SUMMARY EXECUTIVE

Nurdin1, Fitriah S. Jamin1, Rival Rahman1, Iin Veronika Bahi2

1Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

2Laboratorium Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo

Swasembada pangan merupakan keniscayaan yang harus segera dicapai mengingat kebutuhan pangan terus meningkat dari tahun ke tahun (liner), sementara ketersediaan pangan cenderung fluktuatif (hiperbolik). Oleh karena itu, untuk mendukung program pencapaian swasembada pangan, terutama swasembada padi (beras) Nasional, maka dibutuhkan optimalisasi potensi daerah irigasi (D.I) bendungan di setiap daerah. Salah satu D.I yang potensial untuk dikembangkan adalah D.I Bendungan Bulango Ulu Provinsi Gorontalo seluas ± 1.035 ha di wilayah kerja BWS Sulawesi II. Guna mencapai target tersebut, maka mutlak dibutuhkan data potensi sumberdaya lahan (SDL) yang handal dan mutakhir, sebagai dasar perencanaan pertanian, seperti pengembangan D.I Bendungan Bulango Ulu. Namun, sampai saat ini belum tersedia data dan informasi potensi pengembanga D.I tersebut pada skala yang semi detail atau skala 1 detail. Upaya penyediaan data dan informasi potensi sumberdaya lahan salah satunya dapat ditempuh melalui kegiatan survei tanah pertanian. Tujuan survei tanah ini secara spesifik adalah: (a) melakukan survei tanah dan pemetaan satuan tanah (jenis tanah) skala 1:25.000., (b) menganalisis kelas kemampuan lahan pada skala 1:25.000., (c) menganalisis kelas kesesuaian lahan pada skala 1:25.000., (d) menganalisis kelas kesuburan tanah pada skala 1:25.000., (e) menganalisis tingkat prasarana pertanian pada skala 1:25.000., dan (f) menganalisis pola tanam.

Gambar 1. Koordinasi Tim Survei dengan PPK

Hasil yang diperoleh yaitu: (a) Jenis tanah yang dijumpai adalah Ultisol, Inceptisol dan Mollisol., (b) kelas kemampuan lahan seluruhnya adalah kelas II dengan faktor pembatas tekstur tanah dan permeabilitas tanah, sehingga daerah studi dapat dikembangkan untuk tanaman semusim, termasuk padi sawah irigasi., (c) kelas kesesuaian lahan aktual sebagian besar adalah kelas sesuai marjinal (S3) dengan faktor pembatas media perakaran (tekstur), retensi hara (C organik, KTK), hara tersedia (N total, P dan K tersedia), serta toksisitas (salinitas). Setelah dilakukan upaya perbaikan, maka kelas kesesuaian lahan potensial sebagian besar adalah sangat sesuai (S1)., (d) tingkat kesuburan tanah sebagian besar adalah rendah dan hanya sebagian kecil saja yang tingkat kesuburan tanahnya sedang., (e) pola tanam eksisting (saat ini) yang dapat diterapkan adalah Padi-Bera karena ketersediaan air yang minim dan lebih banyak bulan defisit. Pembangunan irigasi akan meningkatkan pola tanam menjadi Padi-Padi-Bera atau bahkan Padi-Padi-Padi., dan (f) ketersediaan sarana dan prasarana pertanian belum terdistribusi merata di daerah studi dan lebih banyak tersedia di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, sehingga menempatkan kecamatan ini dalam hirarki 1 pengembangan padi sawah irigasi. Sementara kecamatan lainnya relatif masih kurang tersedia dan belum memadai.

Gambar 2. Kelengkapan Alat dan Bahan Survei

Rekomendasi yang diajukan yaitu: (a) dijumpainya lapisan padas (kontak litik) pada kedalaman 20 – 50 cm di beberapa titik pengamatan (jenis tanah lithic haplustults-Ultisols) perlu mendapat perhatian dan penanganan khusus karena akan menghambat pertumbuhan akar tanaman. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan pengolahan tanah maksimum sampai pada kedalaman 40 cm atau melakukan reklamasi lahan sebelum dilakukan pencetakan sawah agar akar tanaman dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik., (b) kandungan fraksi pasir yang dominan di daerah studi perlu juga mendapat perhatian dan penanganan khusus karena jika dibiarkan akan menyebabkan air irigasi akan lebih cepat terinfiltrasi ke dalam tanah karena sifat porous fraksi pasir yang tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penambahan bahan organik dalam jumlah 10 ton/ha agar tanah lebih lembab dan bahan organik dapat berperan sebagai pengikat fraksi tanah (sementing agent). Pelumpuran (poodling) maksimal dapat juga dilakukan agar sifat permeabel tanah dapat dikurangi di lapangan., (c) rendahnya tingkat kesuburan tanah di daerah studi dapat diatasi dengan pemberian pupuk N-P-K baik tunggal maupun majemuk dengan dosis pupuk sebanyak 150 – 250 kg/ha. Selain itu, pH tanah yang bereaksi agak alkali (basa) dapat diatasi dengan pemberian sulfur (belerang) atau dikombinasikan dengan pemberian bahan organik dan pupuk yang mengandung sulfur, seperti pupuk NPK Phonska yang mengandung 10% sulfur (S)., dan (d) rendahnya ketersediaan sarana dan prasarana pertanian dapat diatasi dengan penyediaan sarana dan prasarana tersebut di daerah studi, baik oleh Kementrian Pertanian (Ditjend Prasarana dan Sarana Pertanian), Dinas Pertanian setempat, Kementrian Desa, Transmigrasi dan Tenaga Kerja maupun bantuan pemerintah (BP) melalui kelompok tani binaan Kementrian PU dalam hal ini BWS Sulawesi II.

Gambar 3. Kegiatan Deskripsi Profil Tanah

Funding: BWS II Sulawesi, 2020

Journal of Tropical Soils, Vol. 14, No. 1, 2009: 49-56.

Nurdin, Purnamaningsuh Maspeke, Zulzain Ilahude, Fauzan Zakaria

Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo

Abstract

The fertilizer availability as source of N, P, and K nutrient where plant responsif was difficult found by farmer. Thefore, It was needed information about nutrient availability in soil properties to know nutrient deficiency of its by maize as plant indicator. The objective of this research was to study the respons of N, P, and K fertilizers and the best combination of it on the growth and yield of Maize. The research conducted at Udic Pellusterts in North Isimu Tibawa District of Gorontalo Regency. The experi- mental design was following random block design that consist of 5 treatments with 3 replications. The result of this research showing that minus N, P, and K fertilizers have a significantly effect on plant age polination, the percentage of height stem of an ear of corn to plant height and dry straw weight but did not have significantly effect on plant height and the weigh of one hundred grain of Maize. To improve the growth and yield of Maize using fertilizing without P treatment were 250 kg Urea ha-1 and 75 kg KCl ha-1 or completely dosage were 250 kg Urea ha-1, 100 kg TSP ha-1 and 75 kg KCl ha-1 as the best fertilizers combination.

http://dx.doi.org/10.5400/jts.2009.v14i1.49-56

Terakreditasi Dikti: https://journal.unila.ac.id/index.php/tropicalsoil/article/view/16

Journal of Tropical Soils, Vol. 16, No. 3, 2011: 267-278.

Nurdin

Department of Agrotechnology, Agriculture Faculty of Gorontalo State University, Jend Sudirman St. No. 6, Gorontalo City 96212

Abstract

Rainfed paddy soils that are derived from lacustrine and include of E4 agroclimatic zone have many unique properties and potentially for paddy and corn plantations. This sreseach was aimed to: (1) study the soil development of rainfed paddy soils derived from lacustrine and (2) evaluate rainfed paddy soils potency for paddy and corn in Paguyaman. Soil samples were taken from three profiles according to toposequent, and they were analyzed in laboratory. Data were analyzed with descriptive-quantitative analysis. Furthermore, assessment on rainfed paddy soils potency was conducted with land suitability analysis using parametric approach. Results indicate that all pedon had evolved with B horizons structurization. However, pedon located on the summit slope was more developed and intensely weathered than those of the shoulder and foot slopes.The main pedogenesis in all pedons were through elluviation, illuviation, lessivage, pedoturbation, and gleization processes. The main factors of pedogenesis were climate, age (time) and topography factors. Therefore, P1 pedons are classified as Ustic Endoaquerts, fine, smectitic, isohypertermic; P2 as Vertic Endoaquepts, fine, smectitic, isohypertermic; and P3 as Vertic Epiaquepts, fine, smectitic, isohypertermic. Based on the potentials of the land, the highest of land suitability class (LSC) of land utilization type (LUT) local paddy was highly suitable (S1), while the lowest one was not suitable with nutrient availability as the limiting factor (Nna). The highest LCS of paddy-corn LUT was marginally suitable with water availability as the limiting factor (S3wa), while the lower LSC was not suitable with nutrient availabily as the limiting factor (Nna).

Keywords: Corn; lacustrine; land suitability; paddy; rainfed paddy soil.

https://journal.unila.ac.id/index.php/tropicalsoil/article/view/307

Terakreditasi Dikti: http://dx.doi.org/10.5400/jts.2011.v16i3.267-278

Jurnal Litbang Pertanian, 30(3), 2011: 98-107

Nurdin

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman No. 6, Kota Gorontalo 96122

Abstrak

Lahan kering merupakan salah satu agroekosistem yang berpotensi besar untuk USAha pertanian. Daerah aliransungai (DAS) Limboto mempunyai lahan kering yang sesuai untuk pengembangan pertanian seluas 37.049 ha,sedangkan lahan datar sampai bergelombang yang potensial untuk pertanian 33.144 ha. Untuk memanfaatkanlahan kering tersebut, dapat diterapkan beberapa strategi dan teknologi yang meliputi: 1) pengelolaan sistem budidaya, yang mencakup pengelompokan tanaman dalam suatu bentang lahan mengikuti kebutuhan air yang sama,penentuan pola tanam yang tepat, pemberian mulsa dan bahan organik, pembuatan pemecah angin, dan penerapansistem agroforestry, 2) pengembangan ekonomi, sosial, dan budaya melalui penyuluhan, penyediaan sarana danprasarana produksi serta permodalan petani, pemberdayaan kelembagaan petani dan penyuluh, serta penerapansistem agribisnis, dan 3) implementasi kebijakan yang berpihak kepada pertanian, yang meliputi pemberian subsidikepada petani di daerah hulu untuk melaksanakan konservasi lahan, pemberian subsidi pajak kepada petani didaerah hulu, penetapan peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lahan berbasis konservasi, danpengelolaan lahan dengan sistem hak guna USAha (HGU). Hal lain yang terpenting dalam pemanfaatan lahan keringadalah sinkronisasi dan koordinasi antarinstitusi pemerintah dengan melibatkan petani untuk menghindari tumpangtindih kepentingan.

Kata kunci: Lahan kering, penggunaan lahan, pertanian berkelanjutan, daerah aliran sungai, Limboto, Gorontalo

Terakreditasi LIPI: https://s.id/21ZkX

 

Jurnal Dialog Kebijakan Publik, Edisi 4, November 2011

Nurdin

Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas NegeriGorontalo, Jln Jenderal Sudirman No. 6, Kota Gorontalo 96122

Abstract

Pertanian merupakan sektor penyedia pangan yang tidak pernah lepas dari berbagai persoalan, baik persoalan ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, bahkan persoalan kebijakan politik. Hal ini tidak berlebihan karena pangan adalah kebutuhan pokok penduduk, terutama di Indonesia. Laporan BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,641,326 jiwa atau meningkat sebesar 15,21% dari tahun sebelumnya. Kondisi ini membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup agar tidak menjadi salah satu penyebab instabilitas pangan nasional. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan terutama mempertahankan sekaligus meningkatkan produksi pangan, pada level lapangan masih banyak hambatan dan kendala yang dijumpai. Dari sekian banyak hambatan dan kendala tersebut, ada yang dapat ditangani melalui introduksi teknologi dan upaya strategis lainnya, tetapi ada pula yang sukar untuk ditangani terutama yang berkaitan dengan fenomena alam.

https://s.id/21ZkQ