Kesuksesan Kerja dan Kecerdasan Sosial

07 January 2025 07:59:50 Dibaca : 18

Kesuksesan Kerja dan Kecerdasan Sosial

Oleh: Maryam Rahim

            Kesuksesan kerja menjadi dambaan setiap orang yang bekerja, baik di instansi pemerintah, swasta maupun dalam berwirausaha. Kesuksesan kerja tidak hanya berkontribusi positif bagi pekerja namun kontribusi itu akan menjadi penentu keberhasilan instasi di mana pekerja itu bekerja. Kenyataannya, sebagian pekerja memperoleh kesusksesan dan sebagian lainnya tidak memperoleh. Jika dicermati, kesuksesan kerja turut dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor kecerdasan sosial. Beberapa hasil penelitian menemukan adanya korelasi yang positif antara kesuksesan kerja dengan kecerdasan sosial.

            Kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami, berinteraksi, dan membangun hubungan dengan orang lain secara efektif. Dalam dunia kerja, kecerdasan sosial sering menjadi penentu kesuksesan kerja karena banyaknya peran yang melibatkan kolaborasi, komunikasi, dan pengelolaan hubungan antar individu. Goleman (2007) telah mengemukakan indikator kecerdasan sosial sebagai berikut:

1. Empati Dasar. Secara sederhana empati berarti mampu memahami perasaan orang lain. Orang dengan kecerdasan sosial mempunyai kemampuan untuk mampu merasakan perasaan orang lain. Di samping itu, dia juga mampu merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal seperti bersedih, kecewa, marah, kesal, dan lain sebagainya. Dalam dunia kerja empati dasar ini ditunjukkan dengan kemampuan pekerja merasakan isyarat-isyarat emosi yang ditunjukkan oleh pimpinan, teman-teman kerja, dan juga orang-orang yang diberikan pelayan.

2. Penyelarasan. Penyelarasan yang dimaksud adalah bagaimana individu mampu untuk mendengarkan dengan terbuka dan memahami apa yang disampaikan orang lain. Hal ini berkaitan erat dengan seni mendengarkan. Oleh sebab itu, seorang dengan kecerdasan sosial mempunyai kemampuan untuk mendengarkan dengan efektif. Dengan hal tersebut diharapkan mampu menyelaraskan diri dengan perasaan orang lain. Dalam dunia kerja penyelarasan ini ditunjukkan dengan kemampuan pekerja untuk menjadi pendengar yang efektif dalam setiap proses komunikasi yang terjadi di tempat kerja, baik dengan pimpinan, teman sejawat maupun dengan orang-orang yang diberikan pelayanan.

3. Ketepatan Empatik. Unsur yang lebih dalam dari penyelarasan yaitu ketepatan empatik. Unsur ini lebih menekankan kepada kemampuan untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Dengan memahami pikiran dan perasaan orang lain, individu akan mampu untuk mengerti maksud dari pikiran dan perasaan orang lain. Ketepatan empatik akan membuat pekerja mampu memahami makna ataupun maksud dari pikiran yang dikemukakan dan perasaan yang ditunjukkan oleh pimpinan, teman kerja maupun orang-orang yang diberikan pelayanan. Hal ini tentu saja akan berakibat pada ketepatan dalam memberikan respon atas pikiran dan perasaan tersebut.

4. Pengertian Sosial. Unsur ini terkait dengan kemampuan individu memahami dunia sosial. Individu harus mempunyai pengetahuan tentang dunia sosial, bagaimana seluk beluknya serta bagaimana dunia sosial tersebut bekerja. Dengan mengetahui hal tersebut, akan memudahkan bagi individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Dalam dunia kerja pengertian sosial ini ditunjukkan dengan kemampuan pekerja untuk memahami karakteristik pribadi pimpinan dan teman-teman kerja, latar belakang budaya, status sosial, dan lainnya. Termasuk memahami karakteristik orang-orang yang diberikan pelayanan.

5. Sinkronisasi. Sinkronisasi yang dimaksud adalah bagaimana individu bisa berinteraksi secara mulus dengan menggunakan bahasa non verbal. Bahasa non verbal merupakan bahasa yang tidak menggunakan kata-kata, tetapi lebih menggunakan isyarat bahasa tubuh seperti ekspresi wajah, pandangan mata, gerak tubuh dan sebagainya. Orang yang memiliki kecerdasan sosial mampu memahami bahasa tubuh dari orang yang berinteraksi dengannya. Dari ekspresi wajah lawan bicaranya, dia bisa mengetahui apakah lawan bicaranya tersebut sedang marah, emosi, kesal atau kecewa. Kemampuan sinkronisasi ini akan menjadikan pekerja menjadi orang yang mampu memaknai bahasa tubuh pimpinan, teman-teman kerja dan juga orang-orang yang diberikan pelayan.

6. Presentasi diri. Hal ini berkaitan dengan bagaimana individu menampilkan dirinya dengan efektif ketika berinteraksi dengan orang sekitarnya. Berbicara tidak berlebihan, gerakan tubuh yang tidak dibuat-buat, dan bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya.

7. Pengaruh. Orang dengan kecerdasan sosial mampu memberikan pengaruh kepada orang-orang yang berinteraksi dengannya. Pengaruh yang dimaksud tentu saja adalah pengaruh yang positif. Pekerja memiliki kemampuan mempengaruhi teman-temannya untuk bekerja dengan baik, disiplin dalam bekerja, berkompetisi yang sehat, memandang bekerja adalah ibadah, dan perilaku kerja positif lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kemampuan berbicara yang hati-hati serta mampu untuk mengendalikan diri, di samping menjadi sosok yang patut menjadi contoh yang baik di tempat kerja.

8. Kepedulian. Kepedulian merupakan unsur kecerdasan sosial yang paling tinggi. Unsur ini menekankan bagaimana individu peduli akan kebutuhan orang lain. Kepedulian ini ditunjukkan dengan melakukan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Semakin individu bersimpati dengan seseorang dalam kesusahan dan merasa peduli, semakin besarlah dorongannya untuk menolong mereka. Kepedulian terhadap pimpinan, teman kerja dan orang-orang yang diberikan pelayanan akan membuat pekerja mampu memberikan respon dengan segera sesuai dengan kebutuhan pihak-pihak tersebut.

Mencermati wujud unsur-unsur kecerdasan sosial dalam perilaku pekerja, maka dapat dipahami jika kesuksesan kerja turut dipengaruhi oleh kecerdasan sosial pekerja, sebagaimana telah ditemukan dalam hasil-hasil penelitian tentang korelasi kedua veriabel tersebut

Refleksi Belajar melalui Jurnal Akademik

03 January 2025 12:07:58 Dibaca : 20

Refleksi Belajar melalui Jurnal Akademik

Oleh: Maryam Rahim

            Refleksi dalam belajar penting guna mengoptimalkan aktivitas belajar. Refleksi belajar dapat diartikan sebagai proses merenungkan pengalaman, pengetahuan, dan tindakan untuk memahami makna, meningkatkan kesadaran diri, dan memperbaiki cara belajar di masa depan. Refleksi dalam belajar sangat penting karena membantu siswa dalam hal:

a Siswa lebih memahami materi yang dipelajari secara mendalam. Melalui perenungan tentang materi yang telah dipelajari, siswa dapat mengidentifikasi kesenjangan antara pemahamannya sebelumnya dengan pemahamannya setelah belajar, siswa dapat menghubungkan konsep baru dengan pengetahuan sebelumnya, dan dapat menginternalisasi materi pelajaran secara lebih mendalam.

b. Dapat meningkatkan kesadaran diri siswa. Refleksi dapat membantu siswa mengenali kekuatan, kelemahan, dan gaya belajar masing-masing, sehingga memungkinkan siswa mengembangkan strategi belajar yang lebih efektif.

c. Dapat memperbaiki proses belajar. Refleksi dapat menjadi evaluasi terhadap keberhasilan yang dicapai ataupun kegagalan yang ditemui dalam melakukan aktivitas belajar. Evaluasi terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam belajar memungkinkan siswa melakukan penyesuaian metode atau pendekatan untuk hasil yang lebih baik di masa-masa selanjutnya.

d. Siswa dapat mengaitkan teori dengan praktik. Melalui refleksi, siswa dapat merenungkan bagaimana teori yang dipelajari dapat diterapkan dalam situasi nyata, sehingga bermanfaat bagi kehidupannya sehari-hari.e. Mendorong aktivitas belajar siswa secara berkelanjutan. Dengan melakukan refleksi, aktivitas belajar siswa menjadi proses yang berkelanjutan, di mana setiap pengalaman menjadi bahan evaluasi dan perbaikan untuk menghadapi tantangan baru.     

Mengingat besarnya manfaat kegiatan refleksi belajar, maka hendaknya para siswa dimotivasi dan diberikan kesempatan untuk melakukan refleksi belajar. Kegiatan ini dapat dilakukan diakhir kegiatan pembelajaran atau dapat dilakukan di luar kegiatan pembelajaran, misalnya ketika siswa berada di rumah. Kegiatan refleksi dapat dilakukan secara lisan ataupun secara tertulis terutama bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam menyampaikan pikirannya secara lisan. Salah satu teknik yang dapat digunakan siswa melakukan refleksi adalah melalui jurnal belajar (learning journal). Silberman (1994:129) menggunakan istilah learning journals yang sebagai catatan harian siswa yang berisi tentang apa yang dipikirkan dan dirasakannya tentang pelajaran, yang membingungkannya atau membuatnya senang. Istilah yang digunakan oleh Pannen dan Sekarwinahyu (1994:17 – 18) adalah jurnal akademik.

      Jurnal akademik mempunyai ciri seperti buku harian. Di dalamnya siswa dapat mencatat semua hal yang dipikirkan dan dirasakan tentang materi yang dipelajarinya selama proses pembelajaran. Siswa juga dapat mencatat masalah-masalah yang dihadapi dalam memahami materi yang dibahas dalam perkuliahan. Bila ia dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya baik atas usahanya sendiri atau atas benatuan guru atau buku panduan yang tersedia, maka ia juga akan menuliskan pemecahannya dalam jurnal akademiknya.

      Sebagaimana disampaikan sebelumnya, jurnal akademik ini akan memberikan peluang kepada siswa yang kurang mampu mengungkapkan pengetahuannya atau pendapat dan pikiran serta ide-idenya secara lisan, mereka lebih percaya diri apabila mengungkapkannya secara tertulis. Di samping itu, dapat pula melatih siswa untuk mengungkapkan perasaaan/emosinya secara wajar, di mana aktivitas ini dapat melatih dan mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Penggunaan jurnal akademik juga dapat merangsang penggunaan otak kiri dan otak kanan dalam belajar sehingga akan menghindari terjadinya burnout (kelelahan) akademik. Menurut De Porter dan Hernacki (1993:38) ketidakseimbangan dalam penggunaan kedua belahan otak kiri dan kanan akan mengakibatkan stress, ketidaksehatan mental dan fisik.

            Penggunaan jurnal akademik dapat dilakukan melalui kegiatan berikut :

a. Menjelaskan kepada siswa tentang perlunya merefleksikan pengalaman-pengalamannya selama belajar dan memotivasi mereka untuk merefleksikan diri.

b. Meminta siswa untuk menuliskan hasil refleksinya

c. Mengumpulkan, membaca, dan memberikan komentar tentang hal-hal yang ditulis siswa dalam jurnal akademiknya.

Refleksi belajar melalui jurnal akademik yang dibuat oleh siswa akan menjadi balikan bagi guru tentang pembelajaran yang telah dilaksanakannya, yang nantinya diikuti dengan perbaikan-perbaikan pada aspek-aspek pembelajaran yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa, misalnya metode ataupun media yang digunakan, ataupun tentang pelaksanaan evaluasi. Termasuk perbaikan situasi pembelajaran. Dengan demikian maka kualitas pembelajaran guru akan selalu terjaga.

Teka-Teki Silang sebagai Metode Layanan Bimbingan dan Konseling

Oleh: Maryam Rahim

            Teka-teki silang (TTS) adalah permainan atau aktivitas mengisi kotak-kotak kosong dengan huruf-huruf sehingga membentuk kata-kata berdasarkan petunjuk yang diberikan. Kata-kata yang dimasukkan harus sesuai dengan arah yang telah ditentukan, yaitu mendatar (horizontal) dan menurun (vertikal). Permainan ini memiliki manfaat seperti: (1) meningkatkan kosakata, dalam hal ini membantu menambah pengetahuan tentang kata-kata baru, (2) melatih logika dan daya ingat, dengan melakukan pengisian TTS akan membantu mempertajam kemampuan berpikir dan memecahkan masalah, dan (3) sebagai hiburan yang edukatif, sebab aktivitas ini menyenangkan sekaligus memberikan manfaat kognitif.

            Memperhatikan cara menggunakan TTS dan manfaat aktivitas TTS ini, maka aktivitas ini dapat digunakan sebagai metode atau teknik dalam layanan bimbingan dan konseling, khususnya bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok. Metode atau teknik TTS digunakan dalam memberikan layanan dengan cara meminta siswa mengisi kotak-kotak yang telah disiapkan oleh guru. Materi yang digunakan dalam teka-teki silang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai atau dikembangkan melalui layanan tersebut, misalnya siswa mampu mengenal/memahami jenis-jenis pekerjaan, memahami kiat-kiat agar memiliki percaya diri.

            Penggunaan metode ini mengharuskan guru bimbingan dan konseling/konselor memiliki kemampuan dalam merancang pertanyaan/pernyataan dan kotak-kotak yang akan diisi oleh siswa/konseli dengan jawaban terhadap pertanyaan/pernyataan yang telah disiapkan. Seandainya guru tidak mampu merancangnya, maka guru dapat meminta bantuan orang lain, bahkan akan lebih bermakna jika yang membuatnya adalah siswa yang memiliki kemampuan tersebut.

Metode teka-teki silang dapat digunakan untuk mengembangkan berbagai perilaku yang diharapkan dimiliki siswa/konseli setelah mengikuti layanan, termasuk melatih kemampuan berpikir, kemampuan memahami makna dari berbagai istilah dan ketelitian.

             Penggunaan metode teka-teki silang dilaksanakan melalui tahapan berikut:

1)   Tahap pembentukan:

      a)   Mempersiapkan siswa/konseli untuk mengikuti layanan

      b)   Memulai kegiatan layanan dengan berdoa

      c)   Menyampaikan tujuan layanan

      d)   Menyampaikan topik layanan

2)   Tahap peralihan

     a)    Memastikan kesiapan siswa/konseli untuk mengikuti layanan

     b)               Mengenali suasana hati siswa/konseli

     c)    Menekankan asas-asas bimbingan dan konseling

3)   Tahap inti

      a)    Menjelaskan topik layanan dan teknik/metode teka-teki silang

      b)   Siswa/konseli secara individual atau kelompok mengisi teka-teki silang yang telah disiapkan oleh guru bimbingan dan konseling/konselor

      c)    Meminta siswa/konseli secara individual atau kelompok menyampaikan hasil kerjanya

     d)   Memberikan penjelasan tambahan tentang makna teka-teki silang yang telah diisi

     e)    Memastikan semua siswa/konseli telah memahami materi layanan

     f)    Memberikan penguatan-penguatan kepada siswa/ konseli

     g)   Memberikan penguatan-penguatan kepada siswa/ konseli tentang halhal positif yang terjadi pada saat kegiatan layanan

4)        Tahap akhir

     a)    Mengajak siswa/konseli bersama-sama membuat kesimpulan layanan

     b)   Mengevaluasi ketercapaian tujuan layanan

     c)    Meminta siswa/konseli membuat komitmen untuk merubah perilaku atau meningkatkan perilaku yang sudah baik sesuai dengan tujuan layanan.

    d)   Menutup kegiatan layanan.

 

                Penggunaan metode/teknik TTS dalam layanan bimbingan dan konseling akan memberikan situasi yang menarik dan menyenangkan bagi siswa/konseli. Situasi ini tentu saja akan memotivasi siswa untuk senantiasa aktif dalam mengikuti layanan bimbingan dan konseling.

Pemikiran dan Pemikir Pendidikan Multikultural

28 December 2024 18:57:43 Dibaca : 113

Pemikiran dan Pemikir Pendidikan Multikultural      

Oleh: Maryam Rahim

            Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap keberagaman budaya, etnis, agama, bahasa, dan identitas sosial yang ada dalam masyarakat. Di era globalisasi, keberagaman ini semakin terasa dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan. Pendidikan multikultural lahir dari kebutuhan untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, adil, dan saling menghormati. Pendidikan multikultural bertujuan untuk menumbuhkan sikap saling menghargai dan menghormati di antara peserta didik, serta mengurangi stereotip dan prasangka yang mungkin ada dalam masyarakat. Dengan pendekatan ini, peserta didik diharapkan dapat hidup berdampingan secara damai di tengah keragaman, memiliki pemahaman lintas budaya, serta menjadi warga negara global yang bertanggung jawab.

            Pendidikan multikultural lahir dari beberapa pemikir. Pemikir pendidikan multikultural adalah para intelektual yang berkontribusi dalam merumuskan teori dan praktik pendidikan yang inklusif dan menghargai keragaman budaya. Mereka menekankan pentingnya menghormati perbedaan budaya, bahasa, agama, etnis, dan latar belakang sosial ekonomi dalam proses pendidikan. Tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah menciptakan lingkungan yang setara, adil, dan inklusif bagi semua peserta didik, sehingga semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil tanpa diskriminasi.

            Beberapa pemikir pendidikan multikultural terkenal antara lain:

1.      James A. Banks

James A. Bank dikenal sebagai "Bapak Pendidikan Multikultural". Banks menekankan pentingnya integrasi pengetahuan dari berbagai budaya ke dalam kurikulum dan pentingnya pengajaran yang inklusif. Ia memperkenalkan lima dimensi pendidikan multikultural, yakni: integrasi konten, proses konstruksi pengetahuan, pengurangan prasangka, pedagogi yang setara, dan pemberdayaan budaya sekolah.

2.      Gloria Ladson-Billings

Gloria Ladson-Billings memfokuskan pada pendekatan pedagogi yang relevan secara budaya (culturally relevant pedagogy), Ladson-Billings menekankan pentingnya strategi pembelajaran yang responsif terhadap budaya siswa. Ia percaya bahwa pendidikan harus mengakui dan menghargai budaya siswa untuk meningkatkan keterlibatan dan prestasi akademik.

3.      Geneva Gay

Geneva Gay menekankan pentingnya pedagogi yang responsif terhadap budaya, Geneva Gay berfokus pada bagaimana guru dapat menggunakan latar belakang budaya siswa sebagai kekuatan dalam proses pembelajaran. Gay mendukung penggunaan strategi pembelajaran yang memperhatikan perbedaan budaya agar lebih inklusif.

4.      Carl A. Grant

Carl A. Grant memandang pendidikan multikultural sebagai pendekatan pendidikan yang harus melibatkan pengembangan sikap kritis terhadap masalah sosial, politik, dan ekonomi yang memengaruhi berbagai kelompok budaya. Ia juga menekankan pentingnya kesadaran sosial dan keadilan dalam pendidikan.

5.      Christine Sleeter

Christine Sleeter sebagai salah seorang pemikir pendididkan multikultural berkontribusi dalam mempromosikan pendidikan antirasial dan menekankan perlunya guru dan institusi pendidikan untuk memahami dinamika kekuasaan dan privilese dalam masyarakat. Sleeter mendukung pembelajaran yang berpusat pada keadilan sosial dan pemberdayaan siswa.

            Pendidikan multikultural bukan sekadar kurikulum, tetapi sebuah pendekatan yang melibatkan seluruh komponen pendidikan, mulai dari kebijakan sekolah, materi ajar, hingga interaksi antara pendidik dan peserta didik. Tujuan akhirnya adalah menciptakan generasi yang menghormati perbedaan, mampu hidup berdampingan secara damai, dan berkontribusi positif dalam masyarakat yang majemuk.

Disadur dari ChatGPT

Prestasi Belajar dan Kesehatan Mental

28 December 2024 10:15:47 Dibaca : 16

Prestasi Belajar dan Kesehatan Mental

Oleh: Maryam Rahim

            Prestasi belajar yang optimal menjadi dambaan setiap siswa/mahasiswa. Namun untuk mendapatkan prestasi belajar yang optimal tersebut tidak selalu terwujud dengan mudah, hal ini disebabkan begitu banyaknya faktor yang turut berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar. Salah satu faktor tersebut adalah fakor kesehatan mental.

            Prestasi belajar memiliki kaitan erat dengan kesehatan mental. Telah ada beberapa penelitian yang menyimpulkan adanya korelasi positif antara prestasi belajar dengan kesehatan mental. Kondisi mental yang baik memungkinkan seseorang untuk lebih fokus, termotivasi, dan mampu mengelola stres, yang semuanya berkontribusi pada kemampuan belajar dan pencapaian prestasi belajar.

            Hubungan antara kesehatan mental dan prestasi belajar dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kesehatan mental dapat membantu konsentrasi

Siswa dengan kesehatan mental yang baik cenderung lebih mampu berkonsentrasi dalam memahami materi pelajaran. Gangguan seperti kecemasan atau depresi dapat menghambat konsentrasi dan kemampuan mengingat.

2. Meningkatkan motivasi belajar

Kesehatan mental yang positif mendorong timbulnya motivasi intrinsik, sehingga siswa lebih bersemangat untuk belajar. Sebaliknya, gangguan seperti anhedonia (ketidakmampuan merasakan kesenangan) dapat mengurangi motivasi untuk berprestasi.

3. Keterampilan manajemen stres

Siswa yang memiliki keterampilan manajemen stres cenderung lebih tangguh menghadapi tekanan akademik, seperti ujian atau tugas yang banyak. Kesehatan mental yang terganggu sering menyebabkan stres berlebihan yang dapat menurunkan unjuk kerja dalam belajar.

4. Kemampuan interaksi sosial

Siswa dengan kesehatan mental yang baik lebih mampu berinteraksi dengan teman dan guru, di mana situasi ini dapat meningkatkan pembelajaran kolaboratif. Gangguan mental seperti fobia sosial dapat menghambat hubungan sosial yang penting untuk keberhasilan akademik.

5. Kemampuan menyeimbangkan aktivitas

Kesehatan mental yang baik membantu siswa menjaga keseimbangan antara belajar, istirahat, dan berbagai aktivitas lainnya. Ketidakseimbangan, seperti kecenderungan untuk burnout, bisa mengganggu aktivitas belajar.

            Kesehatan mental adalah fondasi yang kuat bagi aktivitas belajar yang efektif. Oleh karena itu, menjaga dan meningkatkan kesehatan mental adalah investasi besar untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik. Mengingat erat kaitan antara kesehatan mental pencapaian prestasi belajar maka upaya meningkatkan kesehatan mental siswa menjadi sangat penting. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan adalah:

1.      Melalui pendekatan personal, di mana siswa dapat menerapkan teknik mindfulness atau relaksasi.

2. Menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung: Lingkungan sekolah yang ramah, inklusif, dan bebas dari bullying berakibat pada kenyamanan dan adanya rasa aman pada setiap siswa. Situasi yang nyaman dan aman akan membantu siswa belajar dalam kondisi bahagia.

3. Meningkatkan keimanan melalui ibadah. Dalam konteks Islam, meningkatkan keimanan melalui ibadah dapat memberikan ketenangan hati dan mental.

4. Menggunakan bantuan profesional melalui layanan bimbingan dan konseling dan bantuan psikologis lainnya. Siswa diharapkan tidak melewatkan kesempatan adanya layanan bimbingan dan konseling di sekolah untuk memperoleh bantuan mendapatkan solusi dari berbagai masalah yang dihadapi.