Mengapa Seseorang Cenderung Tidak Berperilaku Bermoral?
Mengapa Seseorang Cenderung Tidak Berperilaku Bermoral?
Oleh: Maryam Rahim
Berbagai perilaku yang terpampang di hadapan kita, seperti korupsi merajalela di kalangan pejabat, pelangaran hukum, nepotisme, penyalahgunaan wewenang/jabatan, dan berbagai perilaku kriminal, tentu saja tidak dapat dipisahkan dari moralitas pelakunya. Meskipun seseorang mengetahui apa yang benar dan tidak benar, namun pengetahuan itu tidak selalu terwujud dalam perilakunya. Ada beberapa alasan mengapa seseorang cenderung tidak berperilaku bermoral.
1. Tingkat moralitas yang dimiliki tergolong rendah. Hal ini mengacu pada hasil penelitian Kohlberg (1958, 1981) yang menunjukkan bahwa orang dengan tingkat perkembangan moral yang lebih tinggi cenderung membuat keputusan yang lebih etis. Semakin tinggi seseorang dalam tahap reasoning moral (misalnya pada tahap post-konvensional), semakin besar kemungkinan ia berperilaku secara moral dalam situasi nyata.
2. Konflik kepentingan pribadi; sering seseorang memahami bahwa suatu tindakan itu tidak bermoral, namun tetap melakukannya karena ingin keuntungan pribadi (uang, kekuasaan, pujian), takut kehilangan sesuatu (status, keamanan, relasi).
3. Tekanan sosial/lingkungan. Lingkungan sangat mempengaruhi perilaku bermoral seseorang. Jika seseorang berada di lingkungan yang permisif terhadap perilaku tidak bermoral, maka ia dapat saja terdorong untuk ikut-ikutan melakukan perilaku tidak bermoral. Misalnya ingin diterima dalam kelompok, takut dikucilkan kalau tidak ikut norma "kelompok".
4. Kurangnya internalisasi nilai moral
Moralitas tidak hanya soal memahami mana yang benar dan mana yang tidak benar, namun apakah nilai itu sudah tertanam dalam hati. Kalau tidak, maka moral hanya jadi "hafalan", bukan pegangan hidup dan dapat mudah tergoyahkan saat menghadapi godaan atau tekanan.
5. Minimnya empati
Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Orang yang memiliki empati yang rendah cenderung tidak peduli apabila tindakannya menyakiti orang lain, lebih fokus pada diri sendiri. Ini sering terlihat dalam kasus kekerasan, penipuan, atau penghianatan.
6. Rasionalisasi moral (moral rationalization)
Kondisi ini terjadi saat seseorang membenarkan tindakan salahnya agar merasa tidak bersalah. Orang seperti ini akan berpikir: “Ah, semua orang juga begitu.”, “Ini bukan salah saya, saya hanya disuruh.”, “Dia pantas diperlakukan begitu.” dan alasan lainnya.
7. Kurangnya pendidikan moral atau teladan. Anak-anak atau remaja yang tidak mendapat pembinaan moral yang baik akan tumbuh dengan nilai moral yang lemah. Demikian pula jika orang-orang yang mereka kagumi (guru, orang tua, tokoh publik) justru menunjukkan perilaku tidak bermoral, mereka akan meniru perilaku tersebut.
8. Kondisi psikologis atau pengalaman traumatis; dalam beberapa kasus, perilaku tidak bermoral dapat berkaitan dengan kondisi psikologis, misalnya gangguan kepribadian (seperti antisosial), luka batin atau pengalaman traumatis yang belum sembuh.
Uraian tentang berbagai alasan seseorang tidak berperilaku bermoral bukanlah untuk membenarkan perilaku salah tersebut, tetapi untuk menjadi dasar kajian tentang penyebab seseorang tidak berperilaku bermoral. Bagaimanapun juga perilaku bermoral harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kategori
- Masih Kosong
Arsip
Blogroll
- Masih Kosong