WAWASAN BUDAYA: Memahami Sekilas Budaya Daerah Lampung, Palembang dan Jambi

29 August 2022 12:41:55 Dibaca : 6207 Kategori : WAWASAN BUDAYA

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

1. Budaya Daerah Lampung

Asal usul bangsa Lampung adalah dari Sekala Brak yaitu sebuah Kerajaan yang letaknya di dataran Belalau, sebelah selatan Danau Ranau yang secara administratif kini berada di Kabupaten Lampung Barat. Dari dataran Sekala Brak inilah bangsa Lampung menyebar ke setiap penjuru dengan mengikuti aliran Way atau sungai-sungai yaitu Way Komring, Way Kanan, Way Semangka, Way Seputih, Way Sekampung dan Way Tulang Bawang beserta anak sungainya, sehingga meliputi dataran Lampung dan Palembang serta Pantai Banten. Semboyan Lampung yang berbunyi Sang Bumi Ruwa Jurai (se-bumi dua cabang) diartikan bahwa bumi Lampung dihuni oleh dua jurai/trach, yakni Jurai Sai Batin dan Jurai Pepadun.Kedua jurai tersebut dianggap sebagai penduduk asli masyarakat Lampung.

Penduduk Lampung asli terdiri dari masyarakat Lampung beradat Pepadun dan masyarakat Lampung beradat Saibatin (Peminggir) .Sedangkan pendatang adalah mereka yang umumnya berasal dari Jawa dan Bali yang bertransmigrasi sejak jaman Belanda. Namun kini pendatang itu tidak hanya dari Jawa dan Bali saja, tetapi hampir segala suku yang ada di Indonesia ada di propinsi ini. Rumah orang Lampung biasanya didirikan dekat sungai dan berjajar sepanjang jalan utama yang membelah kampung, yang disebut tiyuh. Setiap tiyuh terbagi lagi ke dalam beberapa bagian yang disebut bilik, yaitu tempat berdiam buway .Bangunan beberapa buway membentuk kesatuan teritorial-genealogis yang disebut marga.Dalam setiap bilik terdapat sebuah rumah klen yang besar disebut nuwou menyanak.Rumah ini selalu dihuni oleh kerabat tertua yang mewarisi kekuasaan memimpin keluarga.

Arsitektur lainnya adalah “lamban pesagi” yang merupakan rumah tradisional berbentuk panggung yang sebagian besar terdiri dari bahan kayu dan atap ijuk. Rumah ini berasal dari desa Kenali Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung Barat..Ada dua jenis rumah adat Nuwou Balak aslinya merupakan rumah tinggal bagi para Kepala Adat (penyimbang adat), yang dalam bahasa Lampung juga disebut Balai Keratun. Bangunan ini terdiri dari beberapa ruangan, yaitu Lawang Kuri (gapura), Pusiban (tempat tamu melapor) dan Ijan Geladak (tangga "naik" ke rumah); Anjung-anjung (serambi depan tempat menerima tamu), Serambi Tengah (tempat duduk anggota kerabat pria), Lapang Agung (tempat kerabat wanita berkumpul), Kebik Temen atau kebik kerumpu (kamar tidur bagi anak penyimbang bumi atau anak tertua), kebik rangek (kamar tidur bagi anak penyimbang ratu atau anak kedua), kebik tengah (yaitu kamar tidur untuk anak penyimbang batin atau anak ketiga).

Bangunan lain adalah Nuwou Sesat. Bangunan ini aslinya adalah balai pertemuan adat tempat para purwatin (penyimbang) pada saat mengadakan pepung adat (musyawarah).Karena itu balai ini juga disebut Sesat Balai Agung.Bagian bagian dari bangunan ini adalah ijan geladak (tangga masuk yang dilengkapi dengan atap).Atap itu disebut Rurung Agung. Kemudian anjungan (serambi yang digunakan untuk pertemuan kecil, pusiban (ruang dalam tempat musyawarah resmi), ruang tetabuhan (tempat menyimpan alat musik tradisional), dan ruang Gajah Merem ( tempat istirahat bagi para penyimbang) . Hal lain yang khas di rumah sesat ini adalah hiasan payung-payung besar di atapnya (rurung agung), yang berwarna putih, kuning, dan merah, yang melambangkan tingkat kepenyimbangan bagi masyarakat tradisional Lampung Pepadun.

Falsafah dan Pedoman Hidup Ulun Lampung

Tandani Ulun Lampung Wat Piil-Pusanggiri Mulia Hina Sehitung Wat Liom Rega Diri Juluq-Adoq Ram Pegung, Nemui-Nyimah Muari Nengah-Nyampor Mak Ngungkung, Sakai-Sambayan Gawi.Falsafah Hidup Ulun Lampung tersebut diilustrasikan dengan lima bunga penghias Sigor pada lambang Propinsi Lampung. Menurut kitab Kuntara Raja Niti, Ulun Lampung haruslah memiliki Lima Falsafah Hidup:

  1. Piil-Pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri),
  2. Juluq-Adoq (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya),
  3. Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi, selalu mempererat persaudaraan serta ramah menerima tamu),
  4. Nengah-Nyampor (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis),
  5. Sakai-Sambayan (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).

 

2. BUDAYA DAERAH PALEMBANG

Palembang artinya tempat melimbang, disini banyak orang melimbang emas. Pada tahun 1630 kesultanan Palembang memberlakukan Undang-Undang  Simbur Cahaya untuk mengatur ketertiban hukum di wilayah kekuasaaannya. Perekonomian Palembang sebagian berasal  dari berdagang, bertenun, dan tukang emas, membuat makanan empek-empek, kerupuk, dan kain songket. Petani bukan orang Palembang. Gotong royong dianggap pentingdisebut turunan anak ayam.Tolong menolong dalam hukum adat palembang berupa : (1) budi dibalas budi, (2) budi dibalas dengan upah, (3) budi dibalas dengan pekerjaan yang sama

Suku palembang memiliki norma sopan santun disebut dengan sondok Piyoga, yaitu :

  1. Orang tua gadis yang sudah menerima lamaran, orang tua bujang tidak patut jika menerima lamaran orang tua bujang lain
  2. Bertandang ke rumah gadis jangan dilakukan saat orang istirahat, jangan mengganggu penghuni  rumah
  3. Usahakan jalinan hubungan yang harmonis, yang muda menghormati yang tua sedangkan yang tua menjadi suri teladan.
  4. Mengindahkan cara berpakaian, cara bicara, menyapa, cara minum, cara menerima tamu, cara bertamu, malu berbuat salah, merasa bahagia jika dapat melakukan perbuatan baik, rendah hati, bertindak tegas dalam kebenaran dan kebaikan.
  5. Seseorang dapat diakui sebagai anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban sepenuhnya jika ia sudah menikah dan sudah mandiri.
  6. Anak laki-laki dan perempuan berhak sebagai pengganti atau penerus keturunan untuk mengurus orang tua.
  7. Anak kandung harus patuh dan hormat,berkewajiban memelihara atau mengurus kedua orang tua.
  8. Suami isteri berkewajiban memelihara dan mengurus orang tua dan mertua
  9. Barang siapa menemukan barang , uang di tempat umum sepatutnya dikemballikan ke Lurah atau RT untuk diumumkan.
  10. Jika orang melakukan perbuatan menyimpang dari tata krama, sopan santun dicemooh, sindiran, teguran, bahkan dikucilkan dari masyarakat.

Norma –norma ini dilengkapi dengan larangan-larangan antara lain:

  1. Tidak boleh melakukan sumbang besar atau kecil
  2. Tidak boleh berbuat Zina
  3. Tidak diperbolehkan mengintip orang mandi
  4. Tidak boleh membawa senjata apitanpa hak dan senjata tajam yang tak ada hubungannya dengan pekerjaannya.
  5. Pemilik binatang berkaki empat harus mengandangkan hewan pada malam hari dan menambat , mengembalanya pada siang hari
  6. Apabila hewan piaraan itu merusak sehingga menimbulkan kerugian orang maka  pemilik hewan harus bertanggung jawab mengganti kerugian.
  7. Tidak boleh menuba sungai
  8. Tidak boleh melakukan perjudian
  9. Tidak diperkenankan mengucapkan sumpah palsu
  10. Tak boleh menempeleng, memukul, mengancam orang dengan senjata, merusak tanaman
  11. Tidak boleh membuat, mengedarkan, dan menggunakan minuman keras, dan sejenisnya tanpa seizin yang berwajib
  12. Tidak diperkenankan memaki-maki atau membuka aib orang
  13. Tidak diperkenankan memasang perangkap tikus, dan ranjau membahayakan orang lain
  14. Tidak diperkenankan menabang pohon yang bersarang lebah
  15. Tidak boleh menyabung ayam.

Panggilan dalam keluarga : Bapak , aba = ayah, Emak, Ibok = Ibu. Ujuk, mamang = paman, mamang kecek (mang cek) lebih muda. Bibik (bik) – Bibi, Bicek = bibi kecek, Buyut = nenek atau kakek, Yai = kakek, Nyai = nenek, Kakak = kakak lakilaki, ayuk kakak perempuan, wak = saudara ayah atau ibu yang lebih tua. Bentuk perkawinan suku palembang mengambil bentuk bebas, tidak terikat kepada hukum kebapakan atau keiibuan, melainkan keibubapakan. Penngantin boleh tingal dimana saja bergantung kesepakatan. Ada 2 cara perkawinan yaitu (1) nakoo, dan (2) ngambek mantu Nakko, perkawinan berdasarkan peminangan oleh  pihak laki-laki terhadap gadis, semua biaya dipikul laki-laki. Ngambek menantu (mengambil menantu) , perkawinan dimana pihak perempuan menjodohkan anak gadisnya dengan seorang laki-laki pilihan, kecuali mas kawin yang harus dibayar oleh mempelai laki-laki, semua biaya perkawinan dipikul oleh perempuan.. Perkawinan dimulai dari rasan tuo atau rasan mudo. Jika rasan tuo dimulai dari dengan madik atau nindai ( menilai ) sebagai cara menilai atau meneliti dari pihak laki-laki mengenai tinkah laku anak gadis. Jika bujang dan gadis sudah kenalan dulu dan sepakat untuk menikah disebut rasa mudo. Pada rasan mudo tidak perlu madik lagi.

Ketika meminang pihak laki-laki membawa tenong ( anyaman rotan 3 – 5 tingkat) berisi bahan bahan mentah seperti gula, susu, mentega, gandum,dan kue basah. Tenong dibawa berjumlah ganjil 3, 5,7,9, 11. Jika peminangan diterima dilanjutkan dengan Ngebet( mengikat ) dan nyinggong (harus dipagar kuat tidak diganggu musang, agar  artinya tak boleh ambil lagi gadisnya) diselesaikan dengan bentuk mutuske kato (memutuskan kata) dibicarakan juga mas kawin, duit belanjo, uang asep ( biaya perkawinan, pelangkah, hari, dan tanggal pelaksanaan perkawinan. Dalam adat berasn dilakukan dengan adat terang, artinya semua pembicaraan harus dilakukan dengan terus terang  dan disaksikan oleh kedua keluarga kedua pihak . Ketika ini calon mempelai ada di kamar jika keluarga laki-laki ingin melihatnya dapat memberinya sejumlah uang buat mempelai perempuan tersebut. Seminggu sebelum  acara akad nikah , rombongan pihak keluarga laki-laki melakukan antar antaran kepada keluarga perempuan. Dengan membawa tepak berisi sirih, pinang, gambir dan tembakau ( tetua keluarga perempuan dipersilahkan mencicipi sirih tersebut, dengan mengatakan enak sekali, manis sekali) . Pihak keluarga perempuan juga menyiapkan hal yang sama seperti yang dibawa laki-laki.

Di samping itu dibawa pula barang – barang untuk diberikan pada pihak perempuan yaitu ; beras, roti, dodol, wajik, rempah-rempah (bawang merah, bawang putih, saos, telur, mentega, dsb)., kain songket, pakaian wanita. Di kemas dan diletakan di atas nampan kecuali beras. Jumlah bawaan sekitar 33 nampan (baki). Dodol, wajik, roti diberikan kepada keluarga dekat, dengan harapan keluarga ini memberikan bantuan materi. Pernikahan berlangsung di rumah lai-laki, pesta di rumah perempuan. Acara dimulai denan membacakan kitab suci Al-Quran, khotbah, ijab qabul, do’a, sujud dengan orang tua, bersalaman dengan semua orang yang hadir. Pada acara nikah laki-laki berpakain haji, perempuan berpakaian kebaya (kain songket). Munggah dalam acara ini dimulai dengan arak-arakan, membaca surat yasin. Pihak lai-laki membawa pakaian mempelai wanita lengkap, kain songket, kain jumputan, uang kertas menyerupai bentuk buah manggis, belanjo isi toko,kue basah, ( kkue 8 jam, maksuba, bolu koju, lapis legit, kerupuk goreng besar. Setelah barang diserahkan dilanjutkan dengan acara cap-capan ( kepala dibasahi dengan air kembang 7 macam) dan suap-suapan oleh para ibu-ibu yang sudah terlatih.

Acara cap-capan dan suap-suapan dilakukan dengan keluarga dekat seperti, kakek, nenek, uwak, bibi, yang sudah tua membasahi kepala pengantin, dan menyuapi pengantin dengan nasi kuning dan ayam kampung lengkap dengan rempelo dan memberi minum air putih diikuti dengan pembacaan sanjak dan pantun serta nasehat, memperkenalkan penganten kepada orang yang menyuapi itu. Kegiatan ini dilakukan oleh para ibu. Duduk di pelaminan acara ini dihadiri oleh keluarga, tetangga, dan handai tolan, semua undangan.Nyanjoi dari kata sanjo artinya berkungjung, acara ini dilakukan setelah acara munggah dan nyemputi. Dilakukan 2 kali, malam pertama untuk muda mudi malam kedua untuk orang tua. Nyemputi atau ngundu mantu. Sesudah 2 hari acara munggah, dilakukan nyemputi penganten di rumah penganten wanita oleh pihak keluarga penganten laki-laki.

Pada saat ini keluarga perempuan sudah siap akan mengantar pengantin wanita ke tempat laki-laki, saat ini juga keluarga lakilaki sudah siap merayakan penganten laki-laki membawa pulang istri. Acara keramasan dan mandi simburandilakukan di rumah perempuan. Maknanya bahwa penganten mohon doa restu untuk hidup sebagai suami isteri. Menyonsong malam pertama, kedua penganten diberi nasehat dan petunjuk oleh sesepuh keluarga (mak Inang) tentang melakukan hubungan suami isteri. Mak inan membawa seperai warna putih yang telah bernoda perawan untuk diserahkan kepada kedua orangtua mempelai(kebanggan orang tua). Jika tidak perawan lagi maka penganten laki-laki berhak mengembalikan penganten perempuan kepada orang tua dan meminta kembali semua barang.

Kesenian daerah Palembang antara lain, dul muluk adalah kesenian tradisional yang berbentuk seni teater yang ada di sumsel, dipakai pada acara perkawinan, dan panggung hiburan. Tari Madik (Nindai), menggambarkan orang tua berkunjung ke rumah gadis, dengan tujuan melakukan penilaian terhadap calon mantu. Tari Majeng Besuko, menggambarkan kesukariaan para remaja memikat jenis kelamin lain, bahkan ada yang saling jatuh cinta, nikah. Gending sriwidjaya, ini sering dinyanyikan pada acara resmi mis, kegubernuran, tamu agung. Gelar kebangsawanan sesuai dengan tingkatnya ;

  1. Raden – Raden Ayu
  2. Masagus – Masayu
  3. Kemas – Nyimas
  4. Ki –Agus – Nyayu

Gelar ini diperoleh berdasarkan garis keturunan ayah. Tempat duduk mereka diatur sesuai dengan gelar tersebut.Bahasa Palembang ada 2 yaitu ; Palembang Alus dan Palembang sehari-hari. Palembang alus dipakai pada kelompok pemuka masyarakat

 

3. Budaya Daerah Jambi

Masyarakat melayu jambi mengenal undang –undang adat secara turun temurun antara lain tetap mengenal istilah :

1.      Titian teras bertangga batu maksudnya titian teras merupakan adat, sedangkan bertangga batu syarak dan kitabullah. Teras merupakan bagian dari pada inti kayu yang tidak mudah dipatahkan namun dapat dipindahkan (dialihkan)

2.      Hukum syarak disebut bertangga batu, hukum yang positif dan permanen baik menghadap ke bawah maupun menghadap ke atas, nan tak dapat dipikul diajak (dipindahkan), tidak mempunyai prioritas pada seseorang. Kalau sesuatu itu dikatakan haram haruslah haram, najis dikatakan najis

Masyarakat Jambi jarang sekali ditemukan beristeri lebih dari satu. Dalam hukum kekerabatan menganut hukum bilateral yaitu setiap individu di dalam menarik garis keturunannya selalu menghubungkan diri kepada pihak keluarga bapak maupun pihak keluarga ibu. Jika hukum waris menggunakan patrinial sebagian besar jatuh pada pihak-pihak laki-lakiBahasa masyarakat Jambi adalah bahasa Melayu asli, dialek yang muncul ketika menggunakan bahasa Indonesia ” A” menjadi ” O ”mis, kemana menjadi kemano, siapa menjadi siapo, dsb. Kekhasan bahasa Melayu yang termasuk kesusasteraan lama yang menyentuh keharuan rasa ” rasa kagum, rasa hormat, rasa sayang, rasa bangga, dan rasa benci. Masyarakat jambi memeluk agama yang bervariasi yaitu Islam, Kriten katolik, Kristen Protestan, Budha, Hindu.

Pada masa sebelum perkawinan anak gadis dan pria Jambi yang sangat selektif  dalam memilih pasangan, dikatakan dalam sebuah ungkapan Bak Siliwang dibalik batang. Siliwang adalah nama seekor ikan di sungai di dasar air, mereka senang di balik-balik batang, apabila ada makanan yang hanyut di sekitarnya dia tidak terus menerkamnya, ikan ini akan melakukan gerak maju mundur. Pada saat pemuda datang berkunjung ke rumah gadis menggunakan pantun, dengan pantun ini mereka merendahkan diri. Setelah selesai peminangan, pihak laki-laki meletakkan mengikatnya dengan tanda sebuah cincin begitu juga perempuan. Masa bertunangan ini adalah waktu pengujian sikap, kesabaran, kejujuran, dan kemampuan menjawab tantangan rasa. Ini merupakan untuk mempersiapkan pesta atau kenduri.

Jika masa tunangan sudah habis waktunya tiba waktu lek (pesta). Pihak laki-laki datang untuk menentukan waktu kapan tepatnya lek (pesta). Pada hari lek yang diundang ibu ibu membawa beras dalam rantang atau baskom, gula, garam, kecap, dsb.. Kaum bapak memberikan uang masukan dalam amplop diberikan pada tuan rumah. Setelah pesta di rumah perempuan, maka ada masa berkunjung ke rumah laki-laki, disini diadakan lagi lek. Ibu-ibu yang datang membawa makong, piring, pecah belah lainnya. Bapak bawa uang dimasukkan dalam nampan yang ditutupi dengan kain songket. Acara pokok di rumah pengantin pria adalah tunjuk ajar (memberikan pengajaran) kepada kedua pengantin, serta mengubah panggilan. Seperti mama, bibi, pak tuo, pak ngah, dll. Pada pelaksanaan pesta ada tiga unsur pakaian yang selalu dipakai yaitu:

1.      Kain serai serumpun, yang melambang suatu harapan supaya anak cucu mereka akan berkembang biak seperti biaknya serai .

2.      Selungkang pinang, melambangkan kain persiapan pendukung (pendukung anak yang akan dilahirkan)

3.      Persiapan emas, maksudnya barang ini dapat dipergunakan mengatasi semua keperluan dan kebutuhan hidup, sandang pangan, papan, pendidikan.

4.      Menuak dukun/bidan

Ibu hamil dirawat oleh seorang dukun beranak disebut bidan. Upacara menuak dukun beranak dilakukan secara adat dengan mandi berlimau kedua calon ayah dan ibu pada pagi hari, setelah itu mengadakan kenduri dengan mengundan orang sekampung. Pantangan pada pria jika isterinya hamil (1) dilarang memotong ayam, (2) jangan membunuh kera,atau ular (3)  jika mandi jangan melilitkan handuk di leher, (4) jangan melakukan perbuatan tercela, (5) Dianjurkan suami dan isteri baca quran ayat Yusuf dan Maryam. Bagi isteri yang hamil (1) jangan  bersifat AIDS (Angkuh, Iri, Dengki, Sombong). (2) jangan suka duduk di depan pintu, (3) jangan banyak duduk, (4) jangan banyak makan kerupuk jangat, (5) jangan terlalu bebas makan yang berlemak

Acara kematian yang terutama diberitahu Syara dan tuo tangganai. Siapa duluan datang mengelilingi mayat dan membaca yasin. Bagi kaum ibu datang duduk di bagian dalam rumah datang dengan membawa beras. Beras diletakkan pada keranjang kecil yang bulat yang ditutup dengan sapu tangan, sebagian datang membawa kain penutup mayat, setalah penguburan kain dikembalikan. Setelah penguburan malam hari dilanjutkan tahlilan selama 3 malam berturut. Pada hari ketujuh diadakan acara naik tanah, di hari keseribu diadakan acara semen  menembok kuburan.