Nasionalisme Pangan Profesor Go Ban Hong

16 February 2024 02:44:58 Dibaca : 34 Kategori : Soil Scientist from Gorontalo

Nasionalisme Pangan Profesor Go Ban Hong

Selasa, 09 Sep 2014 16:30 WIB,   1,004x

Oleh: J Anto. Menjadi Soekarnois tak selalu identik dengan menjadi anggota atau kader dari partai politik atau ormas yang mengusung ideologi Soekarnoisme. Seorang yang disebut Soekarnois juga tak mesti pernah memiliki pertalian politik saat presiden pertama itu berkuasa. Bahkan tak mesti pula berasal dari trah biologis Soekarno itu sendiri.

Prof. Dr. Go Ban Hong jelas bukan seorang Soekarnois dalam arti ideologis seperti itu. Ia hanya seorang Guru Besar. Seorang ilmuwan yang mendedikasikan sebagian besar hidup dan ilmunya untuk pertanian, khususnya bidang penelitian ilmu tanah untuk pengem­bangan pertanian pangan.

Sebuah pilihan karier yang tergolong "sunyi" (dari publikasi media massa), "kering" (dari materi), namun mampu menerjemahkan idealismenya sebagai ilmuwan.

Jalan hidup Profesor Go, begitu ia dipanggil, setidaknya memang dipengaruhi oleh Soekarno. Lebih tepat lagi, ajaran Soekarno tentang kemandirian pangan. Perhatian pada isu ketahanan pangan inilah yang menautkan keduanya.

Tentang pikiran Soekarno terhadap pentingnya ketahanan pangan bagi suatu negara, menurut Andreas Maryoto (Maryoto: 2009) bisa diilacak dari tiga babak hidup Soekarno ketika menghadapi krisis pangan, mulai dari Soekarno muda hingga diturunkan sebagai presiden pada tahun 1967.

Sejumlah tulisan Soekarno muda yang terangkum dalam bukunya yang berjudul Di Bawah Bendera Revolusi menyiratkan kegelisahan Soekarno terhadap rakyat yang kesulitan pangan pada tahun 1932-1933. Salah satu topik yang sempat diperdebatkan adalah, "Mana jang lebih baik, beras atau djagung, dan mengapa?"

Bagi Prof Go sendiri, pengabdiannya terhadap pembangunan pertanian pangan bermula dari peristiwa 27 April 1952. Saat itu di Kampung Baranang Siang, Bogor, sebuah sejarah tengah ditoreh di lapangan pendidikan Indonesia. Presiden RI Dr. Ir. Soekarno meletakkan batu pertama pemba­ngunan kampus Fakultas Pertanian Univer­sitas Indonesia, yang kelak berubah menjadi Institut Pertanian Bogor (IPB).

Ada pidato Soekarno di situ. Pidato yang telah mengubah jalan hidup seorang Go Ban Hong, salah satu mahasiswa yang ikut menyaksikan acara itu. Ban Hong muda waktu itu merasa larut dalam alam pikiran Soekarno yang bicara tentang pentingnya penyediaan pangan bagi rakyat. Menurut Soekarno kecukupan pangan menentukan "mati hidupnya bangsa kita."

Dan masalah pangan menurut Soekarno hanya dapat diselesaikan oleh orang-orang yang sung­guh memahami persoalan pangan, berlatar belakang pendidikan pertanian dan pangan. Soekarno menge­tuk kesadaran pemuda Indonesia agar menempuh pendidikan pertanian di Bogor karena Indononesia saat itu sangat kekurangan kader di lapangan perta­nian dan peternakan.

Pidato Soekarno itu rupanya mampu mengge­rak­kan hati Ban Hong yang saat itu tengah me­nung­gu untuk diwisuda pada tahun berikutnya 1953. Ban Hong mengaku terkesan dengan seruan Bung Karno yang mene­gaskan pentingnya perta­nian tanah kering atau peladangan. Seruan itulah yang meman­tapkan hati­nya mendalami ilmu tanah dan menekuni profesi pene­liti ilmu tanah.

Keputusan Ban Hong mengabdi pada ilmu tanah selain didorong keinginan kuat mewu­judkan visi Bung Karno tentang kecukupan pangan juga didorong oleh munculnya kesadaran filo­sofis dirinya bahwa hidup mati manusia berada di atas tanah. Karena itu, pendalaman, pengemba­ngan, dan penerapan ilmu tanah sangat penting bagi kelangsungan hidup ma­nusia.

 

Penulis bekerja di Kajian Informasi, Pendidikan dan Penerbitan Sumatera (KIPPAS), Medan

sumber: https://analisadaily.com/berita/arsip/2014/9/9/62524/nasionalisme-pangan-profesor-go-ban-hong/#google_vignette