktivitas-aktivitas ini dapat dikatakan belajar, jika semua aktivitas ini didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku.
d. Menulis dan mencatat
Menulis dan mencatat adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk ke dalam aktivitas belajara yaitu apabila dalam mencatat orang mengetahui kebutuhan dan tujuannya, serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar.
e. Membaca. Membuat Ikhtisar atau Ringkasan dan Menggaris bawahi. Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-baganh. Menyusun paper atau kertas kerjai. Mengingatj. Berpikirk. Latihan atau praktek
7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
a. Faktor Internal
Faktor internal, yaitu faktor yang berada dalam diri individu yang meliputi dua faktor, diantaranya faktor psikis dan faktor fisik.
1) Faktor Fisik
Faktor fisik dapat dikelompokkan lagi menjadi beberapa kelompok, yaitu faktor kesehatan, cacat yang dibawa anak saat dalam kandungan. Misalnya, anak yang kurang sehat atau kurang gizi, daya tanggap dan kemampuan belajarnya akan kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.
2) Faktor Psikis
· Faktor intelegensi atau kemampuan
Kenyataan menunjukkan, ada orang yang dikaruniakan kemampuan tinggi, sehingga mudah mempelajari sesuatu.Dan sebaliknya, ada orang yang dikaruniakan kemampuan rendah, sehingga sulit untuk mempelajari sesuatu.
· Faktor perhatian dan minat
Bagi seorang anak, mempelajari suatu hal yang menarik perhatian akan lebih mudah diterima daripada mempelajari hal yang tidak menarik perhatian mereka.
· Faktor bakat
· Faktor motivasi
· Faktor kamatangan
Kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau organ-organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya.Kita tentu tidak bisa melatih anak yang baru berumur 5 bulan untuk belajar berjalan. Kalaupun kita paksa, anak itu tetap tidak akan sanggup melakukannya, karena untuk bisa berjalan, ia memerlukan kematangan potensi-potensi fisik dan psikisnya.
· Faktor kepribadian
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri anak. Yang termasuk ke dalam foktor eksternal adalah sebagai berikut:
1) Faktor Keluarga
Menurut pandangan sosiologis, keluarga adalah lembaga sosial terkecil dari masyarakat. Dalam hubungan dengan belajar, faktor keluarga merupakan salah satu penentu yang berpengaruh dalam belajar, diantaranya adalah:
a) Faktor ekonomi keluarga
b) Hubungan emosional anak dan orang tua
c) Cara mendidik anak
2) Faktor Lingkungan Sekolah
Faktor lingkungan sosial sekolah, seperti para guru, pegawa administrasi, dan teman-teman sekolah dapat mempengaruhi semangat belajar anak. Sebagai contoh: Sikap, dan cara mengajar guru yang baik akan meningkatkan semangat belajar anak.
3) Faktor Lingkungan Lain
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang baik, memiliki intelegensi yang baik, bersekolah di suatu sekolah yang keadaan guru-gurunya serta alat-alat pelajarannya baik, belum tentu pula menjamin anak belajar dengan baik.Masih ada faktor penentu lainnya yang mempengaruhi hasil belajarnya. Misalnya karena jarak antara rumah dan sekolah yang terlalu jauh, sehingga memerlukan kendaraan untuk menempuh perjalanan yang jauh yang dapat melelahkan anak, dan ini dapat berakibat pada proses dan hasil belajar anak. Selain itu, faktor teman bergaul dan aktivitas dalam masyarakat dapat pula mempengaruhi kegiatan belajar anak.
PEMBELAJARAN
1. Hakikat Pembelajaran
Dalam hal belajar peran guru adalah membelajarkan siswa untuk belajar. Dengan kata lain guru adalah subjek pembelajar siswa. Belajar yang dilakukan oleh siswa berkaitan erat dengan usaha pembelajaran yang dilakukan oleh guru.Peran guru dalam kegiatan pembelajaran sangat penting lebih-lebih bila para peserta didik kurang menyadari arti pentingnya belajar bagi masa depannya. Pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat strategis dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Guru bertugas untuk menyusun program pembelajaran yang menguntungkan bagi proses belajar peserta didik.
Dewasa ini dalam hal pembelajaran selalu dikaitkan dengan konstruktivisme. Konstruktivisme menjadi kata kunci dalam hampir setiap pembicaraan mengenai pembelajaran. Para ahli konstruktivisme menekankan pentingnya upaya-upaya untuk mengaktifkan struktur kognitif siswa agar dapat membangun makna dari apa yang dipelajari. Battencourt (Paulina Pannen dkk, 2001) menyatakan bahwa konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui serangkaian aktivitas seseorang (peserta didik). Filsafat Konstruktivisme menjadi landasan bagi banyak strategi pembelajaran, terutama yang dikenal dengan nama student-centered learning, belajar yang berorientasi pada peserta didik, yang mengutamakan keaktifan peserta didik dalam mengkonstruksikan pengetahuan berdasarkan interaksinya dalam pengalaman belajar yang diperoleh dan atau difasilitasi pendidik.
Proses belajar yang merupakan proses internal peserta didik adalah sesuatu yang tidak dapat diamati, namun dapat dipahami oleh guru. Perilaku belajar tersebut merupakan respon peserta didik terhadap tindak pembelajaran guru. Kaitan antara belajar dan pembelajaran sangat erat. Guru seyogyanya merancang proses pembelajaran sesuai dengan fase-fase perkembangan siswa. Di samping itu guru selalu berusaha untuk melakukan perbaikan pembelajaran secara berkelanjutan, artinya bahwa proses pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya harus selalu disesuaikan dengan kemajuan-kemajuan atau perubahan-perubahan yang terjadi. Cara-cara yang diusulkan untuk perbaikan proses pembelajaran bagi guru adalah melalui penelitian tindakan kelas. Belajar dan pembelajaran merupakan dua hal yang terkait erat. Bila teori belajar menerangkan bagaimana terjadinya belajar maka teori pembelajaran menerangkan bagaimana pembelajaran bisa mempermudah terjadinya belajar .
Lefrancois (1972:129) menyatakan bahwa pembelajaran atau instruction : as the arrrangement of the learning situation in such a way that learning is facilitated. Selanjutnya Gagne melihat dua hal penting tentang arrangement of the learningsituation yaitu yang melibatkan management of learning dan yang melibatkan condition of learning. Yang pertama menjawab pertanyaan tentang motivasi, minat dan perhatian, evaluasi hasil belajar, dan laporan tentang hasil. Pertanyaan ini secara relatif tidak tergantung dari isi yang dipelajari atau syarat yang diperlukan untuk belajar. Pelaksanaan condition of learning melibatkan prosedur yang erat berkaitan dengan isi (content).
Menurut Bettencourt (dalam Paulina Pannen dkk, 2001) bagi konstruktivisme, pembelajaran bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. Pembelajaran berarti partisipasi pendidik bersama peserta didik dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi pembelajaran adalah bentuk belajar sendiri. Tugas pendidik adalah membantu peserta didik agar mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret. Pembelajaran pada dasarnya suatu proses kegiatan guru yang ditujukan kepada siswa dalam menyampaikan pesan berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan serta membimbing dan melatih agar siswa belajar. Dengan demikian, guru harus menciptakan suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Guru melakukan kegiatan pembelajaran atau membelajarkan siswa sedangkan siswa melakukan kegiatan belajar.
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran
Menurut Piaget (Dimyati & Mudjiono, 1994 : 13-14), pembelajaran terdiri dari empat langkah berikut :
Langkah satu: menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak sendiri. Penentuan topik tersebut dibimbing dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut.1) Pokok bahasan manakah yang cocok untuk eksperimentasi ?
2) Topik manakah yang cocok untuk pemecahan masalah dalam situasi kelompok ?
3) Topik manakah yang dapat disajikan pada tingkat manipulasi fisik sebelum secara verbal ?
Langkah dua: memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tertentu. Hal ini dibimbing dengan pertanyaan sebagai berikut.1) Apakah aktivitas itu memberi kesempatan untuk melaksanakan metode eksperimen ?
2) Dapatkah kegiatan itu menimbulkan pertanyaan siswa ?
3) Dapatkah siswa membandingkan berbagai cara bernalar dalam mengikuti kegiatan di kelas?
4) Apakah masalah tersebut merupakan masalah yang tidak dapat dipecahkan atas dasar pengisyaratan perseptual?
5) Apakah aktivitas itu dapat menghasilkan aktivitas fisik dan kognitif?
6) Dapatkah kegiatan siswa itu memperkaya konstruk yang sudah dipelajari?
Langkah tiga: mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah. Bimbingan pertanyaan sebagai berikut.1) Pertanyaan lanjut yang memancing berpikir seperti “bagaimana jika“.
2) Memperbandingkan materi apakah yang cocok untuk menimbulkan pertanyaan spontan?
Langkah empat: menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan dan melakukan revisi. Bimbingan pertanyaan sebagai berikut.1) segi kegiatan apakah yang menghasilkan minat dan keterlibatan siswa yang besar?
2) segi kegiatan manakah yang tak menarik, dan apakah alternatifnya?
3) apakah aktivitas itu memberi peluang untuk mengembangkan siasat baru untuk penelitian atau meningkatkan siasat yang sudah dipelajari?
4) apakah kegiatan itu dapat dijadikan modal pembelajaran lebih lanjut?
Secara singkat Piaget menyarankan agar dalam pembelajaran guru memilih masalah yang berciri kegiatan prediksi, eksperimentasi, dan eksplanasi.Dalam hal pemebelajaran yang perlu mendapatkan perhatian adalah bahwa bagaimana agar siswa sebagai subjek dapat belajar. Guru tugasnya menyediakan kemudahan agar siswa mudah belajar. Titik beratnya pada siswa. Pembelajaran berorientasi pada siswa, bukan pada guru. Bagaimana pembelajaran mempermudah terjadinya belajar? Guru perlu memahami teori dan prinsip-prinsip belajar yang kemudian digunakan untuk menentukan prosedur pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran, pengetahuan tentang teori dan prinsip-prinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan yang tepat. Jerome Bruner (1960) mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas.
Menurut pandangan Bruner, teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu preskriptif.Beberapa prinsip belajar menjadi dasar tindak pembelajaran. Dengan kata lain prinsip-prinsip belajar merupakan patokan tindak pemebalajaran guru, atau prinsip-prinsip belajar memiliki implikasi kuat bagi tindak pemeblajharan guru. Menurut Dimjati dan Mudjiono, (1994: 56-60), terdapat 7 prinsip-prinsip belajar yang kemudian berimplikasi pada prinsip-prinsip pembelajaran yaitu : (1) Perhatian dan motivasi; (2) Keaktifan; (3) Keterlibatan langsung (berpengalaman); (4) Pengulangan; (5) Tantangan; (6) Balikan dan Penguatan; dan (7) Perbedaan Individual.
3. Metode Pembelajaran
Menentukan bagaimana cara-cara pembelajaran yang baik bukanlah suatu hal yang mudah. Banyak penelitian yang telah digunakan oleh para ahli psikologi untuk menentukan cara-cara pembelajaran yang baik. Metode dan teknik pembelajaran adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Operasionalisasi dari satu atau lebih metode-metode pembelajaran direalisasikan dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan strategi pembelajaran yang telah ditetapkan.
Selanjutnya, beberapa metode pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Metode CeramahCeramah merupakan suatu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramahdan komunikasi yang terjadi searah dari pembicaraan kepada pendengar. Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak dipakai, terutama untuk bidang non esakta.
Kelebihan metode ceramah:
1) Dapat menampung kelas besar, tiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mendengarkan dan karenanya biaya yang digunakan relatif lebih murah.
2) Konsep yang disajikan secara hirarki akan memberikan fasilitas belajar kepada siswa.
3) Guru dapat memberi tekanan terhadap hal-hal penting, hingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.
4) Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena guru tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.
5) Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran, tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran dengan ceramah.
Kelemahan metode ceramah:
1) Pelajaran berjalan membosankan dan siswa menjadi pasif karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan
2) Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat membuat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan
3) Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan
4) Ceramah menyebabkan belajar siswa menjadi “belajar menghafal”.
b. Metode Tanya JawabMetode tanya jawab adalah metode pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan tersebut merupakan perangsang yang baik dalam pemahaman suatu informasi. Umumnya pada setiap kegiatan belajar mengajar selalu ada tanya jawab. Namun, tidak pada setiap kegiatan pembelajaran dapat disebut menggunakan metode tanya jawab. Suatu pengajaran disajikan melalui tanya jawab jika pelajaran disajikan melalui tanya jawab.
Dalam menguasai seni bertanya, diperlukan empat keterampilan bertanya, yaitu sebagai berikut.
1) Kemampuan berpikir cepat dan jelas
2) Pengertian yang tajam tentang nilai relatif dalam menangani pertanyaan dan tanggapan siswa.
3) Keterampilan membuat kalimat bertanya.
4) Percaya diri.
c. Metode DiskusiPembelajaran yang menggunakan metode diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif. Ketika salah satu siswa menyampaikan informasi tertentu, maka yang lain mendengarkan. Dalam diskusi ini diperlukan keaktifan siswa. Ada tiga tujuan pembelajaran yang sesuai dengan penggunaan metode diskusi, yaitu sebagai berikut.
1) Penguasaaan materi pembelajaran.
2) Pembentukan dan modifikasi sikap.
3) Pemecahan masalah.
d.Metode Simulasi
Simulasi adalah tiruan yang hanya pura-pura saja. Metode simulasi ini biasa dilakukan untuk melatih keterampilan tertentu dan memperoleh pemahaman tentang sesuatu konsep tertentu. Bentuk simulasi ini misalnya role playing, sosiodrama dan permainan.
e.Metode Demonstrasi
Metode demostrasi merupakan metode yang dilakukan untuk memperlihatkan cara kerja dan proses terjadinya sesuatu. Metode ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik atas pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana cara mengaturnya, bagaimana proses bekerjanya, bagaimana proses mengerjakannya dan lain-lain.
f. Metode Pemberian Tugas
Dalam meningkatkan pemahaman siswa tentang sesuatu hal, perlu dilakukan dengan pemberian tugas atau pekerjaan tertentu.Pemberian tugas tersebut dilakukan dengan maksud tertentu misalnya melatih analisa siswa tentang pelajaran tertentu, memecahkan masalah, mengklasifikasi masalah dan sebagainya.
4. Pendekatan Pembelajaran
Pada dasarnya belajar dapat dilakukan di mana saja. Saat ini informasi dapat diterima dengan mudah melalui media-media tertentu sebagai sumbernya, misalnya radio, televisi, film, surat kabar, majalah dan lain.lain. Pesan-pesan yang diperoleh melalui informasi yang diterima tadi perlu pengetahuan dan keterampilan dalam mengelolanya. Untuk itu, perlu pemahaman mengenai pendekatan-pendekatan belajar dalam membelajarkan siswa. Pendekatan pembelajaran ini merupakan suatu panutan yang berusaha meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan, sehingga tercapai sasaran belajar.
Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran, agar konsep yang disajikan dapat diadaptasikan oleh siswa. Beberapa pendekatan pembelajaran adalah pendekatan kontruktivisme, pendekatan problem solving, pendekatan open-ended, dan pendekatan realistic, dan masih banyak lagi pendekatan pembelajaran yang lainnya.
Kesimpulan
Psikologi pendidikan merupakan salah satu disiplin ilmu yang berisi pemaparan tentang pemahaman gejala kejiwaan dalam tigkah laku manusia untuk kepentingan mendidik atau membina perkembangan kepribadian manusia. Semua gejala yang berhubungan dengan proses pendidikan dipelajari secara mendalam pada psikologi pendidikan. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya melalui praktik atau latihan. Oleh karena itu, belajar terdiri atass beberapa jenis: belajar arti kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar teoretis, belajar konsep, belajar kaidah, belajar berpikir, belajar keterampilan motorik, dan belajar estetis. Pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang dilaksanakan oleh pendidik dalam menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada siswa. Oleh karena itu, proses pembelajaran dipengaruhi oleh metode yang dapat dipilih oleh pendidik, di antaranya metode ceramah, metode tanya jawab, metode disksusi, metode simulasi, metode demonstrasi, dan metode pemberian tugas.
Referensi
Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Djamarah, Suaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Kartono, Kartini. 1981. Psikologi Wanita, Gadis Remaja, dan Wanita Dewasa. Bandung: Alumni.
Lefrancois, Guy R. 1972. Psychology for Teaching, A Bear Always Faces the Front. Belmont, California : Wadsworth Publishing Company, Inc.
Paulina Pannen, Dina Mustafa dan Mustika Sekarwinahyu, 2001.Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Proyek Pengembangan Universitas Terbuka, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiadi Akbar. 1996. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bina Aksara.
Vredenbregt, J. 1981. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia.
KONSEP DASAR INOVASI PENDIDIKAN
KONSEP DASAR INOVASI PENDIDIKAN
Kata”innovation” (bahasa Inggris) sering diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaharuan (S. Wojowasito, 1972), tetapi ada yang menjadikan kata innovation menjadi kata Indonesia yaitu”inovasi”. Inovasi kadang-kadang juga dipakai untuk menyatakan penemuan, karena hal yang baru itu hasil penemuan. Kata penemuan juga sering digunakan untuk menterjemahkan kata dari bahasa Inggris”discovery” dan”invention”. Ada juga yang mengkaitkan antara pengertian inovasi dan modernisasi, karena keduanya membicarakan usaha pembaharuan.
Untuk memperluas wawasan serta memperjelas pengertian inovasi pendidikan, maka perlu dibicarakan dulu tentang pengertian discovery, invention, innovation, dan modernisasi sebelum membicarakan tentang pengertian inovasi pendidikan
A. Pengertian Discovery, Invention, dan Innovation
Discovery, invention, dan Innovation dapat diartikan dalam Bahasa Indonesia ”penemuan”, maksudnya ketiga kata tersebut mengandung arti ditemukannya sesuatu yang baru, baik sebenarnya barangnya itu sendiri sudah ada lama kemudian baru diketahui atau memang benar-benar baru dalam arti sebelumnya tidak ada. Demikian pula mungkin hal yang baru itu diadakan dengan maksud untuk mencapai tujuan tertentu. Inovasi dapat menggunakan diskoveri 4 atau invensi. Untuk jelasnya marilah kita bicarakan ketiga pengertian tersebut satu persatu.
Diskoveri (discovery) adalah suatu penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang. Misalnya penemuan benua Amerika. Sebenarnya benua Amerika itu sudah lama ada, tetapi baru ditemukan oleh Columbus pada tahun 1492, maka dikatakan Columbus menemukan benua Amerika, artinya orang Eropa yang pertama menjumpai benua Amerika.
Invensi (invention) adalah suatu penemuan sesuatu yang benar-benar baru, artinya hasil kreasi manusia. Benda atau hal yang ditemui itu benar-benar sebelumnya belum ada, kemudian diadakan dengan hasil kreasi baru. Misalnya penemuan teori belajar, teori pendidikan, teknik pembuatan barang dari plastik, mode pakaian, dan sebagainya. Tentu saja munculnya ide atau kreativitas berdasarkan hasil pengamatan, pengalaman, dari hal-hal yang sudah ada, tetapi wujud yang ditemukannya benar-benar baru.
Inovasi (innovation) ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun diskoveri. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu. 5 Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang pengertian inovasi dan juga guna memperluas wawasan perhatian, beberapa definisi inovasi yang dibuat para ahli dikemukakan di bawah ini:
1. An innovation is an idea for accomplishing some recognition social and in a new way or for a means of accomplishing some social (Donald P. Ely 1982, Seminar on Educational Change).
2. An innovation is any idea, practice, or mate artifact perceived to be new by the relevant unit of adopt. The innovation is the change object. A change isthe altera in the structure of a system that requires or could be required relearning on the part of the actor (s) in response to a situation. The requirements of the situation often involve a res to a new requirement is an inventive process producing an invention. However, all innovations, since not everything an individual or formal or informal group adopt is perceived as new. (Zaltman, Duncan, 1977:12)
3. The term innovation is usually employed in three different contexts. In one context it is synonymeus with invention; that is, it refers to a creative process whereby two or more existing concepts or entities are combined in some novel way to produce a configuration not previously known by the person involved. A person or organization performing this type of activity is usually said to be innovative. Most of the literature on creativity treats the term innovation in this fashion. (Zaltman, Duncan, Holbek, 1973:7).
4. Innovation Is the creative selection, organization and utilization of human and material resources in new and unique ways which will result in the attainment of a higher level of achievement for the defined goals and objectives. (Huberman, 1973:5)
5. Innovation is a species of the genus “change”. Generally speaking it seems useful to define an innovation as a deliberate, novel, specific change, which is thought to be more efficacious in accomplishing the goal of system. From the point of view of this book (innovation in education), it seem helpful to consider innovations as being willed and planned for rather than as accruing haphazardly. (Matthew B. Miles, 1964:14).
6. An innovation is an idea, practice, or object that is perceived as new by an individual or other unit of adoption. It matters little, so far as human behavior is concerned, whether or not an idea is “objectively” new as measured by the lapse of time since its first use or discovery. The perceived newness of the idea for the individual determines his or her reaction to it. If the idea seems new to the individual, it is an innovation. (M. Rogers, 1983:11).
Dari beberapa definisi inovasi yang dibuat para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan yang mendasar tentang pengertian inovasi antara satu dengan yang lain. Jika terjadi ketidaksamaan hanya dalam susunan kalimat atau penekanan maksud, tetapi pada dasarnya pengertiannya sama. Semua definisi tersebut menyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat). Hal yang baru itu dapat berupa hasil invensi atau diskoveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah.
B. Inovasi dan Modernisasi
Pada waktu membicarakan inovasi sering orang mengajukan pertanyaan tentang modernisasi, karena antara keduanya tampak persamaan yaitu kedua- duanya merupakan perubahan sosial. Agar dapat mengetahui apa perbedaan dan juga kaitan antara inovasi dan modernisasi, perlu dipahami apa inovasi dan apa modernisasi, baru kemudian dicari kaitan antara keduanya. Inovasi telah dibicarakan maka sekarang dibicarakan modernisasi.
Istilah (term) “modern” mempunyai berbagai macam arti dan juga mengandung berbagai macam tambahan arti (connotations). Istilah moden ini digunakan tidak hanya untuk orang-orang tetapi juga untuk bangsa, sistem politik, ekonomi lembaga seperti rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi, perumahan, pakaian, serta bebagai macam kebiasaan. Pada umumnya kata modern digunakan untuk menunjukkan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik, lebih maju dalam arti lebih menyenangkan, lebih meningkatkan kesejahteraan hidup.
Dengan cara baru (modern) sesuatu akan lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Misalnya dalam perkembangan transportasi, karena kuda lebih modern dari pada gerobak yang ditarik orang, tetapi mobil lebih modern daripada kereta kuda, pesawat lebih modern daripada mobil. Jadi “modern” dari satu segi dapat diartikan sesuatu yang baru dalam arti lebih maju atau lebih baik daripada yang sudah ada. Baik dalam arti lebih memberikan kesejahteraan atau kesenangan bagi kehidupan.
Eissentadt menjelaskan bahwa menurut sejarahnya modernisasi adalah proses perubahan sistem sosial, ekonomi, dan politik, yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara dari abad ke 17 sampai abad ke 19, dan kemudian telah berkembang pula di berbagai Negara di Eropa. Dalam abad ke 19 dan 20 berkembang pula ke Amerika Selatan, Asia, dan Afrika. Proses perkembangan atau perubahan itu berlangsung secara bertahap, dan tidak semua masyarakat berkembang dalam tahap urutan yang sama.
Jadi modernisasi pada dasarnya merupakan proses perkembangan, secara kebetulan Eropa Barat dan Amerika Utara telah berkembang lebih dahulu, dan sekarang bangsa dari dunia ketiga sedang berjuang untuk menyamakan diri mencapai status kehidupan modern. Dengan kata lain modernisasi adalah bekerja sama dengan dunia dengan maksud agar dapat meningkatkan hal-hal yang esensial dalam kehidupan, walaupun mungkin juga terjadi kekacauan atau perpecahan. (M. Francais Abraham, 1980:4).
1. Agar lebih jelas dan lebih luas wawasan serta pemahaman kita tentang pengertian, batasan atau definisi modernisasi, perhatikan beberapa definisi atau pengertian modernisasi yang dikemukakan para ahli berikut ini. Moore. What is involved in modernization is a “total transformation of a traditional or pre-modern society into the types of technology and associated social organization that characterize the “advanced” economically 9 prosperous, and relatively politically stableations of the western world. But what exactly does (or should) modernization mean?. Unquestionably, the people of the third world nations tend to know very well that people in industrialized societies have a higher standard of living, and they tend to want better services (such as education, and medical care) and more material wealth. Unquestionably, too, the masses and the leaders in these countries want political and economic equality with the other nations of the world. (Donald P Ely, 1982, Seminar on Educational Change)
2. Everett Rogers. Modernization in the process by which individuals change from a traditional way of life to a more complex, technologically advanced, and rapidly changing style of life. (Francis Abraham, 1980:5).
3. Black. Modernization is the process by which historically evolved institutions are adapted to the rapidly change functions that reflect the unprecedented increase in man’s knowledge, permitting control over his environment, that accompanied the scientific revolution (Francis Abraham, 1980:5)
4. Lerner. Modernization is simply “ a secular trend unilateral direction from traditional to participant life ways”. (Francis Abraham, 1980:5)
5. Marion Levy, takes “the measure of modernization the rational inanimate to animate source of power. The higher that ratio, higher is the degree of modernization”. (Francis Abraham, 1980:5)
6. And Chodak identifies three types of modernization, named (1) Industrial modernization which arises out of the necessity, (2) Acculturative 10 modernization which is the creation of semi-developmental, buffer culture, which result from the super-position of the foreign culture on the traditional culture; (3) Induced modernization which consists of organized effort aimed at infrastructure building and planned socio-economy development. (Francis Abraham, 1980:5)
7. Inkeles, described modernity in terms of a number of psychological variables that constitute a kind of mentality characteristic the typical modern man (Francis Abraham, 1980:5)
Dari beberapa definisi atau pendapat tentang modernisasi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa semuanya sependapat modernisasi adalah proses perubahan sosial dari masyarakat tradisional (yang belum modern) ke masyarakat yang lebih maju (masyarakat industri yang sudah modern). Di antara tanda-tanda masyarakat yang sudah maju (modern) ialah bidang ekonomi telah makmur, bidang politik sudah stabil, terpenuhi pelayanan kebutuhan pendidikan dan kesehatan.
Perbedaan rumusan definisi modernisasi antara para ahli tersebut hanya perbedaan penekanan. Ada yang menekankan pada perubahan sosial secara menyeluruh, seperti yang dikemukakan More, Black, and Chodak, mereka ini mengartikan modernisasi sebagai proses perubahan kehidupan masyarakat. Sedangkan Rogers, Lerner, dan Inkeles menekankan pada perubahan pribadi (individu), artinya perubahan individu dari gaya atau pola hidup tradisional ke gaya atau pola hidup modern.
1. Perubahan sikap, sifat atau gaya hidup individu terjadi sebagai akibat terjadinya perubahan kehidupan masyarakat yakni dari masyarakat tradisional ke masyarakat yang sudah maju (industri). Inkeles mengemukakan secara detail tentang ciri-ciri manusia modern, berdasarkan penelitiannya pada masyarakat yang industrinya sudah maju. Antara lain ia mengemukakan bahwa ada 12 aspek yang menjadi tanda (karakteristik) manusia modern yaitu: Bersikap terbuka trehadap pengalaman baru, artinya jika menghadapi tawaran atau ajakan hal-hal yang baru yang lebih menguntungkan untuk kehidupannya akan selalu mau memikirkan dan kemudian mau menerimanya, tidak menutup diri terhadap perubahan.
2. Selalu siap menghadapi perubahan sosial, artinya siap untuk menerima perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, misalnya partisipasi dalam bidang politik, peningkatan kesempatan kerja bagi wanita, perpindahan penduduk, pergaulan atau hubungan orang tua dengan pemuda dan sebagainya. Manusia modern siap untuk memahami perubahan yang terjadi di sekitarnya.
3. Berpandangan yang luas, artinya pendapat-pendapatnya tidak hanya berdasarkan apa yang ada pada dirinya, tetapi mau menerima pendapat yang datang dari luar dirinya serta dapat memahami adanya perbedaan pandangan dengan orang lain. Ia dapat memahami sikap orang lain yang berbeda dengan dirinya.
4. Mempunyai dorongan ingin tahu yang kuat. Manusia modern akan selalu berusaha memperoleh informasi tentang apa yang terjadi di lingkungannya dan juga informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan kehidupannya.
5. Manusia modern lebih berorientasi pada masa sekarang dan masa yang akan datang daripada masa yang lampau. Manusia modern tidak hanya akan mengenang kejayaan atau kegagalan masa lalu, tetapi lebih aktif untuk berfikir bagaimana masa sekarang dan yang datang.
6. Manusia modern berorientasi dan juga percaya pada perencanaan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Kehidupan manusia moden selalu direncanakan sebelumnya melalui perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang.
7. Manusia modern lebih percaya pada hasil perhitungan manusia dan pemikiran manusia daripada takdir atau pembawaan. Ia percaya bahwa manusia dapat mengontrol kejadian di sekitarnya.
8. Manusia modern menghargai ketrampilan teknik dan juga menggunakannya sebagai dasar pemberian imbalan.
9. Wawasan pendidikan dan pekerjaan. Manusia modern memiliki wawasan yang lebih maju tentang pendidikan dan pekerjaan. Pendidikan di sekolah formal lebih ditekankan untuk menguasai ketrampilan membaca, menulis dan berhitung daripada untuk melaksanakan pendidikan agama atau moral, karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan dapat dipakai untuk memecahkan masalah kehidupan. Demikian pula manusia modern akan memiliki pekerjaan yang dapat memberi keuntungan walaupun mungkin melanggar sangsi kepercayaan tradisional.
10. Manusia modern menyadari dan menghargai kemuliaan orang lain terutama orang yang lemah seperti wanita, anak-anak, dan bawahannya.
11. Memahami perlunya produksi. Manusia modern dalam mengambil keputusan akan mempertimbangkan juga sejauh mana dampak terhadap hasil produksi dari suatu industri (ia sebagai pegawai perusahaan ikut menyadari akan kepentingan perusahaan).
Berdasarkan uraian tersebut kini tiba saatnya untuk membicarakan kaitan antara inovasi dan modernisasi. Inovasi dan modernisasi keduanya merupakan perubahan sosial, perbedaannya hanya pada penekanan ciri dari perubahan itu. Inovasi menekankan pada ciri adanya sesuatu yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi individu atau masyarakat sedangkan modernisasi menekankan pada adanya proses perubahan dari tradisional ke modern, atau dari yang belum maju ke yang sudah maju.
Jadi dapat disimpulkan bahwa diterimanya suatu inovasi sebagai tanda adanya modernisasi. Misalnya untuk meningkatkan kesejahteraan perlu diadakan transmigrasi. Transmigrasi merupakan hal yang baru bagi masyarakat, maka transmigrasi adalah suatu inovasi. Masyarakat yang sudah mau menerima ide transmigrasi dan mau melaksanakan transmigrasi berarti sudah memenuhi ciri masyarakat modern yang siap menghadapi perubahan dan meninggalkan pola pikir tradisi yang bersemboyan (bahasa Jawa) ”mangan ora 14 mangan yen kumi” artinya meskipun tidak makan asal tetap berkumpul dengan sesama saudara.
C. Pengertian Inovasi Pendidikan
Inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi inovasi pendidikan ialah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi atau diskaveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan.
Pendidikan adalah suatu sistem, maka inovasi pendidikan mencakup hal- hal yang berhubungan dengan komponen sistem pendidikan, baik sistem dalam arti sekolah, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang lain, maupun sistem dalam arti yang luas misalnya sistem pendidikan nasional. Mattew B. Miller menjelaskan pengertian inovasi pendidikan sebagai berikut: ”To give more concreteness the universe called ”educational innovations” some samples are described billow. They are organized according to the aspect of a social system which they appear to be most clearly associated. In most cases social system involved should be taken to be that of a school or cell although some innovations take place within the context of many larger systems.”
Berikut ini contoh-contoh inovasi pendidikan dalam setiap komponen pendidikan atau komponen sistem sosial sesuai dengan yang dikemukakan oleh B. Miles, dengan perubahan isi disesuaikan dengan perkembangan pendidikan dewasa ini.
1. Pembinaan personalia. Pendidikan yang merupakan bagian dari sistem sosial tentu menentukan personal (orang) sebagai komponen sistem. Inovasi yang sesuai dengan komponen personel misalnya: peningkatan mutu guru, sistem kenaikan pangkat, aturan tata tertib siswa, dan sebagainya.
2. Banyaknya personal dan wilayah kerja. Sistem sosial tentu menjelaskan tentang berapa jumlah personalia yang terikat dalam sistem serta dimana wilayah kerjanya. Inovasi pendidikan yang relevan dengan aspek ini misalnya: berapa ratio guru siswa pada satu sekolah dalam sistem PAMONG pernah diperkenalkan ini dengan ratio 1 : 200 artinya satu guru dengan 200 siswa). Sekolah Dasar di Amerika satu guru dengan 27 siswa, perubahan besar wilayah kepenilikan, dan sebagainya.
3. Fasilitas fisik. Sistem sosial termasuk juga sistem pendidikan mendayagunakan berbagai sarana dan hasil teknologi untuk mencapai tujuan. Inovasi pendidikan yang sesuai dengan komponen ini misalnya: perubahan bentuk tempat duduk (satu anak satu kursi dan satu meja), perubahan pengaturan dinding ruangan (dinding batas antar ruang dibuat yang mudah dibuka, sehingga pada diperlukan dua ruangan dapat disatukan), perlengkapan perabot laboratorium bahasa, penggunaan CCTV (TVCT- Televisi Stasiun Terbatas), dan sebagainya.
4. Penggunaan waktu. Suatu sistem pendidikan tentu memiliki perencanaan penggunaan waktu. Inovasi yang relevan dengan komponen ini misalnya: pengaturan waktu belajar (semester, catur wulan, pembuatan jadwal pelajaran yang dapat memberi kesempatan mahasiswa untuk memilih waktu sesuai dengan keperluannya, dan sebagainya.
5. Perumusan tujuan. Sistem pendidikan tentu memiliki rumusan tujuan yang jelas. Inovasi yang relevan dengan komponen ini, misalnya: perubahan tujuan tiap jenis sekolah (rumusan tujuan TK, SD disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan tantangan kehidupan), perubahan rumusan tujuan pendidikan nasional dan sebagainya.
6. Prosedur. Sistem pendidikan tentu mempunyai prosedur untuk mencapai tujuan. Inovasi pendidikan yang relevan dengan komponen ini misalnya: penggunaan kurikulum baru, cara membuat persiapan mengajar, pengajaran individual, pengajaran kelompok, dan sebagainya.
7. Peran yang diperlukan. Dalam sistem sosial termasuk sistem pendidikan diperlukan kejelasan peran yang diperlukan untuk melancarkan jalannya pencapaian tujuan inovasi yang relevan dengan komponen ini, misalnya: peran guru sebagai pemakai media (maka diperlukan keterampilan menggunakan berbagai macam media), peran guru sebagai pengelola kegiatan kelompok, guru sebagai anggota team teaching, dan sebagainya.
8. Wawasan dan perasaan. Dalam interaksi sosial biasanya berkembang suatu wawasan dan perasaan tertentu yang akan menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. Kesamaan wawasan dan perasaan dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan pendidikan yang sudah ditentukan akan mempercepat tercapainnya tujuan. Inovasi yang relevan dengan bidang ini misalnya: wawasan pendidikan seumur hidup, wawasan pendekatan keterampilan proses, perasaan cinta pada pekerjaan guru, kesediaan berkorban, kesabaran sangat diperlukan untuk menunjang pelaksanaan kurikulum SD yang disempurnakan, dan sebagainya.
9. Bentuk hubungan antar bagian (mekanisme kerja). Dalam sistem pendidikan perlu ada kejelasan hubungan antara bagian atau mekanisme kerja antara bagian dalam pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan. Inovasi yang relevan dengan komponen ini misalnya: diadakan perubahan pembagian tugas antara seksi di kantor departemen pendidikan dan mekanisme kerja antar seksi, di perguruan tinggi diadakan perubahan hubungan kerja antara jurusan, fakultas, dan biro registrasi tentang pengadministrasian nilai mahasiswa, dan sebagainya.
10. Hubungan dengan sistem yang lain. Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam beberapa hal harus berhubungan atau bekerja sama dengan sistem yang lain. Inovasi yang relevan dengan bidang ini misalnya: dalam pelaksanaan usaha kesehatan sekolah bekerjasama atau berhubungan dengan Departemen Kesehatan, data pelaksanaan KKN harus kerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat, dan sebagainya.
11. Strategi. Yang dimaksud dengan strategi dalam hal ini ialah tahap-tahap kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan inovasi pendidikan. Adapun macam dan pola strategi yang digunakan sangat sukar untuk diklasifikasikan, tetapi secara kronologis biasanya menggunakan pola urutan sebagai berikut:
a) Desain. Ditemukannya suatu inovasi dengan perencanaan penyebarannya berdasarkan suatu penelitian dan obeservasi atau hasil penilaian terhadap pelaksanaan sistem pendidikan yang sudah ada.
b) Kesadaran dan perhatian. Suatu potensi yang sangat menunjang berhasilnya inovasi ialah adanya kesadaran dan perhatian sasaran inovasi (baik individu maupun kelompok) akan perlunya inovasi. Berdasarkan kesadaran itu mereka akan berusaha mencari informasi tentang inovasi.
c) Evaluasi. Para sasaran inovasi mengadakan penilaian terhadap inovasi tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan, tentang kemungkinan dapat terlaksananya sesuai dengan kondisi situasi, pembiayaannya dan sebagainya.
d) Percobaan. Para sasaran inovasi mencoba menerapkan inovasi untuk membuktikan apakah memang benar inovasi yang dinilai baik itu dapat diterapkan seperti yang diharapkan. Jika ternyata berhasil maka inovasi akan diterima dan terlaksana dengan sempurna sesuai strategi inovasi yang telah direncanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, F. (1980). Perspective on Modernization toward General Theory of Third World Development. Washington: University Press of America.
Everett. M. Rogers. 1983. Diffusion of Innovations. London: The Free Press.
Gerald Zaltman and Robert Duncan. 1977. Strategies for Planned Change. A Wiley Interscience Publication.
Gerald Zaltman, Rober Duncan, Johny Holbek. 1973. Innovation and Organization. A Wiley-Interscience Publication.
Huberman. (1973). Solving Educational Problems. New York: Praegar Publisher.
Miles, M. B. (1964). Innovation in Education. New York: Bureau of Publication.
Everett M. Rogers. 1983. Diffusion of Innovations. London: The Free Press.
Wojowasito, S. 1972. Kamus Bahasa Indonesia. Bandung: Shinta Dharma Bandung
https://www.tintapendidikanindonesia.com/2016/09/konsep-dasar-inovasi-pendidikan.html
http://rizalaziz.blogspot.com/2010/
KARAKTERISTIK DAN STRATEGI INOVASI PENDIDIKAN
KARAKTERISTIK INOVASI PENDIDIKAN
Cepat lambatnya penerimaan inovasi oleh masyarakat luas dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri. Everett M. Rogers (1993:14-16) mengemukakan karakteristik inovasi yang dapat mepengaruhi cepat atau lambatnya penerimaan inovasi sebagai berikut:
1. Keuntungan Relatif
Keuntungan relatif yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya.Tingkat keuntungan atau pemanfaatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya, atau mungkin dari faktor status sosial (gengsi), kesenangan, kepuasan, atau karena memunyai komponen yang sangat penting.Makin menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya inovasi.
2. Kompatibel (compatibility)
Kompatibel ialah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai (values), pengalaman lalu, dan kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma yang ada. Misalnya penyebarluasan penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat yang keyakinan agamanya melarang penggunaan alat tersebut, maka tentu saja penyebar inovai makin terhambat.
3. Kompleksitas (complexity)
Kompleksitas adalah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima. Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebarannya. Misalnya masyarakat pedesaan yang tidak mengetahui tentang teori penyebaran bibit penyakit melalui kuman, diberitahu oleh penyuluh kesehatan agar membiasakan memasak air yang akan diminum, karena air yang tidak dimasak jika diminum dapat menyebabkan sakit perut. Tentu saja ajakan itu sukar diterima. Makin mudah dimengerti suatu inovasi akan makin cepat diterima oleh masyarakat.
4. Trialabilitas (trialabillity)
Trialabilitas ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima. Suatu inovasi yang dicoba akan cepat diterima oleh masyarakat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba terlebih dahulu. Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi gogo akan cepat diterima oleh masyarakat jika masyarakat dapat mencoba dulu menanam dan dapat melihat hasilnya.
5. Dapat Diamati (observabillity)
Ialah mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan sebaliknya inovasi yang sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh masyarakat. Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi, karena petani dapat dengan mudah melihat hasil padi yang menggunakan bibit unggul tersebut, maka mudah untuk memutuskan mau menggunakan bibit unggul yang diperkenalkan.Tetapi mengajak petani yang buta huruf untuk mau belajar membaca dan menulis tidak dapat segera dibuktikan karena para petani sukar untuk melihat hasil yang nyata menguntungkan setelah orang tidak buta huruf lagi. Zaltman, Duncan, dan Holbek mengemukakan bahwa cepat lambatnya proses penerimaan (adopsi), maka kita lihat secara singkat atribut inovasi yang dikemukakan Zaltman sebagai berikut:
1. Pembiayaan (cost)2. Balik modal (returns to investment)3. Efisiensi4. Resiko dari ketidakpastian5. Mudah dikomunikasikan6. Kompatibilitas7. Kompleksitas8. Status ilmiah9. Kadar keaslian10. Dapat dilihat kemanfaatannya11. Dapat dilihat batas sebelumnya12. Keterlibatan sasaran perubahan13. Hubungan interpersonal14. Kepentingan umum atau pribadi (publicness versus privateness)15. Penyuluh inovasi (gatekeepers)
STRATEGI INOVASI PENDIDIKAN
Salah satu faktor yang ikut menentukan evektifitas pelaksanaan program perubahan sosial adalah ketepatan penggunaan strategi, tetapi memilih strategi yang tepat bukan pekerjaan yang mudah.Sukar untuk memilih satu strategi tertentu guna mencapai tujuan atau target perubahan sosial tertentu karena sebenarnya berbagai macam strategi itu terletak pada suatu continuum dari tingkat yang paling lemah (sedikit) tekanan paksaan dari luar, kea rah yang paling banyak (kuat) tekanan (paksaan) dari luar.
Biasanya sukar menentukan bahwa suatu strategi tertentu ada pendidikan, bujukan, fasilitas atau paksaan (power), karena pada kenyataannya tidak ada batasan yang jelas untuk membeda-bedakan strategi tersebut.Misalnya strategi fasilitatif mungkin juga digunakan dalam strategi pendidikan atau mungkin juga digunakan dalam strategi bujukan. Namun demikian jika pelaksanaan program perubahan sosial memahami barbagai macam strategi, akan dapat memilih dan menetukan strategi mana yang akan diutamakan untuk mencapai suatu tujuan perubahan sosial tertentu, walaupun sebenarnya ia akan mengkombinasikan berbagai macam strategi.
Ada 4 macam strategi prubahan sosial yaitu:
a. Strategi Fasilitatif
Pelaksanaan program perubahan siosial dengan menggunakan strategi fasilitatif artinya untuk mencapai tujuan perubahan sosial yang ditentukan, diutamakan penyediaan fasilitas dengan maksud agar program perubahan sosial akan berjalan dengan mudah dan lancar. Strategi fasilitatif ini akan dapat dilaksanakan dengan tepat jika diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Strategi fasilitatif dapat digunakan dengan tepat jika sasaran perubahan (klien):
- Mengenal masalah yang dihadapi serta menyadari perlunya mencari target perubahan (tujuan).
- Merasa perlu adanya perubahan atau perbaikan
- Bersedia menerima bantuan dari luar dirinya
- Memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam usaha merubah atau memperbaiki dirinya.
2. Sebaiknya strategi fasilitatif dilaksanakan dengan disertai program menimbulkan kesadaran pada klien atas tersedianya fasilitas atau tenaga bantuan yang diperlukan.
3. Strategi fasilitatif tepat juga digunakan sebagai kompensasi motivasi yang rendah terhadap usaha perubahan sosial
4. Menyediakan berbagai fasilitas akan sangat bermanfaat bagi usaha perbaikan sosial jika klien menghendaki bebagai macam kebutuhan untuk memenuhi tuntutan perubahan sosial yang diharapkan.
5. Penggunaan strategi fasilitatif dapat juga dengan cara menciptakan peran yang baru dalam masyarakat jika ternyata peran yang sudah ada di masyarakat tidak sesuai dengan penggunaan sumber atau fasilitas yang diperlukan.
b. Strategi Pendidikan
Perubahan sosial didefinisikan sebagai pendidikan atau pengajaran kembali (re-education) (Zaltman, Ducan, 1977:111).Pendidkan juga dipakai sebagai strategi untuk mencapai tujuan perubahan sosial. Dengan menggunakan strategi pendidikan bararti untuk mengadakan perubahan sosial dengan cara menyampaikan fakta dengan maksud orang akan menggunakan fakta atau informasi itu untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan.
Agar penggunaan strategi pendidikan dapat berlangsung secara efektif, perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
-Strategi pendidikan akan dapat digunakan secara tepat dalam kondisi dan situasi sebagai berikut:
1. Apabila perubahan sosial yang diinginkan, tidak harus terjadi dalam waktu yang singkat (tidak ingin segera cepat berubah)
2. Apabila sasaran perubahan (klien) belum memiliki keterampilan atau pengetahuan tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan program perubahan sosial.
3. Apabila menurut perkiraan akan terjadi penolakan yang kuat oleh klien terhadap perubahan yang diharapkan
4. Apabila dikehendaki perubahan yang sifatnya mendasar dari pola tingkah laku yang sudah ada ke tingkah laku yang baru.
5. Apabila alasan atau latar belakang perlunya perubahan telah diketahui dan dimengerti atas dasar sudut pandang klien sendiri, serta diperlukan adanya control dari klien
- Strategi pendidikan untuk melaksanakan program perubahan akan efektif jika:
1. Digunakan untuk menanamkan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai untuk digunakan sebagai dasar tindakan selanjutnya sesuai dengan tujuan perubahan sosial yang akan dicapai.
2. Digunakan untuk menjaga agar klien tidak menolak perubahan atau kembali ke keadaan sebelumnya.
- Strategi pendidikan akan kurang efektif jika:
1. Tidak tersedia sumber yang cukup untuk menunjang kegiatan pendidikan
2. Digunakan dengan tanpa dilengkapi dengan strategi yang lain.
c. Strategi Bujukan
Program perubahan sosial dengan menggunakan strategi bujukan, artinya untuk mencapai tujuan perubahan sosial dengan cara membujuk, agar sasaran perubahan (klien) mau mengikuti perubahan sosial yang direncanakan.
Untuk berhasilnya penggunaan strategi bujukan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
- Strategi bujukan tepat digunakan bila klien (sasaran perubahan):
1. Tidak berpartisipasi dalam proses perubahan sosial
2. Diajak untuk mengalokasikan sumber penunjang perubahan dari suatu kegiatan atau program ke kegiatan atau program yang lain.
- Strategi bujukan tepat digunakan jika:
1. Masalah dianggap kurang penting atau atau jika cara pemecahan masalah kurang efektif
2. Pelaksanaan program perubahan tidak memiliki alat kontrol secara langsung terhadap klien
d. Strategi Paksaan
Pelaksanaan program perubahan sosial dengan menggunakan strategi paksaan, artinya dengan cara memaksa klien (sasaran perubahan) untuk mencapai tujuan perubahan.
Penggunaan strategi paksaan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Strategi paksaan dapat digunakan apabila partisipasi klien terhadap proses perubahan sosial rendah dan tidak mau meningkatkan partisipasinya.
2. Strategi paksaan juga tepat digunakan apabila klien tidak merasa perlu untuk berubah atau tidak menyadari perlunya perubahan sosial
3. Strategi paksaan tidak efektif jika klien tidak memiliki sarana penunjang untuk mengusahakan perubahan dan peaksanan perubahan jika tidak mampu mengadakannya
4. Strategi paksaan dapat digunakan jika klien sukar untuk mau menerima perubahan sosial artinya sukar dipengaruhi
5. Strategi paksaan dapat juga digunakan untuk menjamin keamanan percobaan perubahan sosial yang telah direncanakan
DAFTAR PUSTAKA
Everett. M. Rogers. 1983. Diffusion of Innovations. London: The Free Press.
Gerald Zaltman and Robert Duncan. 1977. Strategies for Planned Change. A Wiley Interscience Publication John Wiley and Sons, New York. London, Sydney, Toronto.
http://rinimucimut18.blogspot.com/2015/04/makalah-inovasi-pendidikan strategi.html?m=1
http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com/2012/04/makalah-strategi-inovasi pendidikan.html?m=1
RPS MK. Inovasi Pendidikan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN
Jenderal Sudirman No. 6 Telp/Fax 0435-831984-821125 Kota Gorontalo-96128
KONTRAK PERKULIAHAN
Mata kuliah : Inovasi Pendidikan
Kode Mata Kuliah :
SKS : 2
Hari : Senin
Dosen Pengampuh : Dr. Arifin, S.Pd, M.Pd
Sulkifly, S.E, M.Pd
Jurusan : Manajemen Pendidikan
Semester : Genap (2019-2020)
A. TUJUAN MATAKULIAH
Mata kuliah ini bertujuan untuk membekali para mahasiswa agar memiliki wawasan dan pengetahuan yang komprehensif secara teori maupun empiris tentang kajian inovasi pendidikan baik secara konseptual maupun kontekstual, sehingga mampu berkiprah dan mengikuti perkembangan inovasi pendidikan sesuai dengan perkembangan IPTEK
B. DESKRIPSI ISI
Dalam perkuliahan inovasi pendidikan menyajikan konsep dasar inovasipendidikan, memberikan gambaran proses inovasi pendidikan, karakteristik inovasi pendidikan, strategi inovasi pendidikan, inovasi dalam bidang ketenagaan, inovasi dalam manajemen pendidikan, inovasi kurikulum, inovasi dalam pembelajaran, dan inovasi teknologi pembelajaran berbasis digital (digital based Learning)
C. PENDEKATAN PEMBELAJARAN
Perkuliahan dilaksanakan dengan cara:
- Pembahasan Buku Sumber
- Brainstorming, Diskusi kelas dan Meta-Plan
- Presentase hasil analisis dan pembahasan buku sumber
- Pelaksanaan tugas khusus
D. EVALUASI
Keberhasilan mahasiswa dalam perkuliahan ini ditentukan oleh prestasi yang bersangkutan dalam :
1. Partisipasi di kelas dan kehadiran : Bobot 1
2. Tugas critical review journal : Bobot 2
3. Ujian Tengah Semester (UTS) : Bobot 3
4. Ujian Akhir Semester (UAS) : Bobot 4
Jumlah : Bobot 10
Jumlah (Nilai X Bobot) Untuk menentukan nilai akhir mata kuliah, yaitu NA= Jumlah ( Nilai X Bobot) / Jumlah Bobot Taraf Penguasaan/kemampuan dinyatakan sebagai berikut :
90-100% = A
85-89% = A-
80-84% = B+
75-79% = B
70-74% = B-
65-69% = C+
60-64% = C
E. RINCIAN MATERI PERKULIAHAN
Pokok-pokok materi dalam setiap pertemuan dirancang sebagai berikut:
Bahan:
1. Konsep Dasar Inovasi Pendidikan;2. Proses Inovasi Pendidikan
3. Karakteristik, strategi penerapan inovasi pendidikan
4. Manajemen Inovasi Pendidikan5. Konsep Model Inovasi Pendidikan6. Akselerasi Program Inovasi Pendidikan
7. Inovasi Bidang Manajemen Organisasi Pendidikan
8. Reformasi dan Inovasi Pendidikan
9. Model Inovasi Pendidikan: Sekolah/Madrasah Unggulan, dan Madrasah Model
10. Monitoring Evaluasi dalam Inovasi Pendidikan
11. Inovasi Bidang Kurikulum dan Pembelajaran
12. Inovasi pengelolaan Peserta Didik
13. Inovasi Bidang Ketenagaan Pendidikan
14. Inovasi dalam pengelolaan Keuangan dan Sapras
15. Inovasi dalam Pengelolaan Husemas
16. Inovasi dalam pengelolaan Iklim dan budaya Sekolah
Pertemuan &Topik BahasanI. Pembahasan mata kuliah dan Kontrak Kuliah Konsep Dasar Inovasi Pendidikan;
- Konsep Discovery, invention, dan innovation
- Inovasi dan modernisasi
- Pengertian inovasi Pendidikan
II. Proses Inovasi Pendidikan
- Difusi dab diseminasi Inovasi
- Proses Keputusan Inovasi
- Proses Inovasi Pendidikan
III. Karakteristik dan Strategi Inovasi Pendidikan
- Karakteristik Inovasi Pendidikan
- Strategi Inovasi Pendidikan
IV. Manajemen Inovasi Pendidikan;
- Hakikat Manajemen Inovasi Pendidikan
- Konsep Manajemen dalam Inovasi Pendidikan
- Bidang Kegiatan Manajemen Inovasi Pendidikan
- Prosedur Inovasi Pendidikan
V. Konsep Model Inovasi Pendidikan:
- Perencanaan Inovasi Pendidikan
- Beberapa Model Inovasi Pendidikan
VI. Akselerasi Program Inovasi Pendidikan
- Perlunya Akselerasi Program Inovasi Pendidikan
- Permasalahan dan Sumber Terjadinya Inovasi
- Faktor-faktor Pemercepat Inovasi
- Atribut Inovasi
- Proses Akselerasi Inovasi
VII. Inovasi Bidang Manajemen Organisasi Pendidikan;
- Analisis Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
- Inovasi dalam Organisasi Pendidikan
- Keputusan Inovasi dalam Organisasi
VIII. Monitoring Evaluasi dalam Inovasi Pendidikan
- Hakikat Monitoring Evaluasi
- Prinsip-prinsip Monitoring dan Evaluasi Program Inovasi
- Objek Monitoring dan Evaluasi Program
- Implementasi Monitoring Evaluasi dalam Inovasi Pendidikan
IX. UJIAN TENGAH SEMESTER
X-XIV. Inovasi Substansi Manajerial Pendidikan (Mini Riset)
- Inovasi Bidang Kurikulum dan Pembelajaran
- Inovasi pengelolaan Peserta Didik
- Inovasi Bidang Ketenagaan Pendidikan
- Inovasi dalam pengelolaan Keuangan dan Sapras
- Inovasi dalam Pengelolaan Husemas
- Inovasi dalam pengelolaan Iklim dan budaya Sekolah
XV. Pemaparan Hasil Mini Riset
XVI. UJIAN AKHIR SEMESTER
E. REFERENSI :
Abdolmohammadi, M. dan A. Wright. 1987. An Examination of The Effects of Experience and Task. Complexity on Audit Judgments. Abdurrahman An-Nahlawi. 1995.
Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Penj. Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rineka Cipta. Abuddin Nata. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Aditya Media. Nawawi, Hadari. 1989. Organisasi Kelas sebagai Lembaga Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung.
Azra, Azyumardi. 2003. Inovasi Kurikulum, Edisi 01/Tahun 2003, Strategi Pengembangan Kurikulum Madrasah Aliyah dalam Era Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Ahmad Djalaluddin. 2007. Manajemen Qur’ani; Menerjemah Ibadah Ilahiyah dalam Kehidupan, Malang: Malang Press.
Ahmad Tafsir. 2001. Ilmu Pendidikan dan Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosadakarya.
___________. 2006. Filsafat Pendidikan Islami: Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Al-Asri Al-Jadid. 1968. Ingklizikh wal Arabiyah. Beirut: Darul Fikr. Alwasilah, Chaedar. 2007. Perspektif Pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia dalam Konteks Persaingan Global. Bandung: Andira.
Arifin I. 1994. Penelitian Kualitatif dalam Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan. Malang: Kalimasada Press.
Arifin. 2008. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengelola Sekolah Berprestasi. Yogyakarta: Aditya Media.
Arifin, Imron. 2008. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengelola Sekolah Berprestasi. Yogyakarta: Aditya Media.
Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos.
______________. 2002 Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi. Jakarta:
Kompas Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Wilayah Jawa Timur. 1998. Pelatihan Metode Kualitatif. Kumpulan Materi.
Baedhowi. 2008. Peningkatan Profesionalisme Pendidik dalam upaya mewujudkan Sumberdaya Manusia Pendidikan yang Unggul dan Mandiri, Makalah disampaikan pada seminar Nasional tanggal 20 Desember 2008. www.ispi.or.id//pendidikan-guru-masadepan-yang-bermakna. diakses 28/5/2012.
Bedjo Siswanto. 1990. Manajemen Modern. Bandung: Sinar Baru.
Blank, W. E. 1982. Handbook For Developing Competency Based Training Program. Englewood Cliff. New Jersey: Prentice Hall. Inc.
Bloom S. Bejamin. 1971. Taxonomy of Objectives the Clasification of Educational Goals, Handbook 1. Cognitive Domain. New York: David Makey Company, Inc. Budi
Wiyono, Bambang. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. Malang: Universitas Negeri Malang
Budimansyah, Dasim. 2007. Model Pembelajaran Berbasis Portofolio. Bandung: Genesindo.
Bungin, Burhan (Ed.). 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif : Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varia Kontemporer. Jakarta: Raja Gravindo Persada.
Bush, Tony. 2003. Theories of Educational Leadership and Management. London: Sage Publications.
Cece Wijaya dkk. 1992. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Choirullah, M. Noor. 1999. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja Karyawan pada Unit Usaha Pondok Pesantren (Studi Kasus Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya). Tesis. PPS. UMM. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Cicih, Sunarsih. 2006. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar di SD. Bandung: P4TK TK dan PLB. Cotton. 1995. Effective Schooling Practices: A Research Synthesis. Boston: Ally and Bacon.
Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Jakarta: Diknas 2002.
Dawam Raharjo. 1983. Dinamika Pesantren dalam Peta Pembaharuan. Jakarta: LP3ES.
Day, C.P. Whitaker, and D. Whren. 1987. Appraisal and Professional Development in the Primary Schools. Philadelphia: Open University Press.
Degeng, I Nyoman S. 1998. Mencari Paradigma Baru Pemecahan Masalah Belajar. Makalah Pidato pengukuhan Guru Besar IKIP Malang,
Didin Hafidhuddin & Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Syari’ah dalam Praktek. Jakarta: GIP.
Djalil, Abdul. 1999. Kepemimpinan dan Inovasi Pendidikan Islam: Studi Kasus pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang I. Tesis Konsentrasi Magister Agama. Malang: PPPS Universitas Muhammadiyah Malang.
Djamarah Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Evaluasi:
Evaluasi dilaksanakan dalam proses perkuliaha dan akhir perkuliahan. Aspek-aspek yang di evaluasi mencakup:
1. Partisipasi dalam diskusi pembahasan materi (rekaman frekuensi dan bobot partisipasi.
2. Hasil pembahasan buku sumber (resume pembahasan buku sumber)
3. Hasil pelaksanaan tugas (ketepatan pengumpulan, wujud karya/hasilnya)
4. Hasil pemahaman materi (tes tengah semester dan akhir semester)
5. Produk belajar yang dihasilkan mahasiswa selama mengikuti kuliah ini.