Pemanasan Global, Cuaca dan Iklim Ekstrim
Kondisi cuaca ekstrim terjadi pada tingkat peningkatan yang dibuktikan dengan frekuensi yang lebih tinggi dari badai dan lebih ekstrim curah hujan dan anomali suhu. Kejadian iklim ekstrim yang juga disebut kejadian cuaca ekstrim atau peristiwa meteorologi ekstrim dalam literatur klimatologi dan meteorologi, jarang terjadi atau peluang kejadiannya 5% atau kurang dari waktu yang diukur dari distribusi yang diharapkan dari variabel iklim tersebut (e.g. http://www.emc.ncep.noaa.gov). Namun, sebagian besar ilmuan dan peneliti mengatakan bahwa curah hujan menjadi indikator kejadian cuaca dan iklim ekstrim. Menurut Li et al (2011) kondisi iklim saat ini menghasilkan karakteristik cukup heterogen terhadap respon curah hujan ekstrim dan perubahan iklim di masa depan. Mekanisme pemanasan global yang menyebabkan perubahan frekuensi dan intensitas curah hujan di daerah tropis. Dalam pemanasan global, curah hujan tropis cenderung lebih sering dan ekstrim.
Perubahan frekuensi curah hujan oleh komponen termodinamika dan dinamis. Komponen termodinamika diinduksi oleh perubahan uap air di atmosfer, sedangkan komponen dinamis dikaitkan dengan perubahan gerak vertikal. Dalam kontribusi termodinamika, peningkatan uap air mengurangi besarnya gerak vertikal yang diperlukan untuk menghasilkan kekuatan yang relatif sama dengan curah hujan, sehingga frekuensi curah hujan meningkat. Peningkatan uap air juga mengintensifkan curah hujan akibat peningkatan ketersediaan uap air di atmosfer. Dalam kontribusi dinamis, kondisi lebih stabil dan cenderung mengurangi frekuensi dan intensitas curah hujan Chou et al (2012).
Pemanasan global dan ENSO berdampak pada kondisi meteorologi di suatu wilayah yang dilaluinya. Giorgi et al (2011) mempublikasikan bahwa suatu ukuran dari intensitas hydroclimatic (HY-INT) yang mengintegrasikan antara pengukuran intensitas curah hujan dan musim kering, keduanya memperlihgatkan respon terhadap pemanasan global yang saling berhubungan. Dalam penelitian Giorgi et al (2011) ditemukan bahwa intensitas curah hujan meningkat karena kapasitas air di atmosfer miningkat. Namun, peningkatan curah hujan rata-rata terkait dengan tingkat kenaikan evaporasi lebih rendah daripada kelembaban atmosfer. Hal ini menyebabkan pengurangan jumlah hari basah dan peningkatan jangka waktu musing kering, analisis Giorgi et al (2011) peningkatan intensitas hydroclimatic (HY-INT) sebagai respon terintegrasi kuat dengan pemanasan global.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa curah hujan akan meningkat atau bahakan menjadi ekstrim pada kondisi pemanasan global karena atmosfer dapat menampung lebih banyak uap air sebagai akibat dari pemanasan di permukaan bumi. Dengan pernyataan tersebut terindikasi bahwa pemanasan global dan intensitas curah hujan berkaitan erat. Namun, sejauh mana pola curah hujan akan berubah di masa depan masih belum jelas, walaupun telah banyak metode yang digunakan untuk menskenariokan pola curah hujan di masa depan, hal ini belum menjamin bahwa skenario prediksi curah akan menceminkan pola curah hujan dan pemanasan global dimasa mendatang atau dengan durasi seratus tahun kedepan.
Kejadian pemanasan global dan curah hujan ekstrim haya bisa kita rasakan atau bisa di prediksi dengan pasti dalam jangka waktu kurang lebih 1-5 tahun kedepan. Sehingga penanggulangan risiko dari kejadian tersebut dapat segera dilakukan terutama pada saat terjadinya hujan dan banjir yang berdampak pada beberapa aspek seperti pertanian, transportasi, dll.
Referansi:
Chou C, Chen CA, Ting Chen K, Tan PH. 2012. Mechanisms for Global Warming Impacts on Precipitation Frequency and Intensity. Jouranal Of Climate 25: 3291-3306.
Giorgi F et al. 2011. Higher Hydroclimatic Intensity with Global Warming. Jouranal Of Climate 24: 5309-5324.
Li F, Collins WD, Wehner MF, Williamson DL, Olson JG. 2011. Response Of Precipitation Extremes To Idealized Global Warming In An Aqua-Planet Climate Model: Towards A Robust Projection Across Different Horizontal Resolutions. Dynamic Meteorology And Oceanography 63(A): 876–883.