Menghidupkan Ibadah Qurban-Membumikan Empati

09 June 2025 11:22:27 Dibaca : 4

Menghidupkan Ibadah Qurban-Membumikan Empati

Oleh: Maryam Rahim

            Setiap tanggal 10 Zulhijjah, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah qurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Pada hakikatnya, ibadah ini bukan sekadar menyembelih hewan, tetapi juga momentum untuk menumbuhkan dan mengasah empati terhadap sesama. Dalam konteks sosial kontemporer yang sarat dengan individualisme, ibadah qurban menjadi jembatan spiritual yang mempererat solidaritas kemanusiaan.

            Secara historis, qurban merujuk pada peristiwa monumental Nabi Ibrahim AS yang bersedia mengorbankan putranya, Ismail AS, atas perintah Allah. Namun, Allah menggantikannya dengan seekor kibas atau domba, sebagai bukti bahwa yang diinginkan-Nya adalah keikhlasan dan ketundukan hati. Menurut Quraish Shihab, pakar tafsir Indonesia, qurban bukan hanya sekadar ritual menyembelih hewan. Qurban adalah simbol pengorbanan dan pendekatan diri kepada Allah SWT. Hakikatnya bukan pada darah dan daging, tetapi pada ketakwaan (lihat QS Al-Hajj: 37)”. Makna qurban lebih luas, mengajarkan ummat Islam untuk berkorban demi kebaikan yang lebih besar, termasuk untuk orang lain. Ibadah qurban mendidik setiap muslim menjadi pribadi yang penuh empati yang tinggi.

            Empati, dalam konteks Islam, adalah kemampuan merasakan penderitaan orang lain dan terdorong untuk membantu. Daging qurban yang dibagikan khususnya kepada fakir miskin, akan mengurangi beban mereka, meski hanya sesaat atau beberapa hari. Oleh sebab itu, qurban dipandang sebagai ibadah sosial dan bukan hanya sebatas ibadah spiritual. Nilai empati dari qurban tampak pula dalam semangat untuk melepaskan sesuatu yang kita cintai. Allah berfirman dalam QS Ali-Imran ayat 92: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh Allah Maha Mengetahui”

            Di era modern yang semakin menekankan pencapaian individu, ibadah qurban menjadi penyeimbang antara kehidupan individual dengan kehidupan sosial. Ibadah qurban mengingatkan bahwa keberhasilan hidup tidak bisa hanya diukur dari akumulasi materi, tetapi juga dari seberapa banyak seorang muslim mampu memberi manfaat pada orang lain. Qurban adalah salah satu bentuk pembebasan, di mana ibadah qurban akan menundukkan keinginan pribadi demi untuk kesejahteraan bersama.

            Ibadah qurban adalah jembatan antara langit dan bumi. Ibadah qurban menghubungkan antara ketaatan kepada Allah dengan kepedulian terhadap manusia. Melalui qurban, empati bukan lagi sekadar wacana, tetapi menjadi aksi nyata dalam bentuk berbagi daging hewan qurban, menyambung silaturahmi, menghapus sekat sosial, dan menghidupkan rasa kasih antar sesama. Melaksanakan ibadah qurban setiap tahun di bulan Zulhijjah bukan hanya seremoni tahunan, tetapi sebagai tonggak untuk mewujudkan masyarakat yang lebih empatik, adil, dan penuh cinta kasih, sebagaimana pesan utama Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Menghidupkan ibadah qurban termasuk upaya untuk membumikan empati.

            Membumikan empati mengandung makna menjadikan empati terpatri kuat dalam diri setiap muslim, yang terwujud dalam perilaku sehari-hari. Ketika setiap muslim memiliki empati yang tinggi maka terwujudlah masyarakat yang penuh empatik. Ketika masyarakat diliputi oleh empati, maka terwujudlah masyarakat yang terbebas dari korupsi, terbebas dari penyalahgunaan wewenang, terbebas dari orang-orang yang lebih mementingkan diri sendiri dan keluarga/golongan, terbebas dari pemimpin yang tidak amanah, terbebas dari berbagai perilaku yang merugikan diri sendiri dan orang lain.