Konseling Karir Trait and Factor

31 March 2024 08:47:29 Dibaca : 673

Konseling Karir Trait and Factor

Oleh: Maryam Rahim

Meskipun dalam perkembangannya teori konseling trait and factor telah digunakan dalam lingkup yang lebih luas, namun lebih awal teori ini difokuskan pada segi vokasional atau pekerjaan (Arnold, 1997; Gothard, 2001; Sciarra, 2003; Brown & Let, 2005; Kidd, 2006; Perry & Zark, 2006, Zunker, 2006, Gybson & Mitchell, 2008; Gysbers, et.al, 2014, Surya, 2003; Sinring, 2011), sehingga disebut konseling karir trait and factors. Career guidance in education is still primarily based on the trait and-factor approach (Irving & Malik, 2005; Watts & Sultana, 2004). In this approach, focus is placed on achieving the best possible match between the skills of an individual and the ‘‘right’’ education, training or job opportunities (Meijers; Kuijpers; & Gundy; 2012). Teori trait and factor sering disebut konseling direktif atau konseling yang berpusat pada konselor.

Menurut teori ini kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Sifat atau faktor dimaksud seperti kecakapan, minat, sikap dan temperamen. Perkembangan kemajuan individu mulai dari masa bayi hingga dewasa diperkuat oleh interaksi sifat dan faktor. Hal yang mendasar bagi konseling trait and factor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar untuk pengembangan potensinya. Pencapaian penemuan diri menghasilkan kepuasan intrinsik dan memperkuat usaha untuk mewujudkan diri (Surya, 2003;3).

Williamson sebagai tokoh utama dalam teori ini (Surya, 2003; Sinring, 2011) berpendapat bahwa landasan konsep konseling modern adalah terletak pada asumsi individualitas yang unik dari setiap anak dan identifikasi keunikan tersebut dengan menggunakan pengukuran obyektif. Berdasarkan hasil identifikasi tentang sifat dan faktor individu, konselor dapat membantunya dalam memilih program studi, mata kuliah, perguruan tinggi secara rasional serta membuat perkiraan keberhasilan di masa yang akan datang. Selanjutnya dikatakan bahwa tugas konseling trait and factor adalah membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir.

Proses konseling trait and factor terdiri dari 5 (lima) tahap utama (Arnold, 1997; Gothard, 2001; Sciarra, 2003; Brown & Let, 2005; Kidd, 2006; Perry & Zark, 2006, Gybson & Mitchell, 2008; Gysbers, et.al, 2014, Surya,2003; Sinring,2011), yaitu: tahap pertama, yakni tahap analisis, merupakan tahapan kegiatan yang terdiri dari pengumpulan informasi dan data mengenai konseli. Sebelum konseling dilaksanakan, baik konseli maupun konselor harus mempunyai informasi yang dapat dipercaya, tepat dan relevan untuk mendiagnosa pembawaan, minat, motif, kesehatan jasmani, keseimbangan emosional dan sifat lain, yang memudahkan atau mempersulit penyesuaian yang memuaskan baik di sekolah maupun dalam pekerjaan. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat seperti: catatan kumulatif, wawancara, format distribusi waktu, otobigrafi, catatan anekdot, tes psikologi, studi kasus; tahap kedua, yakni tahap sintesis, merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikan rupa sehingga menunjukkan bakat konseli, kelemahan serta kekuatannya, dan kemampuan penyesuaian diri; tahap ketiga, yakni tahap diagnosis, untuk menemukan ketetapan dan pola yang dapat mengarahkan kepada permasalahan, sebab-sebabnya, serta sifat-sifat konseli yang relevan dan berpengaruh kepada proses penyesuaian diri. Diagnosis meliputi tiga langkah penting ialah: (1) identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif, (2) menentukan sebab-sebab, yang mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang dapat menerangkan sebab-sebab gejala. Konselor menggunakan intuisinya yang dicek oleh logika, oleh reaksi klien dan oleh uji coba dari program kerja berdasarkan diagnosa sementara, dan (3) prognosis, yakni menentukan kemungkinan keberhasilan pada masa yang akan datang berdasarkan hasil diagnosis; tahap keempat, yakni tahap konseling, merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan sumber diri sendiri maupun sumber di luar dirinya, baik di lembaga atau sekolah dan masyarakat dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuannya. Dalam kaitan ini ada lima jenis sifat konseling ialah: (a) belajar terpimpin menuju pengertian diri, (b) mendidik kembali atau mengajar kembali sesuai dengan kebutuhan individu sebagai alat untuk mencapai tujuan kepribadiaanya dan penyesuaian hidupnya, (c) bantuan pribadi dan konselor supaya konseli mengerti dan terampil dalam menerapkan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, (d) mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif, (e) mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran; dan tahap kelima, yakni tahap tindak lanjut, mencakup bantuan kepada konseli dalam menghadapi masalah baru dengan mengingatkannya kepada masalah sumbernya sehingga menjamin keberhasilan konseling. Teknik yang digunakan konselor harus disesuaikan dengan individualitas konseli, mengingat bahwa tiap individu unik sifatnya, sehingga tak ada teknik yang baku yang berlaku untuk semua.