Penyusunan Naskah Akademik Rancangan PERDA tentang Perubahan Atas PERDA No. 3 Tahun 2012 Tentang RTRW Kabupaten Boalemo Tahun 2011- 2031
RINGKASAN EKSEKUTIF
Nurdin1, Akub Z. Busura2, Wawan K. Tolinggi3, Rival Rahman1
1Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo
2Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo
3Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo
A. Kesimpulan
- Tujuan, Kebijakan, dan Strategi penataan ruangan wilayah Kabupaten Boalemo ke depan adalah untuk mewujudkan wilayah kabuapetn yang produktif dan berkualitas bagi kehidupan dengan memanfaatkan sumberdaya berbasis pertanian dan pariwisata secara efisien serta berkelanjutan yang diwujudkan dalam kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten melalui 8 (delapan) tahap sesuai dengan subsatansi Raperda.
- Strategi penataan ruang meliputi strategi perwujudan pengembangan wilayah, Strategi pengembangan ruang fungsional, strategi pengaturan dan pengendalian, strategi pemantapan prasarana, strategi perwujudan kawasan lindung, strategi perlindungan terhadap manusia dan kegiatannya, strategi peningkatan fungsi kawasan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara;
- Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Boalemo ke depan meliputi rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang terdiri dari sistem pusat kegiatan meliputi sistem perkantoran, sistem pedesaan; dan sistem jaringan wilayah meliputi sistem perasarana utama, sistem prasarana lainya serta rencana struktur tersebut tertuang dalam peta struktur ruang
- Kelembagaan dan Ketentuan Pidana dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Boalemo ke depan, dalam rangka koordinasi penyelenggaraan penataan ruang dan kerjasama antar sektor atau antar daerah bidang penataan ruang dibentuk BKPRD melalui penetapan Bupati dengan tugas melaksanakan koordinasi, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Sedangkan ketentuan pidana memuat sanksi tindak pidana ringan (TIPIRING) dengan kurungan selama-lamanya 1 (satu) bulan penjara dan sebesar-besarnya Rp. 1.000.000,- (satu juta).
Gambar 1. Suasana Kegiatan Seminar
B. Saran
1. Dalam menyusun rencana tata ruang wilayah kabupaten harus mengacu kepada:
a. Rencana tata ruang wilayah nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;
b. Pedoman dan petunjuk pelaksana bidang penataan ruang; dan
a. Rencana pembangunan jangka panjang daerah.
2. Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten;
b. Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;
c. Keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;
d. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. Rencana pembangunan jangka panjang daerah;
f. Rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan dan;
g. Rencana tata ruang wilayah kawasan strategis kabupaten.
Gambar 2. Suasana Diskusi antar Pihak
Secara umum naskah akademis ini dibuat dengan menggunakan logika pemikiran filosofis fositivisme pragmatis, hanya dengan mempelajari fakta, kenyataan, espektasi dan aspirasi mengenai permasalahan yang ada dan menginternalisasi, merefleksikan nilai-nilai tersebut dalam proses legislasi, para legislator dalam merencanakan, mempersiapkan, melalui teknik penyusunan, perumusan, pembahasan dan pengesahan peraturan daerah ini.
Funding: APBD Kabupaten Boalemo, DPA Bapppeda Kabupaten Boalemo T.A 2018
Penyusunan KLHS Revisi RPJPD Kabupaten Boalemo Tahun 2011-2025
RINGKASAN EKSEKUTIF
Nurdin1, Zulzain Ilahude1, Ahmad Zainuri2, Rival Rahman1
1Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo
2Jurusan Teknik Kebumian Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo
Pembangunan dan lingkungan hidup adalah dua bidang yang saling berkaitan. Satu sisi pembangunan dirasakan perlu untuk meningkatkan harkat hidup manusia, tetapi di sisi lain tidak jarang program dan proyek pembangunan tanpa disadari mengakibatkan rusaknya lingkungan. Bencana banjir, kekeringan, longsor dan kepunahan keanekaragaman hayati merupakan beberapa contoh dari kerusakan lingkungan yang dapat kita lihat saat in. Instrumen pengelolaan lingkungan hidup dalam kebijakan perencanaan pembangunan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 67 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam Penyusunan atau Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah. Dalam UU PPLH Pasal 1 (angka 10) disebutkan bahwa Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai “rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program”. Sedangkan dalam UU PPLH Pasal 15 (ayat 1) disebutkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Senada dengan hal tersebut, dalam Permendagri RI No. 67 Tahun 2012 pasal 2 disebutkan bahwa “Gubernur dan Bupati/Walikota wajib melaksanakan KLHS dalam penyusunan RPJPD. RPJMD, dan Renstra SKPD yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup”.
Gambar 1. Pembukaan Seminar oleh Sekretaris Bapppeda Kabupaten Boalemo
Seluruh proses dalam penyusunan dokumen KLHS dilaksanakan secara partisipatif yang diawali dengan bimbingan teknis yang diikuti oleh instansi daerah dan unsur-unsur seperti tim KLHS, tim RPJPD, swasta, LSM, dan tokoh masyarakat. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan tahap-tahap berikutnya yang meliputi tahap pelibatan pemangku kepentingan, pelingkupan, pengumpulan dan analisis baseline data, pengkajian pengaruh program, perumusan mitigasi dan alternatif perbaikan program, penyusunan rekomendasi dan pengambilan keputusan. Tahap pelibatan pemangku kepentingan pada proses penyusunan dokumen KLHS Revisi RPJPD Kabupaten Boalemo tahun 2011-2025 melibatkan berbagai pemangku kepentingan, dengan demikian masyarakat ikut berperan aktif dalam proses penerapan KLHS. Berdasarkan hasil proses penyusunan KLHS, maka Rancangan Revisi RPJPD Kabupaten Boalemo harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
- Visi dan misi agar memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu keterkaitan, keseimbangan, dan keadilan.
- Arah kebijakan, strategi, dan program agar memperhatikan kajian pengaruh yang berdampak negatif terhadap isu strategis yang muncul untuk Kabupaten Boalemo.
- Perlu komitmen dari pemerintah Kabupaten Boalemo untuk memperhatikan hasil KLHS Revisi RPJPD sebagai instrumen yang mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program.
- Dalam mengimplementasikan KLHS Revisi RPJPD sebagai instrumen perlu memperhatikan karakteristik wilayah kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat sehingga berhasil guna dan berdaya guna.
- Karakteristik wilayah yang harus mendapat perhatian adalah terkait dengan isu strategis berupa:
- Makin meluasnya penanaman tanaman semusim pada wilayah dataran tinggi dan pegunungan berlereng curam hingga sangat curam .
- Belum optimalnya pengelolaan kekayaan alam dan keanekaragaman hayati di dalam kawasan hutan
- Jumlah penduduk yang semakin besar belum menjadi sumber daya yang sangat potensial bagi pembangunan daerah.
- Perkembangan politik di daerah sering menjadi sumber konflik horisontal dan belum memberikan perubahan yang mendasar bagi demokratisasi di bidang pemerintahan dan pengelolaan pembangunan.
- Potensi pariwisata atau marine ecotourism dan perikanan di Teluk Tomini belum dikelola dengan baik untuk mendukung perekonomian daerah
Gambar 2. Paparan oleh Tim Ahli dari COAD Universitas Negeri Gorontalo
Pelaksanaan arah pembangunan yang perlu mendapatkan perhatian terhadap keseimbangan lingkungan dijabarkan sebagai berikut:
Arah pembangunan pertanian harus berwawasan lingkungan, yaitu: (1) melakukan kajian menyeluruh tentang pertanian di wilayah dataran tinggi dan pegunungan berlereng curam hingga sangat curam; (2) melakukan pembatasan penggunaan lahan pertanian di wilayah dataran tinggi dan pegunungan berlereng curam hingga sangat curam melalui PERDA Penerapan usahatani konservasi; (3) melakukan program pelatihan ketrampilan dan pemberdayaan petani; (4) memperbanyak program padat karya di sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura; dan (5) melakukan sosialisasi dan pembinaan hukum terkait status kawasan dan lahan yang legal kepada pihak-pihak terkait. Arah pembangunan perkebunan harus berwawasan lingkungan, yaitu: (1) melakukan pembatasan penggunaan lahan perkebunan di wilayah dataran tinggi dan pegunungan berlereng curam melalui PERDA; (2) penerapan usahatani konservasi; (3) melakukan sosialisasi dan pembinaan hukum terkait status kawasan dan lahan yang legal kepada pihak-pihak terkait; dan (4) melakukan sosialisasi dan pembinaan hukum terkait status kawasan dan lahan yang legal kepada pihak-pihak terkait. Arah pembangunan peternakan harus berwawasan lingkungan, yaitu: (1) melakukan pembatasan penggunaan lahan pertanian di wilayah dataran tinggi dan pegunungan berlereng curam hingga sangat curam melalui PERDA; (2) penerapan usahatani konservasi agrosilvopastural; dan (3) melakukan program pelatihan ketrampilan dan pemberdayaan peternak. Arah pembangunan perikanan harus berwawasan lingkungan, yaitu: (1) melakukan pembinaan dan pelatihan penangkapan ikan yang ramah lingkungan; dan (2) melakukan program pelatihan ketrampilan dan pemberdayaan nelayan. Arah pembangunan perikanan harus berwawasan lingkungan, yaitu: (1) penerapan konservasi sumberdaya hayati dan palasma nuftah; (2) melakukan pembatasan penggunaan lahan di hutan lindung dan ekosistem kaya sumberdaya hayati yang rentan melalui PERDA; (3) melakukan optimalisasi pengelolaam ekosistem yang kaya sumberdaya hayati; dan (4) melakukan program pelatihan ketrampilan dan pemberdayaan masyarakat.
Gambar 3. Saran, Masukan dan Koreksi dari Peserta Seminar
Arah pembangunan pertambangan dan energi harus berwawasan lingkungan, yaitu: (1) melakukan program pelatihan ketrampilan dan pemberdayaan penambang lokal; (2) melakukan sosialisasi dan pembinaan hukum terkait status kawasan dan lahan tambang yang legal kepada pihak-pihak terkait; dan (3) pengaturan zonasi tambang rakyat (WPR) dan tambang konsesi. Arah pembangunan infrastruktur harus berwawasan lingkungan, yaitu: (1) melakukan penataan dan perencanaan yang matang terkait pembangunan infrastruktur yang melewati kawasan hutan; (2) penerapan tukar ganti kawasan hutan yang fungsinya relatif sama atau melalui mekanisme izin pinjam pakai kawasan; dan (3) melakukan program pelatihan ketrampilan dan pemberdayaan pekerja lokal. Arah pembangunan tata ruang harus berwawasan lingkungan, yaitu: (1) melakukan pengaturan ruang terkait pemanfaatan lahan sesuai peruntukannya; (2) melakukan pengaturan ruang terkait ekosistem yang kaya sumberdaya hayati; (3) melakukan pengaturan ruang terkait hutan lindung dan ekosistem kaya sumberdaya hayati yang rentan; (4) melakukan sosialisasi dan pembinaan hukum terkait status kawasan dan lahan yang legal kepada pihak-pihak terkait; dan (5) melakukan sosialisasi dan pembinaan hukum terkait status pulau yang legal kepada pihak-pihak terkait. Arah pembangunan sarana dan prasarana yang mendukung sektor perikanan harus berwawasan lingkungan, yaitu: (1) melakukan program pelatihan ketrampilan dan pemberdayaan pekerja lokal; dan (2) melakukan sosialisasi dan pembinaan terkait pengelolaan pariwisata dan perikanan di teluk tomini kepada pihak-pihak terkait. Arah pembangunan industri perikanan untuk ketahanan pangan harus berwawasan lingkungan, yaitu: (1) melakukan program pelatihan ketrampilan dan pemberdayaan pekerja lokal; dan (2) melakukan sosialisasi dan pembinaan terkait pengelolaan pariwisata dan perikanan di teluk tomini kepada pihak-pihak terkait. Arah pembangunan infrastruktur yang menunjang pariwisata kelas dunia harus berwawasan lingkungan, yaitu: (1) melakukan program pelatihan ketrampilan dan pemberdayaan masyarakat lokal; dan (2) Melakukan sosialisasi dan pembinaan terkait pengelolaan pariwisata dan perikanan di teluk tomini kepada pihak-pihak terkait.
Gambar 4. Jawaban dan Respons atas Masukan dan Saran dari Peserta Seminar oleh Tim Ahli dari COAD Universitas Negeri Gorontalo
Saran tindak ini merupakan saran-saran yang perlu dilakukan Pemerintah Kabupaten Boalemo berdasarkan hasil KLHS. Adapun saran tindak yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut:
- Pemerintah Kabupaten Boalemo hendaknya konsisten terhadap hasil-hasil yang sudah diperoleh dengan cara memanfaatkan hasil pelaksanaan Penyusunan KLHS Revisi RPJPD Kabupaten Boalemo Tahun 2011 - 2025 sebagai masukan.
- Dalam melakukan Proses Penyusunan KLHS, Pemerintah Kabupaten Boalemo perlu mendorong partisipasi para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dalam upaya untuk mengembangkan kapasitasnya.
- Penyusunan KLHS RPJMD dan Renstra bagi SOPD yang memiliki program dengan dampak negatif terkait Isu Strategis yang ada di Kabupaten Boalemo.
- Pemerintah Kabupaten Boalemo perlu mengembangkan kapasitas secara terus menerus, baik di dalam lingkungan birokrasi maupun di luar lingkungan birokrasi, melalui pelatihan dan fasilitasi serta bantuan teknis terkait KLHS.
- Pelaksanaan KLHS berikutnya perlu peningkatan tata laksana KLHS untuk mengatasi kendala-kendala dalam tahapan-tahapan KLHS seperti hubungan kerja antar komponen yang terlibat yang menjamin pembagian tugas, peran, dan tanggung jawab masing-masing, penyediaan baseline data dan analisa GIS, penyederhanaan proses KLHS tanpa mengurangi substansi agar KLHS tidak dianggap sebagai memberatkan dan menghambat perencanaan pembangunan.
Keywords: Kajian, Lingkungan, Hidup, Strategis, Rencana, Pembangunan, Jangka Panjang, Daerah, Boalemo.
Funding: APBD Kabupaten Boalemo, DPA Bapppeda Kabupaten Boalemo T.A 2018
Penyusunan Indeks Gini Rasio Kabupaten Boalemo Tahun 2018
RINGKASAN EKSEKUTIF
Nurdin1, Wawan K. Tolinggi2, Amelia Murtisari2, Rival Rahman1
1Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo
2Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo
Pemerintah Kabupaten Boalemo memiliki komitmen kuat untuk mengakselerasi pencapaian pada kesejahteraan masyarakat. Komitmen tersebut sebagaiman terangkum dalam Visi Kabupaten Boalemo 2017-2022 yaitu; “Terwujudnya Kabupaten Boalemo yang Damai, Cerdas, Sejahtera dalam Suasana yang Religius Tahun 2022” dan pencapaiannya dijabarkan dalam misi sebagai berikut: (a) Mewujudkan Kabupaten Boalemo yang Damai, (b) Mewujudkan Kabupaten Boalemo yang Cerdas, (c) Mewujudkan Kabupaten Boalemo yang Sejahtera, dan (d). Mewujudkan Kabupaten Boalemo yang Religius. Sampai tahun 2017, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Boalemo masih sebanyak 34.350 jiwa atau meningkat sebesar 6,38% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, persentase penduduk miskin juga relatif meningkat sebesae 21,85% pada tahun yang sama. Dalam rangka menurunkan angka kemiskinan di daerah ini yang masih tinggi dan mengurangi ketimpangan pendapatan dan pengeluaran penduduk, maka pemerintah Kabupaten Boalemo sejak tahun 2017 telah menggulirkan 14 (empat belas) program unggulan daerah, sebagaimana telah tertuang dalam RPJMD Kabupaten Boalemo tahun 2017-2022 dimana program tersebut yang bersentuhan langsung dengan pengentasan kemiskinan dan pengurangan ketimpangan pendapatan meliputi: (1) Memberikan pinjaman modal usaha kepada petani dan nelayan serta pengusaha kecil melalui BUMD; (2) Mempermudah pengurusan BPJS bagi masyarakat; (3) Makanan gratis bagi satu orang keluarga pasien yang menjaga pasien saat di rawat di RSTN; (4) Gratis benih dan pupuk bagi petani dan akan membuka akses jalan usahatani (JUT); (5) Gratis SIM bagi pengemudi sepeda motor, bentor dan mobil roda empat; (6) Gratis biaya ambulance; dan (7) Gratis raskin bagi keluarga kurang mampu. Program unggulan tersebut telah dijalankan selama kurang lebih satu tahun berjalan.
Gambar 1. Pembukaan Seminar oleh Kepala Bapppeda Kabupaten Boalemo
Maksud kegiatan ini adalah menyusun sebuah gambaran pendapatan dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan ekonomi sebagai acuan bagi pemerintah Kabupaten Boalemo dan para pihak agar potensi ekonomi daerah dapat dioptimalkan serta memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Boalemo. Adapaun tujuan kegiatan ini adalah menyusun dan menilai indeks Gini rasio Kabupaten Boalemo yang memberikan gambaran proporsi tingkat pendapatan, sehingga dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan daerah dan sebagai bahan evaluasi pembangunan daerah.
Gambar 2. Paparan oleh Tim Ahli dari PSEKP Universitas Negeri Gorontalo
Objek penelitian ini adalah rumah tangga petani jagung di kabupaten Boalemo yang meliputi 4 kecamatan, yaitu: Kecamatan Paguyaman, Wonosari, Mananggu dan Kecamatan Botumoito. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan (Oktober-November 2018). Penelitian ini menggunakan metode survei melalui pengambilan sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuisioner. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan angket/kuisioner. Penarikan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara bertahap dari kabupaten ke kecamatan sampai terpilih petani jagung sampel sebanyak 150 sampel. Analisis data menggunakan analisis usahatani dengan menghitung biaya, penerimaan dan pendapatan. Indeks/Rasio Gini merupakan koefisien yang berkisar 0 sampai 1, yang menjelaskan kadar ketimpangan distribusi pendapatan nasional. Semakin kecil angka gini rasio, semakin merata distribusi pendapatan. Semakin besar angka gini rasio, semakin tidak merata distribusi pendapatan. Data yang diperlukan dalam perhitungan gini ratio, meliputi: jumlah rumah tangga atau penduduk, dan rata – rata pendapatan atau pengeluaran rumah tangga yang sudah dikelompokkan menurut kelasnya.
Gambar 3. Saran, Masukan dan Koreksi dari Peserta Seminar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boalemo yang rata-rata di atas 6% per tahun, dari tahun 2008-2017 tidak mengindikasikan bahwa kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Boalemo itu sudah tercapai karena distribusi pendapatan yang nilainya mencapai lebih 0,50 yang berarti memiliki ketimpangan distribusi pendapatan yang tinggi; (2) Indeks Gini Ratio tahun 2018 yang bersumber dari pendapatan utama dengan ketimpangan paling rendah adalah Kecamatan Wonosari dan ketimpangan tertinggi adalah Kecamatan Mananggu. Sementara Indeks Gini Rasio yang bersumber dari pendapatan sampingan dengan ketimpangan paling rendah adalah Kecamatan Paguyaman dan tertinggi adalah Kecamatan Mananggu, walaupun semua kecamatan berada pada ketimpangan tinggi; dan (3) Indeks Gini Ratio di Kabupaten Boalemo tahun 2018 berada pada kisaran angka 0,577 sampai 0,790 yang menunjukkan bahwa Kabupaten Boalemo memiliki tingkat ketimpangan yang relatif tinggi. Angka ini merupakan peringatan dini untuk Kabupaten Boalemo agar bisa mengantisipati kesenjangan distribusi pendapatan yang ada di kalangan masyarakatnya.
Gambar 4. Jawaban dan Respons atas Masukan dan Saran dari Peserta Seminar oleh Tim Ahli dari PSEKP Universitas Negeri Gorontalo
Rekomendasi hasil kajian ini adalah: (a) Perlu dilakukan penyesuaian tingkat upah nominal sejalan dengan indikator tingkat Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sehingga porsi pengeluaran makanan dan non makanan masyarakat dapat merepresentasikan kebutuhan masyarakat serta perubahan tingkat harga komoditas di Kabupaten Boalemo; (b) Program unggulan daerah Kabupaten Boalemo diharapkan segera diakselerasi untuk meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat miskin Kabupaten Boalemo; (c) Perbaikan distribusi pendapatan dapat dilakukan melalui channeling pemerintah Kabupaten Boalemo melalui peningkatan penerimaan pajak yang selanjutnya dialokasikan untuk perbaikan pembangunan ekonomi Kabupaten Boalemo, termasuk bentuk-bentuk insentif bagi masyarakat golongan ekonomi bawah; (d) Perbaikan distribusi pendapatan dapat dilakukan/sejalan dengan program-program pengentasan kemiskinan dan pengurangan tingkat pengangguran, sehingga melalui pengurangan pengangguran dan pengurangan tingkat kemiskinan, porsi pengeluaran makanan dan non makanan penduduk lebih merata sejalan dengan turunnya jumlah peduduk miskin dan pengangguran; (e) Struktur perekonomian Kabupaten Boalemo didominasi oleh sektor-sektor primer (pertanian), maka pengembangan sektor-sektor tersebut harus optimal (subsidi saprotan, infrastruktur pertanian, regulasi, SDM dan intensif lainnya), sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dapat sejalan dengan perubahan tingkat pendapatan masyarakat atau tenaga kerja di sektorsektor tersebut; (f) Program pemerintah Kabupaten Boalemo terkait pengembangan kawasan-kawasan ekonomi serta program-program berbasis muatan sosial ekonomi yang dilakukan/diselenggarakan oleh desa harus bersifat produktif, sehingga hal tersebut dapat memperbaiki tingkat pendapatan masyarakat terutama golongan masyarakat ekonomi lemah; (g) Pemerintah Kabupaten Boalemo diharapkan dapat mendorong sinergi usaha-usaha skala besar dan menengah dengan usaha-usaha skala mikro dan kecil, sehingga kemudian ada dampak dari perkembangan usaha-usaha skala menengah dan besar terhadap perubahan kapasitas entitas skala usaha mikro; (h) Penataan kawasan ekonomi, kawasan perumahan, dan kawasan lainnya harus sejalan dengan RTRW Kabupaten Boalemo, sehingga jurang atau perbedaan pendapatan penduduk dalam satu kawasan tidak bertambah besar sebagai dampak tidak teraturnya pemanfaatan kawasan yang dapat berdampak pada perbedaan tingkat pendapatan penduduk dalam satu wilayah/kawasan; (i) Pemerintah Kabupaten Boalemo diharapkan memberikan insentif atau prioritas bagi pengembangan usaha oleh Penduduk Kabupaten Boalemo sebagaimana tertuang dalam 14 Program Unggulan Daerah, sehingga perkembangan ekonomi dapat sejalan dengan perbaikan tingkat pendapatan penduduk Kabupaten Boalemo.
Keywords: Gini, rasio, indeks, kabupaten, Boalemo.
Funding: APBD Kabupaten Boalemo, DPA Bapppeda Kabupaten Boalemo T.A 2018
Kajian Peta Konflik Kawasan Konservasi terhadap Penambangan Tanpa Izin (PETI) di Suaka Margasatwa Nantu Boliyohuto Kabupaten Gorontalo Utara (Studi Kasus di Wilayah Pertambangan desa Buladu Kecamatan Sumalata), Tahun 2010
Executive Summary
Amir Halid1, Asda Rauf1, Sukirman Rahim1, Dessy Rachmawatie2, Rajak Umar3, Nurdin1
1Universitas Negeri Gorontalo
2Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3IAIN Gorontalo
Bergulirnya otonomi daerah telah mendorong setiap daerah melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam terutama sektor pertambangan dalam rangka pembangunan melalui objek pendapatan asli daerah (PAD). Meskipun disadari bahwa pengelolaan pertambangan selama ini melahirkan berbagai persoalan berupa kerusakan lingkungan, matinya tatanan kelembagaan lokal, dan berlangsungnya konflik sosial. Akar pokok permasalahannya dapat dijelaskan sebagai akibat dari perbedaan dan pertentangan kepentingan atas sumberdaya tersebut. Pandangan ini mengindikasikan adanya karakteristik obyek dan hubungan relasional yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kepentingan, nilai, dan orientasi kelompok sehingga dapat membawa pada suatu relasi persaingan maupun kooperatif antarkelompok dalam masyarakat. Adalah kawasan konservasi Suaka Margasatwa Nantu Boliyohuto Gorontalo, kawasan yang terletak di 3 (tiga) Kabupaten, yaitu Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo Utara saat ini menghadapi permasalahan konflik pengelolaan Pertambangan khususnya di Desa Buladu Kecamatan Sumalata Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara. Sejumlah permasalahan mendasar ditemukan misalnya tingkat pencemaran air sungai yang mengkwatirkan, degradasi hutan dan lahan serta rendahnya kesadaran masyarakat. Atas dasar inilah kajian peta konflik ini dilakukan dalam rangka untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang berkepentingan (konflik) serta berupaya memberikan alternatif solusi penyelesainnya. Output kegiatan ini akan digunakan sebagai bahan komunikasi dengan para pihak untuk secara bersama-sama memahami dan menyusun tindakan nyata penyelesaian konflik kawasan pertambangan di Suaka Margasatwa Nantu Boliyohuto sebagai alternatif upaya pemantapan kawasan dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam di Kabupaten- Kabuapten yang berada dalam kawasan SM Nantu. Kajian ini menggunakan metode Rapid Aprraisal Land Tenure (RaTa) sebagai model analisis sengketa penguasaan hak-hak atas penggunaan tanah. Data yang diperoleh diolah menggunakan soft program HumaWin. Kajian dilaksanakan mulai bulan April – Juli 2010 di Desa Buladu Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara.
Gambar 1. Papan Petunjuk Kawasan Pengelolaan Tambang PT. Makale Toraja Mining di Lokasi Kajia
Desa Buladu merupakan satu dari sepuluh desa di kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara, berada di wilayah Utara mempunyai luas wilayah 31 Ha atau 7 persen dari luas wilayah kecamatan Sumalata. (Kecamatan Sumalata dalam angka 2009). Untuk sampai ke desa Buladu dapat ditempuh selama 30 menit dari pusat kecamatan Sumalata karena hanya berjarak 14 km sedangkan untuk menuju Dusun Pasolo dapat ditempuh hanya 15 menit. Desa Buladu bependuduk 1.574 jiwa dengan 367 KK Mata pencaharian masyarakat Buladu sebagian besar adalah panambang emas tradisional hal ini disebabkan karena 50 % tempat penambangan emas di kecamatan Sumalata terletak di desa Buladu (85 buah), desa Bulolila (65 buah) dan Wubudu (12 buah). Tingkat kesejahteraan masyarakat di desa Buladu belum sebanding dengan kilaunya kandungan di daerah ini, sebagian besar (45 %) masyarakat masih berada dibawah garis kemiskinan penduduk sebagian besar tidak tamat SD/ tidak sekolah 65 %. Kondisi sarana prasarana pendidikan dan kesehatan tahun 2009 sangat terbatas. Rasio jumlah murid dengan guru diatas rasio kecamatan yakni 1 : 26 , fasilitas kesehatan pustu dan polindes satu buah dan posandu 3 buah.
Gambar 2. Kawasan Pengelolaan Tambang Masyarakat (Wilayah Pertambangan Rakyat) di Lokasi Kajian
Kegiatan penambangan emas di desa Buladu telah dilakukan sejak zaman Belanda (tahun 1800-an) terdapat beberapa peralatan pertambangan ditemukan dilokasi seperti Belanga dan terowongan. Situs situs peninggalan adanya aktifitas penambangan emas ini kemudian diikuti oleh warga di desa Buladu pada tahun 1980-an mulai melakukan penggalian emas hingga puncaknya pada akhir tahun 2000. Potensi emas yang terkandung didesa Buladu pernah di jajaki pula oleh PT Aneka Tambang pada tahun 2005 namun tidak berlanjut, untuk memaksimalkan potensi pertambangan maka pada tahun 2006 dilakukan studi kelayakan oleh Dinas Pertambangan Kabupaten Gorontalo dan menemukan bahwa kondisi pertambangan rakyat telah mencapai titik jenuh oleh karenanya dibutuhkan investasi besar untuk skala penambangan yang lebih besar. Atas dasar ini maka melalui pemerintah desa Buladu mengajukan kepada pemerintah daerah agar pertambangan dikelola oleh perusahaan tambang agar menghasilkan Pendapatan untuk pembangunan daerah. Pada akhir tahun 2007 pemerintah daerah Gorontalo Utara mengeluarkan izin eksplorasi seluas 20.235 kepada PT Makale Toraja Mining (PT MTM) di desa Buladu. Pada tahun ini pula pemerintah daerah melalui Distamben Propinsi Gorontalo menetapkan Dusun Pasolo Desa Buladu menjadi wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang diikuti oleh pembentukan koperasi Pasolo Indah. Penetapan WPR tidak diikuti oleh batas-batas pengelolaan yang jelas sehingga hal inilah yang menjadi pemicuh terjadinya konflik wilayah pengelolaan pertambangan antara PT MTM dan Penambang Tradisional (PETI). Sepanjang tahun PTM MTM menyiapkan berbagai perizinan pertambangan pada tahun ini dilakukan Kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) oleh perusahaan, keluarnya rekomendasi DPRD Gorontalo Utara, keluarnya Izin kuasa pertambangan Ekplorasi (seluas 300 ha ) dan izin Eksploitasi, sedangkan aktifitas penambangan rakyat terus berlangsung tanpa kejalasan tapal batas.
Gambar 3. Sisa Peralatan dan Fasilitas Pertambangan pada Zaman Belanda
Puncak konflik terjadi pada awal tahun 2009 saat PT MTM melakukan operasi produksi (izin No. 77a tahun 2009). Sejumlah warga penambang lokal (sekitar 40 orang) melakukan penghadangan terhadap masuknya peralatan PT MTM ke lokasi tambang yang juga di garap oleh para penambang, ketegangan tak dapat dihindari sehingga ‘memaksa’ camat Sumalata (Thamrin Yusuf) memediasi pertemuan warga dengan pihak perusahaan. Pertemuan menghasilkan kesepakatan bahwa (1) pihak PT. MTM akan menyambungkan Pipa Air bersih (PAB) ke lokasi pemukiman masyarakat di desa Buladu, Wubudu dan Deme II. (2) wilayah perkebunan rakyat tidak akan diganggu/di terobos oleh PT. MTM serta (3) menjamin tidak terjadinya pencemaran lingkungan. Kesepakatan bersama ini turut disaksikan oleh pejabat Muspida Gorontalo Utara. Hingga tahun 2010 kesepakatan ini tidak laksanakan oleh pihak perusahaan aktifitas produksi PT MTM terus berlangsung hingga memasuki kawasan yang diklaim sebagai areal pertambangan emas dan perkebunan rakyat. Sejumlah warga Buladu bersama tokoh masyarakat (bapak Rahman Gobel) mengajukan hal ini ke DPRD dan pemerintah Gorut serta ke LSM (LP2M) dan Mahasiswa untuk mengupayakan solusi penyelesainnya. Upaya penyelesain yang dilakukan oleh pemda Gorut dinilai sangat merugikan warga, karena faktanya aktifitas penambangan PT MTM terus memasuki area penambangan rakyat. Atas hal ini maka pada tanggal 27 April 2010 warga melakukan aksi pembakaran Kamp PT MTM (3X4 m) oleh tiga orang pelaku masing-masing Ishak Isini (34 tahun) Ismail Labajo (30 th) dan Husain Djana (28 th) ketiga pelaku ditahan di polsek Sumalata. Kejadian ini menambah gejolak konflik.
Gambar 4. Base Camp dan Peralatan Tambang Perusahaan
Pemerintah daerah melalui Badan Lingkungan Hidup kemudian melakukan investigasi terhadap kondisi kualitas sungai yang tercemar sebanyak dua kali masing-masing pada Bulan Maret dan Juli 2010 hasilnya menunjukan bahwa sumber pencemaran berasal dari aktifitas penambangan tanpa Izin (PETI) oleh warga di desa Buladu. Status pencemaran berada pada cemar berat khususnya pada lokasi PETI (Lokasi sampel A2) dan di Sungai Wubudu (Lokasi sampel A5). Hasil analisis sampel air permukaan di lokasi sampling Sungai Wubudu Desa Buladu Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara menunjukkan bahwa kisaran Kadar Merkuri (Hg) dalam air permukaan adalah 0,00425 mg/L nilai ini sudah berada di atas Nilai Ambang Batas (NAB) yang dipersyaratkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air dan PERMENKES RI Nomor 907 Tahun 2002 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Air Minum dimana Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Logam Mercuri adalah : 0,001 mg/L atau 0,01 ppm. Tim investigasi merekomendasikan diantarnya ; (1) Penaatan Hukum, Penertiban Lokasi PETI, (2) Penyediaan Sarana Air Bersih Bagi Kebutuhan Hidup Masyarakat (CSR Investor), (3) Membuat Saluran/Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) Pada Proses Pengolahan Emas (Bak Koagulasi), (4) Mengalihkan para penambang dari profesinya dari penambang dengan profesi yang lain (pertanian, peternakan, budidaya rumput serta (5) Alih Teknologi yaitu dengan menggunakan mikroba Pada Proses Malgamasi dengan Alat sederhana Bioteknologi (BPPT, IPB Bogor).
Gambar 5. Cara Pengolahan Bahan Galian secara Tradisional tanpa Peralatan dan Perlengkapan Keselamatan Kerja
Upaya penyelesaian konflik dapat dilakukan dengan beberapa opsi, diantaranya ; Pertama, Tetap Mempertahankan Kawasan Konservasi ; Kelangkaan kapasitas dan konsistensi aplikasi kewenangan dalam menegakkan atura atas penggunaan lahan dalam kawasan di wilayah tersebut. Pada aspek kelembagaan ditemukan kelangkaan kapasitas organisasi dalam mengelolah konflik baik lembaga internal kawasan maupun lebaga lainnya. Hal lain yang dapat dilakukan dengan sinergi dalam pengembangan perekonomian masyarakat secara melembaga diluar kawsan berdasar klaster dan potensi sumberdaya yang tersedia. Kedua, Mempertimbangkan wilayah pertambangan rakyat melalui kelembagaan wilayah pertambangan rakyat (WPR). Pilihan dihadapkan pada kelangkaan Modal dan teknologi pertambangan rakyat dalam menerapkan (Good Mining Practice) serta Legalisasi perubahan peruntukan dan fungsi kawasan dalam usulan perubahan melalui RTRWP. Ketiga Mempertimbangkan Izin Usaha Pertambangan. Pola ini berpotensi konflik dengan wilayah pertambangan rakyat (PETI) dan resisten terhadap rantai ekonomi. Selain itu adanya legalisasi perubahan peruntukan dan fungsi kawasan dalam usulan perubahan melalui RTRWP dan keempat kombinasi izin usaha pertambangan dan pertambangan rakyat. Kelangkaan modal dan teknologi pertambangan rakyat dalam menerapkan (good mining practice). Legalisasi perubahan peruntukan dan fungsi kawasan dalam usulan perubahan melalui RTRWP.
Kata kunci: Peta konflik, kawasan konservasi, penambangan tanpa izin (PETI).
Funding: ICRAF Bogor, Tahun 2010
Survei Tanah Pertanian pada Studi Potensi Pengembangan D.I Bulango Ulu Tahun 2020
SUMMARY EXECUTIVE
Nurdin1, Fitriah S. Jamin1, Rival Rahman1, Iin Veronika Bahi2
1Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo
2Laboratorium Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo
Swasembada pangan merupakan keniscayaan yang harus segera dicapai mengingat kebutuhan pangan terus meningkat dari tahun ke tahun (liner), sementara ketersediaan pangan cenderung fluktuatif (hiperbolik). Oleh karena itu, untuk mendukung program pencapaian swasembada pangan, terutama swasembada padi (beras) Nasional, maka dibutuhkan optimalisasi potensi daerah irigasi (D.I) bendungan di setiap daerah. Salah satu D.I yang potensial untuk dikembangkan adalah D.I Bendungan Bulango Ulu Provinsi Gorontalo seluas ± 1.035 ha di wilayah kerja BWS Sulawesi II. Guna mencapai target tersebut, maka mutlak dibutuhkan data potensi sumberdaya lahan (SDL) yang handal dan mutakhir, sebagai dasar perencanaan pertanian, seperti pengembangan D.I Bendungan Bulango Ulu. Namun, sampai saat ini belum tersedia data dan informasi potensi pengembanga D.I tersebut pada skala yang semi detail atau skala 1 detail. Upaya penyediaan data dan informasi potensi sumberdaya lahan salah satunya dapat ditempuh melalui kegiatan survei tanah pertanian. Tujuan survei tanah ini secara spesifik adalah: (a) melakukan survei tanah dan pemetaan satuan tanah (jenis tanah) skala 1:25.000., (b) menganalisis kelas kemampuan lahan pada skala 1:25.000., (c) menganalisis kelas kesesuaian lahan pada skala 1:25.000., (d) menganalisis kelas kesuburan tanah pada skala 1:25.000., (e) menganalisis tingkat prasarana pertanian pada skala 1:25.000., dan (f) menganalisis pola tanam.
Gambar 1. Koordinasi Tim Survei dengan PPK
Hasil yang diperoleh yaitu: (a) Jenis tanah yang dijumpai adalah Ultisol, Inceptisol dan Mollisol., (b) kelas kemampuan lahan seluruhnya adalah kelas II dengan faktor pembatas tekstur tanah dan permeabilitas tanah, sehingga daerah studi dapat dikembangkan untuk tanaman semusim, termasuk padi sawah irigasi., (c) kelas kesesuaian lahan aktual sebagian besar adalah kelas sesuai marjinal (S3) dengan faktor pembatas media perakaran (tekstur), retensi hara (C organik, KTK), hara tersedia (N total, P dan K tersedia), serta toksisitas (salinitas). Setelah dilakukan upaya perbaikan, maka kelas kesesuaian lahan potensial sebagian besar adalah sangat sesuai (S1)., (d) tingkat kesuburan tanah sebagian besar adalah rendah dan hanya sebagian kecil saja yang tingkat kesuburan tanahnya sedang., (e) pola tanam eksisting (saat ini) yang dapat diterapkan adalah Padi-Bera karena ketersediaan air yang minim dan lebih banyak bulan defisit. Pembangunan irigasi akan meningkatkan pola tanam menjadi Padi-Padi-Bera atau bahkan Padi-Padi-Padi., dan (f) ketersediaan sarana dan prasarana pertanian belum terdistribusi merata di daerah studi dan lebih banyak tersedia di Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, sehingga menempatkan kecamatan ini dalam hirarki 1 pengembangan padi sawah irigasi. Sementara kecamatan lainnya relatif masih kurang tersedia dan belum memadai.
Gambar 2. Kelengkapan Alat dan Bahan Survei
Rekomendasi yang diajukan yaitu: (a) dijumpainya lapisan padas (kontak litik) pada kedalaman 20 – 50 cm di beberapa titik pengamatan (jenis tanah lithic haplustults-Ultisols) perlu mendapat perhatian dan penanganan khusus karena akan menghambat pertumbuhan akar tanaman. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan pengolahan tanah maksimum sampai pada kedalaman 40 cm atau melakukan reklamasi lahan sebelum dilakukan pencetakan sawah agar akar tanaman dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik., (b) kandungan fraksi pasir yang dominan di daerah studi perlu juga mendapat perhatian dan penanganan khusus karena jika dibiarkan akan menyebabkan air irigasi akan lebih cepat terinfiltrasi ke dalam tanah karena sifat porous fraksi pasir yang tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penambahan bahan organik dalam jumlah 10 ton/ha agar tanah lebih lembab dan bahan organik dapat berperan sebagai pengikat fraksi tanah (sementing agent). Pelumpuran (poodling) maksimal dapat juga dilakukan agar sifat permeabel tanah dapat dikurangi di lapangan., (c) rendahnya tingkat kesuburan tanah di daerah studi dapat diatasi dengan pemberian pupuk N-P-K baik tunggal maupun majemuk dengan dosis pupuk sebanyak 150 – 250 kg/ha. Selain itu, pH tanah yang bereaksi agak alkali (basa) dapat diatasi dengan pemberian sulfur (belerang) atau dikombinasikan dengan pemberian bahan organik dan pupuk yang mengandung sulfur, seperti pupuk NPK Phonska yang mengandung 10% sulfur (S)., dan (d) rendahnya ketersediaan sarana dan prasarana pertanian dapat diatasi dengan penyediaan sarana dan prasarana tersebut di daerah studi, baik oleh Kementrian Pertanian (Ditjend Prasarana dan Sarana Pertanian), Dinas Pertanian setempat, Kementrian Desa, Transmigrasi dan Tenaga Kerja maupun bantuan pemerintah (BP) melalui kelompok tani binaan Kementrian PU dalam hal ini BWS Sulawesi II.
Gambar 3. Kegiatan Deskripsi Profil Tanah
Funding: BWS II Sulawesi, 2020
Kategori
- Abstract 2006
- Abstract 2009
- Abstract 2011
- Abstract 2012
- Abstract 2013
- Abstract 2014
- Abstract 2016
- Abstract 2018
- Abstract 2019
- Abstract 2020
- Abstract 2021
- Abstract 2022
- Abstract 2023
- Abstract 2024
- Buku
- Kiprah Tugas Pembantuan ASN-Dosen
- Kunjungan Luar Negeri
- Mata Kuliah
- Project 2009
- Project 2010
- Project 2013
- Project 2018
- Project 2019
- Project 2020
- Project 2022
- Publikasi Ilmiahku
- Soil Scientist from Gorontalo
Blogroll
- a-SintaID
- b-Google Scholar
- c-Scopus ID
- d-Web of Science (WoS) ID
- e-ResearchGate
- f-Academia.edu
- g-SciProfiles
- h-Loop ID
- i-LinkedIn
- j-OrcidID
- k-figshare
- l-Youtube
- m-Twitter
- n-Facebook
- o-Universitas Negeri Gorontalo
- p-BIMA-Kemendikbud RI
- q-FAPERTA UNG
- r-LP2M UNG
- s- LP3M UNG
- t-SIMPPM UNG
- u-SIMLIT UNG
- v-Rispro LPDP
- w-BRIIN
- x-PDDIKTI
- y-GRS BPDPKS
- z-kampusmerdeka
- z1-ANJANI
- z10-SIAT UNG
- z11-Aplikasi SIAGA
- z12-SPADA Indonesia
- z13-SISTER
- z14-tesaurus.kemdikbud
- z15-UKBI
- z16-typoonline
- z17-Turnitin
- z18-Zetero
- z2-eHAKI
- z20-Himpunan Ilmu Tanah Indonesia(HITI)
- z21-BKN
- z21-Kementan RI
- z22-BPS Provinsi Gorontalo
- z23-BPS Kabupaten Boalemo
- z24-BPS Kabupaten Bone Bolango
- z25-BPS Kabupaten Gorontalo
- z26-BPS Kabupaten Gorontalo Utara
- z27-BPS Kabupaten Pohuwato
- z3-Arjuna
- z4-DIKTI
- z5-GARUDA Dikti
- z6-SIM Karier dan SDM Kemendikbud
- z7-KBBI
- z8-Kedaireka
- z9-RAMA