Supervisi Teman Sejawat (Peer Supervision) dalam Supervisi Bimbingan dan Konseling
Supervisi Teman Sejawat (Peer Supervision) dalam Supervisi Bimbingan dan Konseling
Oleh: Maryam Rahim
Pendahuluan
Supervisi merupakan komponen penting dalam peningkatan profesionalitas guru bimbingan dan konseling/konselor. Melalui supervisi, konselor sekolah memperoleh umpan balik, bimbingan, serta penguatan kompetensi dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yang efektif dan berdampak. Namun, realita di lapangan, pelaksanaan supervisi bimbingan dan konseling di sekolah masih menghadapi berbagai kendala, seperti keterbatasan jumlah pengawas yang berlatar belakang keilmuan bimbingan dan konseling, supervisi yang bersifat administratif (Rahim dan Hulukati, 2022), serta hubungan supervisi yang cenderung hierarkis. Kondisi ini menuntut adanya pendekatan supervisi alternatif yang lebih kolaboratif dan humanis, salah satunya adalah supervisi teman sejawat (peer supervision).
Supervisi teman sejawat menempatkan guru bimbingan dan konseling/konselor sebagai subjek yang saling belajar, berbagi pengalaman, dan merefleksikan praktik profesional secara bersama-sama. Pendekatan ini sejalan dengan paradigma supervisi modern yang menekankan pengembangan profesional berkelanjutan melalui kolaborasi dan refleksi kritis. Supervisi teman sejawat adalah bentuk supervisi profesional yang dilakukan oleh rekan kerja dengan posisi setara, di mana masing-masing individu berperan sebagai supervisor sekaligus supervisee. Menurut Glickman, Gordon, dan Ross-Gordon (2018), supervisi sejawat merupakan pendekatan pengembangan profesional yang berfokus pada dialog reflektif, saling percaya, dan peningkatan kualitas praktik kerja secara bersama.
Dalam konteks bimbingan dan konseling, supervisi teman sejawat memungkinkan guru bimbingan dan konseling/konselor untuk mendiskusikan kasus, strategi dan metode/teknik layanan, penggunaan media, evaluasi layanan, hingga permasalahan etika, yang dilaksanakan secara terbuka tanpa tekanan struktural. Bernard dan Goodyear (2019) menegaskan bahwa supervisi sejawat efektif dalam meningkatkan kesadaran diri (self-awareness) dan kompetensi profesional karena berlangsung dalam suasana egaliter.
Supervisi bimbingan dan konseling memiliki karakteristik khusus karena berkaitan langsung dengan perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karier siswa. Oleh karena itu, model supervisi yang diterapkan perlu memperhatikan aspek empati, kerahasiaan, serta refleksi profesional. Supervisi teman sejawat dalam bimbingan dan konseling dapat diterapkan melalui berbagai kegiatan, antara lain:
1. Diskusi kasus (case conference). Guru BK mendiskusikan kasus konseli dengan tetap menjaga prinsip kerahasiaan. Rekan sejawat memberikan sudut pandang alternatif dan masukan profesional
.2. Observasi layanan BK. Teman sejawat melakukan observasi terhadap pelaksanaan layanan (misalnya konseling individu atau klasikal), kemudian memberikan umpan balik konstruktif.
3. Refleksi Bersama. Guru bimbingan dan konseling/konselor merefleksikan kekuatan, kelemahan, dan tantangan layanan BK secara kolektif untuk menemukan solusi perbaikan.
Penerapan supervisi teman sejawat dalam BK memberikan berbagai manfaat, antara lain:
1. Meningkatkan profesionalitas guru bimbingan dan konseling/konselor. Melalui berbagi praktik baik (best practices), guru bimbingan dan konseling/konselor dapat meningkatkan keterampilan konseling dan pengelolaan layanan
.2. Membangun budaya reflektif dan kolaboratif. Supervisi sejawat mendorong guru bimbingan dan konseling/konselor untuk terbuka terhadap kritik dan saran secara konstruktif.
3. Mengurangi kecemasan terhadap kegiatan supervisi. Berbeda dengan supervisi formal, supervisi teman sejawat berlangsung dalam suasana non-hierarkis sehingga lebih nyaman dan suportif
.4. Mendukung pengembangan moral dan etika profesi. Diskusi sejawat membantu guru bimbingan dan konseling/konselor menjaga standar etika profesi melalui kontrol kolektif dan refleksi nilai.
Meskipun memiliki banyak keunggulan, supervisi teman sejawat juga menghadapi tantangan, seperti kurangnya keterampilan supervisi, potensi subjektivitas, serta rendahnya komitmen. Oleh karena itu, diperlukan beberapa strategi implementasi, antara lain:
1. Penyusunan pedoman supervisi teman sejawat yang jelas
2. Pelatihan dasar supervisi bagi guru bimbingan dan konseling/konselor
3. Penjadwalan supervisi secara terstruktur dan berkelanjutan
4. Dukungan kebijakan dari kepala sekolah dan pengawas bimbingan dan konseling
Supervisi teman sejawat merupakan alternatif strategis dalam supervisi bimbingan dan konseling yang berorientasi pada pengembangan profesional berkelanjutan. Supervisi teman sejawat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan supervisi bimbingan dan konseing, antara lain supervisor bimbingan dan konseling tidak berlatar belakang keilmuan bimbingan dan konseling.
Menurut Langeveld, manusia adalah animal educandum, makhluk yang dapat dan perlu dibimbing. Dalam konteks ini, guru bimbingan dan konseling/konselor sebagai pendidik profesional juga merupakan subjek yang terus berkembang dan memerlukan bimbingan melalui supervisi yang mendidik, bukan menghakimi. Melalui pendekatan kolaboratif, reflektif, dan humanis, supervisi sejawat mampu meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling sekaligus memperkuat identitas profesional guru bimbingan dan konseling/konselor. Dengan dukungan sistem sekolah yang kondusif, supervisi teman sejawat dapat menjadi kegiatan supervisi yang efektif dan bermakna dalam menjawab tantangan pendidikan masa kini.
Daftar Pustaka
Bernard, J. M., & Goodyear, R. K. (2019). Fundamentals of Clinical Supervision. Pearson Education.
Glickman, C. D., Gordon, S. P., & Ross-Gordon, J. M. (2018). SuperVision and Instructional Leadership. Pearson.
Rahim, M., Hulukati, W., Puluhulawa, M., dan Idris, I. 2023. Evaluasi dan Supervisi Bimbingan dan Konseling. Koto Baru Provinsi Sumatra Barat. Yayasan PendidikanCendekia Muslim.
Rahim, M dan Hulukati, W. 2022. Pelaksanaan Supervisi Bimbingan dan Konseling di Provinsi Gorontalo. Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application, 11, 62-74.
Sergiovanni, T. J. (2009). The Principalship: A Reflective Practice Perspective. Pearson.
Kategori
- Masih Kosong
Arsip
Blogroll
- Masih Kosong