Jenis dan Bentuk Kekerasan Seksual

08 May 2023 21:31:40 Dibaca : 158

Tahukah Anda?

Indikator yang menjadi penanda suatu hal sebagai kekerasan atau bukan adalah paksaan. Paksaan bisa hadir dalam dua hal, yakni dalam bentuk pemberian hukuman (punishment) ataupun iming-iming/bujuk rayu (rewards). Contoh tindakan paksaan dalam bentuk pemberian hukuman adalah saat korban diancam mendapatkan nilai yang buruk apabila tidak mengikuti keinginan pelaku. Adapun contoh paksaan dalam bentuk bujuk rayu adalah saat korban dijanjikan akan dibelikan gawai apabila ia mau melakukan hubungan seksual dengan pelaku.

Kekerasan seksual mencakup tindakan:

  1. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban;
  2. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;
  3. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual kepada korban;
  4. menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau membuat tidak nyaman;
  5. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban;
  6. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  7. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  8. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
  9. mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
  10. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam korban untuk melakukan transaksi (transaksi tidak terbatas pada transaksi uang, tetapi juga meliputi transaksi jabatan, angka kredit, prestasi, ataupun transaksi nilai lainnya) atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban;
  11. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
  12. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban;
  13. membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
  14. memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
  15. mempraktikkan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual;
  16. melakukan percobaan perkosaan, tetapi penetrasi tidak terjadi;
  17. melakukan perkosaan, termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
  18. memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi;
  19. memaksa atau memperdayai korban untuk hamil;
  20. membiarkan terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja (yang dimaksud sengaja adalah bertujuan untuk membuat seseorang mengalami kekerasan seksual); dan/atau
  21. melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya.

Banyak korban yang belum memiliki kapasitas diri atau pemahaman mengenai hak-haknya. Sebagai konsekuensinya, korban tidak memiliki kesempatan untuk membela dirinya. Korban merasa harus mengikuti keinginan pelaku yang sebetulnya bersifat pemaksaan.

Dalam beberapa kasus, pelaku melakukan kekerasan seksual melalui manipulasi dan bujuk rayu, seperti menjanjikan sesuatu kepada korban sehingga korban tidak menyadari kekerasan seksual yang dialami. Ditambah lagi jika pelaku memiliki otoritas yang membuat ketimpangan relasi kuasa makin menguat.

Sayangnya semua kondisi tersebut justru melahirkan sikap atau perspektif yang bersifat menghakimi korban. Akibat ketergantungan pada perspektif pihak yang lebih berkuasa dan dianggap lebih kredibel, pemakluman dan keberpihakan kepada pelaku kekerasan seksual masih kerap terjadi.

Bagikan! Semoga bermanfaat.

 

Sumber:

Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta 10270Telepon (021) 5746121, Faksimile (021) 5746121,

Laman https://puspeka.kemdikbud.go.id

ISBN: 978-623-7096-81-8

Petunjuk Kerja Penyelesaian Proyek

01 April 2023 16:53:52 Dibaca : 424

Para mahasiswa yang budiman, untuk memudahkan kelompok tim Anda dalam menyelesaikan suatu proyek yang ditugaskan. Maka penting untuk memahami setiap tahapan prosedur kerja yang perlu anda lakukan. Tahapan tersebut akan termuat dalam 5 (lima) aktivitas antara lain:

  1. Aktivitas pertama: memahami Rencana Final Project Tim yang tersaji berdasarkan beberapa pertanyaan mendasar.
  2. Aktivitas kedua: mendesain perencanaan proyek dengan memahami masalah yang ada; membangun peluang, mengeksplorasi data, membingkai masalah, dan menghasilkan ide.
  3. Aktivitas ketiga: menyusun jadwal dengan menyiapkan rangkaian tindakan untuk; mengembangkan solusi, dan membangun penerimaan.
  4. Aktivitas keempat: monitoring dan pelaksanaan proyek; mahasiswa melakukan praktek pembuatan produk desain pembelajaran yang inovatif.
  5. Aktivitas kelima: penilaian dan evaluasi pengalaman belajar; presentasi produk proyek akhir yang dihasilkan, melakukan refleksi dan revisi terhadap hasil karyanya sesuai dengan masukan dan saran ketika peer review, dan melakukan publikasi hasil karya dengan melaporkan secara tertulis dengan melampirkan produk proyek akhir output pemecahan masalah yang dihasilkan.

Dalam menghasilkan produk proyek yang sesuai dengan tema kasus masalah yang dibahas, maka sangat diperlukan pengorganisasian idea oleh masing-masing tim atau kelompok. Oleh karena itu, selama menjalankan kelima aktivatas di atas Anda bersama tim dapat menggunakan prosedur pemecahan masalah kreatif atau disebut CPS (Creative Problem Solving). Prosedur ini bertujuan untuk memungkinkan Anda sebagai pembelajar dapat menghadapi tantangan pada kehidupan nyata secara kreatif dan berhasil. Prosedur CPS dapat berperan sebagai proses untuk pemecahan masalah secara bertahap dengan bantuan kerangka kerja yang sistematis. CPS merupakan model representatif untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, yang efektif merangsang pemikiran divergen dan konvergen untuk menemukan solusi kreatif dan memungkinkan pembelajaran bermakna dengan memanfaatkan alat pendukungnya. Dengan demikian, proses implementasi CPS dimaksudkan untuk memudahkan Anda dalam menemukan ide sebagai solusi pemecahan masalah, khususnya dalam mendesain pembelajaran yang inovatif untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di sekolah. Tahapan utama dari proses CPS terdiri dari memahami masalah, menghasilkan ide, dan menyiapkan tindakan.

Adapun sistem operasional untuk penerapan tiga komponen proses tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut;

  1. Membangun peluang dengan cara mengidentifikasi tujuan, tantangan, dan peluang yang luas serta menetapkan arah untuk pemecahan masalah dan berfokus pada kemungkinan peluang dan tantangan.
  2. Mengeksplorasi data, kegiatan utama pebelajar pada tahapan ini yaitu meneliti tugas dengan cermat dan memutuskan fokus utama CPS. Kegiatan ini akan menghasilkan proses berpikir tingkat tinggi bagi siswa, yaitu dengan kemampuan berpikir kritis. Sehingga pebelajar dapat menelusuri dan mengidentifikasi data yang fokus pada tujuan utama. Pada tahap ini pebelajar dapat mengakses data dari berbagai sumber media digital dan aktivitas belajar yang telah disajikan oleh pendidik baik secara mandiri (Personal Asinkronous Mode) untuk menemukan dan memahami masalah utama yang akan dibahas.
  3. Membingkai masalah, kegiatan pebelajar pada tahapan ini yaitu menyusun berbagai pernyataan masalah dan pebelajar dapat memilih masalah dari alternative masalah yang ada. Tahap ini pebelajar dapat berdiskusi secara online (Colaboratif Asinkronous Mode) antar anggota tim untuk memutuskan suatu masalah utama yang akan dibahas.
  4. Menghasilkan ide, tahapan ini adalah kegiatan pebelajar untuk menghasilkan ide-ide baru dan beragam yang berkaitan dengan pernyataan masalah. Proses kegiatan yang dapat dilakukan oleh pebelajar yaitu melakukan proses pencarian ide dan mengubahnya menjadi solusi pemecahan masalah melalui diskusi kelompok secara kolaboratif (Colaboratif Asinkronous Mode).
  5. Mengembangkan solusi merupakan proses untuk membentuk solusi potensial dengan meningkatkan berbagai kemungkinan yang menjanjikan. Proses ini, pebelajar akan menganalisis dan menyempurnakan kemungkinan-kemungkinan yang dihasilkan dengan melakukan diskusi kelompok secara kolaboratif (Colaboratif Asinkronous Mode) melalui bimbingan langsung pendidik.
  6. Membangun penerimaan, mengeksplorasi solusi potensial dan mengidentifikasi dukungan dan hambatannya untuk menemukan solusi yang dapat diterapkan. Proses ini pebelajar akan mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan dengan mendiskusikan pendapat-pendapat mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah. Sehingga selanjutnya dapat mengubah kemungkinan yang paling menjajikan menjadi solusi. Tahap ini dapat dilakukan melalui studi mandiri (Personal Asinkronous Mode).

Catatan:

Untuk memudahkan kelompok Anda dalam mengerjakan project ini melalui langkah-langkah kerja creative problem solving (CPS); memahami masalah, menghasilkan ide, dan menyiapkan tindakan, gunakanlah secara mandiri atau kelompok aktivitas berpikir divergen dan konvergen dengan menggunakan alat berpikir, seperti brainstorming, HIT, PMI, evaluasi matriks, dan atribut listing. Adapun bentuk alat berpikir yang dapat digunakan sebagai berikut;

Divergent thinking

Brainstorming: Brainstorming adalah teknik untuk pembuatan daftar ide dengan cara yang kreatif melalui ruang diskusi yang ramah dan terbuka. Tujuan dari brainstorming adalah untuk menghasilkan ide sebanyak mungkin dalam waktu singkat. Alat utama dalam brainstorming adalah membuat jurnal. Dengan membuat jurnal dapat menjadi cara yang efektif untuk merekam ide-ide yang dipikirkan secara spontan. Dengan membuat jurnal, dapat mengumpulkan pemikiran yang nantinya menjadi daftar sumber ide. Selama proses brainstorming, semua ide dicatat dan tidak ada ide yang diabaikan atau dikritik. Setelah daftar panjang ide dihasilkan, seseorang dapat kembali dan meninjau ide untuk mengkritisi kekurangan atau kelebihannya. Apabila Anda ingin menghasilkan ide terbaik melalui brainstorming, sebaiknya terapkan beberapa tips ini agar lebih maksimal dalam menemukan ide yang berkualitas. Contoh implementasi metode brainstorming, dapat terapkan melalui teknik meeting brainstorming pada sistem rapat elektronik. Adapun langkah kerja dari metode tersebut, dapat dilihat disini.

Convergent thinking

  1. HIT: HIT digunakan untuk mempersempit ide dari banyaknya ide yang ditawarkan dengan memberikan tanda centang pada ide yang paling sesuai. Contoh format HIT disini.
  2. PMI (Plus, Minus, and Interesting): PMI digunakan untuk memverifikasi solusi untuk suatu masalah dengan menganalisis beberapa ide atau berfokus pada prinsip. (P adalah singkatan dari Plus untuk menandai sebuah ide yang pro, M adalah singkatan dari Minus untuk menandai ide yang kontra, I adalah singkatan dari Interesting untuk menandai ide yang menarik). Lebih lanjut penjelasan dan langkah kerja penggunaan alat berpikir PMI dapat dilihat disini. Format PMI dapat di unduh pada laman ini.
  3. Evaluation Matrix: Evaluasi matriks digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan beberapa ide berdasarkan kriteria evaluasi yang ditetapkan sehingga dapat membuat pilihan yang tepat dan sesuai. Evaluasi matriks merupakan formulasi pengambilan keputusan yang sangat berguna, ketika ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, alat ini menghilangkan ketidakpastian dan subjektivitas dari pengambilan keputusan Anda. Hal ini memungkinkan Anda untuk mengetahui dengan jelas keputusan mana yang paling masuk akal untuk dibuat. Penjelasan lengkap terkait penggunaan evaluasi matriks dapat dipelajari disini. Untuk menggunakan alat ini, Anda dapat memanfaatkan aplikasi bernama Ruminate. Aplikasi ini memiliki fasilitas lengkap untuk membuat matriks perhitungan dalam pengambilan keputusan. Contoh hasil penggunaan aplikasi Ruminate dapat lihat pada laman ini.
  4. Attribute Listing: Atribut listing merupakan alat berpikir yang membantu untuk menemukan ide baru yang dapat dirubah sebagai solusi kongkrit dengan cara membuat daftar dan menganalisis semua atribut tersebut sebagaimana dengan masalah yang dihadapi, lebih lanjut penjelasannya dan contoh penggunaan attribute listing disini. Format atribut listing dapat di download pada laman ini.

Pertanyaan mendasar ?

Bayangkan anda bekerja dalam satu kelompok desain pembelajaran !

Setiap tim tersebut diminta merancang pembelajaran Biologi di Sekolah untuk satu kali pertemuan dengan beberapa pencapaian yang disesuaikan dengan silabus. Pembelajaran tersebut dirancang dalam konteks tertentu dengan situasi dan kondisi tertentu. Sehingga strategi pembelajaran seperti apa yang menurut tim anda paling tepat ?

  1. Seperti apakah konteks dan karakteristik masalah pembelajaran yang dihadapi?
  2. Seperti apa karakteristik tujuan pembelajaran yang ingin dicapai?
  3. Model pedagogik apa saja yang paling relevan digunakan?
  4. Model, pendekatan, strategi, metode, media dan teknologi belajar seperti apa yang paling sesuai?

 Apa projectnya ?

Secara berkelompok membuat perangkat pembelajaran untuk 1 kali pertemuan dalam suatu konteks tertentu yang dipilih dan ditentukan sendiri oleh setiap kelompok.

 

Dunia terus berubah dan bergerak lebih cepat, revolusi industri 4.0 menjadi parameter perubahan yang terjadi seiring dengan kebutuhan perkembangan teknologi. Perubahan ini tak luput untuk mempengaruhi dunia pendidikan. Sehingga mengharuskan perubahan dan penyesuaian pola pembelajaran yang lebih inovatif. Kondisi learning emergency akibat pandemi Covid-19 telah mempercepat proses perubahan tersebut. Selain itu, munculnya ancaman learning loss dan resiko yang dapat ditimbulkannya. Perubahan ini memberikan kebutuhan pembelajaran dimasing-masing Perguruan Tinggi semakin bertambah dengan menyesuaikan kondisi setiap institusi yang berbeda-beda. Sehingga hal ini membutuhkan pendekatan yang berbeda pula. Problematika ini menjadi perhatian semua pemangku kepentingan, khususnya di Perguruan Tinggi. Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu di setiap Perguruan Tinggi merupakan salah satu lembaga yang dapat mengambil peran untuk merespon perubahan-perubahan tersebut. Dengan perannya sebagai pelopor inovasi pembelajaran dan penjaminan mutu. Untuk mewujudkan itu, maka diperlukan kolaborasi sinergis dengan peran pengembang teknologi pembelajaran sebagai manajerial yang patut diambil dalam kebijakan pembelajaran masa kini dan masa depan. Melalui peran PTP tersebut akan menjawab perkembangan kebutuhan dan pengembangan inovasi pembelajaran di Perguruan Tinggi.

Peran pengembang teknologi pembelajaran (PTP) menjadi jabatan funsional yang memiliki fungsi dan pekerjaan banyak untuk merespon perubahan kebutuhan pembelajaran seiring perkembangan teknologi. Dalam mancapainya, maka diperlukan penyiapan pengembang teknologi pembelajaran yang relevan dan mudah diterapkan dengan kebutuhan belajar di masing-masing institusi pendidikan. Penyiapan ini harus dapat benar-benar memberikan efektivitas terhadap hasil belajar dan juga tentunya mempengaruhi keterlibatan dan pengalaman belajar mahasiswa yang sesuai dengan kondisi dan situasi lingkungannya.

Salah satu indikator kinerja utama yang dituntut kepada dosen dalam praktek perkuliahan yaitu terkait implementasi pembelajaran partisipatif (Case Base Learning) dan pembelajaran kolaboratif (Project Base Learning). Kedua pendekatan pembelajaran ini mengarahkan pembelajaran yang terpusat pada mahasiswa dengan tujuan untuk mempromosikan pengalaman (learning experience) dan keterlibatan (learning engagement) pada mahasiswa. Namun dalam menyiapkan model pembelajaran ini, terkadang sulit untuk menentukan kapan kedua pendekatan tersebut dapat digunakan pada role pembelajaran kita diperkuliahan. Untuk memudahkan menyiapkan kedua pendekatan pembelaharan ini, dapat mengikuti sebuah framework yang disebut desain mundur (Backward Design) dalam buku McTighe & Wiggins, 2012 yang berjudul "Understanding by Design". Selengkapnya penjelasan desain ini dapat dilihat disini. Selanjutnya; Bagaimanakah kaitan dari desain tersebut dalam konteks mengembangkan RPS berbasis OBE? Berikut saya membagikan hasil konstruksi sebuah framework yang akan memudahkan setiap dosen dalam menentukan kapan akan menggunakan pendekatan CBL atau PjBL pada pembelajaran kita. 

 

Dalam menentukan pembuktian yang menunjukkan bahwa mahasiswa telah mampu menguasai kemampuan tersebut, maka perlu kita mengenali 3 tipe penilaian. 

3 Type of assessment:

  1. Selected Response: untuk penilaian seperti pilihan ganda (objekti test, menjodohkan, memasangkan, dll)
  2. Constructed Response: untuk penilaian yang meminta mahasiswa mengkonstrak suatu jawaban dari suatu kasus yang diberikan (CBL).
  3. Authentic Response: untuk penilaian yang meminta mahasiswa menetukan suatu unjuk kerja nyata (proyek) pada suatu implementasi ide (PjBL).

 

Video penjelasan selengkapnya disini.