Bimbingan dan Konseling Karir Holistik
Bimbingan dan Konseling Karir Holistik
Oleh: Maryam Rahim
Bimbingan dan Konseling karir Holistik merupakan hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh Rahim (2019). Tahapan konseling karir Holistik sebagai berikut:
Tahap 1: membangun rapport dan komitmen, serta evaluasi
Tahap ini dilakukan untuk membangun rapport (hubungan baik), merumuskan dan memahami tujuan bimbingan/konseling karir, serta membangun kesepakatan pertemuan dan waktu. Pada tahap ini diupayakan terjadinya hubungan baik dalam arti terjadi suatu kondisi saling memahami, mengenal tujuan bersama, dan tercipta hubungan yang akrab sehingga menumbuhkan rasa saling percaya antara konselor dan konseli. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada kegiatan di tahap selanjutnya. Selain itu, tujuan bimbingan dan konseling harus dapat dirumuskan dalam rumusan yang realistik, yang akan mengarahkan aktivitas berikutnya serta memudahkan dalam mengukur keberhasilan layanan. Rumusan tujuan tersebut perlu dipahami oleh konseli maupun konselor. Di samping itu kesepakatan pertemuan dan waktu pertemuan juga harus telah disepakati pada tahap ini.
Tahap ini diikuti dengan kegiatan evaluasi terhadap hasil yang diperoleh pada tahap 1 ini. Evaluasi dilakukan untuk memastikan apakah telah terbangun rapport (hubungan baik), apakah tujuan bimbingan/konseling karir telah dirumuskan secara realistis dan telah dipahami oleh klien (konseli) dan konselor, dan apakah telah terbangun kesepakatan pertemuan dan waktu pelaksanaan layanan.
Tahap 2: Analisis karakteristik konseli dan dunia kerja, serta evaluasi
Kegiatan pada tahap ini difokuskan pada analisis karakteristik konseli, dan dunia kerja. Pemahaman terhadap karakteristik konseli meliputi pemahaman konseli terhadap dirinya sendiri, yakni pemahaman tentang bakat, minat, kemampuan intelektual, kepribadian, cita-cita, tujuan hidup, gaya hidup yang diinginkan, termasuk memahami berbagai kelemahan yang dimiliki; serta pemahaman terhadap lingkungan keluarga, yakni pemahaman tentang kondisi ekonomi orang tua, dan harapan-harapan orang tua tentang karir. Pemahaman konseli terhadap dunia kerja, yakni pemahaman tentang berbagai jenis sekolah/perguruan tinggi lanjutan; pemahaman tentang berbagai jenis pekerjaan dengan berbagai persyaratan yang ditetapkan, gaji/upah yang diperoleh, fasilitas yang disediakan, latihan-latihan yang dibutuhkan, kondisi tempat kerja, serta kendala-kendala yang dihadapi selama menjalani pekerjaan tersebut.
Pemahaman konseli terhadap dirinya sendiri dapat dibantu dengan melakukan tes bakat/minat, tes IQ, tes kepribadian; inventory memahami cita-cita, tujuan hidup, gaya hidup yang diinginkan, kondisi ekonomi orang tua, serta harapan-harapan orang tua tentang karir; termasuk invetory memahami kelemahan diri. Pemahaman konseli terhadap dunia kerja dapat dibantu dengan pemberian informasi dengan menggunakan buku informasi karir, leaflet-leaflet pilihan jurusan dan studi lanjutan/perguruan tinggi lanjutan, blog-blog karir, kunjungan karir, informasi dari nara sumber, dan melalui sumber infomasi karir lainnya. Akhir tahap ini berupa pemahaman konseli tentang dirinya dan dunia kerja, serta pemahaman konselor tentang karakteristik konseli. Hal ini sangat penting untuk menjadi dasar melanjutkan proses konseling ke tahap berikutnya.
Tahap 2 diikuti dengan kegiatan evaluasi terhadap hasil yang diperoleh dalam tahap ini. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah konseli dan juga konselor telah memahami karakteristik konseli, dan apakah konseli telah memiliki pemahaman terhadap dunia kerja.
Tahap 3: Melakukan perencanaan karir dan evaluasi
Berdasarkan pemahaman konseli tentang dirinya dan dunia kerja, serta pemahaman konselor terhadap karakteristik konseli, maka pada tahap ini konseli difasilitasi oleh konselor melakukan perencanaan karir. Proses ini dilalui dengan membuat berbagai alternatif rencana karir, disertai pertimbangan dari berbagai aspek, sehingga membutuhkan diskusi yang bisa memakan waktu singkat ataupun waktu panjang, tergantung pada kemampuan konseli.
Kegiatan ini perlu melibatkan orang tua yang berkepentingan dengan keberlanjutan rencana karir yang akan dipilih oleh konseli. Pelibatan orang tua dalam bentuk meminta informasi, baik secara tatap muka langsung maupun melalui media misalnya telepon, dari orang tua tentang karir yang diinginkan ditekuni anaknya. Tahap ini diharapkan menghasilkan dua atau tiga rencana karir yang akan ditetapkan atau diputuskan pada tahap berikutnya. Keberhasilan tahap 3 ini turut ditentukan oleh keberhasilan tahap 1 (tahap awal) dan tahap 2 (analisis karakteritik konseli dan dunia kerja).
Tahap ini diikuti dengan kegiatan evaluasi terhadap hasil yang diperoleh dalam tahap ini. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah konseli telah memiliki 2 atau 3 rencana karir. Jika tahap ini belum berhasil, maka kegiatan dapat kembali ke tahap 1 dan tahap 2, atau tahap 2 saja.
Tahap 4: Membuat keputusan karir, dan evaluasi
Dari dua atau tiga rencana karir yang telah dihasilkan pada tahap 3, maka pada tahap 4 ini akan ditetapkan atau diputuskan satu atau dua rencana karir yang akan menjadi pilihan konseli. Proses ini dapat saja masih membutuhkan diskusi lebih lanjut, sehingga konselor harus benar-benar mampu membuat konseli menetapkan keputusan karir yang akan dapat direalisasikan sebagai pilihan yang permanen, meskipun mungkin masih terjadi adanya dua pilihan, sebagai pilihan pertama dan pilihan kedua.
Pada proses pembuatan keputusan karir ini posisi konselor lebih banyak memfasilitasi, dalam arti konseli yang lebih banyak berperan. Namun demikian hal inipun akan tergantung pada karakteristik konseli, apakah konseli benar-benar mampu membuat keputusan dengan fasilitasi konselor, ataukah konselor yang harus lebih banyak mengambil peran. Keberhasilan tahap ini turut dipengaruhi oleh keberhasilan tahap 2 (analisis karakteristik konseli dan dunia kerja), dan tahap 3 (melakukan perencanaan karir).
Tahap ini diikuti dengan kegiatan evaluasi terhadap hasil yang diperoleh. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah konseli telah membuat keputusan karir dari 2 atau 3 rencana karir yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya. Jika tahap ini belum berhasil, maka kegiatan kembali lagi ke tahap 3 untuk mencermati kembali rencana karir yang telah ditetapkan, apakah rencana karir yang telah ditetapkan belum didasarkan pada pertimbangan pemahaman diri dan pemahaman dunia kerja oleh konseli, atau karena faktor lain.
Tahap 5: Membantu konseli merealisasikan pilihan karir, dan evaluasi
Setelah diperoleh keputusan karir maka tugas konselor selanjutnya adalah membantu konseli merealisasikan keputusan karir, terutama bagi konseli yang mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan pertama dan pilihan kedua disebabkan adanya pengaruh eksternal seperti teman, situasi pendaftaran, proses pendaftaran (online atau non online), termasuk mengalami kesulitan memperoleh akses ke sekolah/perguruan tinggi tujuan. Keberhasilan tahap ini ditentukan oleh keberhasilan pada tahap 3 (melakukan perencanaan karir) dan tahap 4 (membuat keputusan karir).
Tahap ini diikuti dengan kegiatan evaluasi terhadap hasil yang diperoleh. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah konseli telah dapat merealisasikan keputusan karir yang telah ditetapkan. Evaluasi tidak hanya dilakukan untuk mengetahui apakah konseli telah berada pada posisi karir (jurusan atau sekolah/perguruan tinggi lanjutan) yang dipilihnya, namun evaluasi itu berlangsung selama konseli menjalani karirnya, untuk mengetahui apakah konseli telah nyaman di jurusan yang menjadi pilihannya, ataupun di sekolah/perguruan tinggi lanjutan, mengetahui keberhasilan konseli dalam karirnya, prestasi yang dicapai, serta kemungkinan pengembangan yang hendak dilakukan konseli. Jika hasil evaluasi menunjukkan tahap merealisasikan karir ini belum berhasil, maka kegiatan kembali ke tahap 3 dan tahap 4, atau hanya pada tahap 4.
Tahap 6: Evaluasi Akhir
Meskipun pada setiap tahap dilakukan evaluasi namun masih diperlukan evaluasi secara keseluruhan terhadap hasil yang diperoleh pada tahap 1 sampai dengan tahap 5. Evaluasi akhir dilakukan untuk mengukur keberhasilan konseli berdasarkan tujuan bimbingan dan konseling yang telah dirumuskan dan disepakati pada tahap 1 (tahap awal).
Tahap 7: Tindak Lanjut dan Evaluasi
Tahap 7 berupa kegiatan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi yang dilakukan pada tahap 6, yakni evaluasi terhadap tahapan layanan secara keseluruhan. Khusus hasil evaluasi terhadap perkembangan karir konseli ditindaklanjuti sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil evaluasi. Tindak lanjut dalam bentuk membantu menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi bagi konseli yang mengalami kendala/hambatan dalam karirnya, sedangkan bagi konseli yang berhasil dan berprestasi dalam karirnya diberikan penguatan motivasi serta berbagai informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan karir secara optimal.
Perkembangan teknologi sebagaimana yang terjadi saat ini sangat memungkinkan dan membantu guru bimbingan dan konseling/konselor dalam melakukan kegiatan tindak lanjut. Penggunaan jejaring sosial seperti group What’s App alumni, pertemanan melalui face-book, atau aplikasi lainnya, dapat dijadikan sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan konseli yang telah berada di pendidikan lanjutan atau di dunia kerja. Komunikasi dimaksud dalam bentuk saling berbagi informasi tentang keberhasilan atau hambatan yang ditemui dalam karir, pemberian apresiasi dan motivasi yang telah berhasil, ataupun solusi terhadap konseli yang menemui hambatan atau masalah dalam karirnya.
Referensi:
Rahim, Maryam. 2019. Pengembangan Model Bimbingan dan Konseling Karir bagi Siswa Pendidikan Menengah Atas di Kota Gorontalo. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo.
Harapan Orang Tua dan Pemilihan Karir Anak
Harapan Orang Tua dan Pemilihan Karir Anak
Oleh: Maryam Rahim
Orang tua biasanya memiliki harapan-harapan tertentu bagi kehidupan anak-anaknya, termasuk harapan dalam karir atau pekerjaan. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya memiliki pekerjaan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Harapan itu mulai terwujud ketika anak memilih sekolah lanjutan ataupun memilih program studi pada sekolah lanjutan yang ditempuhnya, bahkan dimulai sejak usia dini ketika sang anak mulai menunjukkan bakat dan minatnya pada suatu bidang.
Hubungan antara harapan orang tua dengan pemilihan karir anak merupakan topik yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa poin utama yang menjelaskan bagaimana harapan orang tua dapat mempengaruhi pemilihan karir anak:
1. Nilai dan norma keluarga; orang tua sering kali menanamkan nilai dan norma keluarga yang dapat membentuk pandangan anak terhadap pekerjaan tertentu. Misalnya, jika sebuah keluarga sangat menghargai pendidikan dan profesi tertentu seperti dokter atau insinyur, anak mungkin merasa terdorong untuk memilih karir di bidang tersebut.
2. Ekspektasi ekonomi dan sosial; orang tua mungkin memiliki harapan ekonomi dan sosial tertentu untuk anak mereka. Mereka mungkin berharap anak mereka memilih karir yang dianggap stabil dan menguntungkan secara finansial. Harapan ini dapat berasal dari keinginan orang tua untuk memastikan anak mereka memiliki kehidupan yang lebih baik dan stabil secara ekonomi.
3. Dukungan dan pengarahan; orang tua sering kali memberikan dukungan dan pengarahan dalam memilih jalur pendidikan dan karir. Mereka mungkin membantu anak dengan sumber daya, informasi, dan jaringan yang relevan. Ini dapat sangat mempengaruhi keputusan anak dalam memilih karir yang sesuai dengan harapan orang tua.
4. Tekanan sosial dan emosional; anak-anak mungkin merasa tekanan sosial dan emosional untuk memenuhi harapan orang tua mereka. Tekanan ini dapat berupa tekanan langsung atau tidak langsung untuk mengikuti karir tertentu. Tekanan ini dapat mempengaruhi keputusan anak dalam memilih karir, terkadang mengabaikan minat dan bakat pribadi mereka.
5. Role model; orang tua sering kali menjadi role model bagi anak-anak mereka. Jika orang tua memiliki profesi tertentu yang mereka banggakan, anak-anak mungkin terinspirasi untuk mengikuti jejak mereka. Anak-anak yang melihat kesuksesan dan kepuasan orang tua dalam profesi tertentu mungkin terdorong untuk memilih karir yang sama.
6. Pengalaman pribadi orang tua; pengalaman pribadi orang tua, baik positif maupun negatif, dapat mempengaruhi harapan mereka terhadap pilihan karir anak. Orang tua yang merasa tidak puas dengan pilihan karir mereka sendiri mungkin mendorong anak mereka untuk memilih jalur karir yang berbeda yang mereka anggap lebih memuaskan.
Namun demikian, meskipun harapan orang tua dapat mempengaruhi pemilihan karir anak, penting juga untuk dicatat bahwa pemilihan karir anak-anak juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti minat pribadi, bakat, pendidikan, teman sebaya, dan pengalaman hidup mereka sendiri. Kombinasi dari semua faktor ini akhirnya akan membentuk keputusan akhir anak dalam memilih karir.
Empati dan Kesenjangan Sosial-Ekonomi
Empati dan Kesenjangan Sosial-Ekonomi
Oleh: Maryam Rahim
Empati erat kaitannya dengan kehidupan sosial-ekonomi. Empati memiliki peran penting dalam mengurangi kesenjangan sosial ekonomi. Kehidupan masyarakat yang didasari oleh empati akan meminimalisir kesenjangan sosial dan ekonomi dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Hubungan antara empati dan kesenjangan sosial ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemahaman dan kesadaran; empati membantu individu memahami dan menyadari penderitaan dan tantangan yang dihadapi oleh orang lain yang kurang beruntung secara ekonomi. Kesadaran ini dapat mendorong tindakan nyata untuk membantu mereka yang membutuhkan.
2. Solidaritas sosial; adanya empati, lebih memungkinkan orang untuk menunjukkan solidaritas dan dukungan kepada kelompok yang kurang beruntung. Solidaritas ini dapat terwujud dalam bentuk bantuan langsung, advokasi kebijakan yang lebih adil, atau partisipasi dalam program-program sosial.
3. Kebijakan yang lebih adil; pemimpin yang memiliki empati cenderung membuat kebijakan yang lebih memperhatikan kesejahteraan semua lapisan masyarakat. Kebijakan yang adil dan inklusif dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi dengan memberikan kesempatan yang lebih merata kepada semua orang.
4. Pemberdayaan komunitas; empati mendorong program-program pemberdayaan komunitas yang berfokus pada peningkatan keterampilan dan akses ke sumber daya bagi masyarakat kurang mampu. Melalui pemberdayaan ini, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya sendiri.
5. Filantropi (tindakan kedermawanan) dan tindakan amal; empati sering kali menjadi pendorong utama di balik tindakan filantropi (tindakan kedermawanan) dan tindakan amal. Orang yang merasa empati terhadap penderitaan orang lain lebih cenderung menyumbang waktu, uang, atau sumber daya lainnya untuk membantu mengurangi kemiskinan dan kesenjangan.
6. Mengurangi polarisasi; empati dapat membantu mengurangi polarisasi sosial dengan membangun jembatan antara berbagai kelompok sosial ekonomi. Hal ini dapat menciptakan dialog yang lebih konstruktif dan solusi yang kolaboratif untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam kehidupan masyarakat.
Dalam perspektif ajaran Islam, empati juga merupakan nilai penting. Islam mendorong umatnya untuk selalu menolong yang membutuhkan, memperhatikan tetangga, dan berperilaku adil. Konsep zakat, infaq, dan sedekah dalam Islam adalah bentuk konkrit dari penerapan empati yang dapat mengurangi kesenjangan sosial ekonomi.
Empati dan Resiliensi
Empati dan Resiliensi
Oleh: Maryam Rahim
Empati memiliki hubungan yang erat dengan resiliensi. Resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk pulih dari kesulitan, trauma, atau stres. Resiliensi sangat dibutuhkan dalam menghadapi dinamika kehidupan.
Berikut adalah beberapa cara bagaimana empati berkontribusi pada peningkatan resiliensi:
1. Peningkatan dukungan sosial
Empati memperkuat hubungan sosial dan dukungan dari orang lain. Ketika seseorang mengalami kesulitan, dukungan dari teman, keluarga, dan rekan kerja yang empatik bisa memberikan bantuan emosional dan praktis yang diperlukan untuk menghadapi tantangan. Dukungan sosial ini adalah salah satu faktor utama yang meningkatkan resiliensi.
2. Mengurangi isolasi
Seseorang yang empatik cenderung lebih terhubung dengan orang lain, sehingga mengurangi perasaan kesepian dan isolasi. Keterhubungan sosial ini memberikan perasaan aman dan diterima, yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatasi stres dan kesulitan.
3. Meningkatkan kemampuan mengatasi masalah
Dengan memiliki empati, seseorang dapat memahami perspektif dan pengalaman orang lain. Ini membantu dalam memecahkan masalah secara kreatif dan efektif, karena orang yang empatik cenderung lebih fleksibel dalam berpikir dan lebih terbuka terhadap solusi yang berbeda.
4. Mengembangkan pengendalian emosi
Empati melibatkan kemampuan untuk mengelola emosi sendiri saat merespons emosi orang lain. Ini membantu dalam pengembangan pengendalian emosi yang lebih baik, yang penting dalam menghadapi situasi stres dan menjaga ketenangan dalam situasi sulit.
5. Membangun rasa harga diri:
Ketika seseorang merasakan dan menunjukkan empati, mereka sering menerima umpan balik positif dari orang lain. Pengakuan dan apresiasi ini dapat meningkatkan rasa harga diri dan percaya diri, yang merupakan komponen penting dari resiliensi.
6. Memperkuat keterampilan komunikasi
Empati meningkatkan kemampuan untuk mendengarkan dengan penuh perhatian dan berkomunikasi secara efektif. Keterampilan komunikasi yang baik membantu dalam mengatasi konflik, mencari bantuan, dan membangun hubungan yang mendukung, yang semuanya berkontribusi pada resiliensi.
7. Mendorong sikap positif
Empati mengajarkan seseorang untuk melihat kebaikan dalam diri orang lain dan situasi. Sikap positif ini dapat membantu individu melihat tantangan sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh, daripada sebagai hambatan yang tak teratasi.
8. Mengurangi perilaku destruktif
Orang yang empatik cenderung menghindari perilaku yang merusak diri sendiri dan orang lain, seperti agresi atau penggunaan zat terlarang. Dengan menjaga perilaku yang sehat, mereka lebih mampu mempertahankan keseimbangan emosional dan menghadapi tantangan dengan cara yang konstruktif.
Secara keseluruhan, empati tidak hanya penting untuk membangun hubungan yang kuat dan sehat, tetapi juga memainkan peran krusial dalam meningkatkan resiliensi individu. Dengan mengembangkan empati, seseorang dapat menjadi lebih kuat dan lebih mampu menghadapi dan pulih dari kesulitan hidup.
Empati dan Kesehatan Fisik
Empati dan Kesehatan Fisik
Oleh: Maryam Rahim
Empati memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kesehatan fisik. Berikut adalah beberapa cara bagaimana empati dapat mempengaruhi kesehatan fisik:
1. Mengurangi stres
Ketika seseorang merasakan empati, mereka cenderung lebih mampu memahami dan mendukung orang lain. Ini bisa mengurangi tingkat stres, baik pada orang yang menerima empati maupun pada orang yang memberikan empati. Stres yang lebih rendah berhubungan dengan tekanan darah yang lebih baik, sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat, dan risiko penyakit kronis yang lebih rendah.
2. Meningkatkan kesehatan jantung
Studi menunjukkan bahwa orang yang lebih empatik memiliki risiko lebih rendah terhadap penyakit jantung. Empati membantu mengurangi perilaku agresif dan meningkatkan hubungan sosial yang sehat, yang semuanya berkontribusi pada kesehatan jantung yang lebih baik.
3. Meningkatkan fungsi sistem kekebalan
Hubungan sosial yang positif dan dukungan emosional yang berasal dari empati dapat meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh. Ini karena interaksi sosial yang positif membantu mengurangi hormon stres seperti kortisol, yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh.
4. Memperpanjang umur
Studi menunjukkan bahwa memiliki hubungan sosial yang kuat dan penuh empati dapat memperpanjang umur seseorang. Dukungan sosial dan emosional yang diperoleh dari hubungan yang empatik membantu individu mengatasi kesulitan hidup dengan lebih baik dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
5. Meningkatkan kesehatan mental
Empati juga berhubungan erat dengan kesehatan mental yang baik. Ketika seseorang merasa dipahami dan didukung, mereka cenderung mengalami tingkat kecemasan dan depresi yang lebih rendah. Kesehatan mental yang baik berkontribusi pada kesehatan fisik yang lebih baik karena kedua aspek ini saling berkaitan.
6. Mendorong perilaku sehat
Orang yang empatik cenderung lebih peduli terhadap kesejahteraan orang lain dan dirinya sendiri. Ini dapat mendorong mereka untuk terlibat dalam perilaku sehat seperti berolahraga secara teratur, makan makanan bergizi, dan menghindari kebiasaan buruk seperti merokok dan konsumsi alkohol berlebihan.
Hubungan antara empati dan kesehatan fisik ini menunjukkan bahwa mengembangkan empati tidak hanya penting untuk kesehatan emosi dan sosial, tetapi juga memiliki dampak positif yang nyata pada kesehatan fisik.
Kategori
- Masih Kosong
Arsip
Blogroll
- Masih Kosong