ARSIP BULANAN : July 2022

KONSELING RASIONAL EMOTIF

16 July 2022 14:20:08 Dibaca : 18619

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

A. Pengertian

Rasional emotif adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. Yang dimaksud dengan konseling RET atau yang lebih dikenal dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah konseling yang menekankan dan interaksi berfikir dan akan sehat (rasional thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku (acting). Bahwa teori ini menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.

B. Konsep Dasar

Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional. Perkembangan kepribadian manusia yaitu:

1. Manusia tercipta dengan: dorongan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memeuaskan diri dan kemampuan untuk self-destructive (SD), hedonis buta dan menolak aktualisasi diri.

2. Individu sangat di pengaruhi oleh orang lain (suggestible). Keadaan seperti ini terlebih-lebih lagi pada masa anak-anak.

C. Teori A, B, C, D, E

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

a) Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang

b) Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.

c) Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.

Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me­lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi­kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan ke­sepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me­nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri.

D. Asumsi Perilaku Bermasalah

Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, di dalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.

Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah:

a) Tidak dapat dibuktikan

b) Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu

c) Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif

Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:

a) Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi

b) Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain

c) Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.

Indikator sebab keyakinan irasional adalah:

a) Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.

b) Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum.

c) Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.

d) Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya.

e) Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut.

f) Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang.

g) Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural.

h) Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu. Menurut Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut.

Ada beberapa jenis “pikiran­-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:

a) Mengabaikan hal-hal yang positif,

b) Terpaku pada yang negatif,

c) Terlalu cepat menggeneralisasi.

Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga ke­yakinan irasional:

a) “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”:

b) “Orang lain harus memahami dan mempertimbang­kan saya, atau mereka akan menderita”.

c) “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”

E. Tujuan Konseling

Tujuan dari Konseling RET ini antara lain:

1. Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.

2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.

Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :

1. Insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.

2. Insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.

3. Insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.

Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :

1) Minat kepada diri sendiri,

2) minat sosial,

3) pengarahan diri,

4) toleransi terhadap pihak lain,

5) fleksibel,

6) menerima ketidakpastian,

7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,

8) penerimaan diri,

9) berani mengambil risiko,

10) Menerima kenyataan.

F. Teknik

1. Dalam menyelenggarakan konseling, konselor lebih bernuansa otorotatif dengan menggunakan teknik-teknik yang bersifat langsung, persuasive, sugestif, aktif, logis seperti pemberian nasehat, terapi kepustakaan,pelaksanaan prinsif-prinsip belajar, konfrontasi langsung, hal ini untuk mendorong klien beranjak dari pola piker tidak rasional ke rasional.

2. Tiga pola dasar: kognitif, emotif, behavioristik.

a. Konseling kognitif: memperlihatkan kepada kliuen bahwa ia haruslah meninggalkan sikapnya yang perfesionistik apabila ia ingin bahagia dan terlepas dari kecemasannya. Di sini konselor sepertinya melakukan proses mengajar. Perlengkapan yang perlu dipakai pemflet, buku, rekaman kaset/video,film.

b. Konseling emotif-avokatif: mengubah system nilai klien berbagai teknik digunakan untuk menyadarkan klien antara yang benar dan yang salah, seperti: memberikan contoh, bermain peranan; teknik unconditional acceptance dan humor,serta exhalation (pelepasan beban). Agar klien melepaskan pikirannya yang tidak rasional dan menganntinya dengan rasional.

c. Konseling behavioral: mengembangkan pola berpikir dan bertingkah laku yang baru segera setelah klien menyadari kesalahan-kesalahannya. Teknik yang dipakai bersifat eklektik , dengan pertimbangan

1) Ekonomis dari segi waktu untuk klien dan konselor

2) Kesegeraan hasil yang dicapai

3) Efektifitas teknik yang dipakai untuk bermacam ragam klien

4) Kedalaman dan ketahanan (berlangsung lama) dari hasil yang dicapai.

 

DAFTAR PUSTAKA:

Corey, Gerald. 2010. Teori Dan Praktek Konseling & Psikoterapi. 2010. Refika Aditama.

Hansen, James C. Richard R. Stevic, dan Richard W. Warner, Jr. 1982. Counseling: Theory and Process. Boston; allyn and Bacon. Inc.

Prayitno. 1998. Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang.

Pujosuwartno, Sayekti. 1997. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta : Menara mas Offset.

Taufik. 2014. Model-Model Pendidikan. Padang: FIP UNP

Sawal Mahaly, Rusnawati Ellis, Jumadi Mori Salam Tuasikal

Abstrak

Pesantren Ramadhan adalah salah satu wahana alternatif kegiatan ekstrakurikuler dalam rangka memantapkan pembinaan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT. Bagi siswa yang beragama Islam dengan pola dan tata cara kehidupan pesantren yang dilakukan di dalam lingkungan sekolah. Pada umumnya di lingkungan sekolah pendalaman materi agama bagi siswa terbatas dengan waktu yang diberikan, sehingga kegiatan pesantren dilaksanakan untuk menjawab hal tersebut. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membina peserta didik agar disiplin dalam melaksanakan ibadah puasa, sholat, membaca Al Quran maupun ibadah sunat lainnya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan ini antara lain: (1) Persiapan, (2) Pelaksanaan, (3) Evaluasi. Dengan adanya adanya Kegiatan ini memberikan nilai positif bagi peserta didik maupun pihak sekolah untuk membantu membina dan mendisiplinkan peserta didik dalam menjalankan ibadah wajib maupun ibadah sunat di dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari antusias peserta didik untuk mengikutinya dari 43 peserta yang merasa senang untuk mengikuti kegiatan ini adalah 34 (79%) alasanya karena mendapatkan pengetahuan baru dan teman baru dan 9 (21%) menyatakan tidak menyenangkan alasannya karena materi yang diberikan terlalu banyak.

Kata Kunci: Pelaksanaan, Pasantren, Ramadhan

Full Text: PDF DOWNLOAD

Publish: Vol 2 No 2 (2022): Jurnal Pustaka Mitra (Pusat Akses Kajian Mengabdi Terhadap Masyarakat) 

Achmad Satriawan Pahroji, Abd. Kadir Husain, Salim Korompot, Jumadi Mori Salam Tuasikal

Abstrak

Rumusan masalah pada penelitian ini yakni bagaimana games kuartet sebagai media bimbingan dan konseling untuk meningkatkan pemahaman karakter religius siswa. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan games kuartet sebagai media bimbingan dan konseling untuk meningkatkan pemahaman karakter religius siswa sekolah dasar. Motode penelitian yang digunakan yakni Reserch and Development model Sugiyono yang menguraikan tahap-tahap dalam metode penelitian dan pengembangan sebanyak sepuluh tahap penelitian dan pengembangan, namun dalam penelitian ini, peneliti membatasi sampai pada tahap uji coba produk dengan tanpa mengurangi esensi dari penelitian tersebut. Untuk mengetahui kepraktisan dan kelayakan media, peneliti melakukan validasi kepada ahli media, ahli bahasa, dan ahli bimbingan dan konseling guna melihat kelayakan dan meminta masukan sebelum nanti diujicobakan ke siswa sekolah dasar. Berdasarkan hasil uji coba produk pada siswa kelas tinggi (4-6) di Sekolah Dasar Negeri 12 Telaga Biru Kabupaten Gorontalo. Menyatakan produk yang dibuat layak untuk dijadikan media bimbingan dan konseling untuk meningkatkan pemahaman karakter religius siswa sekolah dasar.

Kata Kunci: Kuartet Religi, Karakter Religius

Full Text: PDF DOWNLOAD

Publish: 2022-04-25: Student Journal of Guidance and Counseling

Arwildayanto, Mohamadi Zubaidi, Jumadi Mori Salam Tuasikal

Abstract

Program pengabdian KKNT Desa Membangun 2021 di Desa Potanga dilaksanakan untuk pendampingan manajemen daya saing pemerintahan Desa dalam percepatan pencapaian suistainable development goals (SDGs), dengan pertimbangan permasalahan desa: 1) perlunya peningkatan produktivitas dan kualitas masyarakat, 2) rendahnya pemahaman terkait permasalahan masyarakat seperti kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan dalam mewujudkan program Desa SDGs, 3) Perlunya mewujudkan desa berkembang dan mandiri, serta kolaborasi berbagai pihak dalam pengembangan kawasan perdesaan berkelanjutan, dan 4) perlunya peningkatan ekonomi masyarakat desa. Metode pelaksanaan kegiatan: 1) persiapan; a) penyiapan administrasi dan perlengkapan mahasiswa, b) penyiapan bahan dan peralatan kegiatan pembekalan, c) menyiapkan bahan dan peralatan untuk pelaksanaan pengabdian, 2) pembekalan, terdiri; a) menyiapkan administrasi kegiatan pembekalan, b) melaksanakan pelatihan program pendampingan manajemen daya saing pemerintahan Desa berkelanjutan, c) mensosialisasikan kehidupan bermasyarakat dan nilai-nilai budaya masyarakat di lokasi KKNT, 3) rencana kegiatan program mahasiswa; a) melakukan pendampingan, b) melakukan pelaksanaan dan evaluasi, c) melakukan dokumentasi program. Implementasi program aksi KKNT telah berhasil dilakukan melalui upaya asesmen potensi desa, Workshop manajemen daya saing desa, peningkatan perekonomian, pendidikan, penyuluhan kesehatan (Covid 19, pencegahan stunting), pelestarian lingkungan hidup (penanaman pohon), pemberdayaan masyarakat, peran kepemudaan, (event keolahragaan, kesenian), pusat belajar rakyat (optimalisasi mobil pintar), mengajar di sekolah dan kesetaraan gender.

Keywords: Village Management, Competitiveness, SDGs

Full Text:PDF DOWNLOAD

Publish 2022-03-27: MONSU’ANI TANO Jurnal Pengabdian Masyarakat