ARSIP BULANAN : May 2023

Jenis dan Bentuk Kekerasan Seksual

08 May 2023 21:31:40 Dibaca : 322

Tahukah Anda?

Indikator yang menjadi penanda suatu hal sebagai kekerasan atau bukan adalah paksaan. Paksaan bisa hadir dalam dua hal, yakni dalam bentuk pemberian hukuman (punishment) ataupun iming-iming/bujuk rayu (rewards). Contoh tindakan paksaan dalam bentuk pemberian hukuman adalah saat korban diancam mendapatkan nilai yang buruk apabila tidak mengikuti keinginan pelaku. Adapun contoh paksaan dalam bentuk bujuk rayu adalah saat korban dijanjikan akan dibelikan gawai apabila ia mau melakukan hubungan seksual dengan pelaku.

Kekerasan seksual mencakup tindakan:

  1. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban;
  2. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;
  3. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual kepada korban;
  4. menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau membuat tidak nyaman;
  5. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban;
  6. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  7. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  8. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  9. mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
  10. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi (transaksi tidak terbatas pada transaksi uang, tetapi juga meliputi transaksi jabatan, angka kredit, prestasi, ataupun transaksi nilai lainnya) atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban;
  11. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
  12. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban;
  13. membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
  14. memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
  15. mempraktikkan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual;
  16. melakukan percobaan perkosaan, tetapi penetrasi tidak terjadi;
  17. melakukan perkosaan, termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
  18. memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi;
  19. memaksa atau memperdayai korban untuk hamil;
  20. membiarkan terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja (yang dimaksud sengaja adalah bertujuan untuk membuat seseorang mengalami kekerasan seksual); dan/atau
  21. melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya.

Banyak korban yang belum memiliki kapasitas diri atau pemahaman mengenai hak-haknya. Sebagai konsekuensinya, korban tidak memiliki kesempatan untuk membela dirinya. Korban merasa harus mengikuti keinginan pelaku yang sebetulnya bersifat pemaksaan.

Dalam beberapa kasus, pelaku melakukan kekerasan seksual melalui manipulasi dan bujuk rayu, seperti menjanjikan sesuatu kepada korban sehingga korban tidak menyadari kekerasan seksual yang dialami. Ditambah lagi jika pelaku memiliki otoritas yang membuat ketimpangan relasi kuasa makin menguat.

Sayangnya semua kondisi tersebut justru melahirkan sikap atau perspektif yang bersifat menghakimi korban. Akibat ketergantungan pada perspektif pihak yang lebih berkuasa dan dianggap lebih kredibel, pemakluman dan keberpihakan kepada pelaku kekerasan seksual masih kerap terjadi.

Bagikan! Semoga bermanfaat.

 

Sumber:

Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta 10270Telepon (021) 5746121, Faksimile (021) 5746121,

Laman https://puspeka.kemdikbud.go.id

ISBN: 978-623-7096-81-8