Bimbingan dan Konseling dalam Konteks Pendidikan Berbasis Budaya

26 May 2024 19:11:14 Dibaca : 158

Bimbingan dan Konseling dalam Konteks Pendidikan Berbasis Budaya

Oleh:

Maryam Rahim; Wenny Hulukati

 

1. Pendahuluan

            Pendidikan dipandang sebagai wahana pelestarian budaya, pendidikan diharapkan mampu mengembangkan, memelihara, dan melestarikan budaya. Untuk merealisasikan harapan ini maka konsep dan praktik pendidikan yang dilaksanakan adalah pendidikan berbasis budaya. Fenomena yang menunjukkan semakin tergerusnya budaya nasional dan daerah di negara-negara tertentu termasuk Indonesia mengisyaratakan urgensi pendidikan dalam konteks pelestarian budaya bangsa atau pendidikan berbasis budaya.

            Pendidikan dan budaya memiliki hubungan timbal balik, di mana pendidikan merupakan usaha kebudayaan, dan sebaliknya pendidikan menjadi sarana bagi para siswa mengenal, memahami, dan mencintai budaya yang berimplikasi pada pelestarian budaya; dengan kata lain pendidikan merupakan sarana untuk melestarikan budaya, baik budaya nasional maupun budaya daerah. Pendidikan harus mampu menyadarkan, bahwa tingginya tingkat pendidikan seseorang tidak akan meninggalkan budaya daerahnya, baik budaya daerah asal maupun budaya di mana dia berada. Dengan demikian budaya daerah tidak akan tergantikan atau terhapuskan oleh budaya lain yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya yang menjadi kebanggaan dan ciri khas setiap daerah, yang juga merupakan kekayaan budaya nasional.

            Bimbingan dan konseling sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan tentu saja turut memiliki peranan penting dalam pelestarian budaya. Layanan bimbingan dan konseling tidak saja terbatas pada pemberian layanan dengan memperhatikan kondisi budaya konseli, tetapi juga berperan dalam memperkenalkan dan memberikan pemahaman tentang berbagai aspek budaya di setiap daerah yang menjadi latar belakang kehidupan konseli. Melalui peran ini maka berarti layanan bimbingan dan konseling turut melestarikan budaya nasional maupun budaya daerah suatu bangsa.

 

2. Bimbingan dan Konseling dalam Sistem Pendidikan di Sekolah

         Sistem pendidikan di sekolah telah dikembangkan dalam 3 (tiga) sub sistem/komponen, yang meliputi komponen administrasi (administration), komponen pengajaran (instruction) dan komponen pemberian bantuan atau pembinaan siswa(pupil/student personal service), termasuk di dalamnya pelayanan bimbingan dan konseling. Ketiga komponen ini bersinergimenurut fungsinya masing-masinguntuk pencapaian tujuan pendidikan, yang mencakup tiga domain/aspek yang secara bersama-sama merupakan suatu kebulatan yakni komponen kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk mencapai tujuan tersebut belumlah cukup hanya melalui bidang pengajaran, meskipun disadari bidang pengajaran (instruction) merupakan bidang utama dalam keseluruhan pendidikan di sekolah. Sebagaimana dikemukakan oleh Winkel dan Hastuti (2004): ”bahwa bidang pengajaran dan administrasi belum cukup mampu untuk memberikan pelayanan kepada siswa, maka dibutuhkan bidang lain yang khusus memperhatikan perkembangan siswa masing-masing, bidang itu adalah bimbingan dan konseling”.

            Komponen administrasi pendidikan sekolah berfungsi untuk mengatur kerja sama antara manusia dalam lembaga sekolah dengan pendayagunaan penunjang non manusia secara efektif dan efisien, yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengawasan. Komponen pengajaran melaksanakan policy sekolah menurut kurikulum yang telah ditentukan. Komponen bimbingan dan konseling menjalankan fungsinya dalam bentuk memberikan pelayanan kepada siswa yaitu membantu siswa untuk mengambil manfaat semaksimal mungkin dari pendidikannya atau membantu siswa untuk berkembang secara optimal. Dengan demikian dapat dimaknai apabila salah satu di antara ketiga komponen ini tidak berfungsi secara efektif, maka akan berpengaruh pada proses pendidikan di sekolah itu secara holistik.

            Dalam konteks pendidikan sebagai agen pelestarian budaya, maka bimbingan dan konseling sebagai salah salah satu komponen pendidikan di sekolah turut memiliki peran penting dalam melestarikan budaya nasional dan juga budaya daerah.Layanan bimbingan dan konseling di sekolah diselenggarakan dalam konteks pelestarian budaya.

3. Bimbingan dan Konseling dalam Konteks Budaya

            Era globalisasi menjadi tantangan bagi pelayanan bimbingan dan konseling untuk dapat berperan dalam pelestarian budaya. Globalisasi dengan segala pengaruhnya telah berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk budaya. Budaya-budaya asing yang semakin mengglobal telah memberikan peluang terjadinya penggerusan nilai-nilai budaya, termasuk budaya nasional dan budaya daerah di Indonesia (Hulukati dan Rahim, 2016;181).

            Ditemukan berbagai defenisi tentang budaya (culture). Coheen (Gladding, 2004:87) mendefinisikan budaya adalah: ”structures our behavior, thoughts, perception, values, goals, moral, and cognitive processes”. Menurut Pedersen (Gladding, 2014:87) culture may be defined in several ways. They include ”ethnographyc variables such ashnicity, nationality, religion, and language, as well as demographic variables of age, gender, place of recidence, etc; status variables such as social, economic, and educational background and wide range of formal or informal memberships and affiliations). Mulyana dan Rakhmat (2005,18) mendefenisikan budaya sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Selanjunyta dijelaskan bahwa budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model bagi tindakan-tindakan orang-orang yang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu. Budaya juga berkenaan degan sifat-sifat dari objek-objek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.

Ki Hajar Dewantoro (dalam Panjaitan, dkk, 2013,4)  berpendapat bahwa kebudayan memiliki tiga unsur utama, yakni: cipta, rasa, dan karsa. Menurut Koentjaraningrat (dalam Panjaitan, dkk; 2014,7 merumuskan tiga unsur kebudayaan: (1) wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide,, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya; (2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Dalam tulisan ini aspek-aspek budaya dibatasi pada bahasa, adatistiadat, permainan, kesenian, makanan, dantanamanadat.

            Berikut beberapa aktivitas layanan bimbingan dan konseling berbasis budaya.

a. Bimbingan dan konseling lintas budaya

            Paul Pederson (Supriatna, 2011;168) mengemukakan bahwa dalam konseling dan psikologi, pendekatan lintas budaya dipandang sebagai kekuatan keempat setelah pendekatan psiko dinamik, pendekatan behavioral, dan pendekatan humanistik. Elly (dalamAchmad,2016) mengemukakan bahwa konseling lintas budaya ingin mengembalikan manusia dengan nilai budaya, karya, dan usaha pengembangan budaya dengan ilmu pengetahuan.

            Pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas member makna bahwa bimbingan dan konseling lintas budaya tidak hanya sekedar memahami budaya konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, namun sesungguhnya sangat berhubungan dengan pelestarian budaya. Keberagaman budaya konseli yang terungkap pada saat bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, maupun konseling kelompok menjadi sesuatu yang penting untuk dipahami oleh para anggota kelompok itu. Pemahaman itulah yang menjadi kesempatan untuk memperkenalkan budaya setiap anggota kelompok, sehingga setiap anggota kelompok akan memiliki penghargaan terhadap budaya anggota kelompok lainnya. Di samping itu pihak konselor juga harus memiliki pemahaman tentang budaya setiap konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemahaman tentang budaya yang diaplikasikan dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan sendirinya akan berdampak pada pelestarian budaya.

b. Bimbingan dan konseling berbasis budaya

            Bimbingan dan konseling berbasis budaya yang dimaksudkan dalam tuliasan ini aplikasi aspek-aspek budaya dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Aspek-aspek budaya dimaksud antara lain: bahasa, adatistiadat, permainan, kesenian, makanan, dan tanaman adat. (Hulukati dan Rahim, 2016:182-184).

a. Bahasa

            Bahasa daerah dapat digunakan sebagai alat komunikasi dalam pelaksanaan layanan. Penggunaan bahasa daerah diharapkan akan mempererat hubungan antara konseli dengan konselor, serta antara sesama konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang sama. Bahasa dipengaruhi oleh budaya setempat, istilah-istilah yang digunakan bisa sama antar budaya tetapi seringkali maknanya jauh berbeda. Oleh sebab itu konselor harus peka terhadap perbedaan latar belakang budaya konseli (Atmoko,2015;22).

b. Adat istiadat

            Di setiap daerah terdapat adat istiadat yang memiliki makna psikologis dan pembelajaran tentang hidup yang sangat sarat dengan doa, harapan-harapan dan keinginan agar individu yang menjadi anggota masyarakatnya memiliki karakter dan perilaku yang baik. Adat istiadat tersebut dilakukan seiring dengan tahapan perkembangan individu, sejak dalam kandungan, pada masa masa bayi, pada masa kanak-kanak, pada masa remaja, dan pada saat pelaksanaan pernikahan.

c. Kesenian

            Kesenian suatu daerah berupa tari-tarian maupun lagu-lagu daerah senantiasa memiliki makna psikologis untuk membangkitkan perasaan cinta kepada orang tua dan sesama, rasa cinta dan bangga atas kekayaan daerah, serta mengembangkan karakter dan perilaku yang baik, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial.

d. Makanan khas daerah

            Makanan merupakan salah satu cirri khas suatu daerah. Sebagaimana aspek budaya lainnya, makanan khas daerah juga memiliki makna psikologis dan makna pembelajaran. Layanan bimbingan dan konseling dapat menggunakan makanan sebagai media untuk mengembangkan karakter dan perilaku yang baik.

e. Tanaman adat

            Tanaman khas suatu daerah juga memiliki makna yang sarat dengan pendidikan karakter dan perilaku, sehingga dapat digunakan sebagai media dalam pelayanan kepada konseli. Penggunaan tanaman sebagai media akan membawa konseli menyadari kekayaan alam sehingga akan mengembangkan kemampuan konseli memaknai betapa besar kekuasaan Allah dan menyadari betapa kecilnya dirinya di hadapan Allah SWT.

            Implementasi aspek-aspek budaya dalam pelayanan bimbingan dan konseling memberikan manfaat seperti: (1) mengefektifkan layanan, dan (2) pelestarian budaya daerah (Hulukati dan Rahim, 2016:181). Pergeseran budaya yang terjadi saat ini menjadi isyarat pentingnya upaya-upaya mengembalikan aspek-aspek budaya positif suatu daerah sebagai sesuatu yang dijunjung tinggi oleh anggota masyarakat, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Saatinihal-hal yang dianggap tabu atau perbuatan tidak baik oleh generasi tua menjadi sesuatu yang dianggap baik atau bukan merupakan hal yang tabu lagi. Menurut Basuki (2013,213) bahwa pergeseran budaya yang terjadi dalam masyarakat perlu dibenahi melalui layanan bimbingan dan konseling berbasis budaya.

4. Simpulan

            Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan di sekolah turut berperan penting dalam kaitan dengan eksistensi pendidikan sebagai wahana pelestarian budaya, dengan kata lain layanan bimbingan dan konseling sangat berkontribusi dalam melestarikan budaya. Bimbingan dan konseling lintas budaya dan bimbingan dan konseling berbasis budaya merupakan bentuk layanan bimbingan dan konseling dalam rangka pelestarian budaya.