Kata dalam Pena
Tinta sebagai Saksi
Dalam diam, pena berbicara, Menyuratkan ilmu pada lembaran tak bernada. Tinta menjadi sungai yang mengalir jernih, Membawa pengetahuan, dari satu jiwa ke jiwa lain.
Menulis—aksi mulia berbagi cahaya, Di antara kegelapan dunia yang terpecah. Setiap kata yang tertulis, jembatan yang dibangun, Menghubungkan pikiran, mengikat peradaban.
Dari tangan ini, ke tangan yang lain, Ilmu berpindah, melalui kata yang terukir. Buku-buku menjadi kapal, Mengarungi samudra waktu, berlabuh di pelabuhan baru.
Bukan sekedar huruf yang tersusun, Namun warisan yang tak lekang oleh zaman. Menulis, kita menanam pohon, Yang akan memberi naungan, buah pengetahuan.
Di sini, di antara baris dan margin, Kita meninggalkan jejak lebih dari sekadar tinta. Kita menabur benih, yang akan tumbuh, Menjadi hutan belantara wawasan untuk semua.
Mari, tuliskan ilmu, sebarkan luas, Agar esok, dunia lebih bijak dari hari ini. Melalui pena, kita bicara lintas masa, Menulis, bukan hanya berarti, namun berarti bagi masa.
Kata dalam Pena
Menulis—mengukir keindahan dalam diam, Bukan sekadar mencorat-coret pada kanvas putih. Namun menggores luka, menggambar bahagia, Menangis dan tertawa, dalam tarian huruf yang abadi.
Tinta pena, lebih dari sekedar warna hitam atau biru, Ia adalah darah yang mengalir dari jantung, Memompa kehidupan ke dalam kata-kata yang mati, Memberi mereka makna, memberi mereka suara.
Melalui pena, kita bicara ke masa lalu, Menyapa masa depan, merangkul masa kini. Menulis, bukan hanya menorehkan tinta, Tetapi memetik bintang, menghidupkan mimpi.
Tinta sebagai Saksi
Dalam diam, pena berbicara, Menyuratkan ilmu pada lembaran tak bernada. Tinta menjadi sungai yang mengalir jernih, Membawa pengetahuan, dari satu jiwa ke jiwa lain.
Menulis—aksi mulia berbagi cahaya, Di antara kegelapan dunia yang terpecah. Setiap kata yang tertulis, jembatan yang dibangun, Menghubungkan pikiran, mengikat peradaban.
Dari tangan ini, ke tangan yang lain, Ilmu berpindah, melalui kata yang terukir. Buku-buku menjadi kapal, Mengarungi samudra waktu, berlabuh di pelabuhan baru.
Bukan sekedar huruf yang tersusun, Namun warisan yang tak lekang oleh zaman. Menulis, kita menanam pohon, Yang akan memberi naungan, buah pengetahuan.
Di sini, di antara baris dan margin, Kita meninggalkan jejak lebih dari sekadar tinta. Kita menabur benih, yang akan tumbuh, Menjadi hutan belantara wawasan untuk semua.
Mari, tuliskan ilmu, sebarkan luas, Agar esok, dunia lebih bijak dari hari ini. Melalui pena, kita bicara lintas masa, Menulis, bukan hanya berarti, namun berarti bagi masa.
Cahaya Ilahi dalam Kata
Di awal waktu, suara-Nya bergema,“Iqra'!”—perintah tegas bagi jiwa yang mencari.Baca, dan raihlah nur ilahi,Dalam kata, dalam ayat, dalam tafsir hidup ini.
Kitab terbuka, lembaran suci,Menyimpan rahasia alam semesta.Baca, dan kenalilah diri-Mu sendiri,Dan segala ciptaan yang terhampar luas.
Baca, dan alirkan air pengetahuan,Dari satu hati ke hati yang lain.Bukan sekadar huruf yang terucapkan,Namun cahaya yang menyinari kegelapan.
Baca, bukan hanya dengan mata,Tapi dengan hati yang bersih nan suci.Biarkan ayat-ayat-Nya menjadi mata air,Yang menghidupkan kekeringan jiwa.
Dengan membaca, kita membangun jembatan,Antara fana dan yang abadi.Menjelajahi lorong-lorong waktu,Menyentuh kebenaran yang tak lekang oleh zaman.
Ilmu Membaca
Dalam heningnya malam, lampu membisik, Buku terbuka, lembar demi lembar. Kata-kata meluncur, mengisi pikir, Seakan dunia baru terbentang nyata.
Membaca—jendela jiwa yang luas, Mengintip dunia lain dari sudut ruang. Ilmu mengalir, tiada terbatas, Menyulam asa di atas kanvas kehidupan.
Di setiap kata, biji pengetahuan bertunas, Tumbuh, berkembang, menjadi pohon yang rindang. Memberi teduh bagi pikiran yang penas, Menyegarkan hati yang gersang.
Dari halaman ke halaman, Wawasan kita berkembang, Mengerti makna kebersamaan, Empati bertaut, mengikat erat tangan.
Manusia berbagi cerita melalui goresan pena, Di dalam cerita, manusia berbagi satu suara. Membaca, kita belajar memahami ragam hidup dan ragu, Mengajarkan kita lebih dari sekadar huruf dan kata.
Membaca—perahu melintasi samudra, Menjangkau pantai yang belum terjamah. Di dalamnya kita temukan makna, Yang mengubah kita, lebih dari apa yang kita kira.
Pena dan Jiwa
Pena dan Jiwa
Di ujung pena, terukir kisah. Menari di atas kertas, membawa asa penuh harapan. Setiap kata melukis lentera, Menyinari jiwa yang sempat terlupa.
Tak sekedar kata, ini obat rindu, Saat hati menggema di antara sunyi. Menulis—membuka jendela baru, Membebaskan sesak, meluaskan hati.
Di sana, di lembar yang tak bertepi, Kisah pribadi menjadi inspirasi. Bagi yang membaca, bagi yang merenungi, Serpihan kata bisa jadi obat hati.
Pena ini, saksi bisu perjalanan waktu, Menorehkan duka, merayakan bahagia. Lewat syair, aku dan kamu, Berbagi beban, berbagi suka cita.
Menulis—bukan sekadar menumpahkan isi hati, Namun pula membentang jembatan antara insan. Lewat kata, kita lewati batas kota dan negri, Menyentuh hati, mengubah dunia, walau hanya sebatas mimpi.
Dalam puisi ini, aku dan engkau, Tak hanya berdialog lewat kata-kata. Namun lebih jauh, kita berbagi jiwa, Melalui rangkaian kata yang kita rasa.