Mendorong Keberlanjutan UMKM Melalui Penerapan Ekonomi Manajerial
UMKM bukan sekadar sektor penopang, melainkan denyut nadi perekonomian Indonesia. Data terbaru dari Kementerian Koperasi dan UKM (2024) menunjukkan bahwa lebih dari 65 juta unit UMKM aktif beroperasi di berbagai sektor, menyumbang sekitar 61% dari Produk Domestik Bruto (PDB), dan menyerap 97% tenaga kerja nasional. Namun, di balik angka yang impresif ini, terdapat tantangan besar yang masih harus dihadapi yaitu lemahnya kemampuan manajerial dan minimnya penggunaan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan usaha.
Sebagai dosen yang aktif di bidang ekonomi dan manajemen, saya melihat bahwa penerapan ekonomi manajerial merupakan kebutuhan mendesak bagi UMKM, bukan lagi sekadar pilihan. Ekonomi manajerial mengajarkan bagaimana konsep-konsep ekonomi, seperti elastisitas permintaan, efisiensi biaya, analisis risiko, dan optimasi keuntungan, dapat diterapkan dalam praktik manajemen usaha sehari-hari. Ini bukan teori belaka namun perlu dijadikan panduan praktis yang dapat menyelamatkan banyak UMKM dari keputusan keliru.
Pentingnya Ekonomi Manajerial untuk UMKM
Pertama, ekonomi manajerial membantu pelaku usaha memahami bagaimana pasar bekerja. Dalam banyak kasus, pemilik UMKM menetapkan harga produk hanya berdasarkan biaya produksi dan ‘tebakan’ keuntungan, tanpa mempertimbangkan elastisitas permintaan atau harga pesaing. Padahal, dengan sedikit pelatihan dan pendekatan analisis, mereka bisa menetapkan harga yang lebih strategis dan kompetitif.
Kedua, konsep biaya marginal dan analisis break-even dapat digunakan untuk menentukan titik balik keuntungan usaha. Banyak pelaku UMKM belum memahami bahwa penambahan produksi tidak selalu membawa keuntungan jika tidak dihitung dengan cermat. Dengan penerapan analisis manajerial, pelaku usaha dapat mengetahui kapasitas produksi optimal dan meminimalisasi pemborosan.
Ketiga, dalam konteks yang lebih luas, ekonomi manajerial memberikan alat untuk perencanaan jangka panjang. Melalui teknik forecasting dan evaluasi investasi (NPV dan IRR), UMKM dapat merancang ekspansi usaha, diversifikasi produk, atau masuk ke pasar digital dengan pertimbangan yang matang dan berbasis data.
Tantangan Literasi Manajerial
Namun, tantangan terbesar dalam penerapan ekonomi manajerial di sektor UMKM adalah rendahnya literasi ekonomi dan manajemen. Survei LPEM FEB UI (2021) menyebutkan bahwa hanya 25% UMKM yang memiliki pencatatan keuangan yang layak, apalagi menggunakan proyeksi atau perencanaan bisnis formal. Banyak pelaku usaha yang masih mengandalkan pengalaman dan intuisi tanpa didukung data yang memadai.
Di sinilah peran kita sebagai akademisi dan pendidik sangat penting. Melalui pengabdian masyarakat, pelatihan, kuliah kewirausahaan, hingga kerjasama riset terapan, kita dapat menjembatani kesenjangan ini. Mahasiswa pun dapat dilibatkan dalam kegiatan magang, pendampingan digitalisasi UMKM, atau proyek konsultasi sederhana sebagai bagian dari implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Refleksi dan Harapan
Penerapan ekonomi manajerial bukan hanya membantu UMKM bertahan, tetapi juga tumbuh dan berdaya saing dalam pasar yang semakin kompleks. Dunia usaha saat ini bergerak cepat, ditandai oleh transformasi digital, perubahan preferensi konsumen, dan tuntutan efisiensi tinggi. Tanpa pendekatan ilmiah dan rasional dalam pengelolaan usaha, UMKM akan sulit berkembang secara berkelanjutan.
Sebagai dosen, saya percaya bahwa tugas kita tidak hanya mencetak sarjana, tetapi juga menciptakan dampak nyata di masyarakat. Menyebarluaskan pemahaman ekonomi manajerial kepada pelaku UMKM, baik secara langsung maupun melalui kurikulum yang aplikatif, adalah salah satu bentuk kontribusi nyata dalam pembangunan ekonomi nasional.
Mari kita dorong lebih banyak kolaborasi antara dunia kampus dan UMKM. Bukan sekadar transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai ruang tumbuh bersama dalam menjawab tantangan zaman.