Korelasi Kebahagiaan dengan Penggunaan Media Sosial
Korelasi Kebahagiaan dengan Penggunaan Media Sosial
Oleh: Maryam Rahim
Saat ini, penggunaan media sosial sepertinya telah menjadi sebuah kebutuhan, dalam hal ini penggunaan media sosial menjadi sarana untuk memnuhi kebutuhan sosial manusia, seperti kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang, diterima dan menjadi bagian dari komunitas. Terpenuhinya kebutuhan ini tentu saja akan menumbuhkan perasaan bahagia. Oleh sebab itu dapat diasumsikan adanya korelasi antara kebahagiaan dengan penggunaan media sosial, seperti FaceBook, What’sApp, Instagram, Tiktok, dan lainnya. Mencermati beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa korelasi antara penggunaan media sosial dan kebahagiaan bisa bervariasi, tergantung pada bagaimana dan seberapa sering seseorang menggunakan media sosial, serta bagaimana perasaan atau efek yang dirasakan dari interaksi tersebut. Korelasi tersebut dapat bersifat positif dan juga bersifat negatif.
1. Korelasi positif:
Penggunaan media sosial memberikan efek positif terhadap kebahagiaan:
a. Terjadinya koneksi sosial; media sosial memungkinkan orang untuk tetap terhubung dengan teman, keluarga, dan orang-orang dengan minat yang sama, yang dapat meningkatkan rasa kebahagiaan karena terciptanya hubungan sosial dan dukungan emosional.
b. Pencapaian dan pengakuan; media sosial dapat memberikan platform bagi individu untuk berbagi pencapaian mereka, mendapatkan pengakuan, atau bahkan memberi mereka perasaan prestasi dan kebanggaan melalui respon like, komentar, atau pengikut.
c. Informasi dan hiburan; media sosial menyediakan akses cepat ke informasi dan hiburan yang bisa meningkatkan mood dan memberikan kesenangan.Salah satu penelitian yang dilakukan pada remaja pengguna aplikasi TikTok menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas penggunaan TikTok, semakin tinggi pula tingkat kebahagiaan yang dirasakan, dengan kontribusi sebesar 45,6% dari variasi kebahagiaan yang diamati (Sinurat, Intan Astraphia, Br; 2024).
2. Korelasi negatif:
Penggunaan media sosial memberikan efek negative terhadap kebahagiaan:
a. Perbandingan sosial; media sosial seringkali menunjukkan gambaran yang tidak realistis tentang kehidupan orang lain, yang dapat menyebabkan perasaan tidak puas, kecemburuan, atau rasa rendah diri. Ini dikenal dengan fenomena "perbandingan sosial" yang dapat menurunkan kebahagiaan. Hasil penelitian (Rahmad, SA dan Kirana, Aulia, 2023) yang mengindikasikan bahwa perilaku perbandingan sosial yang dilakukan di media sosial dapat menurunkan tingkat kepuasan hidup. Studi pada pengguna media sosial usia dewasa awal menunjukkan bahwa semakin tinggi perilaku perbandingan sosial, semakin rendah tingkat kepuasan hidup yang dirasakan
b. Ketergantungan dan kecanduan; penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan ketergantungan yang disebut FOMO (Fear of Missing Out), yang mengarah pada stres, kecemasan, dan berkurangnya kualitas tidur, yang semuanya bisa berdampak buruk pada kebahagiaan.c. Cyberbullying dan konflik; media sosial juga bisa menjadi tempat terjadinya perilaku negatif, seperti perundungan siber (cyberbullying) atau perdebatan yang bisa menyebabkan stres dan perasaan tidak bahagia. Pengaruh media sosial terhadap kebahagiaan sangat bergantung juga pada cara penggunaannya. Jika digunakan dengan bijak, media sosial bisa meningkatkan kebahagiaan melalui koneksi sosial dan hiburan. Namun, jika digunakan secara berlebihan atau dengan tujuan yang tidak sehat, media sosial dapat menurunkan kebahagiaan.
Referensi:
Sinurat, Intan Astraphia, Br. 2024. Pengaruh Intensitas Pengguna Aplikasi Tiktok terhadap Kebahagiaan Remaja. https://repository.usu.ac.id
Rahmad, SA dan Kirana, Aulia. 2023. Social Comparison dan Life Satisfaction pada Dewasa Awal Pengguna Media Sosial. Merpsy Journal Vol. 15 No. 2 November 2023.
Membanguan Resiliensi Remaja Menghadapi Dampak Negatif Pergaulan
Membanguan Resiliensi Remaja Menghadapi Dampak Negatif Pergaulan
Oleh: Maryam Rahim
Masa remaja merupakan periode transisi yang penuh dengan perubahan fisik, emosional, dan sosial. Pada tahap ini, remaja cenderung mencari identitas diri dan kemandirian sosial, sering kali dengan mencoba berbagai bentuk pergaulan. Namun, tidak semua pengaruh dalam pergaulan membawa dampak positif. Tekanan dari teman sebaya, paparan terhadap gaya hidup yang tidak sehat, serta pengaruh media sosial yang tidak terkontrol dapat menjadi tantangan serius bagi perkembangan remaja. Pergaulan bebas di kalangan remaja dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang signifikan. Beberapa dampak tersebut seperti: (a) penurunan prestasi akademis: keterlibatan dalam pergaulan bebas sering kali mengalihkan fokus remaja dari pendidikan, yang berujung pada menurunnya prestasi belajar, bolos sekolah, hingga putus sekolah; (b) masalah kesehatan kisik: perilaku berisiko seperti seks bebas dapat menyebabkan penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan. Selain itu, penggunaan narkoba dan alkohol meningkatkan risiko kecelakaan dan masalah kesehatan jangka panjang; (c) gangguan kesehatan mental: tekanan untuk mengikuti perilaku negatif dalam pergaulan dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi pada remaja; (d) perubahan karakter dan perilaku menyimpang: pergaulan bebas dapat mengubah karakter remaja menjadi negatif, seperti terlibat dalam kenakalan remaja, bullying, dan perilaku menyimpang lainnya; (e) hubungan sosial yang buruk: remaja yang terlibat dalam pergaulan bebas cenderung memiliki hubungan yang buruk dengan keluarga dan teman-teman yang positif, yang dapat menyebabkan isolasi sosial.
Untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, resiliensi menjadi aspek penting yang harus diperkuat dalam diri remaja. Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit, dan beradaptasi dalam menghadapi tekanan atau situasi sulit. Dengan memiliki resiliensi yang baik, remaja dapat lebih bijak dalam memilih lingkungan pergaulan serta mampu menghadapi pengaruh negatif tanpa terjerumus dalam perilaku yang merugikan. Dengan memahami dan menerapkan langkah-langkah yang tepat, diharapkan remaja dapat tumbuh menjadi individu yang kuat, mandiri, dan mampu membuat keputusan yang positif bagi masa depan mereka.
Pentingnya resiliensi dalam menghadapi tantangan hidup, termasuk tantangan dalam pergaulan di kalangan remaja dianggap layak, didasarkan pada beberapa kajian dan hasil penelitian. Hasil kajian Johanna, dkk (2023) menyimpulkan ketika individu, keluarga, komunitas dan masyarakat serta bangsa memiliki resiliensi dan memiliki kualitas hidup yang sehat, maka bangsa pun kembali pulih dan menjadi kuat kembali. Hasil penelitian Santoso dan Huwae (2023) bahwa resiliensi berhubungan positif signifikan dengan kebermaknaan hidup remaja broken home. Resiliensi memberi sumbangsi sebesar 9,2% terhadap kebermaknaan hidup. Demikian pula hasil penelitian Mangestuti, dkk (2020) bahwa resiliensi berpengaruh secara langsung dan tidak langsung melalui optimisme terhadap kesehatan mental mahasiswa. Penerapan resiliensi yang baik dapat membantu meningkatkan kebermaknaan hidup yang yang dijalani oleh remaja broken home. Kajian ini memperkuat pandangan kepemilikan resiliensi dibutuhkan oleh setiap orang termasuk remaja untuk menghadapi tekanan masalah ataupun tekanan hidup. Resiliensi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebagaimana kajian yang dilakukan oleh Hertinjung, dkk; (2022) bahwa resiliensi memiliki korelasi dengan faktor-faktor eksternal seperti regulasi emosi, optimisme, dan dukungan keluarga. Hasil penelitian Kusuma Putri dan Priyatama (2024) menyimpulkan bahwa mindset dan resiliensi memiliki hubungan positif yang signifikan, semakin siswa memiliki growth mindset, semakin tinggi resiliensinya.
Tulisan ini menyimpulkan, semakin tinggi resiliensi remaja maka semakin kuat ketahanan mentalnya dalam menghadapi pengaruh negatif dari pergaulan dengan teman sebayanya dan dengan anggota masyarakat pada umumnya. Bahkan remaja akan mampu bangkit kembali ketika mengalami keterpurukan akibat pergaulan di lingkungan sosialnya.
Kategori
- Masih Kosong
Arsip
Blogroll
- Masih Kosong