Nilai-Nilai Karakter dalam Ajaran Islam
Nilai-Nilai Karakter dalam Ajaran Islam
Oleh: Maryam Rahim
Islam telah mengajarkan tentang karakter baik yang penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam ajaran Islam, pembentukan karakter dasar atau akhlak mulia sangat ditekankan sebagai bagian dari ibadah dan cerminan keimanan. Beberapa karakter dasar yang diajarkan dalam Islam:
1. Sidq (jujur); kejujuran adalah salah satu nilai utama dalam Islam. Allah memerintahkan umat Islam untuk berkata dan bertindak dengan benar (QS Al-Ahzab: 70, yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar."). Rasulullah SAW bersabda: "Hendaklah kalian berlaku jujur, karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke surga." (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Amanah (tanggung jawab); Islam mengajarkan untuk menjaga amanah dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam pekerjaan, hubungan sosial, maupun agama (QS An-Nisa: 58, yang artinya: Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.). Rasulullah SAW bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang yang tidak memiliki amanah." (HR. Ahmad).
3. ‘Adl (adil); bersikap adil merupakan kewajiban yang harus ditegakkan, bahkan terhadap diri sendiri atau orang terdekat (QS An-Nisa: 135, yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan). Islam melarang keras kezaliman dan mendorong umat Islam untuk berlaku adil dalam setiap keputusan dan perbuatan.
4. Rahmah (kasih sayang); Islam menganjurkan sikap kasih sayang kepada sesama manusia, hewan, dan alam (QS Al-Anbiya: 107, yang artinya: Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam). Rasulullah SAW bersabda: "Orang-orang yang penyayang akan disayangi oleh Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah yang ada di bumi, maka kalian akan disayangi oleh yang ada di langit." (HR. Tirmidzi).
5. Ikhlas (niat lurus dan tulus); segala amal perbuatan harus dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT (QS Al-Bayyinah: 5, yang artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus). Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
6. Sabar; kesabaran adalah karakter penting yang diajarkan dalam Islam, baik dalam menghadapi ujian maupun menjalankan ketaatan (QS Al-Baqarah: 153, yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar). Allah menyukai orang-orang yang sabar dan menjanjikan pahala yang besar bagi mereka (QS Az-Zumar: 10, yang artnya: Katakanlah (Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas).
7. Syukur; Islam menganjurkan umatnya untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah (QS Ibrahim: 7, yang artinya: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”). Rasulullah SAW bersabda: "Orang yang bersyukur akan diberikan tambahan nikmat oleh Allah."
8. Tawadhu’ (rendah hati); Islam melarang kesombongan dan menganjurkan sikap rendah hati dalam pergaulan (QS Al-Furqan: 63, yang artinya: Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam.”). Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang rendah hati karena Allah, maka Allah akan meninggikan derajatnya." (HR. Muslim).
9. Husnuzan (berprasangka baik); Islam menganjurkan untuk selalu berprasangka baik terhadap Allah dan sesama manusia (QS Al-Hujurat: 12, yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.). Berprasangka buruk hanya akan merusak hubungan sosial dan menimbulkan dosa.
10. Empati (tafahum artinya pemahaman), mencerminkan kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam Islam, konsep empati berkaitan dengan tasamuh, toleransi, atau tenggang rasa. Empati merupakan sikap terpuji yang sepatutnya dimiliki oleh setiap orang. QS Al Maidah ayat 2 yang artinya: "...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim). Disebutkan pula dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim: "Perumpamaan orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuhnya juga akan merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam." (HR. Bukhari dan Muslim).
11. Disiplin; ketaatan pada aturan. Islam mengajarkan tentang pentingnya disiplin, termasuk disiplin waktu. QS An-Nisâ ayat 59, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." Rasulullah SAW bersabda: Ada dua nikmat yang sering dilupa oleh kebanyakan manusia yaitu kesehatan dan kesempatan. (HR. Bukhari). Rasulullah SWA menasehati: pergunakan lima waktu ini sebelum datang waktu yang lain yaitu: mudamu sebelum datang masa tuamu, sehatmu sebelum datang masa sakitmu, kayamu sebelum datang fakirmu, waktu luangmu sebelum masa sibukmu dan hidupmu sebelum datang ajalmu. (HR. Hakim).
Nilai-nilai karakter ini tidak hanya menjadi dasar pembentukan individu Muslim yang baik, tetapi juga menciptakan masyarakat yang harmonis dan diridhai Allah SWT. Implementasinya dapat dilakukan melalui pembiasaan ibadah, pembelajaran Al-Qur'an dan Hadist, serta teladan dari Rasulullah SAW.
Penguatan Karakter Dasar di Kalangan Mahasiswa
Penguatan Karakter Dasar di Kalangan Mahasiswa
Oleh: Maryam Rahim
Persoalan karakter hingga saat ini masih menjadi perhatian banyak orang, terlebih dengan adanya berbagai perilaku sebagian anggota masyarakat, bahkan para pejabat yang sangat mengganggu bahkan merugikan rakyat. Perilaku korupsi, nepotisme, dan perilaku nirmoral lainnya yang dilakukan oleh para pejabat menjadi cerminan kondisi karakter masyarakat Indonesia saat ini, yang dikhawatirkan akan berlanjut di masa-masa mendatang jika tidak ditangani secara tepat dan kontinu. Kondisi ini menjadi alasan penting dilakukan berbagai upaya terus menerus untuk mewujudkan mahasiswa yang memiliki karakter baik. Mengapa mahasiswa? Sebab mahasiswa merupakan komunitas yang sedang dibekali dengan bebagai kompetensi untuk keberlanjutan kehidupan bangsa ini. Penguatan karakter dasar pada mahasiswa merupakan langkah penting dalam membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara moral dan sosial. Beberapa nilai-nilai karakter dasar yang perlu diperkuat:
1. Jujur; mengajarkan kejujuran dapat dilakukan melalui kebiasaan mengungkapkan kebenaran, menghindari plagiarisme, dan menghormati hak kekayaan intelektual orang lain. Memberikan sanksi positif dan negatif sebagai bentuk apresiasi atau teguran untuk perilaku jujur atau tidak jujur.
2.Tanggung jawab; mahasiswa diajak untuk memahami dan menjalankan kewajibannya, baik dalam tugas akademik maupun kegiatan sosial. Diberikan kepercayaan untuk memimpin proyek atau kegiatan sebagai latihan tanggung jawab.
3. Adil; menanamkan prinsip keadilan dengan membiasakan mahasiswa bersikap objektif dalam menilai, menghindari diskriminasi, dan menghargai hak orang lain. Dapat diterapkan melalui diskusi dan simulasi kasus nyata.
4. Empati; melatih mahasiswa untuk memahami dan merasakan kondisi orang lain, seperti melalui kegiatan sosial, kerja bakti, atau pengabdian masyarakat. Pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning) dapat menjadi metode efektif.
5. Menghargai orang lain; mengedepankan sikap saling menghormati di lingkungan kampus dengan mendengarkan pendapat orang lain tanpa prasangka. Mengintegrasikan budaya kampus yang ramah dan inklusif.
6. Integritas; membangun konsistensi antara ucapan, sikap, dan tindakan mahasiswa dengan nilai-nilai moral dan etika. Membuat sistem penghargaan bagi mahasiswa yang menunjukkan integritas tinggi.
7. Kerjasama, memupuk kemampuan bekerja dalam tim melalui proyek kelompok, organisasi mahasiswa, atau kegiatan lainnya. Memberikan tugas kolaboratif yang melibatkan berbagai disiplin ilmu untuk mengembangkan keterampilan interdisipliner.
8. Disiplin; memupuk disiplin melalui berbagai kegiatan yang diselenggarakan, menerapkan disiplin waktu pada kegiatan perkuliahan, disiplin mengerjakan tugas, disiplin dalam berpakaian yang pantas ketika berada di kampus. Fenomena ketidakdisiplinan waktu dalam memulai berbagai aktivitas terutama aktivitas formal, masih menjadi fenomena yang memprihatinkan hingga saat ini. Kehadiran tepat waktu pada saat perkualiahan dan kegiatan formal lainnya, seta disiplin menyelesaiakan tugas perkuliahan perlu diterapkan secara terus menerus.
Hal yang sangat urgen dalam penguatan karakter dasar di kalangan mahasiswa ini adalah adanya teladan yang mereka peroleh dari dosen. Penguatan karakter membutuhkan model yang dapat langsung ditiru oleh mahasiswa. Secara singkat dikatakan bahwa dosen harus menjadi model karakter yang baik bagi mahasiswanya. Di samping itu komitmen dari seluruh dosen, sehingga pengutan karakter benar-benar menjadi tanggungjawab bersama seluruh dosen.
Kompetensi Reflektif bagi Guru
Kompetensi Reflektif bagi Guru
Oleh: Maryam Rahim
Sebagai pendidik profesional, guru memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru merupakan ujung tombak pendidikan yang bertanggung jawab pada kualitas generasi penerus bangsa. Dapat dikatakan, guru menjadi kunci penting keberhasilan pendidikan.
Salah satu kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru untuk memenuhi tuntutan sebagai guru profesional adalah kompetensi reflektif. Demikian pentingnya kompetensi melakukan refleksi bagi guru, maka terdapat beberapa regulasi yang mengemukakan kompetensi tersebut. Regulasi tersebut adalah: Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (sudah diperbarui dengan PP 32 Tahun 2013) menyebutkan pentingnya evaluasi proses pembelajaran sebagai bagian dari tanggung jawab guru. Refleksi dilakukan untuk memastikan bahwa metode dan pendekatan pembelajaran relevan dan efektif. Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, mengatur bahwa guru harus melaksanakan refleksi terhadap proses pembelajaran untuk perbaikan dan inovasi di masa mendatang. Permendikbud Nomor 19 Tahun 2019 tentang Penyediaan Beban Kerja Guru Guru wajib melakukan refleksi dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi mereka.
Guru yang reflektif adalah guru yang mau ‘melihat’ dirinya sendiri, melakukan refleksi dan introspeksi diri, khususnya terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Selain selalu melihat sisi positif dari setiap saran dan kritik orang lain, guru yang reflektif selalu berusaha mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi peserta didik dan menelaah apakah pembelajaran yang dilakukan telah mengantarkan peserta didik menguasai kompetensi yang diharapkan. Guru yang reflektif tidak dengan mudah merasa puas terhadap pembelajaran yang telah dilakukan dan cenderung ingin mencoba hal baru untuk menyempurnakan pembelajarannya (best practices). Karenanya, guru yang reflektif bersikap terbuka terhadap perubahan, mau terus belajar, dan menerima nilai-nilai baru yang bersifat dinamis (Modul Pendidikan Profesi Guru Prajabatan, tahun 2022).
Refleksi pembelajaran adalah proses di mana guru merenungkan pengalaman melaksanakan proses pembelajaran untuk memahami, mengevaluasi, dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Refleksi ini melibatkan pemikiran mendalam tentang bagaimana proses pembelajaran berlangsung, tantangan yang dihadapi, serta langkah-langkah untuk perbaikan ke depan. Refleksi pembelajaran dapat dimaknai sebagai aktivitas memikirkan ulang tentang proses pembelajaran telah dilakukan, apakah telah berhasil atau belum berhasil, bermanfaat atau tidak bermanfaat, kendala-kendala yang ditemui, serta ha-hal yang mendukung pelaksanaan pembelajaran.
Beberapa manfaat refleksi pembelajaran:
1.Meningkatkan pemahaman diri; guru dapat mengenali kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakannya. Hal ini membantu guru mengetahui komponen-komponen pembelajaran yang sudah dikuasai dan komponen yang masih perlu ditingkatkan.
2. Mendorong perbaikan berkelanjutan; melalui refleksi, guru dapat mengidentifikasi strategi/metode ataupu media pembelajaran yang kurang efektif dan menggantinya dengan strategi/metode/media yang lebih tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran.
3. Mengembangkan keterampilan berpikir kritis; refleksi membantu guru berpikir lebih kritis dan analitis, sehingga guru lebih mampu mengevaluasi informasi dan mengambil keputusan yang bijak dalam pembelajaran.
4. Meningkatkan motivasi melaksanakan pembelajaran; dengan merenungkan proses pembelajaran, guru akan lebih bertanggung jawab atas hasil proses pembelajaran yang telah dilaksanakannya, yang pada gilirannya akan meningkatkan motivasi guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Guru dapat melakukan refleksi melalui berbagai cara, seperti: jurnal harian pembelajaran, diskusi dengan rekan sejawat, pelatihan dan workshop, dan analisis hasil belajar siswa untuk mengevaluasi kefektifan strategi, metode dan media pembelajaran.
Ketika Tidak Amanah dalam Bekerja
Ketika Tidak Amanah dalam Bekerja
Oleh: Maryam Rahim
Amanah dapat dimaknai sebagai segala bentuk tanggung jawab yang dipercayakan kepada seseorang, baik yang bersifat materi, moral, sosial, maupun spiritual. Amanah merupakan sebuah konsep penting dalam ajaran Islam. Dalam Islam, amanah berarti kepercayaan atau tanggung jawab yang harus dijaga dan dilaksanakan dengan penuh kejujuran dan integritas. “Bekerja adalah amanah”, sebuah ungkapan yang mengandung makna bahwa apa yang dilakukan dalam bekerja kelak nanti akan dipertanggungjawabkan kepada pihak yang memberikan amanah, dan dalam Islam pertanggunjawaban itu adalah pertanggungjawaban kepada Allah SWT dan sesama manusia.
Bagaimana jika tidak amanah dalam bekerja? Tidak amanah dalam bekerja merupakan perilaku yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan nilai moral universal. Agar kita akan amanah dalam bekerja, maka kita perlu menghindari perilaku tidak amanah yang ditunjukkan dengan ciri-ciri berikut::
1. Tidak menepati janji dan komitmen; sering kali mengingkari janji, baik dalam hal waktu, hasil kerja, atau tugas yang telah disepakati. Misalnya: tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai tenggat waktu yang telah dijanjikan.
2. Melakukan kecurangan; memanipulasi data, hasil kerja, atau laporan untuk keuntungan pribadi atau menutupi kesalahan. Misalnya: memalsukan laporan keuangan atau memberikan informasi yang tidak sesuai fakta.
3. Malas dan tidak profesional; tidak menunjukkan usaha yang maksimal dalam menyelesaikan pekerjaan atau sering mengabaikan tugas. Misalnya: sering terlambat, meninggalkan pekerjaan, atau tidak fokus selama jam kerja.
4. Penyalahgunaan wewenang; menggunakan posisi atau fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. Misalnya menggunakan kenderaan kantor atau perusahaan untuk urusan pribadi tanpa izin.
5. Tidak jujur; menyembunyikan kesalahan, mengambil keuntungan secara diam-diam, atau memberikan informasi palsu. Misalnya mengambil barang milik kantor atau perusahaan tanpa izin.
6. Mengabaikan kualitas kerja; tidak peduli terhadap standar atau kualitas hasil kerja, asalkan tugas dianggap selesai. Misalnya hasil kerja yang asal-asalan tanpa memperhatikan dampaknya.
7. Tidak bertanggung jawab; enggan mengakui kesalahan atau melempar tanggung jawab kepada orang lain. Misalnya saat terjadi masalah, tidak mau terlibat dalam mencari solusi dan justru menyalahkan pihak lain.
8. Suka menciptakan konflik; menghabiskan waktu kerja untuk membicarakan hal-hal negatif tentang rekan kerja atau atasan, yang menyebabkan suasana kerja tidak kondusif. Misalnya membocorkan informasi rahasia perusahaan kepada pihak luar.
9. Tidak mematuhi aturan kantor/perusahaan; sengaja melanggar aturan perusahaan demi kenyamanan pribadi. Misalnya menggunakan waktu kerja untuk urusan pribadi, seperti bermain media sosial atau berbelanja online.
10. Kurangnya empati kepada rekan kerja; tidak peduli dengan beban kerja rekan lain atau tidak membantu ketika dibutuhkan. Misalnya menolak memberikan bantuan meskipun memiliki kemampuan dan waktu untuk melakukannya.
Tidak amanah bekerja, tentu saja akan memberikan dampak buruk, baik bagi instansi/ perusahaan, orang lain, dan terutama diri sendiri, seperti berikut:
1. Kerugian bagi instansi, perusahaan dan orang lain; tidak menjalankan tugas dengan benar dapat merugikan rekan kerja, atasan, perusahaan, atau masyarakat yang bergantung pada pekerjaan tersebut.
2. Hilangnya kepercayaan; tidak amanah akan mengurangi kepercayaan orang lain, baik dalam hubungan profesional maupun pribadi.
3. Dosa dan akibat di akhirat; Allah SWT memperingatkan keras dalam Al Qur'an tentang pengkhianatan amanah. Dalam Surah Al-Ahzab ayat 72, disebutkan bahwa amanah adalah ujian besar, dan manusia harus bertanggung jawab atas amanah yang mereka emban.
4. Kehidupan yang tidak berkah; tidak amanah dapat menyebabkan hilangnya keberkahan dalam hidup, termasuk keberkahan dalam rezeki.
Beberapa dalil tentang amanah:
1. Al Qur'an:“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. An-Nisa: 58) Ayat ini menegaskan pentingnya menunaikan amanah sesuai dengan tanggung jawabnya.
2. Hadist Nabi Muhammad SAW:“Tidaklah sempurna iman seseorang yang tidak menjaga amanah” (HR. Ahmad) Hadist ini menunjukkan bahwa amanah adalah bagian dari kesempurnaan iman seseorang.
Cara menjaga amanah dalam bekerja:
1. Niat yang ikhlas; awali setiap pekerjaan dengan niat beribadah kepada Allah SWT, sehingga pekerjaan menjadi lebih bermakna dan penuh tanggung jawab.
2. Profesionalisme; laksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan dan tanggung jawab.
3. Jujur dan transparan; hindari berbohong, menipu, atau menyembunyikan informasi penting.
4. Disiplin waktu dan tugas; menepati janji dan tenggat waktu adalah bagian dari menjaga amanah
.5. Muhasabah diri; lakukan evaluasi diri secara rutin untuk memastikan bahwa semua tugas dan tanggung jawab dijalankan dengan benar.
Mencermati konsekuensi dari amanah sebagai pertanggungjawaban kepada Allah SWT, dan kepada sesama manusia, maka marilah kita menghindari tidak amanah dalam bekerja, dan memohon ampunan Allah SWT jika kita telah tidak amanah dalam bekerja.
Bekerja sebagai Ibadah dan Bekerja sebagai Amanah
Bekerja sebagai Ibadah dan Bekerja sebagai Amanah
Oleh: Maryam Rahim
Bekerja menjadi aktivitas penting dalam kehidupan manusia, mengingat melalui bekerja seseorang dapat memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja merupakan aktivitas untuk menjemput rezeki yang telah disiapkan oleh Allah SWT bagi setiap hambaNya. Begitu pentingnya bekerja bagi manusia, maka dalam pandangan Islam bekerja dipandang sebagai ibadah: ‘bekerja adalah ibadah” dan bekerja dipandang sebagai amanah: “bekerja adalah amanah”. Ungkapan "bekerja sebagai ibadah" dan "bekerja sebagai amanah" sering digunakan untuk memotivasi para pekerja agar melaksanakan pekerjaan dengan baik, sesuai dengan aturan yang berlaku. Biasanya diperuntukan bagi pekerja di instasi pemerintah ataupun swasta. Cara memotivasi seperti ini akan sangat berpengaruh pada peningkatan kinerja, terutama bagi mereka yang memang memegang prinsip bahwa segala aktivitas yang dilakukan dengan niat yang baik akan bernilai ibadah.
Bekerja sebagai Ibadah,menekankan pentingnya niat dan keikhlasan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah SWT. hal ini mengandung makna:
a. Bekerja merupakan pengabdian kepada Allah SWT, selama pekerjaan itu dilakukan dengan niat yang benar (ikhlas) dan sesuai dengan syariat Islam. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW: "Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Bekerja dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarga: Islam mendorong ummatnya untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak menjadi beban bagi orang lain. Upaya mencari nafkah yang halal adalah bagian dari ibadah. Dalam hadist disebutkan: "Barang siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah demi keluarganya, maka dia seperti seorang pejuang di jalan Allah." (HR. Thabrani).
c. Bekerja menjadi sarana untuk berbuat kebaikan, pekerjaan yang dilakukan dengan niat untuk membantu orang lain atau memberikan manfaat kepada masyarakat juga termasuk ibadah.
Bekerja sebagai amanah, menekankan tanggung jawab dan integritas dalam melaksanakan tugas. Hal ini mengandung makna:
a. Bekerja sebagai wujud tanggung jawab terhadap Allah dan sesama manusia: Amanah berarti tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan, baik kepada Allah maupun kepada manusia. Bekerja adalah bagian dari amanah yang diberikan oleh Allah untuk dijalankan dengan sebaik-baiknya. "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya..." (QS. An-Nisa: 58)
b. Melaksanakan pekerjaan secara profesional: Islam menekankan pentingnya bekerja dengan jujur, adil, dan tidak mengkhianati amanah. Dalam sebuah hadist disebutkan: "Jika amanah telah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran." Para sahabat bertanya, "Bagaimana amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Jika urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." (HR. Bukhari)
c. Mempertanggungjawabkan pekerjaan di akhirat: Setiap pekerjaan yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Oleh karena itu, bekerja dengan penuh kejujuran, keikhlasan, dan dedikasi menjadi bagian dari menjalankan amanah yang diberikan oleh Allah SWT.
“Bekerja sebagai ibadah” dan “bekerja sebagai amanah”, keduanya saling melengkapi dan menjadi panduan moral yang kuat dalam dunia kerja menurut ajaran Islam. Begitu indahnya pandangan Islam tentang bekerja, maka selayaknyalah setiap pekerja memiliki disiplin dalam bekerja. Disiplin dalam bekerja adalah salah satu kunci keberhasilan dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Dalam Islam, disiplin merupakan bagian dari akhlak mulia yang mencerminkan tanggung jawab dan amanah seseorang terhadap tugasnya. Al Qur'an mengajarakan bahwa bekerja keras, berbuat bak, dan menjalankan tugas dengan baik di dunia adalah jalan mendapatkan keridhaan Allah SWT, dan pada akhirnya segala pebuatan baik yang diredhai oleh Allah SWT akan menjadi amal, yang Insya Allah akan membawa kita ke SurgaNya.
Kategori
- Masih Kosong
Arsip
Blogroll
- Masih Kosong