Urgensi Penguatan Resiliensi bagi Siswa
Urgensi Penguatan Resiliensi bagi Siswa
Oleh: Maryam Rahim
Berbagai peristiwa pelecehan bahkan kekerasan seksual, perundungan dan peristiwa criminal, yang dilakukan oleh siswa maupun guru, menjadi isyarat kuat agar pendidikan terus menerus melakukan dan meningkatkan berbagai upaya, baik dalam bentuk penyelesaian masalah (kuratif) yang telah terjadi maupun dalam bentuk pencegahan (preventif). Selama ini berbagai upaya itu telah dilakukan, namun belum dapat mengurangi berbagai peristiwa yang merugikan tersebut, bahkan data menunjukkan adanya peningkatan perilaku perundungan dan kekerasan sexual pada siswa di Indonesia.
Pada tahun 2024, kekerasan terhadap anak di Indonesia, terutama di lingkungan sekolah, terus meningkat. Data menunjukkan bahwa 35% dari 114 kasus kekerasan yang dilaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terjadi di satuan pendidikan. Kekerasan ini mencakup perundungan (bullying), kekerasan fisik, dan kekerasan psikologis. Ada kasus serius seperti anak yang mengakhiri hidup akibat tekanan mental yang dihadapi, dan sekitar 48% kasus tersebut terjadi di sekolah atau melibatkan anak yang masih mengenakan seragam (Metro Tempo) (KPAI). Selain itu, kekerasan seksual juga menjadi isu besar. Pada semester pertama tahun 2024, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat 7.842 kasus kekerasan terhadap anak, dengan kekerasan seksual mendominasi. Platform digital turut menjadi medium baru dalam eksploitasi seksual anak (Women & Child Protection).
Kondisi yang terjadi ini tentu saja tidak akan melemahkan berbagai upaya yang dilakukan, bahkan dunia pendidikan harus semakin gencar menemukan berbagai upaya lain. Pengembangan dan penguatan resiliensi bagi siswa menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan saat ini dan mendatang.
Resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi bila terjadi sesuatu yang merugikan dalam hidupnya (Reivich. K dan Shatte. A, 2002). Resiliensi dianggap sebagai kekuatan dasar yang menjadi fondasi dari semua karakter positif dalam membangun kekuatan emosional dan psikososial seseorang. Sehingga resiliensi bisa menjadi salah satu penentu karakter seseorang (Desmita, 2013). Sejumlah ahli tingkah laku menggunakan istilah resiliensi untuk menggambarkan tiga fenomena: (1) perkembangan positif yang dihasilkan oleh anak yang hidup dalam konteks “beresiko tinggi” (high risk), seperti anak yang hidup dalam kemiskinan kronis atau perlakuan kasar orang tua, (2) kompetensi yang dimungkinkan muncul di bawah tekanan yang berkepanjangan, seperti persistiwa-peristiwa di sekitar perceraian orag tua mereka, dan (3) kesembuhan dari trauma, seperti ketakutan dari peristiwa perang saudara (Wenner, E; 2003).
Untuk dapat berkembang secara positif atau sembuh dari kondisi-kondisi stress, trauma dan berbagai situasi yang penuh resiko, maka setiap orang membutuhkan keterampilan resiliensi, yang meliputi: (1) kecakapan untuk membentuk interaksi sosial yang positif (kompetensi sosial), (2) keterampilan memecahkan masalah (metakognitif), (3) keterampilan mengembangkan sense of identity (otonomi), dan (4) perencanaan dan pengharapan yakni pemahaman tentang tujuan hidup dan masa depan. Resiliensi perlu dimiliki oleh setiap siswa dan dibutuhkan upaya pengembangannya secara terus menerus. Resiliensi membuat setiap siswa akan mampu mengatasi dan beradaptasi bila terjadi sesuatu yang merugikan dalam hidupnya, termasuk mengatasi pengaruh lingkungan sosial baik di dunia nyata maupun dunia maya yang tidak akan pernah berhenti bahkan akan terus berlanjut. Resiliensi akan membuat siswa mampu memilih dan memilah kegiatan positif dan kegiatan negatif, resiliensi akan membuat siswa memiliki kemampuan menjaga dirinya bahkan memuliakan dirinya, sehingga mampu bertahan dari berbagai pengaruh di sekelilingnya.
Metode/Teknik Layanan Bimbingan Karir
Metode/Teknik Layanan Bimbingan Karir
Oleh: Maryam Rahim
Bimbingan karir dapat dilaksanakan dengan menggunakan berbagai metode. Berikut penjelasan tentang jenis-jenis metode bimbingan karir (Rahim, dkk; 2021).
1) Career Days (Hari-Hari Karir)
Career days (hari-hari karir) merupakan merode layanan bimbingan karir yang dilaksanakan dengan cara menggunakan beberapa jam dalam sehari, sehari atau beberapa hari (2-3 hari) yang dikhususkan untuk kegiatan pengembangan karir siswa. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan pada career days ini misalnya: ceramah dari nara sumber yakni orang-orang yang berhasil dalam mengembangkan karirnya, latihan keterampilan, ters minatdan bakat, penyaluran bakat/minat, pameran hasil karya siswa, dan wirausaha. Melalui kegiatan tersebut diharapkan siswa/konseli memiliki informasi atau keterampilan tertentu yang akan menjadi arah karirnya. Kegiatan career days akan lebih bermakna jika siswa/konseli diminta untuk membuat laporan kegiatan career days tersebut. Laporan itu dapat dibuat secara individual ataupun kelompok. Metode Career Days digunakan pada bimbingan kelas besar/lintas kelas.
2) Cinema Therapy
Cinema Therapy dalam layanan bimbingan dan konseling adalah penggunaan video/film untuk membahas topik bahasan/topik permasalahan pada saat layanan. Sehubungan dengan bimbingan dan konseling karir maka topik yang dibahas berkaitan dengan karir, misalnya video tentang perjalan karir seseorang, video tentang lingkungan sebuah pekerjaan, baik lingkungan psikologis maupun lingkungan fisik. Melalui pembahasan isi video/film tersebut diharapkan siswa/konseli memiliki informasi karir yang dibutuhkan untuk pengebangan karir masing-masing
Metode ini dapat digunakan pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok. Di samping itu dapat pula digunakan pada bimbingan lintas kelas namun dengan memperhatikan kondisi tempat yang memungkinkan semua siswa/konseli dapat melihat dengan jelas tayangan film/video. Pemilihan film/video di samping harus memperhatikan kesesuaiannya dengan topik layanan lebih khusus lagi perilaku siswa/konseli yang dikembangkan atau yang ingin diubah, juga harus mempertimbangkan keamanannya dari segi moral, susila, dan etika. Film/video yang dipilih tidak boleh mengandung pornoaksi, kekerasan, dan pelanggaran etika dalam kategori berat. Film/video yang mengandung konten yang bersifat negatif ringan dapat saja digunakan untuk memperkuat pendapat/komitmen tentang perlunya berperilaku yang baik/positif, dan menghindari perilaku yang tidak baik/negatif.
3) Bibliokonseling
Biblio-konseling adalah bahan bacaan yang sesuai dengan topik bahasan/topik permasalahan yang digunakan pada saat layanan. Sehubungan dengan bimbingan karir, maka topik bahasan yang menjadi isi dari bacaan tersebut adalah hal-hal yang terkait dengan karir, misalnya materi tentang memahami bakat dan minat, tentang dunia kerja, dan lainnya. Melalui pembahasan isi bacaan tersebut diharapkan siswa/konseli memiliki informasi karir yang dibutuhkan untuk pengembangan karirnya.
Metode ini dapat digunakan pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok. Pemilihan isi bacaan di samping harus memperhatikan kesesuaiannya dengan topik layanan lebih khusus lagi perilaku siswa/konseli yang dikembangkan atau yang ingin diubah, juga harus mempertimbangkan keamanannya dari segi moral, susila, dan etika. Bacaan yang dipilih tidak boleh mengandung pornoaksi/pornografi, kekerasan, dan pelanggaran etika dalam kategori berat. Bacaan yang mengandung konten yang bersifat negatif ringan dapat saja digunakan untuk memperkuat pendapat/komitmen tentang perlunya berperilaku yang baik/positif, dan menghindari perilaku yang tidak baik/negatif.
4) Karyawisata
Karyawisata merupakan metode layanan dengan membawa siswa/konseli ke tempat-tempat atau objek yang memiliki suasana dan kondisi yang sesuai dengan topik layanan. Jika digunakan dalam bimbingan karir maka tempat atau objek karyawisata yang dapat dipilih seperti: pabrik yang memproduksi barang tertentu, pantai, museum, sanggar seni, dan lainnya.
Melalui metode karyawisata ini siswa/konseli akan melakukan sesuatu (berkarya) sambil berwisata. Misalnya: ketika berkaryawisata ke pabrik, maka siswa/konseli dapat mengamati langsung situasi kerja di pabrik tersebut, dapat melakukan wawancara dengan para pekerja tentang perasaan, kepuasaan kerja, maupun berbagai hambatan yang mereka temui pada saat bekerja bekerja di tempat tersebut; dapat melakukan wawancara dengan pengelola pabrik, bertanya tentang gaji pekerja, fasilitas lain yang diperoleh oleh pekerja, dan lainnya. Demikian halnya ketika berkaryawisata ke sanggar seni, siswa/konseli dapat mengamati kegiatan yang terjadi di tempat tersebut, wawancara dengan para seniman, belajar melukis, menari, menggunakan alat musik, dan lainnya. Kegiatan-kegiatan seperti ini tentu saja akan meberikan pengalaman yang aktual dan berharga bagi pengembangan diri siswa/konseli, baik di bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir.
Agar kegiatan karyawisata benar-benar membantu siswa memperoleh atau mengembangkan perilaku sebagaimana yang telah dirumuskan dalam tujuan layanan, maka sebelum pelaksanaan karyawisata perlu dipersiapkan instrumen-instrumen yang akan digunakan siswa/konseli pada saat kunjungan, misalnya: pedoman observasi, pedoman wawancara.
Kegiatan karyawisata ini akan lebih bermakna jika siswa/konseli diminta untuk membuat laporan pelaksanaan karyawisata. Laporan tersebut dapat dilaksanakan secara individual ataupun kelompok.
Metode ini dapat digunakan pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelas besar/lintas kelas.
5) Menulis (Written)
Menulis (Written) merupakan metode yang dilaksanakan dengan meminta siswa/konseli untuk menulis (puisi, cerita pendek, melengkapi kalimat) tentang sesuatu yang berkaitan dengan topik layanan. Jika digunakan dalam bimbingan karir, maka tema tulisan tentu saja terkait dengan karir, misalnya siswa menulis tentang hal-hal yang dilakukannya dalam mempersiapkan diri memilih karir atau pekerjaan. Melalui kegiatan menulis tentang topik layanan tersebut diharapkan siswa/konseli memiliki pemahaman tentang apa yang akan dilakukannya dalam meniti karirnya.Metode written dapat digunakan pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok.
6) Latihan
Latihan merupkan metode layanan yang dilaksakan dalam bentuk kegiatan untuk memberikan kesempatan kepada siswa/konseli melatih keterampilan tertentu. misalnya latihan mengembangkan kreativitas konseli, latihan mengembangkan bakat/minat, latihan membuat perencanaan karir. Melalui latihan yang terkait dengan topik layanan tersebut diharapkan siswa/konseli memiliki perilaku sebagaimana yang menjadi tujuan layanan yang telah dirumuskan sebelumnya, misalnya siswa/konseli memiliki kemampuan membuat perencanaan karir, memilih karir dan membuat keputusan karir. Metode ini dapat digunakan pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok.
7) Ceramah dari Nara Sumber
Ceramah dari narasumber adalah ceramah atau pemberian informasi yang diberikan oleh orang sumber (narasumber), seperti: seseorang yang memperoleh prestasi yang luar biasa dalam bidang akademik/belajar, seseorang yang telah berhasil dalam karir/pekerjaan, atau seseorang yang memiliki pengalaman yang unik dalam suatu bidang kehidupan, termasuk tokoh nasional, tokoh agama. Melalui ceramah dari narasumber tersebut diharapkan siswa/konseli memperoleh informasi dari sumber kangsung yang tentu saja akan sangat bermanfaat bagi pengembangan karir siswa. Metode ini dapat digunakan pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelas besar/lintas kelas.
8) Seni (lagu)
Membuat dan menyanyikan lagu merupakan metode melaksanakan layanan dengan meminta siswa/konseli membuat lagu sederhana (1 atau 2 bait) yang berisi syair-syair tentang perilaku, atau mengubah syair-syair lagu yang mereka sukai menjadi syair-syair tentang perilaku. Perilaku dimaksud seperti tentang empati, percaya diri, dan lainnya, sesuai dengan topik layanan. Jika digunakan dalam bimbingan karir maka isi lagu akan terkait dengan karir, misalnya memahami bakat/minat, lagu tentang pekerjaan tertentu, dan lainnya. Di samping siswa/konseli akan memperoleh informasi terkait dengan karir, metode ini juga akan memberikan kesempatan kepada siswa/konseli untuk mengembangkan bakat/minatnya di bidang seni (seni suara, seni musik). Metode ini dapat digunakan pada bimbingan klasikal.
9) Sosiodrama
Sosiodrama adalah metode layanan yang dilaksanakan melalui bermain peran, di mana siswa/konseli diberikan kesempatan untuk melakukan peran tertentu pada situasi tertentu sesuai dengan perilaku sosial yang dikembangkan. Perilaku sosial dimaksud seperti: kerjasama, empati, rela berkorban, apresiasi terhadap kebhinekaan, tanggung jawab dalam kelompok, dan lainnya. Jika digunakan dalam bimbingan karir, maka perilaku yang disosiodramakan merupakan perilaku yang terkait dengan karir atau dunia kerja, misalnya memerankan perilaku atau tugas-tugas sebagai guru, sebagai dokter, polisi, dan lain-lain; atau juga memerankan perilaku dalam bekerja, misalnya perilaku pekerja yang tidak disiplin dan yang disiplin.
Agar sosiodrama yang dilaksanakan sesuai dengan topik layanan atau perilaku yang hendak dikembangkan melalui layanan tersebut, maka hendaknya guru menyusun skenario cerita yang akan diperankan. Dalam skenario tersebut telah ditetapkan perilaku-perilaku yang akan diperankan. Skenario tersebut sebaiknya diserahkan kepada para pemeran sebelum pelaksanaan kegiatan layanan (seminggu atau sehari sebelum pelaksanaan layanan), dengan maksud agar para pemeran benar-benar menjiwai perilaku yang mereka akan perankan. Hal ini tentu saja akan membuat sosiodrama akan berjalan lancar dan menjadi lebih bermakna, dibandingkan jika skenario nanti diberikan pada saat pelaksanaan layanan.
Selain menyiapkan skenario cerita, guru juga perlu menyiapkan lembar observasi yang akan digunakan oleh para observer, agar hasil pengamatan observer tetap mengacu pada perilaku yang akan dikembangkan, tanpa menutup kemungkinan ada komentar lain dari para observer tersebut.
Metode ini dapat digunakan pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok.
10) Home-Room
Metode home-room merupakan metode yang dilakukan dengan cara menciptakan situasi kelas seperti situasi di rumah, sehingga antara sesama konseli merasa sebagai sebuah keluarga. Dalam situasi ini dibahas topik permasalahan yang dibicarakan, setiap konseli bisa dengan bebas mengungkapkan pendapatnya tentang permasalahan yang dibahas. Melalui pembahasan tentang topik layanan tersebut diharapkan siswa/konseli memiliki perilaku sebagaimana yang menjadi tujuan layanan yang telah dirumuskan sebelumnya. Metode home-room dapat digunakan pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok.
11) Pemberian Tugas
Pemberian tugas merupakan metode layanan yang dilakukan dengan meminta siswa/konseli mengerjakan tugas-tugas tertentu, misalnya tugas: membaca biografi orang-orang terkenal, menulis puisi, menulis cerita pendek, menyusun otobiografi singkat. Jika digunakan dalam bimbingan karir, maka tugas-tugas yang diberikan tentu saja terkait dengan pengembangan karir siswa, misalnya tugas memahami diri dan dunia kerja, tugas membuat perencanaan karir. Untuk kefektifan penyelesaian tugas oleh siswa maka sebaiknya guru membuat lembar kerja yang berisi informasi tentang tugas yang akan dilakukan siswa, tujuan yang hendak dicapai melalui pengerjaan tugas tersebut, serta cara-cara mengerjakan tugas itu.
Tugas tersebut dapat dikerjakan siswa pada saat pertemuan (kegiatan layanan) dan juga dapat dikerjakan di luar pertemuan. Tugas dapat diberikan seminggu sebelum pertemuan, atau diberikan pada saat pertemuan. Jika tugas diberikan seminggu sebelum pertemuan, maka pada saat pertemuan (pada kegiatan inti) hasil pekerjaan siswa tersebut dibahas bersama. Jika tugas diberikan pada saat pertemuan maka hasil pengerjaan tugas tersebut dibahas bersama pada saat itu.
Metode pemberian tugas dapat digunakan pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok.
12) Fantasi
Fantasi merupakan metode yang dilaksanakan dengan meminta siswa/konseli membanyangkan dirinya sebagai seseorang (misalnya: ilmuwan, tokoh agama, tokoh nasional, pahlawan bangsa, pengusaha sukses), atau pohon (misalnya: pohon beringin, pohon kelapa, dan lainnya), atau tanaman (misalnya padi, jagung, dan lainnya), atau benda-benda lainnya (misalnya meja, kursi, dan lainnya), dan meminta siswa/konseli menjelaskan alasan mengapa ia ingin seperti sesuatu yang dibayangkannya itu. Melalui kegiatan tersebut diharapkan siswa/konseli memiliki perilaku sebagaimana yang menjadi tujuan layanan yang telah dirumuskan sebelumnya.
13) Ceramah dan Tanya Jawab
Ceramah dan tanya jawab adalah metode berupa penjelasan secara lisan disertai tanya jawab untuk membahas topik layanan terkait dengan karir. Tanya jawab terjadi antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan antara sesama siswa. Melalui ceramah/tanya jawab tentang topik layanan tersebut diharapkan siswa/konseli memiliki perilaku sebagaimana yang menjadi tujuan layanan yang telah dirumuskan sebelumnya, misalnya memperoleh informasi tentang perguruan tinggi lanjutan, cara-cara mendaftar di perguruan tinggi, dan lainnya. Metode ini dapat digunakan pada bimbingan klasikal.
14) Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok merupakan metode yang dilakukan dengan cara membagi kelas ke dalam beberapa kelompok untuk membahas topik layanan tentang karir, misalnya tentang persiapan memasuki sekolah/pendidikan lanjutan. Setiap kelompok membahas materi yang berbeda, misalnya kelompok 1 membahas materi terkait persiapan fisik dan dana; kelompok 2 membahas tentang persiapan psikis/mental; kelompok 3 membahas tentang dukungan orang tua/keluarga. Diskusi kelompok dilanjutkan dengan diskusi kelas di bawah bimbingan guru/konselor guna mendapatkan kesimpulan hasil diskusi tentang persiapan memasuki sekolah/pendidikan lanjutan. Melalui diskusi tentang topik layanan tersebut diharapkan siswa/konseli memiliki pemahaman tentang hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam memasuki sekolah/pendidikan lanjutan.
Metode ini dapat digunakan pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok.
15) Curah Pendapat (Brainstorming)
Metode curah pendapat (brainstorming) merupakan metode yang dilaksanakan dengan cara meminta pendapat konseli secara terbuka tentang topik permasalahan yang dibicarakan, misalnya tentang peluang karir di masa depan. Melalui curah pendapat tentang topik layanan tersebut diharapkan siswa/konseli memperoleh informasi tentang peluang karir di masa depan. Metode ini dapat digunakan pada bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok.
Referensi
Rahim, M., Madina, R., dan Puluhulawa. 2021. Petunjuk Praktis Penggunaan Metode Layanan Bimbingan dan Konseling. Editor: Wenny Hulukati. UNG Press.
Jumpa Penasehat Akademik (Jumpa PA)
Jumpa Penasehat Akademik (Jumpa PA)
Oleh: Maryam Rahim
Jumpa penasehat akademik (Jumpa PA) merupakan suatu kegiatan yang dirancang sehingga dosen penasehat akademik dan mahasiswa bimbingannya memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk bertemu, dan saling berkomunikasi secara terbuka. Kegiatan ini lebih bermakna jika dilaksanakan di alam terbuka, jauh dari situasi yang formal dan kaku, di mana dosen dan mahasiswa dapat berinteraksi dalam kegiatan yang lebih bervariasi, seperti makan bersama, main bola bersama, berperahu bersama, berkemah bersama, sholat bersama, sehingga menghilangkan sekat-sekat pemisah yang sebelumnya menjadi penghambat komunikasi dosen PA dengan mahasiswa. Kegiatan ini dapat dilakukan di pantai, di pinggiran hutan, di kaki gunung, atau di tempat-tempat rekreasi lainnya, dan tentu saja tetap memperhatikan segi keamanan bagi peserta.
Kegiatan ini harus dihadiri oleh semua dosen penasehat akademik, sehingga perlu diprogramkan secara jelas, dengan demikian semua dosen dan mahasiswa benar-benar dapat hadir pada kegiatan tersebut. Jika ada salah seorang dosen yang tidak bisa ikut, tentu saja akan ada sekelompok mahasiswa yang tidak beroleh kesempatan bertemu dengan PA nya. Kondisi ini akan berakibat tidak optimalnya kegiatan tersebut. Kegiatan ini dapat dilaksanakan pada hari-hari libur, ataupun jika terpaksa dapat pula dilakukan pada hari-hari efektif belajar.
Sebagaimana kegiatan lainnya, kegiatan Jumpa PA ini memerlukan komitmen dari semua pihak, baik pimpinan jurusan/program studi, dosen, maupun mahasiswa, mengingat terdapat berbagai hal yang perlu dilakukan, seperti koordinasi tempat pelaksanaan, transport peserta, penyediaan dana, dan koordinasi peserta.
Agar pelaksanaan kegiatan jumpa PA ini dapat memberikan hasil yang diharapkan, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Perencanaan yang matang tentang berbagai hal, seperti tempat, waktu, transport, biaya, kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan. Hal yang disebutkan terakhir, yakni kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan pada saat jumpa PA perlu dirancang dengan sebaik-baiknya, agar nantinya kegiatan jumpa PA ini tidak hanya sekedar jalan-jalan, atau rekreasi. Perlu dirancang pula suatu kesamaan persepsi dan tindakan dosen ketika menghadapi keluhan mahasiswa, agar kegiatan itu bukan sekedar menerima keluhan mahasiswa, tetapi membentuk mahasiswa menjadi pribadi-pribadi yang terbuka dan kritis, serta mampu menghadapi berbagai masalah secara rasional dan objektif.
2) Pelaksanaan, disini dibutuhkan komitmen yang tinggi dari dosen dan mahasiswa untuk melakasnakan kegiatan jumpa PA sesuai dengan maksud yang sebenarnya dari kegiatan tersebut.
3) Evaluasi dan tindak lanjut, merupakan kesempatan untuk mengkaji berbagai hal yang diperoleh setiap dosen PA setelah berkomunikasi dengan mahasiwa, membahas upaya-upaya tindak lanjutnya, dan yang paling penting mengimplementasikan tindak lanjut itu. Kegiatan ini akan menentukkan kualitas dari kegiatan jumpa PA yang dilaksanakan. kegiatan ini dilakukan melalui rapat di jurusan.
Berdasarkan pengalaman setelah melaksanakan kegiatan jumpa PA oleh jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Gorontalo, manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut adalah :
1) Mahasiswa memperoleh kesempatan untuk bertemu dan berkonsultasi dengan dosen penasehat akademik tentang persoalan-persoalan dalam akademik yang ditemuinya dalam studinya.
2) Dosen penasehat akademik memperoleh kesempatan bertemu dan melayani konsultasi mahasiswa.
3) Dosen dan mahasiswa memperoleh kesempatan untuk membangun hubungan dan komunikasi yang lebih akrab.
4) Dosen dan mahasiswa memperoleh kesempatan untuk melakukan kesepakatan-kesepakatan terhadap aktivitas kepenasehatan, seperti waktu pertemuan, cara-cara melakukan komunikasi (misalnya, apakah komunikasi dapat dilakukan melalui What’sApp), tempat bertemu (misalnya, apakah dapat dilakukan di rumah dosen -karena hal ini sering menjadi masalah tersendiri-), masalah-masalah yang dibicarakan dalam pertemuan, dan sebagainya.
Secara umum manfaat kegiatan jumpa PA ini adalah mahasiswa memperoleh pelayanan kepenasehatan akademik yang lebih optimal sehingga dapat mencegah timbulnya berbagai masalah yang dapat mengganggu bahkan menghambat penyelesaian studi mahasiswa.
Bimbingan dan Konseling Karir Holistik
Bimbingan dan Konseling Karir Holistik
Oleh: Maryam Rahim
Bimbingan dan Konseling karir Holistik merupakan hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh Rahim (2019). Tahapan konseling karir Holistik sebagai berikut:
Tahap 1: membangun rapport dan komitmen, serta evaluasi
Tahap ini dilakukan untuk membangun rapport (hubungan baik), merumuskan dan memahami tujuan bimbingan/konseling karir, serta membangun kesepakatan pertemuan dan waktu. Pada tahap ini diupayakan terjadinya hubungan baik dalam arti terjadi suatu kondisi saling memahami, mengenal tujuan bersama, dan tercipta hubungan yang akrab sehingga menumbuhkan rasa saling percaya antara konselor dan konseli. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada kegiatan di tahap selanjutnya. Selain itu, tujuan bimbingan dan konseling harus dapat dirumuskan dalam rumusan yang realistik, yang akan mengarahkan aktivitas berikutnya serta memudahkan dalam mengukur keberhasilan layanan. Rumusan tujuan tersebut perlu dipahami oleh konseli maupun konselor. Di samping itu kesepakatan pertemuan dan waktu pertemuan juga harus telah disepakati pada tahap ini.
Tahap ini diikuti dengan kegiatan evaluasi terhadap hasil yang diperoleh pada tahap 1 ini. Evaluasi dilakukan untuk memastikan apakah telah terbangun rapport (hubungan baik), apakah tujuan bimbingan/konseling karir telah dirumuskan secara realistis dan telah dipahami oleh klien (konseli) dan konselor, dan apakah telah terbangun kesepakatan pertemuan dan waktu pelaksanaan layanan.
Tahap 2: Analisis karakteristik konseli dan dunia kerja, serta evaluasi
Kegiatan pada tahap ini difokuskan pada analisis karakteristik konseli, dan dunia kerja. Pemahaman terhadap karakteristik konseli meliputi pemahaman konseli terhadap dirinya sendiri, yakni pemahaman tentang bakat, minat, kemampuan intelektual, kepribadian, cita-cita, tujuan hidup, gaya hidup yang diinginkan, termasuk memahami berbagai kelemahan yang dimiliki; serta pemahaman terhadap lingkungan keluarga, yakni pemahaman tentang kondisi ekonomi orang tua, dan harapan-harapan orang tua tentang karir. Pemahaman konseli terhadap dunia kerja, yakni pemahaman tentang berbagai jenis sekolah/perguruan tinggi lanjutan; pemahaman tentang berbagai jenis pekerjaan dengan berbagai persyaratan yang ditetapkan, gaji/upah yang diperoleh, fasilitas yang disediakan, latihan-latihan yang dibutuhkan, kondisi tempat kerja, serta kendala-kendala yang dihadapi selama menjalani pekerjaan tersebut.
Pemahaman konseli terhadap dirinya sendiri dapat dibantu dengan melakukan tes bakat/minat, tes IQ, tes kepribadian; inventory memahami cita-cita, tujuan hidup, gaya hidup yang diinginkan, kondisi ekonomi orang tua, serta harapan-harapan orang tua tentang karir; termasuk invetory memahami kelemahan diri. Pemahaman konseli terhadap dunia kerja dapat dibantu dengan pemberian informasi dengan menggunakan buku informasi karir, leaflet-leaflet pilihan jurusan dan studi lanjutan/perguruan tinggi lanjutan, blog-blog karir, kunjungan karir, informasi dari nara sumber, dan melalui sumber infomasi karir lainnya. Akhir tahap ini berupa pemahaman konseli tentang dirinya dan dunia kerja, serta pemahaman konselor tentang karakteristik konseli. Hal ini sangat penting untuk menjadi dasar melanjutkan proses konseling ke tahap berikutnya.
Tahap 2 diikuti dengan kegiatan evaluasi terhadap hasil yang diperoleh dalam tahap ini. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah konseli dan juga konselor telah memahami karakteristik konseli, dan apakah konseli telah memiliki pemahaman terhadap dunia kerja.
Tahap 3: Melakukan perencanaan karir dan evaluasi
Berdasarkan pemahaman konseli tentang dirinya dan dunia kerja, serta pemahaman konselor terhadap karakteristik konseli, maka pada tahap ini konseli difasilitasi oleh konselor melakukan perencanaan karir. Proses ini dilalui dengan membuat berbagai alternatif rencana karir, disertai pertimbangan dari berbagai aspek, sehingga membutuhkan diskusi yang bisa memakan waktu singkat ataupun waktu panjang, tergantung pada kemampuan konseli.
Kegiatan ini perlu melibatkan orang tua yang berkepentingan dengan keberlanjutan rencana karir yang akan dipilih oleh konseli. Pelibatan orang tua dalam bentuk meminta informasi, baik secara tatap muka langsung maupun melalui media misalnya telepon, dari orang tua tentang karir yang diinginkan ditekuni anaknya. Tahap ini diharapkan menghasilkan dua atau tiga rencana karir yang akan ditetapkan atau diputuskan pada tahap berikutnya. Keberhasilan tahap 3 ini turut ditentukan oleh keberhasilan tahap 1 (tahap awal) dan tahap 2 (analisis karakteritik konseli dan dunia kerja).
Tahap ini diikuti dengan kegiatan evaluasi terhadap hasil yang diperoleh dalam tahap ini. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah konseli telah memiliki 2 atau 3 rencana karir. Jika tahap ini belum berhasil, maka kegiatan dapat kembali ke tahap 1 dan tahap 2, atau tahap 2 saja.
Tahap 4: Membuat keputusan karir, dan evaluasi
Dari dua atau tiga rencana karir yang telah dihasilkan pada tahap 3, maka pada tahap 4 ini akan ditetapkan atau diputuskan satu atau dua rencana karir yang akan menjadi pilihan konseli. Proses ini dapat saja masih membutuhkan diskusi lebih lanjut, sehingga konselor harus benar-benar mampu membuat konseli menetapkan keputusan karir yang akan dapat direalisasikan sebagai pilihan yang permanen, meskipun mungkin masih terjadi adanya dua pilihan, sebagai pilihan pertama dan pilihan kedua.
Pada proses pembuatan keputusan karir ini posisi konselor lebih banyak memfasilitasi, dalam arti konseli yang lebih banyak berperan. Namun demikian hal inipun akan tergantung pada karakteristik konseli, apakah konseli benar-benar mampu membuat keputusan dengan fasilitasi konselor, ataukah konselor yang harus lebih banyak mengambil peran. Keberhasilan tahap ini turut dipengaruhi oleh keberhasilan tahap 2 (analisis karakteristik konseli dan dunia kerja), dan tahap 3 (melakukan perencanaan karir).
Tahap ini diikuti dengan kegiatan evaluasi terhadap hasil yang diperoleh. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah konseli telah membuat keputusan karir dari 2 atau 3 rencana karir yang telah dihasilkan pada tahap sebelumnya. Jika tahap ini belum berhasil, maka kegiatan kembali lagi ke tahap 3 untuk mencermati kembali rencana karir yang telah ditetapkan, apakah rencana karir yang telah ditetapkan belum didasarkan pada pertimbangan pemahaman diri dan pemahaman dunia kerja oleh konseli, atau karena faktor lain.
Tahap 5: Membantu konseli merealisasikan pilihan karir, dan evaluasi
Setelah diperoleh keputusan karir maka tugas konselor selanjutnya adalah membantu konseli merealisasikan keputusan karir, terutama bagi konseli yang mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan pertama dan pilihan kedua disebabkan adanya pengaruh eksternal seperti teman, situasi pendaftaran, proses pendaftaran (online atau non online), termasuk mengalami kesulitan memperoleh akses ke sekolah/perguruan tinggi tujuan. Keberhasilan tahap ini ditentukan oleh keberhasilan pada tahap 3 (melakukan perencanaan karir) dan tahap 4 (membuat keputusan karir).
Tahap ini diikuti dengan kegiatan evaluasi terhadap hasil yang diperoleh. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah konseli telah dapat merealisasikan keputusan karir yang telah ditetapkan. Evaluasi tidak hanya dilakukan untuk mengetahui apakah konseli telah berada pada posisi karir (jurusan atau sekolah/perguruan tinggi lanjutan) yang dipilihnya, namun evaluasi itu berlangsung selama konseli menjalani karirnya, untuk mengetahui apakah konseli telah nyaman di jurusan yang menjadi pilihannya, ataupun di sekolah/perguruan tinggi lanjutan, mengetahui keberhasilan konseli dalam karirnya, prestasi yang dicapai, serta kemungkinan pengembangan yang hendak dilakukan konseli. Jika hasil evaluasi menunjukkan tahap merealisasikan karir ini belum berhasil, maka kegiatan kembali ke tahap 3 dan tahap 4, atau hanya pada tahap 4.
Tahap 6: Evaluasi Akhir
Meskipun pada setiap tahap dilakukan evaluasi namun masih diperlukan evaluasi secara keseluruhan terhadap hasil yang diperoleh pada tahap 1 sampai dengan tahap 5. Evaluasi akhir dilakukan untuk mengukur keberhasilan konseli berdasarkan tujuan bimbingan dan konseling yang telah dirumuskan dan disepakati pada tahap 1 (tahap awal).
Tahap 7: Tindak Lanjut dan Evaluasi
Tahap 7 berupa kegiatan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi yang dilakukan pada tahap 6, yakni evaluasi terhadap tahapan layanan secara keseluruhan. Khusus hasil evaluasi terhadap perkembangan karir konseli ditindaklanjuti sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil evaluasi. Tindak lanjut dalam bentuk membantu menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi bagi konseli yang mengalami kendala/hambatan dalam karirnya, sedangkan bagi konseli yang berhasil dan berprestasi dalam karirnya diberikan penguatan motivasi serta berbagai informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan karir secara optimal.
Perkembangan teknologi sebagaimana yang terjadi saat ini sangat memungkinkan dan membantu guru bimbingan dan konseling/konselor dalam melakukan kegiatan tindak lanjut. Penggunaan jejaring sosial seperti group What’s App alumni, pertemanan melalui face-book, atau aplikasi lainnya, dapat dijadikan sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan konseli yang telah berada di pendidikan lanjutan atau di dunia kerja. Komunikasi dimaksud dalam bentuk saling berbagi informasi tentang keberhasilan atau hambatan yang ditemui dalam karir, pemberian apresiasi dan motivasi yang telah berhasil, ataupun solusi terhadap konseli yang menemui hambatan atau masalah dalam karirnya.
Referensi:
Rahim, Maryam. 2019. Pengembangan Model Bimbingan dan Konseling Karir bagi Siswa Pendidikan Menengah Atas di Kota Gorontalo. Disertasi. Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo.
Harapan Orang Tua dan Pemilihan Karir Anak
Harapan Orang Tua dan Pemilihan Karir Anak
Oleh: Maryam Rahim
Orang tua biasanya memiliki harapan-harapan tertentu bagi kehidupan anak-anaknya, termasuk harapan dalam karir atau pekerjaan. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya memiliki pekerjaan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Harapan itu mulai terwujud ketika anak memilih sekolah lanjutan ataupun memilih program studi pada sekolah lanjutan yang ditempuhnya, bahkan dimulai sejak usia dini ketika sang anak mulai menunjukkan bakat dan minatnya pada suatu bidang.
Hubungan antara harapan orang tua dengan pemilihan karir anak merupakan topik yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa poin utama yang menjelaskan bagaimana harapan orang tua dapat mempengaruhi pemilihan karir anak:
1. Nilai dan norma keluarga; orang tua sering kali menanamkan nilai dan norma keluarga yang dapat membentuk pandangan anak terhadap pekerjaan tertentu. Misalnya, jika sebuah keluarga sangat menghargai pendidikan dan profesi tertentu seperti dokter atau insinyur, anak mungkin merasa terdorong untuk memilih karir di bidang tersebut.
2. Ekspektasi ekonomi dan sosial; orang tua mungkin memiliki harapan ekonomi dan sosial tertentu untuk anak mereka. Mereka mungkin berharap anak mereka memilih karir yang dianggap stabil dan menguntungkan secara finansial. Harapan ini dapat berasal dari keinginan orang tua untuk memastikan anak mereka memiliki kehidupan yang lebih baik dan stabil secara ekonomi.
3. Dukungan dan pengarahan; orang tua sering kali memberikan dukungan dan pengarahan dalam memilih jalur pendidikan dan karir. Mereka mungkin membantu anak dengan sumber daya, informasi, dan jaringan yang relevan. Ini dapat sangat mempengaruhi keputusan anak dalam memilih karir yang sesuai dengan harapan orang tua.
4. Tekanan sosial dan emosional; anak-anak mungkin merasa tekanan sosial dan emosional untuk memenuhi harapan orang tua mereka. Tekanan ini dapat berupa tekanan langsung atau tidak langsung untuk mengikuti karir tertentu. Tekanan ini dapat mempengaruhi keputusan anak dalam memilih karir, terkadang mengabaikan minat dan bakat pribadi mereka.
5. Role model; orang tua sering kali menjadi role model bagi anak-anak mereka. Jika orang tua memiliki profesi tertentu yang mereka banggakan, anak-anak mungkin terinspirasi untuk mengikuti jejak mereka. Anak-anak yang melihat kesuksesan dan kepuasan orang tua dalam profesi tertentu mungkin terdorong untuk memilih karir yang sama.
6. Pengalaman pribadi orang tua; pengalaman pribadi orang tua, baik positif maupun negatif, dapat mempengaruhi harapan mereka terhadap pilihan karir anak. Orang tua yang merasa tidak puas dengan pilihan karir mereka sendiri mungkin mendorong anak mereka untuk memilih jalur karir yang berbeda yang mereka anggap lebih memuaskan.
Namun demikian, meskipun harapan orang tua dapat mempengaruhi pemilihan karir anak, penting juga untuk dicatat bahwa pemilihan karir anak-anak juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti minat pribadi, bakat, pendidikan, teman sebaya, dan pengalaman hidup mereka sendiri. Kombinasi dari semua faktor ini akhirnya akan membentuk keputusan akhir anak dalam memilih karir.
Kategori
- Masih Kosong
Arsip
Blogroll
- Masih Kosong