Program peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengurangi risiko bencana bertujuan untuk mewujudkan desa Bandung Rejo sebagai desa tangguh bencana. Upaya yang dilakukan agar tercapainya peningkatan kapasitas masyarakat meliputi:(1) aspek kelembagaan melalui pembentukan forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Tim Siaga Bencana Masyarakat (TSBM),(2) aspek pengembangan kapasitas melalui sosialisasi dan pelatihan penyusunan rencana pengurangan bencana dan rencana kontigensi,(3) aspek penyelenggaraan pengurangan bencana melalui program pembuatan peta ancaman serta pembuatan rambu-rambu peringatan dini bencana. Pembentukan forum PRB dan TSBM memiliki peran strategis dalam meminimalisir risiko bencana. Hasil yang dicapai dari sosialisasi dan pelatihan yaitu tersedianya dokumen analisis risiko bencana desa Bandung Rejo. Dokumen tersebut dapat menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan pembangunan di desa. Berdasakan hasil analisis yang dilakukan oleh forum bahwa desa Bandung Rejo memiliki tingkat bahaya banjir dengan kategori sedang. Hasil identifikasi dan analisis diperoleh dua titik rawan banjir yang mampu menjangkau lahan pertanian dan fasilitas sarana dan prasarana. Terselenggaranya program peningkatan kapasitas masyarakat di Desa Bandung Rejo dapat memberikan stimulus kepada pemerintah daerah dan masyarakat tentang pentingnya antisipasi bencana.

Selengkapnya >>>

 

Atikel ini membahas konsep pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat sehingga dapat mewujudkan ketahanan masyarakat terhadap bencana. Pelaksanaan program ketahanan bencana berbasis komunitas menggunakan pendekatan partisipatif, observasi, wawancara, sosialisasi, pelatihan, dan Forum Group Discussion (FGD). Pembentukan forum PRB dan TSBM mendapat respon positif dari masyarakat disebabkan Desa Pilomonu digolongkan sebagai desa rawan bencana khususnya tanah longsor dan banjir. Analisis indeks ketangguhan yang dilakukan oleh forum berdasarkan indikator dan capaian, diperoleh bahwa Desa Pilomonu termasuk dalam kategori ‘desa belum tangguh’ dan tingkat kesiapsiagaan yang rendah. indikator ketahanan bencana masyarakat yang telah ditetapkan dan diruaikan dalam dokumen, dapat mejadi fokus utama seluruh pihak yang terkait dengan penanggulangan risiko bencana. Forum PRB dan TSBM sebagai pihak yang memiliki akses secara menyeluruh dalam meningkatkan ketahanan bencana, sebab keterampilan forum dalam melibatkan pemangku kepentingan menjadi penentu suksesnya ketahanan bencana sampai ke masyarakat tingkat bawah. Integrasi antara program pemerintah Desa Pilomonu dan forum pengurangan risiko bencana dapat menjamin keberlanjutan kinerja forum. 

Selengkapnya >>>

Dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan manusia dan ekosistem lainnya. Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) membentuk komunitas masyarakat atau forum adaptasi masyarakat, (2) melakukan sosialisasi dan pelatihan peningkatan kapasitas pengetahuan dan keterampilan forum, (3) memfasilitasi penyusunan rencana aksi adaptasi untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Program ini mengunakan beberapa pendekatan, yaitu: partisipatif, wawancara, observasi, Focus Group Discussion (FGD), survey lapangan, sosialisasi dan pelatihan. Pembentukan komunitas masyarakat dalam rangka penguatan kapasitas kelembagaan merupakan bagian dari upaya adaptasi dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Hasil observasi dan identifikasi oleh Forum Adaptasi Masyarakat (ForSIKAT), diketahui bahwa Hutan Mangrove merupakan jenis penggunaan/penutupan lahan yang dominan. Pengetahuan dan keterampilan adalah unsur penting dalam melakukan adaptasi. Rencana aksi adaptasi untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang telah dilaksanakan adalah, melakukan identifikasi batas wilayah desa dan dusun, memetakan potensi sumber daya lahan di desa, dan membuat rambu peringatan dini pada lokasi yang telah ditentukan.

Selengkapnya >>>

KKS DESTANA (DESA TANGGUH BENCANA)

29 June 2018 07:27:08 Dibaca : 441

KKS DESTANA dengan tema “Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pemanfaatan Informasi Iklim Untuk Pengendalian Banjir Dan Kekeringan” dilaksanakan pada tanggal 12 April sampai 27 Mei Tahun 2018 di Desa Bandung Rejo, Potanga dan Pilomonu Kabupaten Gorontalo. Kegiatan ini melibatkan 30 orang mahasiswa dari berbagai program studi yang ada Universitas Negeri Gorontalo, kegiatan ini di bimbing oleh Syahrizal Koem, S.Pd, M.Si sebagai ketua dan Noviar Akse, ST, M.Sc. KKS DESTANA merupakan program KKS yang spesifik pada pemberdayaan masyarakat dalam mewujudkan desa tangguh bencana. Selain itu, KKS DESTANA memilik relevansi dengan pembangunan daerah pasca bencana, relevan dengan kebutuhan masyarakat serta relevan dengan mengubah cara pandang, pola pikir dan berkepribadian yang semuanya dapat teraktualisasi pada nilai-nilai Integritas, etos kerja, dan sifat gotong ronyong dalam menghadapi bencana alam. Hal tersebut dapat mewujudkan capaian hasil yaitu meningkatnya keberdayaan masyarakat secara terukur (meningkatnaya kapasitas penanggulangan bencana, penurunan emisi CO2, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), penurunan angka kerugian ekonomi akibat bencana alam dan lain-lain).

Beberapa program utama yang dilaksanakan selama kegiatan ini berlangsung yaitu: (1) Pembentukan Forum Penanggulangan Risiko Bencana, (2) Pembentukan Tim Siaga Bencana Masyarakat, (3) Sosialisasi dan pelatihan rencana penanggulangan bencana, rencana aksi komunitas, rencana kontigensi, (4) Membuat peta dan analisis risiko bencana, (5) Membuat rambu-rambu peringatan bencana. Selain itu, beberpa program tambahan diantaranya: Penanaman pohon, sanitasi lingkungan dan pembuatan lubang biopori. Luaran dari Kegiatan KKS DESTANA berupa dokumen Desa Tangguh Bencana (DESTANA) yang dapat dijadikan sebagai salah satu dasar dalam pengambilang keputusan pembagunan di desa.

Prediksi Curah Hujan Menggunakan Metode Logika Fuzzy

22 April 2018 18:48:16 Dibaca : 5190

PENDAHULUAN

Unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji di Indonesia adalah curah hujan, karena tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan yang sama. Diantaranya ada yang mempunyai pola munsonal, ekuatorial dan lokal. Pola hujan tersebut dapat diuraikan berdasarkan pola masing-masing. Distribusi hujan bulanan dengan pola monsun adalah adanya satu kali hujan minimum.

Perubahan frekuensi curah hujan oleh komponen termodinamika dan dinamis. Komponen termodinamika diinduksi oleh perubahan uap air di atmosfer, sedangkan komponen dinamis dikaitkan dengan perubahan gerak vertikal. Dalam kontribusi termodinamika, peningkatan uap air mengurangi besarnya gerak vertikal yang diperlukan untuk menghasilkan kekuatan yang relatif sama dengan curah hujan, sehingga frekuensi curah hujan meningkat. Peningkatan uap air juga mengintensifkan curah hujan akibat peningkatan ketersediaan uap air di atmosfer. Dalam kontribusi dinamis, kondisi lebih stabil dan cenderung mengurangi frekuensi dan intensitas curah hujan Chou et al (2012).

Kecenderungan pola curah hujan yang fluktuatif, kadang membuat aktivitas kita terganggu sebagai akibat dari kurang tepat dalam memprediksi apakah pada saat ini akan terjadi hujan atau tidak. Dalam dinamika ilmi pengetahuan saat ini, para saintis telah banyak menemukan model untuk memprediksi cuaca. Memprediksi curah hujan akan digunanakan Teori logika fuzzy dikatakan sebagai logika baru yang lama, sebab ilmu tentang logika fuzzy modern dan metodis baru ditemukan beberapa tahun yang lalu, padahal sebenarnya konsep tentang logika fuzzy itu sendiri sudah ada pada diri kita sejak lama.

METODOLOGI

Perancangan FIS (Fuzzy Inference System)

Perancangan FIS (Fuzzy Inference System) menggunakan fitur fuzzy logic toolbox MATLab 2008. Perancangan FIS untuk cuaca di gunakan variable input yaitu suhu (T) dan variabel output cuaca (Gambar 1).

Gambar 1. Fungsi keanggotaan variabel input dan output

Untuk variabel input suhu dibagi dalam 3 fungsi keanggotaan yaitu rendah (Lo), sedang (Mod), dan tinggi (Hi) dengan rentang (range) 20 sampai 24. Fungsi keanggotaan variabel input suhu rendah (Lo) dengan rentang (range) 20 sampai 26, sedang (Mod) dengan rentang (range) 26 sampai 31, dan tinggi (Hi) dengan rentang (range) 31 sampai 34 (Gambar 2).

Gambar 2. Fungsi keanggotaan variabel input suhu

Variabel kelembaban (RH) dibagi dalam tiga fungsi keanggotaan yaitu rendah (Lo), sedang (Mod), dan tinggi (Hi) dengan rentang (range) 50 sampai 99. Fungsi keanggotaan variabel input Kelembaban rendah (Lo) dengan rentang (range) 50 sampai 70, sedang (Mod) dengan rentang (range) 70 sampai 80, dan tinggi (Hi) dengan rentang (range) 80 sampai 99 (Gambar 3).

Gambar 3. Fungsi keanggotaan variabel input kelembaban

Variabel input kecepatan angin (V) dibagi dalam tiga fungsi keanggotaan yaitu rendah (Lo), sedang (Mod), dan tinggi (Hi) dengan rentang (range) 1 sampai 70. Fungsi keanggotaan variabel input kecepatan angin rendah (Lo) dengan rentang (range) 1 sampai 10, sedang (Mod) dengan rentang (range) 10 sampai 20, dan tinggi (Hi) dengan rentang (range) 20 sampai 70 (Gambar 4).

Gambar 4. Fungsi keanggotaan variabel input kecepatan

Variabel output cuaca dibagi dalam 4 fungsi keanggotaan yaitu cerah berawan (CRB) dengan range 0 sampai 5, hujan ringan (HR) dengan range 5 sampai 20, hujan sedang (HS) dengan range 20 sampai 50, dan hujan lebat (HL) dengan range 50 sampai 100 (Gambar 5). Penentuan range ini didasrakan pada tetapan dari BMKG 2012.

 

 Gambar 5. Fungsi Keanggotaan Variabel Output (cuaca)

Perancangan Rule

Perancangan rule didasarkan pada keterangan pakar tentang hubungan antara suhu, kelembaban, dan kecepatan angin sehingga terjadi kondisi cuaca yang berbeda-beda (cerah berawan, hujan ringan, hujan sedang, dan hujan lebat). Berikut ini adalah rule yang telah di rancang:

  1. Jika suhu (Lo), Kelembaban (Lo), Kecepatan angin (Lo), maka cuaca adalah (CRB).
  2. Jika suhu (Lo), Kelembaban (Hi), Kecepatan angin (Hi), maka cuaca adalah (HL).
  3. Jika suhu (Lo), Kelembaban (Mod), Kecepatan angin (Hi), maka cuaca adalah (HS).
  4. Jika suhu (Lo), Kelembaban (Mod, Kecepatan angin (Mod), maka cuaca adalah (HR).
  5. Jika suhu (Hi), Kelembaban (Mod), Kecepatan angin (Lo), maka cuaca adalah (CRB).
  6. Jika suhu (Hi), Kelembaban (Lo), Kecepatan angin (Mod), maka cuaca adalah (CRB).
  7. Jika suhu (Mod), Kelembaban (Hi), Kecepatan angin (Hi), maka cuaca adalah (HS).
  8. Jika suhu (Mod), Kelembaban (Mod), Kecepatan angin (Mod), maka cuaca adalah (HR).
  9. Jika suhu (Mod), Kelembaban (Hi), Kecepatan angin (Hi), maka cuaca adalah (HS).
  10. Jika suhu (Lo), Kelembaban (Mod), Kecepatan angin (Hi), maka cuaca adalah (HL).

Validasi dan Analisa FIS (Fuzzy Inference System)

Proses validasi FIS dilakukan dengan mengambil data cuaca berdasarkan prediksi BMKG pada tanggal 21 Juni 2012 dari sebelas kota di Indonesia yaitu Banda Aceh, Semarang, Pekanbaru, Bandung, Palembang, Lampung, Palu, Kendari, Ternate, Jayapura, dan Manokwari. Sementara untuk data kecepatan angin, suhu, dan kelembaban diperoleh dari websate Automatic Weather Station BMG (http://aws-online.bmg.go.id/bmg/aws/index.php) waktunya disesuaikan dengan data suhu, kelembaban dan keterangan cuaca yang diperoleh. Data cuaca disajikan pada Tabel 1.

Validasi dan analisis dilakukan dengan cara menginput data observasi yang di peroleh dari BMKG ke dalam sistem perangkat Fuzzy yang telah di rancang. Kemudian nilai output cuaca yang dihasilkan dari sistem perangkat Fuzzy disesuikan dengan rentang atau range cuaca (cerah berawan, hujan ringan, hujan sedang, dan hujan lebat) yang telah di tetapkan oleh BMKG.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan running terhadap hasil observasi dari suhu, kelembaban, dan kecepatan angin, maka didaptkan hasil simulasi dari masing-masing variabel seperti pada Tabel 2 berikut:

Agar lebih mempermudah dan memperjelas dalam memvalidasi antara hasil observasi dan simulasi maka hasil observasi di buat dalam bentuk skoring dengan mengacu pada skala likert, dimana skala pengukuran ini merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval. Dengan menggunakan skala likert variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator teresebut dijadikan sebagai titik tolak. Skoring untuk variabel tersebut seperti pada Tabel 3.

Dengan mengacu pada hasil skoring tabel di atas maka validasi antara kesesuaian hasil observasi dan hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.

Gambar 6. Validasi Hasil Observasi dan Simulasi

Gambar 6 di atas menunjukan bahwa ketidaksesuaian antara hasil observasi dan hasil simulasi dengan koefisien korelasi sebesar 0.024. Artinya penyusunan perancangan FIS (Fuzzy Inference System) yang telah dilakukan dapat dikatakan belum akurat sehingga tidak dapat digunakan dalam melakukan prediksi curah hujan untuk seluruh wilayah di Indonesia.

KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

  1. Perancangan FIS (Fuzzy Inference System) untuk prediksi cuaca di berbagai wilayah di Indonesia belum memilki kesesuaian antara observasi dan simulasi.
  2. Dalam Perancangan FIS (Fuzzy Inference System) perlu dipahami aturan dalam penentuan range ketika akan melakukan input variabel.
  3. Kemungkinan kesalahan dalam perancangan FIS (Fuzzy Inference System) dalam kasus ini adalah kurang tepat dalam menentukan range setiap variabel ketika akan melakukan input dan penentuan rule yang digunakan. Karena keterbatasan pakar dan referensi yang mendukung kajian ini.

SARAN

Perlu dilakukan pengkajian untuk seluruh wilayah di Indonesia dengan variabel input seluruh unsur cuaca.

REFERENSI

Asmoro I.B. 2011. Perancangan Perangkat Lunak Prediktor Cuaca Berbasis Logika Fuzzy. [skripsi]. Surabaya. Istitut Teknologi Surabaya

[BMKG]. 2012. Prospek Cuaca Satu Minggu Kedepan

http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Meteorologi/Prospek_Cuaca_Mingguan.bmkg\

Chou C, Chen CA, Ting Chen K, Tan PH. 2012. Mechanisms for Global Warming Impacts on Precipitation Frequency and Intensity. Jouranal Of Climate 25: 3291-3306.

Syukur A.R. 2007. Cuaca dan Iklim. http://mbojo.wordpress.com/2007/04/15/cuaca-dan-iklim/

[AWS BMG]. 2012. Badan Meteorologi dan Geofisika. http://aws-online.bmg.go.id/bmg/aws/index.php