Danau

19 November 2024 07:59:19 Dibaca : 17

 

 

Dulu saat kecil, saya dkk ke danau untuk menyaksikan Duwiwi yang belakangan saya tahu para begawan memanggilnya Dendrocygna arcuata atau Belibis Kembang. Setelahnya kami uji nyali, berjalan di atas kangkung danau yang kait mengait, di bawahnya tentu saja air danau yang dalam dan lintah yang haus darah. Bila menemukan perahu nelayan, kami mendorongnya ke arah danau dan berlari sejadi-jadinya ketika diteriaki gembala sapi di padang rumput subur dekat danau. Sampai di situ saya bersyukur memiliki masa kecil yang indah di sebuah kampung di utara Danau Limboto.

Hari ini, saya kembali ke danau, sebagai dosen pendamping tim mahasiswa yang penelitiannya (Alhamdulillah) lolos dan didanai Ristekdikti, sebuah kementerian di Jakarta sana. Danau telah banyak berubah, tak saya temukan Duwiwi, pun tak ada anak-anak yang berlarian penuh suka cita. Hanya ada beberapa gembala sapi, sapi-sapi yang melahap rumput - makan sepuasnya lalu berak sesukanya, nelayan yang hilir mudik dengan perahu di danau yang semakin sempit dan ikan-ikan yang mati meranggas.

Saya memantau tim yang menginjeksi arus listrik ke bawah permukaan lalu berdiskusi sebentar tentang bentuklahan. Peneliti-peneliti muda ini akan menggabungkan model geologi 4 dimensi dengan citra radar di daerah timur danau yang selalu dijambangi banjir. Mereka tahu banjir adalah bencana lalu akan merubahnya menjadi potensi wisata. Sampai di sini saya bersyukur telah ditakdirkan menjadi mitra mahasiswa.

Sesungguhnya, danau masa kecil saya tetap indah. Kenangan yang membuatnya lebih indah.

Kami lantas pulang melalui jalan sempit dan melompat-lompat menghindari 'ranjau' sapi. Sesekali berpapasan dan saling menyapa dengan pengembala. Langit mendung, di sebelah barat daya telah turun hujan. Saya selipkan doa, semoga Allah memudahkan penelitian anak-anak ini. Semoga sukses selalu menyertai mereka. Allah menyukai orang yang berbuat baik. Tujuan anak-anak ini baik, mari kita doakan mereka.

Salam sukses. Panjang umur Danau Limboto.

Limboto-Gorontalo, 1 April 2019.

___

Tulisan yang sama dapat dibaca pada link eksternal.

Tanah Lima Puluh Lima Juta Tahun Lalu

19 November 2024 07:32:42 Dibaca : 19

 

Waktu melemparnya ke tanah itu, ke 'Tanah Lima Puluh Lima Juta Tahun yang Lalu'.

Dari delapan penjuru mata angin, serupa dingin, sunyi menusuk-nusuk.

Cahaya pun menyibak kata yang terpahat pada granit, diorit dan berupa-rupa formasi.

 

Tadi malam - tak sengaja - Aku diberitahu

Hanyalah - dan hanya - benda langit kecil

dalam sebuah galaksi

(Sept 25, 2011)

 

Jika melihat tempat aku berdiri pada Landsat 7 di atas dan membawaku ke lembar bertahun 1993 oleh S. Bachri, Sukido dan N. Ratman serta lembar bertahun 1997 oleh T. Apandi dan S. Bachri maka kawan akan mendapatiku berdiri lalu bergerak pada satuan Endapan Danau (Qpl). Qpl atau Quartenary pleistocene lake mengisyaratkan bahwa satuan Endapan Danau Limboto (Deposite Limboto Lake) telah ada sejak Kala Plistosen, sekitar 2,6 juta tahun yang lalu. Trail (1974) mengatakan bahwa tempat aku berdiri dan bergerak ini mencapai tebal 94 m dan termampatkan lemah.

Jika pada kedua lembar ini kawan melakukan merge lalu zoom-out maka kawan akan mendapati bahwa aku dikelilingi oleh bermacam-macam formasi dengan formasi paling tua adalah Formasi Tinombo (Teot) yang telah ada sejak Zaman Tertiary Kala Eocene, sekitar 55 juta tahun yang lalu.

Kawan, tanah 55 juta tahun yang lalu ini adalah Gorontalo. Tanah kelahiranku yang dibelah oleh major intracontinental strike-slip faults yang bergerak sekitar 11 mm/tahun.

Gorontalo adalah bagian kecil dari Indonesia yang merupakan bagian kecil dari bumi. Bumi adalah bagian kecil dari Tata Surya yang merupakan bagian kecil dari galaksi Bimasakti. Galaksi Bimasakti bersama Andromeda dan galaksi lainnya mengelilingi pusat galaksi. Dan entah pusat galaksi mana yang dikelilingi oleh pusat galaksi ini dan ada berapa lagi pusat galaksi-galaksi.

Jika bumi kita dengan keliling 40.075,017 km dan massa 5,97219×1024 kg adalah satu titik kecil dalam keluasan jagad raya lalu bagaimana dengan aku, kawan dan kesombongan duniawi?

___

Tulisan yang sama dapat dibaca pada link eksternal.

Lokasi Malino (Google Maps, 2019).

Perjalanan ke kebun teh Malino adalah mimpi 9 tahun yang tertunda. Mimpi itu semakin kuat setahun lalu namun dibelokkan takdir ke Bantimurung dan tahun ini takdir tak hanya membawa kami ke kebun teh tapi membayar lunas dengan taman bunga, air terjun dan kebun strawberry. God’s plan is the best plan.

Air Terjun Takapala

Air Terjun Takapala berada di sebelah barat laut Gunung (Moncong) Lompobattang. Gunung Lompobattang memiliki beberapa puncak, salah satu yang terkenal karena sering menjadi target pendakian adalah Puncak Bawakaraeng.

Bawakaraeng secara bahasa berarti mulut raja yang kira-kira dapat dimaknai menjadi kehormatan seseorang terletak pada ucapannya. Sebutan lain untuk Bawakaraeng adalah Buttatoayya atau Tanah Tua atau secara istilah adalah suatu tempat tinggi yang dituakan. Sedangkan Lompobattang dalam bahasa setempat berarti perut besar karena bentuknya seperti tubuh raksasa dengan perut yang besar (buncit).

Perjalanan menuju air terjun Takapala melalui jalan desa yang sempit. Sesekali terlihat pohon turi, pohon hutan berbunga oranye. Sisi kiri atau kanan jalan adalah jurang yang dalam. Benar-benar cobaan bagi yang takut ketinggian. Sebelum turunan menuju air terjun ada bekas longsor pada jalan desa.

Air terjun Takapala menumpahkan air dari ketinggian 109 m. Tempias air dan sinar matahari membentuk bianglala di kolam air terjun. Tebing air tejun Takapala adalah barisan indah dan kokoh columnar joint yang terbentuk dari pendinginan dalam magma yang berasal dari Gunung Lompobattang.

Kebun Teh Nittoh

Menuju kebun teh Nittoh di Malino Highland, pengunjung disuguhi pemandangan hijau dan tinggi pohon-pohon pinus. Truk-truk besar pengangkut bahan galian dari Sungai Je’neberang tak ada lagi, digantikan udara yang demikian sejuk sehingga kami memilih untuk menurunkan kaca mobil.

Memasuki kawasan puncak, berjejer rapi, hijau, mungil dan menenangkan, tanaman teh dilatarbelakangi gunung-gunung biru nun jauh sepanjang mata memandang. Suara tapak kuda sesekali terdengar dari jalan setapak di sela-sela tanaman teh. Petani-petani teh tersenyum ramah, menyapa dengan logat yang kental. Mereka berkumpul sambil makan siang, bersenda gurau dan bergembira. Tampaknya teh telah selesai di panen pagi tadi.

Taman Bunga Malino

Kami melewati jalanan kebun teh menuju taman bunga dan melihat Kasuari minum di sungai kecil sebelah kanan jalan. Tawa kami pecah saat ada yang menyebut Kasuari sebagai burung Merak. Kebahagiaan itu terbawa hingga ke gerbang taman bunga. Senyum kami merekah di antara Edelweis dan Dahlia. Semakin ke dalam taman, bunga semakin indah, senyum semakin merekah. Senyum itu lalu dijumput peri, diletakkan di hati kami masing-masing.

Kebun Strawberry Lepo-Lepo

Hati-hati bila kawan berada di kebun strawberry. Kebun ini adanya di lereng pegunungan. Bila mata kawan sekalian terpaku oleh sihir strawberry, bisa-bisa kawan jatuh di lereng.

Sehari sebelum Ramadhan - Mei kemarin - kami bertemu “strawberry” hutan di pedalaman Gorontalo. Kami melahapnya meski tak mengenyangkan. Siapa sangka kami akan melahap strawberry sungguhan dua bulan kemudian. Nikmat memetik buah dan menghabiskannya langsung di dekat pohonnya, hanya dimiliki oleh orang-orang yang senang berpetualang.

Sore, kami kembali ke Makassar. Tugas mendampingi mahasiswa PKM di kota ini telah selesai. Mimpi 9 tahun dan perjalanan ke Malino adalah sebuah pelajaran. Selalu ada kebahagiaan di ujung sebuah penantian panjang. Malino adalah "sekerat kasih sayang yang dilempar Tuhan" ke barat laut Lompobattang. Sejuk dan mendamaikan.

Thank Allah. Malino, 27 June 2019.

___

Tulisan yang sama dapat dibaca pada link eksternal.

Produk Samudera dan Pendatang Gelap di Ponelo Kepulauan

28 August 2024 22:08:02 Dibaca : 72

Lokasi Ponelo Kepulauan (Google Earth, 2018).

Ponelo Kepulauan bukanlah pulau destinasi wisata. Berbeda dengan Pulau Saronde dan jajaran pulau pasir putih di Utara Gorontalo. Saya telah dua kali ke Pulau Saronde, sekali ke Pulau Bogisa dan Pulau Lampu. Alih-alih mengunjungi kembali tiga pulau itu atau pulau wisata lainnya di perairan Kwandang, menemukan destinasi baru tampaknya cukup menyenangkan. Dua hari kami di sana, inilah yang kami temukan di Ponelo Kepulauan: produk samudera/lautan dan ‘pendatang gelap’ dari luar negeri.

Basal

Ponelo Kepulauan dalam Peta Geologi Regional Lembar Tilamuta oleh Bachri, Sukido dan Ratman (1993) Skala 1:250.000 tersusun atas Formasi Lokodidi (TQls). Satuan-satuan dalam Formasi Lokodidi adalah konglomerat, batupasir, batupasir konglomeratan, batupasir tufan, tuf, batulempung dan serpih hitam. Semua batuan penyusun Ponelo Kepulauan dalam peta geologi regional adalah batuan sedimen. Hari kedua kami di sana, kami menemukan batuan beku.

Jenis batuan beku di Ponelo Kepulauan adalah basal. Basal berwarna gelap dan umumnya merupakan batuan ekstrusif (aliran lava). Selain di Bumi, basal juga ditemukan di Bulan dan di Planet Mars pada Olympus Mons (gunungapi terbesar di tata surya). Ada tiga lingkungan pembentukan basal yaitu: 1) batas divergen di kerak samudera, 2) hotspot di kerak samudera, dan 3) hotspot di kerak benua. Berdasarkan penelitian terdahulu, lingkungan pembentukan basal Ponelo Kepulauan yang paling mungkin adalah pada batas divergen di kerak samudera atau pemekaran di Laut Sulawesi.

‘Terapung-apung’ di tengah atlantik sana, terdapat Islandia (Iceland) yang juga terbentuk pada batas divergen di kerak samudera. Di Black Sands Beach, Islandia terdapat pillow basalt dan big boulder. Big boulder basalt ini memperlihatkan vertical stripes seperti pada basal di Ponelo Kepulauan.

Tombolo

Ponelo Kepulauan terdiri atas dua pulau yaitu Pulau Otilode dan Pulau Panyunga. Dulu kedua pulau ini terpisah tapi sekarang oleh proses geomorfologi terbentuk daratan yang menghubungkan kedua pulau. Dalam ilmu geomorfologi, satuan yang menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya disebut tombolo. Tombolo terbentuk karena proses marine dengan bantuan gelombang/arus laut.

Nelayan yang kami tumpangi perahunya menceritakan semasa beliau SD dulu, kedua pulau ini masih terpisah. Saat ini pak nelayan berumur sekitar 60-an. Jadi butuh puluhan tahun bagi arus dan gelombang laut untuk membawa pasir kasar dan halus, membentuk tombolo di Ponelo Kepulauan. Saat ini di atas tombolo telah berdiri bangunan sekolah dan rumah-rumah penduduk.

Tombolo terbentuk karena proses marin. Saat ombak mendekat ke daratan atau pulau utama, ombak melambat dan menyapu sedimen dari kedua sisi. Endapan mulai terbentuk. Awalnya berbentuk seperti lidah (dikenal dengan spit) yang lama kelamaan akan terhubung dengan pulau dan membentuk tombolo.

‘Pendatang Gelap’

Basal dan tombolo adalah produk samudera/lautan. Basal berasal dari pemekaran lantai samudera dan tombolo terbentuk karena gelombang dan arus laut. Lalu siapa ‘pendatang gelap’ dari luar negeri di Ponelo Kepulauan? Check it out.

- From Philiphine

Pendatang pertama dari Filipina yaitu Nature’s Spring dari Philippine Spring Water Resources, Alco Plus dari Bulacan, Manila, Philippine, dan Studio yang merupakan produk Coca Cola Philippines Facebook Messenger. Inilah ‘pendatang gelap’ yang saya maksud: produk botol plastik luar negeri yang terombang-ambing di lautan dan terdampar di Ponelo Kepulauan.

- From Malaysia

Pendatang dari Malaysia adalah botol plastik air mineral dengan merek OK, Eagle, Q1, dan K2. Produk air mineral ini berasal dari Kota Sabah, Malaysia.

From Japan

Selain produk Filipina dan Malaysia, sampah botol plastik dari jepang juga ditemukan di pesisir Ponelo. Tahun 2011, Jepang pernah dilanda tsunami dan banyak sampah yang terbawa oleh gelombang dan arus laut.

Plastik dan Potensi Geowisata

Sampah plastik yang datang setiap hari di Ponelo Kepulauan belum dapat ditangani hingga saat ini. Desa-desa di Ponelo Kepulauan satupun tidak memiliki bank sampah. Tindakan satu-satunya dari masyarakat hanyalah membakar sampah-sampah plastik padahal ada efek negatif dari pembakaran sampah plastik.

Di antara sampah plastik yang datang setiap hari, Ponelo Kepulauan masih menyimpan potensi geowisata yang jika dikembangkan dengan baik akan menambah daftar destinasi wisata Gorontalo Utara.

We hope that…

Desa Malambe, Ponelo Kepulauan, Gorontalo Utara, 13 – 14 April 2019.

Tulisan yang sama dapat dibaca di link eksternal.

Praktikum Geomorfologi dilaksanakan di daerah Botutonuo, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Praktikum Geomorfologi diikuti oleh mahasiswa prodi Teknik Geologi, Jurusan ITK, Universitas Negeri Gorontalo, angkatan 2020.

Sebelum praktikum mahasiswa wajib mengikuti coaching yang dibimbing oleh dosen dan asisten mata kuliah. Dosen Pembimbing dalam praktikum ini adalah Intan Noviantari Manyoe, S.Si., M.T dan Ronal Hutagalung, S.T., M.T. Asisten senior praktikum geomorfologi yaitu Siti Suhartini S. Napu, S.T., dan Indra Samir, S.T. Asisten junior adalah Adrianto, Della Nawarita Putri Kasim, Waode Emiria Srikandi Ndangi, Ratnasari L Madusila, Muhamad Danial Suma, Naafi Syahna Firdhaus Biya, dan Yustina Damogalad.

Coaching

Sebelum praktikum mahasiswa wajib mengikuti coaching yang dibimbing oleh dosen dan asisten mata kuliah.

Persiapan Keberangkatan menuju Lokasi Praktikum

Peserta berkumpul di lapangan Gedung Budaya UNG. Sebelum keberangkatan, dilakukan pemeriksaan kelengkapan praktikum oleh asisten. Peserta berangkat ke lokasi praktikum menggunakan 2 bus DAMRI.

Suplemen (Pengenalan Batugamping Merah)

Singkapan Batugamping Merah.

Dalam perjalanan menuju lokasi praktikum, rombongan singgah di singkapan Batugamping Merah. Batugamping Merah merupakan salah satu batuan tertua di Gorontalo.

Kuliah Malam

Dosen pembimbing memberikan materi geomorfologi bagi peserta praktikum. Kuliah malam dilaksanakan setelah peserta makan malam bersama dosen dan asisten. Beberapa peserta menyanyikan lagu geologi saat istirahat snack malam.

 

Tulisan yang sama dapat dibaca pada link eksternal.