Bimbingan dan Konseling dalam Konteks Pendidikan Berbasis Budaya

Oleh:

Maryam Rahim; Wenny Hulukati

 

1. Pendahuluan

            Pendidikan dipandang sebagai wahana pelestarian budaya, pendidikan diharapkan mampu mengembangkan, memelihara, dan melestarikan budaya. Untuk merealisasikan harapan ini maka konsep dan praktik pendidikan yang dilaksanakan adalah pendidikan berbasis budaya. Fenomena yang menunjukkan semakin tergerusnya budaya nasional dan daerah di negara-negara tertentu termasuk Indonesia mengisyaratakan urgensi pendidikan dalam konteks pelestarian budaya bangsa atau pendidikan berbasis budaya.

            Pendidikan dan budaya memiliki hubungan timbal balik, di mana pendidikan merupakan usaha kebudayaan, dan sebaliknya pendidikan menjadi sarana bagi para siswa mengenal, memahami, dan mencintai budaya yang berimplikasi pada pelestarian budaya; dengan kata lain pendidikan merupakan sarana untuk melestarikan budaya, baik budaya nasional maupun budaya daerah. Pendidikan harus mampu menyadarkan, bahwa tingginya tingkat pendidikan seseorang tidak akan meninggalkan budaya daerahnya, baik budaya daerah asal maupun budaya di mana dia berada. Dengan demikian budaya daerah tidak akan tergantikan atau terhapuskan oleh budaya lain yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya yang menjadi kebanggaan dan ciri khas setiap daerah, yang juga merupakan kekayaan budaya nasional.

            Bimbingan dan konseling sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan tentu saja turut memiliki peranan penting dalam pelestarian budaya. Layanan bimbingan dan konseling tidak saja terbatas pada pemberian layanan dengan memperhatikan kondisi budaya konseli, tetapi juga berperan dalam memperkenalkan dan memberikan pemahaman tentang berbagai aspek budaya di setiap daerah yang menjadi latar belakang kehidupan konseli. Melalui peran ini maka berarti layanan bimbingan dan konseling turut melestarikan budaya nasional maupun budaya daerah suatu bangsa.

 

2. Bimbingan dan Konseling dalam Sistem Pendidikan di Sekolah

         Sistem pendidikan di sekolah telah dikembangkan dalam 3 (tiga) sub sistem/komponen, yang meliputi komponen administrasi (administration), komponen pengajaran (instruction) dan komponen pemberian bantuan atau pembinaan siswa(pupil/student personal service), termasuk di dalamnya pelayanan bimbingan dan konseling. Ketiga komponen ini bersinergimenurut fungsinya masing-masinguntuk pencapaian tujuan pendidikan, yang mencakup tiga domain/aspek yang secara bersama-sama merupakan suatu kebulatan yakni komponen kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk mencapai tujuan tersebut belumlah cukup hanya melalui bidang pengajaran, meskipun disadari bidang pengajaran (instruction) merupakan bidang utama dalam keseluruhan pendidikan di sekolah. Sebagaimana dikemukakan oleh Winkel dan Hastuti (2004): ”bahwa bidang pengajaran dan administrasi belum cukup mampu untuk memberikan pelayanan kepada siswa, maka dibutuhkan bidang lain yang khusus memperhatikan perkembangan siswa masing-masing, bidang itu adalah bimbingan dan konseling”.

            Komponen administrasi pendidikan sekolah berfungsi untuk mengatur kerja sama antara manusia dalam lembaga sekolah dengan pendayagunaan penunjang non manusia secara efektif dan efisien, yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengawasan. Komponen pengajaran melaksanakan policy sekolah menurut kurikulum yang telah ditentukan. Komponen bimbingan dan konseling menjalankan fungsinya dalam bentuk memberikan pelayanan kepada siswa yaitu membantu siswa untuk mengambil manfaat semaksimal mungkin dari pendidikannya atau membantu siswa untuk berkembang secara optimal. Dengan demikian dapat dimaknai apabila salah satu di antara ketiga komponen ini tidak berfungsi secara efektif, maka akan berpengaruh pada proses pendidikan di sekolah itu secara holistik.

            Dalam konteks pendidikan sebagai agen pelestarian budaya, maka bimbingan dan konseling sebagai salah salah satu komponen pendidikan di sekolah turut memiliki peran penting dalam melestarikan budaya nasional dan juga budaya daerah.Layanan bimbingan dan konseling di sekolah diselenggarakan dalam konteks pelestarian budaya.

3. Bimbingan dan Konseling dalam Konteks Budaya

            Era globalisasi menjadi tantangan bagi pelayanan bimbingan dan konseling untuk dapat berperan dalam pelestarian budaya. Globalisasi dengan segala pengaruhnya telah berdampak luas terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk budaya. Budaya-budaya asing yang semakin mengglobal telah memberikan peluang terjadinya penggerusan nilai-nilai budaya, termasuk budaya nasional dan budaya daerah di Indonesia (Hulukati dan Rahim, 2016;181).

            Ditemukan berbagai defenisi tentang budaya (culture). Coheen (Gladding, 2004:87) mendefinisikan budaya adalah: ”structures our behavior, thoughts, perception, values, goals, moral, and cognitive processes”. Menurut Pedersen (Gladding, 2014:87) culture may be defined in several ways. They include ”ethnographyc variables such ashnicity, nationality, religion, and language, as well as demographic variables of age, gender, place of recidence, etc; status variables such as social, economic, and educational background and wide range of formal or informal memberships and affiliations). Mulyana dan Rakhmat (2005,18) mendefenisikan budaya sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Selanjunyta dijelaskan bahwa budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model bagi tindakan-tindakan orang-orang yang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu. Budaya juga berkenaan degan sifat-sifat dari objek-objek materi yang memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.

Ki Hajar Dewantoro (dalam Panjaitan, dkk, 2013,4)  berpendapat bahwa kebudayan memiliki tiga unsur utama, yakni: cipta, rasa, dan karsa. Menurut Koentjaraningrat (dalam Panjaitan, dkk; 2014,7 merumuskan tiga unsur kebudayaan: (1) wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide,, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya; (2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Dalam tulisan ini aspek-aspek budaya dibatasi pada bahasa, adatistiadat, permainan, kesenian, makanan, dantanamanadat.

            Berikut beberapa aktivitas layanan bimbingan dan konseling berbasis budaya.

a. Bimbingan dan konseling lintas budaya

            Paul Pederson (Supriatna, 2011;168) mengemukakan bahwa dalam konseling dan psikologi, pendekatan lintas budaya dipandang sebagai kekuatan keempat setelah pendekatan psiko dinamik, pendekatan behavioral, dan pendekatan humanistik. Elly (dalamAchmad,2016) mengemukakan bahwa konseling lintas budaya ingin mengembalikan manusia dengan nilai budaya, karya, dan usaha pengembangan budaya dengan ilmu pengetahuan.

            Pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas member makna bahwa bimbingan dan konseling lintas budaya tidak hanya sekedar memahami budaya konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, namun sesungguhnya sangat berhubungan dengan pelestarian budaya. Keberagaman budaya konseli yang terungkap pada saat bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, maupun konseling kelompok menjadi sesuatu yang penting untuk dipahami oleh para anggota kelompok itu. Pemahaman itulah yang menjadi kesempatan untuk memperkenalkan budaya setiap anggota kelompok, sehingga setiap anggota kelompok akan memiliki penghargaan terhadap budaya anggota kelompok lainnya. Di samping itu pihak konselor juga harus memiliki pemahaman tentang budaya setiap konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemahaman tentang budaya yang diaplikasikan dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan sendirinya akan berdampak pada pelestarian budaya.

b. Bimbingan dan konseling berbasis budaya

            Bimbingan dan konseling berbasis budaya yang dimaksudkan dalam tuliasan ini aplikasi aspek-aspek budaya dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Aspek-aspek budaya dimaksud antara lain: bahasa, adatistiadat, permainan, kesenian, makanan, dan tanaman adat. (Hulukati dan Rahim, 2016:182-184).

a. Bahasa

            Bahasa daerah dapat digunakan sebagai alat komunikasi dalam pelaksanaan layanan. Penggunaan bahasa daerah diharapkan akan mempererat hubungan antara konseli dengan konselor, serta antara sesama konseli yang berasal dari latar belakang budaya yang sama. Bahasa dipengaruhi oleh budaya setempat, istilah-istilah yang digunakan bisa sama antar budaya tetapi seringkali maknanya jauh berbeda. Oleh sebab itu konselor harus peka terhadap perbedaan latar belakang budaya konseli (Atmoko,2015;22).

b. Adat istiadat

            Di setiap daerah terdapat adat istiadat yang memiliki makna psikologis dan pembelajaran tentang hidup yang sangat sarat dengan doa, harapan-harapan dan keinginan agar individu yang menjadi anggota masyarakatnya memiliki karakter dan perilaku yang baik. Adat istiadat tersebut dilakukan seiring dengan tahapan perkembangan individu, sejak dalam kandungan, pada masa masa bayi, pada masa kanak-kanak, pada masa remaja, dan pada saat pelaksanaan pernikahan.

c. Kesenian

            Kesenian suatu daerah berupa tari-tarian maupun lagu-lagu daerah senantiasa memiliki makna psikologis untuk membangkitkan perasaan cinta kepada orang tua dan sesama, rasa cinta dan bangga atas kekayaan daerah, serta mengembangkan karakter dan perilaku yang baik, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial.

d. Makanan khas daerah

            Makanan merupakan salah satu cirri khas suatu daerah. Sebagaimana aspek budaya lainnya, makanan khas daerah juga memiliki makna psikologis dan makna pembelajaran. Layanan bimbingan dan konseling dapat menggunakan makanan sebagai media untuk mengembangkan karakter dan perilaku yang baik.

e. Tanaman adat

            Tanaman khas suatu daerah juga memiliki makna yang sarat dengan pendidikan karakter dan perilaku, sehingga dapat digunakan sebagai media dalam pelayanan kepada konseli. Penggunaan tanaman sebagai media akan membawa konseli menyadari kekayaan alam sehingga akan mengembangkan kemampuan konseli memaknai betapa besar kekuasaan Allah dan menyadari betapa kecilnya dirinya di hadapan Allah SWT.

            Implementasi aspek-aspek budaya dalam pelayanan bimbingan dan konseling memberikan manfaat seperti: (1) mengefektifkan layanan, dan (2) pelestarian budaya daerah (Hulukati dan Rahim, 2016:181). Pergeseran budaya yang terjadi saat ini menjadi isyarat pentingnya upaya-upaya mengembalikan aspek-aspek budaya positif suatu daerah sebagai sesuatu yang dijunjung tinggi oleh anggota masyarakat, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Saatinihal-hal yang dianggap tabu atau perbuatan tidak baik oleh generasi tua menjadi sesuatu yang dianggap baik atau bukan merupakan hal yang tabu lagi. Menurut Basuki (2013,213) bahwa pergeseran budaya yang terjadi dalam masyarakat perlu dibenahi melalui layanan bimbingan dan konseling berbasis budaya.

4. Simpulan

            Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan di sekolah turut berperan penting dalam kaitan dengan eksistensi pendidikan sebagai wahana pelestarian budaya, dengan kata lain layanan bimbingan dan konseling sangat berkontribusi dalam melestarikan budaya. Bimbingan dan konseling lintas budaya dan bimbingan dan konseling berbasis budaya merupakan bentuk layanan bimbingan dan konseling dalam rangka pelestarian budaya.

 

NOT BULLYNG DAY

23 May 2024 10:54:49 Dibaca : 1651

NOT BULLYNG DAY’S

OLEH: Maryam Rahim

Not Bullyng day’s (hari-hari tanpa bully) dapat digunakan sebagai metode layanan bimbingan dan konseling pribadi-sosial yang dilaksanakan dengan cara menggunakan beberapa jam dalam sehari, sehari atau beberapa hari (2-3 hari) yang dikhususkan untuk kegiatan pencegahan bullying di kalangan siswa. Berbagai kegiatan dapat dilakukan pada  not bullyng days ini, antara lain: talk show dengan nara sumber terkait dengan penerapan hukum terhadap pelaku bullying, game-game pengembangan kemampuan  berinteraksi secara positif antar siswa, informasi tentang karakteristik perilaku bullying, informasi tentang dampak bullying, mencegah menjadi korban bullying, pemutaran film tentang dampak bullying. Melalui kegiatan tersebut diharapkan siswa/konseli memiliki kesempatan untuk mengembangkan perilaku anti bullying, misalnya memperoleh informasi tentang dampak bullying baik sebagai pelaku maupun korban, memperoleh latihan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, informasi tentang cara menghindari menjadi korban bullying, informasi tentang karakteristik perilaku bullying.

Kegiatan not bullying day akan lebih bermakna jika siswa diminta untuk membuat laporan kegiatan not bullying days tersebut. Laporan itu dapat dibuat secara individual ataupun kelompok. Metode Not Bullying Days digunakan pada bimbingan kelas besar/lintas kelas.

Tahapan Pelaksanaan

1)   Tahap awal (dilaksanakan beberapa hari sebelum pelaksanaan not bullying day’s)

a)      Merumuskan tujuan layanan yang ingin dicapai melalui kegiatan  not bullying day’s

b)      Menetapkan tema kegiatan (misalnya: “Temanku Saudaraku”, “Generasi Anti Bullying”, Katakan No pada Bullying)

c)      Menetapkan jenis kegiatan (misalnya: talk show dengan nara sumber terkait dengan penerapan hukum terhadap pelaku bullying, game-game pengembangan kemampuan  berinteraksi secara positif antar siswa, informasi tentang karakteristik perilaku bullying, informasi tentang dampak bullying, mencegah menjadi korban bullying, pemutaran film tentang dampak bullying)

d)     Menetapkan narasumber dalam kegiatan (misalnya pembicara  dalam seminar, nara sumber yang akan memberikan informasi tentang bullying dalam bentuk (talkshow), instruktur game pengembangan diri)

e)      Menetapkan pihak-pihak yang akan diundang untuk hadir pada saat kegiatan, seperti: kepala sekolah, guru-guru bidang studi/wali kelas, orang tua, dan instansi terkait

f)       Mempersiapkan dan menata fasilitas dan tempat yang digunakan

2)   Tahap kegiatan

Pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah dirancang pada tahap awal.

3)        Tahap akhir (dilaksanakan sehari atau beberapa hari setelah pelaksanaan not bullying day)

a)        Meminta siswa/konseli memasukkan laporan kegiatan

b)        Mengajak siswa/konseli bersama-sama membuat kesimpulan kegiatan

c)        Mengevaluasi ketercapaian tujuan kegiatan

d)       Meminta siswa/konseli membuat komitmen untuk merubah perilaku atau meningkatkan perilaku yang sudah baik sesuai dengan tujuan layanan/ kegiatan, misalnya: menerapkan cara berinteraksi secara positif dengan teman, mendalami informasi tentang dampak buruk bullying atau bertanya lebih lanjut pada nara sumber.

e)        Menutup kegiatan layanan/kegiatan.

            Pengguaan metode ini diharapkan akan mencegah terjadinya perilaku bullying di kalangan siswa yang semakin hari semakin memprihatinkan. Pihak sekolah, termasuk guru-guru bimbingan dan konseling perlu memberikan perhatian yang serius terhadap perilaku bullying ini.

CAREER DAY

23 May 2024 10:01:45 Dibaca : 2119

CAREER DAY

OLEH: MARYAM RAHIM

Career day (hari karir) merupakan metode layanan bimbingan karir yang dilaksanakan dengan cara menggunakan beberapa jam dalam sehari, sehari atau beberapa hari (2-3 hari) yang dikhususkan untuk kegiatan pengembangan karir siswa. Berbagai kegiatan dapat dilakukan pada career days ini, antara lain: ceramah dari nara sumber dalam bentuk talk show, latihan keterampilan khusus, penyaluran bakat/minat, tes bakat dan minat, informasi sekolah/perguruan tinggi lanjutan, informasi dunia kerja, pameran hasil karya siswa, dan wirausaha. Melalui kegiatan tersebut diharapkan siswa/konseli memiliki kesempatan untuk mengembangkan karirnya, misalnya memperoleh informasi tentang perkembangan karir sesorang, memperoleh latihan keterampilan khusus, informasi tentang bagaimana memulai karir, informasi tentang pendapatan financial dari sebuah pekerjaan, mengembangkan jiwa wirausaha, dan manfaat lainnya terkait dengan pengebangan karirnya.

Kegiatan career day akan lebih bermakna jika siswa/konseli diminta untuk membuat laporan kegiatan career days tersebut. Laporan itu dapat dibuat secara individual ataupun kelompok. Metode Career Days digunakan pada bimbingan kelas besar/lintas kelas.

Tahapan Pelaksanaan

1)   Tahap awal (dilaksanakan beberapa hari sebelum pelaksanaan career day)

a)      Merumuskan tujuan layanan yang ingin dicapai melalui kegiatan career day

b)      Menetapkan tema kegiatan (misalnya: Sukses Melalui Karir Alternatif, Melejitkan Kompetensi Career Adapatation Generasi Z)

c)      Menetapkan jenis kegiatan (misalnya: seminar, pemberian informasi dari orang yang sukses dalam karir alternatif dalam bentuk talkshow, pengembangan bakat dan minat (seperti minat sebagai penyiar radio, wartawan, influencer, dan lainnya), latihan kerja, wirausaha, dan pameran hasil karya siswa)

d)     Menetapkan narasumber dalam kegiatan (misalnya pembicara  dalam seminar, nara sumber yang akan memberikan informasi tentang karir alternatif (talkshow), nara sumber dalam pengembangan bakat dan minat (seperti: penyiar radio, wartawan), pelatih bidang pekerjaan tertentu)

e)      Menetapkan pihak-pihak yang akan diundang untuk hadir pada saat kegiatan, seperti: kepala sekolah, guru-guru bidang studi/wali kelas, orang tua, dan instansi terkait

f)       Mempersiapkan dan menata fasilitas dan tempat yang digunakan

2)   Tahap kegiatan

Pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah dirancang pada tahap awal, seperti: seminar, ceramah dari nara sumber/talkshow, latihan pengembangan bakat/minat, latihan kerja, wirausaha, pameran hasil karya siswa.

3)        Tahap akhir (dilaksanakan sehari atau beberapa hari setelah pelaksanaan career day)

a)        Meminta siswa/konseli memasukkan laporan kegiatan career day

b)        Mengajak siswa/konseli bersama-sama membuat kesimpulan layanan/kegiatan

c)        Mengevaluasi ketercapaian tujuan layanan

d)       Meminta siswa/konseli membuat komitmen untuk merubah perilaku atau meningkatkan perilaku yang sudah baik sesuai dengan tujuan layanan, misalnya: melatih bakat/minat, mendalami informasi tentang cara memulai pekerjaan, atau bertanya lebih lanjut pada nara sumber.

e)        Menutup kegiatan layanan/kegiatan.

Kecerdasan Naturalis

16 May 2024 07:03:53 Dibaca : 1765

KECERDASAN NATURALIS

OLEH: MARYAM RAHIM

1. Kecerdasan Naturalis

Kecerdasan naturalis merupakan salah satu dari 9 jenis kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner. Gardner (Gangadevi dan Ravi, 2014) mengartikan naturalistic intelligence: It is the ability to understand nature and use the gifts of nature for one's own development. Students with high level of naturalistic intelligence do well as agriculturists, farmers, landscapers, etc. It is possible in an educational institution to develop the above eight types of intelligences. Carvin (dalam Yaumi 2012:199) mendefinisikan: kecerdasan naturalis adalah kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikasi pola-pola alam (nature). Di samping itu Bowles (dalam Yaumi 2012:23) menyatakan komponen inti kecerdasan naturalis adalah kepekaan terhadap alam (flora, fauna, formasi awan, gunung-gunung), keahlian dalam membedakan anggota-anggota suatu spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan memetakan hubungan antara beberapa spesies baik secara formal maupun informal. Memelihara alam dan bahkan menjadi bagian dari alam itu sendiri seperti mengunjungi tempat-tempat yang banyak dihuni binatang, dan mampu mengetahui hubungan antara lingkungan dan alam merupakan suatu kecerdasan yang tinggi mengingat tidak semua orang dapat melakukan dengan mudah”. Menurut Suryadi (2006:53) “kecerdasan naturalis adalah keahlian mengenal dan mengeksplorasikan spesies (flora dan fauna) di lingkungan sekitar, mengenal eksistensi spesies, memetakan hubungan antara beberapa spesies. Suryadi juga menjelaskan bahwa kecerdasan ini juga meliputi kepekaan pada fenomena antara beberapa spesies dan kepekaan pada fenomena alam lainnya”. Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa kecerdasan naturalis adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan serta mampu mengenali dan mengkategorisasi spesies (flora dan fauna).

2 Karateristik Kecerdasan Naturalis

Orang yang memiliki kecerdasan naturalis dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada beberapa ciri atau karakteristik orang yang memiliki kecerdasan naturalis. Menurut Shearer (2019) ciri-ciri kecerdasan naturalis adalah memahami kehidupan hewan dan tanaman. Connel (dalam Yaumi 2012:199-200) mendeskripsikan bahwa “orang yang naturalistik dapat digambarkan sebagai orang yang: (1) memiliki minat yang dalam terhadap lingkungan, (2) melibatkan diri dalam alam, (3) memelihara alam dari polusi, (4) melakukan navigasi alam dengan mudah, (5) mampu melihat pola-pola dalam alam dengan mudah, (6) mengenal berbagai jenis berbatuan, flora dan fauna, bahkan berbagai jenis burung yang hidup di alam tersebut, (7) membawa alam ke dalam ruang kelas jika sebagai seorang guru”. Suryadi (2006:54) mengemukakan ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan naturalis dapat dilihat dari cara ia menyayangi binatang, keinginan ia memiliki hewan peliharaan, kesukaan ia mengamati burung dan tumbuhan, dapat menikmati benda dan cerita yang berkaitan dengan fenomena alam, kesukaan mengamati apa yang terjadi di lingkungan dan lain sebagainya. Pendapat yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Yaumi (2012:201-202), bahwa ciri orang yang memiliki kecerdasan naturalis adalah; (1) berbicara banyak tentang binatang, tumbuh-tumbuhan atau keadaan alam, (2) senang berdarmawisata ke alam, kebun binatang, atau di museum, (3) memiliki kepekaan pada alam (seperti hujan, badai, petir, gunung, tanah, dan semacamnya, (4) senang menyiram bunga atau memelihara tumbuh-tumbuhan dan binatang, (5) suka melihat kandang binatang, burung, atau akuarium, (6) senang ketika belajar ekologi, alam, binatang, dan tumbuh-tumbuhan, (7) berbicara banyak tentang hak-hak binatang, dan cara kerja planet bumi, (8) senang melakukan proyek pelajaran yang berbasis alam (mengamati burung-burung, kupu-kupu atau serangga lainnya, tumbuh-tumbuhan dan memelihara binatang), (9) suka membawa ke sekolah binatang-binatang kecil, bunga, daun-daunan, kemudian membagi pengalaman dengan guru dan teman-teman lain, (10) mengerjakan dengan baik topik-topik yang melibatkan system kehidupan binatang, cara kerja alam, dan bahkan manusia.

Karakteristik anak yang memiliki keceradasan naturalis: (1) Feels at their best in the outdoors, (2) Strives for balance with nature and mind and body, (3) Demonstrates an empathy with nature and it’s creatures, (4) Has a strong sense of responsibility towards the environment, (5) Possesses a sensitivity to animal abuse and environmental destruction, (6) Enjoys exploration, adventure, open-ended experiences, dan (7) Feels an affinity toward animals in general, pets in particular (Hoekstra, http://www.International-montessori.org). Salah satu ciri yang ada pada anak-anak yang kuat dalam kecerdasan naturalis adalah kesenangan mereka pada alam, binatang, misalnya berani mendekati, memegang, mengelus, bahkan memiliki naluri untuk memelihara (Thalib, dkk; 2020).

           Dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan naturalis memiliki ciri-ciri di antaranya berbicara banyak tentang binatang, tumbuh-tumbuhan dan keadaan alam, memiliki kepekaan alam (seperti awan, hujan, dan badai), memiliki hewan peliharaan, menyayangi binatang, senang memelihara dan menyiram tumbuh-tumbuhan, serta senang berdarmawisata ke alam, kebun binatang dan museum, peka terhadap kerusakan alam.

Kecerdasan Naturalis dan Kelestarian Lingkungan

15 May 2024 08:06:03 Dibaca : 2108

Kecerdasan Naturalis dan Kelestarian Lingkungan

OLEH: MARYAM RAHIM

Masalah kerusakan lingkungan alam telah menjadi masalah global yang hingga saat ini menjadi perhatian dunia untuk diupayakan solusinya. Lingkungan alam telah diciptakan oleh Maha Pencipta untuk memenuhi kebutuhan manusia dan manusia telah menggunakannya secara terus menerus, oleh sebab itu kerusakan lingkungan tentu saja tidak lepas dari tanggungjawab manusia dalam penggunaan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagaimana pendapat Nizaar (2022) jika dilihat dari perspektif antroposentris, di mana lingkungan dihadirkan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup manusia maka kerusakan yang terjadi disebabkan oleh perilaku manusia yang tidak sesuai dengan keberlanjutan lingkungan hidup. Perilaku manusia semestinya sejalan dengan keberlanjutan lingkungan hidup karena lingkungan saat ini bukan hanya diperuntukkan bagi generasi sekarang, namun diperuntukkan juga bagi generasi selanjutnya.

Apabila dicermati, pada dasarnya untuk mengkaji solusi terhadap kerusakan lingkungan alam tidak lepas dari persoalan tanggung jawab manusia dalam memperlakukan lingkungan itu sendiri. Oleh sebab itu upaya yang tepat harus dimulai dari diri setiap manusia yakni dengan mengembangkan kecerdasan naturalis. Solusi ini menjadi solusi jangka panjang, sebab kecerdasan naturalis telah menyatu dengan kehidupan manusia dan senantiasa ada sepanjang kehidupan manusia.    Kecerdasan naturalis adalah kemampuan dalam memperlakukan lingkungan alam secara positif, memperlakukan alam sebagai bagian dari hidup yang perlu dipelihara dan dijaga kelestariannya.

Seseorang dengan kecerdasan naturalis yang tinggi akan memiliki naluri yang kuat yang diwujudkan dalam berbagai perilaku yang dapat menjaga kelestarian lingkungan. Ia akan menjadi orang senantiasa memiliki sence of belonging of environment, yang menjadikan lingkungan sebagaimana ia memperlakukan dirinya sendiri.Dapat diasumsikan orang yang memiliki kecerdasan naturalis yang tinggi akan memiliki rasa cinta lingkungan yang tinggi pula. Oleh sebab itu pengembangan kecerdasan naturalis penting untuk menjaga kelestarian lingkungan sepanjang waktu. Hasil penelitian Anna (2016) menunjukkan adanya sumbangan sebesar 24,8% kontribusi kecerdasan naturalis terhadap sikap peduli lingkungan. Hasil penelitian Wirdianti, dkk (2020) menyimpulkan ada hubungan antara kecerdasan naturalis dengan tanggung jawab lingkungan. Hal yang sama ditemukan oleh Afifah, dkk (2021) bahwa terdapat pengaruh kecerdasan naturalis terhadap pro environmental behavior siswa. Demikian pula halnya hasil penelitian Rahmawati, dkk (2021) memberikan hasil adanya hubungan antara kecerdasan naturalis dengan sikap peduli terhadap lingkungan sekitar, dengan koefeisen determinasi sebesar 16,3%.