Karakteristik Model HBV
Model konseptual berdasarkan konsep Model HBV disajikan untuk tujuan hidrologi Model HBV dipilih terutama karena pendekatan konseptual di mana proses hidrologi yang disederhanakan untuk algebraic fungsi dan dengan demikian, perhitungan yang diperlukan dapat dengan mudah dilakukan di Excel spreadsheet. Model HBV pada awalnya dikembangkan oleh bagian water balance dari Swedish Meteorological and Hydrological Institute (SMHI) untuk memprediksi aliran air yang masuk pada tahun 1970. Model HBV tersedia sebagai suatu model dalam berbagai versi yang bervariasi. HBV dapat digunakan sebagai suatu distribusi atau model semi-distribusi dengan membagi DAS ke sub-DAS. Dalam model HBV, diasumsikan bahwa daerah kajian (DAS) adalah satu unit tunggal (zona) dan parameter tidak berubah secara spasial di seluruh DAS. Model HBV terdiri dari empat parameter utama: 1) akumulasi curah hujan, 2) kelembaban tanah dan presipitasi efektif, 3) evapotranspirasi, 4) runoff.
Model ini memiliki sejumlah parameter, yang nilainya ditemukan oleh kalibrasi. Ada juga parameter yang menggambarkan karakteristik DAS dan iklimnya sejauh mungkin yang tidak tersentuh selama kalibrasi model. Penggunaan subDAS memungkinkan untuk memiliki sejumlah nilai parameter untuk seluruh DAS. Gambar 1 menggambarkan proses umum dari versi sederhana dari model HBV. Model ini dapat dijalankan pada waktu harian atau bulanan; input data yang dibutuhkan meliputi deret waktu pengamatan curah hujan dan suhu pada setiap waktu, dan perkiraan suhu jangka panjang bulanan rata-rata dan tingkat evapotranspirasi potensial.
Gambar 1. Struktur umum versi SMHI dari model HBV bila diterapkan pada salah satu DAS
Curah hujan kemudian diproses dalam kelembaban tanah di mana curah hujan efektif memberikan kontribusi terhadap limpasan permukaan. Bagian sisa curah hujan memberikan kontribusi untuk kelembaban tanah dengan sendirinya akan menguap selama ada kadar air yang cukup di bawah permukaan. Hasil utama dari model tersebut adalah debit limpasan pada outlet DAS yang memiliki tiga komponen: limpasan permukaan, interflow (kontribusi dari aliran permukaan) dan baseflow (kontribusi dari aliran air tanah). Model ini memiliki sejumlah parameter yang harus dikalibrasi berdasarkan pengamatan. Berikut ini uraian setiap parameter secara singkat.
1. Curah hujan dan akumulasi curah hujan
Curah hujan yang jatuh kepermukaan dan terakumulasi diasumsikan berbanding lurus dengan suhu. Parameter pertama adalah suhu ambang (Tt). Pengaturan suhu Tt awal untuk nol derajat Celcius (32 derajat Fahrenheit) adalah asumsi awal yang wajar. Pengaturan awal suhu (Tt) adalah nol derajat Celcius (32 derajat Fahrenheit) merupakan asumsi awal. Jika peristiwa presipitasi terjadi ketika suhu di bawah Tt kemudian curah hujan terakumulasi, jika input presipitasi diasumsikan sebagai curah hujan. Selama suhu tetap di bawah suhu ambang, input presipitasi tidak memberikan kontribusi terhadap limpasan. Namun, setelah suhu melebihi ambang batas, presipitasi mulai berkontribusi terhadap limpasan. Dalam model ini Persamaan 1 digunakan untuk memperkirakan tingkat curah hujan :
Sm = DD x (T - Tt)
Dimana: Sm = curah hujan (LT-1); DD = factor tingkatan hari (Lθ-1T-1); T = suhu udara harian (θ); Tt = ambang batas suhu (θ); Parameter empiris faktor tingkatan hari (DD) menunjukkan penurunan kandungan air dalam curah hujan yang disebabkan oleh 1 derajat di atas ambang titik beku dalam satu hari.
2. Kelembaban tanah dan presipitasi efektif
Air hujan jatuh di atas daerah aliran sungai biasanya dibagi menjadi dua komponen: pertama memberikan kontribusi untuk infiltrasi ke zona tanah, dan komponen kedua kontribusi untuk limpasan permukaan. Komponen kedua, biasanya dikenal sebagai presipitasi efektif, diperkirakan oleh HBV berdasarkan kadar air tanah pada saat curah hujan. Field capacity (FC) adalah parameter yang menggambarkan penyimpanan kelembaban tanah maksimum dalam zona bawah permukaan. Umumnya, semakin tinggi jumlah kadar air tanah pada saat presipitasi, semakin banyak kontribusi dari presipitasi menjadi limpasan. Ketika kadar air tanah mendekati Field capacity (FC), infiltrasi dapat mengurangi kontribusi curah hujan untuk peningkatan produksi limpasan. Persamaan menghitung presipitasi efektif sebagai fungsi dari kadar air tanah adalah sebagai berikut:
Dimana: Peff = presipitasi efektif (L); SM = kelembaban tanah actual (L); FC= kapasitas maksimum penyimpanan tanah (L); P = presipitasi harian (L); β = parameter model (koefisien bentuk) (-). Untuk defisit kelembaban tanah yang diberikan (diukur dengan rasio SM/FC), parameter β yang dikenal sebagai koefisien bentuk mengontrol jumlah air (P + Sm) yang memberikan kontribusi untuk limpasan.
Gambar 2. Hubungan antara kelembaban tanah, kapasitas lapangan, koefisien bentuk β dan koefisien limpasan
Gambar 2 plot hubungan antara kelembaban tanah, kapasitas lapangan, koefisien bentuk β dan koefisien limpasan yang didefinisikan sebagai rasio dari presipitasi efektif dengan kedalaman air total yang tersedia (Peff/(P + Sm)). Grafik menunjukkan bahwa untuk jumlah tertentu kelembaban tanah, β semakin tinggi, koefisien limpasan semakin rendah. Selain itu, kelembaban tanah (SM) mendekati kapasitas lapang (FC), koefisien limpasan mengalami peningkatan. Baik kapasitas lapangan (FC) dan koefisien bentuk (β) digunakan sebagai parameter kalibrasi. Perlu dicatat bahwa koefisien limpasan dan kelembaban tanah tidak konstan dan berubah secara dinamis selama simulasi.
3. Evapotranspirasi
Untuk menghitung evapotranspirasi aktual di DAS, perlu menyediakan model sebagai input jangka panjang evapotranspirasi potensial bulanan rata-rata (PEm, m = 1 - 12). Untuk setiap hari dalam jangka waktu simulasi, evapotranspirasi potensial dihitung dengan mengurangi nilai potensial berdasarkan selisih antara suhu rata-rata di siang hari dan suhu jangka panjang bulanan rata-rata:
PEa = (1 + C (T - Tm)). PEm
Dimana: PEa = evapotranspirasi potensial (L); T = suhu arian (θ); Tm = suhu bulanan rata-rata (θ); PEm= evapotranspirasi potensial bulanan (L); C = parameter model (1/θ).
Parameter model (C) yang digunakan untuk meningkatkan kinerja model ketika suhu harian rata-rata menyimpang dari jangka panjang artinya kelembaban tanah dan perhitungan evapotranspirasi aktual digabungkan melalui penggunaan Titik layu permanen (PWP). Persamaan di bawah ini menunjukkan hubungan antara kelembaban tanah dan evapotranspirasi aktual:
Dimana Ea : evapotranspirasi actual (L), PWP : titik layu permanen (L). Persamaan di atas menunjukkan bahwa ketika kelembaban tanah di atas PWP evapotranspirasi aktual terjadi pada tingkat yang sama dengan evapotranspirasi potensial. PWP adalah kelembaban tanah batas untuk evapotranspirasi, artinya bahwa ketika kelembaban tanah kurang dari PWP evapotranspirasi aktual lebih kecil. Dengan kata lain, Persamaan di atas mengurangi jumlah evapotranspirasi karena kurangnya ketersediaan kelembaban tanah di bawah PWP. Gambar 3 menggambarkan hubungan antara evapotranspirasi aktual dan PWP yang dijelaskan dalam Persamaan di atas.
Gambar 3. Hubungan antara evapotranspirasi actual dan PWP
Gambar di atas menunjukkan bahwa ketika PWP mendekati kapasitas lapangan, evapotranspirasi aktual akan lebih tinggi dan sebaliknya berdasarkan pengamatan parameter model C dan PWP dapat diperkirakan melalui kalibrasi model.
4. Runoff
Bagian ini memperkirakan limpasan di outlet DAS berdasarkan konsep reservoir. Sistem ini terdiri dari dua waduk, secara skematis digambarkan pada Gambar. 4. Waduk pertama memodelkan aliran permukaan, sedangkan waduk kedua digunakan untuk mensimulasikan aliran dasar (kontribusi air tanah).
Gambar. 4 Konseptual waduk digunakan untuk memperkirakan respon limpasan
Dari sudut pandang temporal, waduk pertama dan kedua mensimulasikan proses bawah permukaan. Waduk secara langsung terhubung satu sama lain melalui penggunaan tingkat perkolasi konstan (Qperc). Seperti ditunjukkan dalam gambar, ada dua outlet (Q0 dan Q1) satu di setiap waduk. Bila tingkat air di reservoir atas melebihi nilai ambang L, limpasan terjadi dengan cepat dari waduk atas (Q0).