ARSIP BULANAN : January 2020

50 DEFENISI KONSELING

30 January 2020 14:57:43 Dibaca : 46081

Oleh; Jumadi Mori salam Tuasikal, M.Pd

Begitu banyak defenisi konseling menurut para ahli, berikut saya hadirkan 50 diantaranya;

1) A.C. EngliSH

Konseling merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interprestasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.

 2) A.M. Schmuller & D.G. Mortenson

Konseling adalah suatu proses hubungan seorang dengan seorang, di mana yang seorang dibantu oleh orang lainnya untuk meningkatkan pengertian dan kemampuannya dalam menghadapi masalahnya.

3) American Counseling Association (ACA)

Konseling yaitu aplikasi kesehatan mental, prinsip psikologis, perkembangan; melalui intervensi kognitif, afektif, perilaku, atau sistemik; strategi untuk menangani kese jahteraan, pertumbuhan pribadi, perkembangan karier, dan kelainan.

4) American Personel Guidance Association (APGA)

Konseling adalah hubungan antara seorang individu yang memerlukan bantuan untuk mengatasi kecemasannya yang masih bersifat normal atau konflik atau masalah pengambilan keputusan.

5) American School Conselor Association (ASCA)

Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu klien mengatasi masalah-masalahnya.

6) British Association of Counselling (BAC)

Konseling merupakan suatu proses bekerja dengan orang banyak, dalam suatu hubungan yang bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah.

7) Baruth & Robinson

Konseling berasal dari kata Counselium yang berarti “people coming together to gain an understanding of problem that beset them were evident”.

8) Berdnard & Fullmer

Konseling merupakan pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketiga hal tersebut.

9) Blocher

Konseling adalah membantu individu agar dapat menyadari dirinya sendiri dan memberikan reaksi terhadap pengaruh-pengrauh lingkungan yang diterimanya, selanjutnya, membantu yang bersangkutan menentukan beberapa makna pribadi bagi tingkah laku tersebut dan mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku dimasa yang akan datang.

10) Burk & Stefflre

Konseling mengindikasikan hubungan profesional antara konselor terlatih dengan klien, hubungan yang terbentuk biasanya bersifat individu ke individu, kadang juga melibatkan lebih dari satu orang suatu misal keluarga klien. Konseling didesain untuk menolong klien dalam memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap suatu masalah yang sedang mereka hadapi melalui pemecahan masalah dan pemahaman karakter dan perilaku klien.

11) Casey

Konseling merupakan proses baik berupa perkembangan atau intervensi. Konselor berfokus pada sasaran klien. Jadi konseling melibatkan pilihanmaupun perubahan. Dalam beberapa kasus konseling adalah latihan sebelum bertindak.

12) Cavanagh

Konseling merupakan “a relationship between a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways.”

13) Cormier

Counseling is the helping relationship, which include (a) someone seeking help, (b) someone willing to give help who is (c) capable of, or trained to, help (d) in a setting that permit’s help to be given and received.

14) Division of Conseling Psychology

Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan yang optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap waktu.

15) Fatchiah E. Kertamuda

Konseling adalah hubungan yang direncanakan antara seorang konselor dengan seorang agar konseli dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya serta dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya.

16) Gibson

Konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.

17) Gladding

Konseling adalah hubungan pribadi antara konselor dengan klien atau konseli. Dalam hubungan pribadi tersebut, konselor membantu konseli untuk memahami diri sendiri di setiap keadaan, baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Konseli dapat menggunakan potensi-potensi yang dimilikinya untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.

18) Gustad

Counseling is a learning-oriented prosess carried on in simpole one to social environment in which the counselor, professionalally competent in relevant psycological skill and knowledge, seeks to assist the client by methods appropriate to the latter’s needsm and within the context of the total personal program, to learn how to p[ut such understanding into effect in relation to more clearly perceived, realitically defined goals, to the end that the client may become a happier and more productive member of society.

19) Hansen

Konseling adalah proses bantuan kepada individu dalam belajar tentang dirinya, lingkungannya, dan metode dalam menangani peran dan hubungan.

20) Hellen

Konseling individual yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik atau konseli mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan pengentasan masalah pribadi yang diderita konseli.

21) H.M. Burks

Konseling adalah suatu proses yang berorientasikan belajar, dilaksanakan dalam suatu lingkungan sosial, antara seorang dengan seorang yang lain, di mana seorang konselor harus memiliki kemampuan profesional dalam bidang keterampilan dan pengetahuan psikologi. Konselor berusaha membantu klien dengan metode yang sesuai atau cocok dengan kebutuhan klien tersebut dalam hubungannya dengan keseluruhan program, agar individu mempelajari secara lebih baik mengenai dirinya sendiri dan belajar bagaimana memanfaatkan pemahaman mengenai dirinya untuk memperoleh tujuan-tujuan hidup yang lebih realistis, sehingga klien dapat menjadi anggota dari masyarakat yang berbahagia dan lebih produktif.

22) Hoffman

Perjumpaan secara berhadapan muka antara konselor dengan konseli atau orang yang disuluh sedeng dalam pelayanan bimbingan.

23) Holipah

Proses konseling individu berpengaruh besar terhadap peningkatan klien karena pada konseling individu konselor berusaha meningkatkan sikap siswa dngan cara berinteraksi selama jangka waktu tertentu dengan cara beratatap muka secara langsung untuk menghasilkan peningkatanpeningkatan pada diri klien, baik cara berpikir, berperasaan, sikap, dan perilaku.

24) James F. Adam

Konseling adalah Suatu pertalian timbal balik antara 2 orang individu dimana yang seorang (counselor) membantu yang lain (conselee) supaya ia dapat memahami dirinya dalam hubungan denfgan masalah-masalah hidup yang dihadapinya waktu itu dan waktu yang akan datang.

25) Jones

Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan. Dimana ia diberi panduan pribadi dan langsung dalam pemecahan untuk klien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan.

26) Latipun

Secara etimologi Istilah konseling berasal dari bahasa latin, yakni “consilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasan dari kata “sellan” yang berarti“menyerahkan” atau “menyampaikan”.

27) Lewis

Konseling adalah proses mengenai seseorang individu yang sedang mengalami masalah (klien) dibantu untuk merasa dan bertingkah laku dalam suasana yang lebih menyenangkan melalui interaksi dengan seseorang yang bermasalah yang menyediakan informasi dan reaksi-reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan tingkah laku yang memungkinkan kliennya berperan secara lebih efektif bagi dirinya sendiri dan lingkungannya.

28) Mohammad Surya

Konseling adalah suatu proses berorientasi belajar, dilakukan dalam suatu lingkungan sosial, antara seseorang dengan seseorang, dimana seorang konselor yang memiliki kemampuan profesional dalam bidang keterampilan dan pengetahuan psikologis, berusaha membantu klien dengan metode yang cocok dengan kebutuhan klien tersebut, dalam hubungaannya dengan keseluruhan program ketenagaan, supaya dapat mempelajari lebih baik tentang dirinya sendiri, belajar bagaimana memanfaatkan pemahamkan tentang dirinya untuk realistik, sehingga klien dapat menjadi anggotamasyarakat yang berbahagia dan lebih produktif.

29) Palmer & McMahon

Konseling bukan hanya proses pembelajaran individu akan tetapi juga merupakan aktifitas sosial yang memiliki makna sosial. Orang sering kali menggunakan jasa konseling ketika berada di titik transisi, seperti dari anak menjadi orang dewasa, menikah ke perceraian, keinginan untuk berobat dan lain-lain. Konseling juga merupakan persetujuan kultural dalam artian cara untuk menumbuhkan kemampuan beradaptasi dengan institusi sosial.

30) Pepinsky & Pepinsky

Konseling merupakan interaksi yang (a) terjadi antara dua orang individu ,masing-masing disebut konselor dan klien ; (b) terjadi dalam suasana yang profesional (c) dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudah kan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.

31) Pietrofesa, Leonard & Hoose

Konseling merupakan suatu proses dengan adanya seseorang yang dipersiapkan secara profesional untuk membantu orang lain dalam pemahaman diri pembuatan keputusan dan pemecahan masalah dari hati kehati antar manusia dan hasilnya tergantung pada kualitas hubungan.

32) Pietrofesa

Konseling merupakan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli.

33) Prayitno & Erman Amti

Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.

34) Prayitno

Konseling adalah pelayanan bantuan oleh tenaga professional kepada seorang atau sekelompok individu untuk pengembangan kehidupan efektif sehari-hari dan penanganan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu dengan focus pribadi mandiri yang mampu mengendalikan diri melalui penyelenggaraan berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung dalam proses pembelajaran.

35) Robinson

Konseling ialah hubungan antara dua orang di mana yang seorang klien merupakan klien, dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Suasana hubungan di dalam konseling ini meliputi penggunaan wawancara untuk mendapatkan dan memberikan berbagai informasi, mengajar dan juga melatih.

36) Rogers

Konseling merupakan rangkaian-rangkaian kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.

37) Samsul Munir Amin

Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupan dengan wawancara, atau dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidup.

38) Schertzer & Stone

Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.

39) Smith

Konseling merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interprestasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.

40) Soli Abimanyu & M. Tayeb Manrihu

Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara dan teknik-teknik perubahan tingkahlaku lainya oleh seorang ahli (disebut Konselor) kepada individu atau individu-individu yang sedang mengalami masalah (disebut konseli) yang bermuara kepada teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli.

41) Stefflre dan Grant

Counseling denotes a professional relationship between an trained counselor with a client. Counseling is a process, that is a derlying better choices making are such matter is learning, personality depelovment, and self knowledge which can be translated into better role perception and more effective role behavior.

42) Syamsu Yusuf

Konseling merupakan pelayanan terpenting dalam program bimbingan. Layanan ini memfasilitasi untuk memperoleh bantuan pribadi secara langsung untuk mengatasi masalah yang timbul pada siswa.

43) Talbert

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.

44) Tohari Musnawar

Konseling dalam Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kesemuanya berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber pedoman kehidupan umat Islam.

45) Walgito

Konseling menuntut adanya keaktifan dari dua arah, baik dari konselor maupun dari konseli, bahkan dalam konseling keaktifan harus lebih banyak dari konseli, di mana konselor hanya membantu konseli agar dapat menyelesaikan masalahnya secara mandiri dengan pilihan-pilihan yang ada.

46) Willis

Konseling adalah suatu proses yang terjadi dalam hubungan seseorang dengan seseorang yaitu individu yang mengalami masalah yang tak dapat diatasinya, dengan seorang petugas profesional yang telah memperoleh latihan dan pengalaman untuk membantu agar klien memecahkan kesulitanya.

47) Williamson

Konseling adalah untuk membantu perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia. Membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri. Dalam hubungan konseling, individu diharapkan mampu menghadapi, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalahnya. Dari pengalaman ini individu belajar untuk menghadapi situasi konflik di masa mendatang.

48) Winkell

Konseling merupakan serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli / klien secara tatap muka langsung dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap bebagai persoalan atau masalah khusus maka masalah yang dihadapi oleh klien dapat teratasi semuanya.

49) Wolberg

Konseling adalah bentuk wawancara di mana klien ditolong untuk mengerti lebih jelas dirinya sendiri, untuk memperbaiki kesulitan yang berkaitan dengan lingkungan atau untuk dapat memperbaiki kesukaran penyesuaian.

50) Wren

Konseling adalah suatu relasi antara pribadi yang dinamis, antara dua orang yang berusaha untuk memecahkan sebuah masalah dengan mempertimbangkannya secara bersama-sama, sehingga pada akhirnya orang yang lebih muda atau orang yang mempunyai kesulitan yang lebih banyak diantara keduanya dibantu oleh yang lain untuk memecahkan masalahnya berdasarkan penentu diri sendiri.

BERSAMBUNG...

BUDAYA MALU YANG MENGHAMBAT PERKEMBANGAN MAHASISWA

30 January 2020 14:49:07 Dibaca : 3442

Siti Salama Tuasikal

       Sejatinya sifat malu merupakan suatu hal penting yang harus dimiliki oleh manusia, sebagai pertanda bahwa perasaannya masih berada pada kondisi normal dalam merespon setiap stimulus yang datang untuk dipertimbangkan secara emosional sehingga mampu menggambarkan kondisi kejiwaan seseorang. Hal tersebut bermaksud bahwa setiap perilaku manusia dalam bertindak dan mengambil keputusan akan dipertimbangkan secara manusiawi melalui hati nuraninya sebagai bentuk ekspresi dari rasa malu.

    Malu bisa diibaratkan seperti pisau bermata dua. hal ini dikarenakan malu dapat dipandang suatu perilaku yang positif namun di satu sisi dapat berdampak negatif. Kondisi ini yang kemudian menjadi suatu dilema dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Fenomena ini dapat kita lihat pada kasus-kasus tertentu misalkan ketika seseorang berbuat kesalahan, sudah sewajarnya dia merasa malu atas sikapnya itu dan mulai meminta maaf. Hal ini menggambarkan sifat malu berdampak positif yang dapat menyadarkan perilaku tidak baik yang telah di perbuat. Pada kasus lain yaitu ketika seseorang ingin mengungkapkan ide dan gagasannya kepada orang lain dia merasa malu, karena dia meyakini bahwa apa yang hendak disampaikan mungkin saja tidak akan diterima atau malah ditertawakan. Hal ini merupakan salah satu kasus yang berdampak negative terhadap tugas perkembangan seseorang.

     Berdasarkan gambaran di atas kita dapat mengambil suatu benang merah bahwa rasa malu merupakan hal yang penting, namun kiranya perlu melihat situasi dan kondisi yang tepat untuk mengekspresikan rasa malu tersebut, dalam istilah yang saya gunakan  adalah memperhatikan "SIKONTOL PANJANG" (Situasi, Kondisi, Toleransi, Pantauan dan Jangkauan). Banyak orang yang tidak sadar di dalam kehidupan sehari-harinya mengalami hambatan dalam mengekspresikan perasaan sebenarnya karena belum mampu mengelola dan menempatkan serta memahami karakteristik pribadinya di dalam memposisikan rasa malu tersebut. Di Indonesia sendiri budaya malu seakan-akan menjadi identitas diri masyarakatnya. Sayangnya, kondisi tersebut tidak berbanding lurus dengan cara berpikir dalam menanggapi masalah yang dihadapi karena kadang-kadang rasa malu yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari malah berdampak memalukan. Sebut saja fakta yang sering kita temui orang desa yang sering merasa malu dengan orang kota, orang miskin yang merasa malu dengan orang kaya dan sebaliknya dikarenakan berbagai alasan yang diyakini. Keberadaan budaya malu akan terus menyertai perilaku manusia dalam setiap aktifitasnya sebagai sebuah keniscayaan bahwa manusia adalah mahluk yang berperasaan. Apakah itu dalam lingkungan keluarga, masyarakat, tempat kerja, dan di mana saja. Tanpa sadar sifat malu mampu mengarahkan seseorang untuk memahami rasa tanggungjawab di setiap kondisi yang di hadapi ataupun bisa saja lari dari tanggungjawab yang diemban dalam setiap situasi kehidupan.

      Di antara sekian banyak aktifitas yang dilalui oleh manusia ada hal menarik yang bisa kita tinjau di dalam kehidupan kampus yang dihuni oleh masyarakat intelektual, dalam artian bagaimana mahasiswa memposisikan dirinya dalam membudayakan rasa malu yang ada pada diri dan lingkungannya. Kita ketahui bersama bahwa mahasiswa ditempatkan pada jenjang pendidikan paling tinggi di antara status pendidikan lainnya, itu artinya bahwa lingkungan kampus diharapkan mampu menstimulus mahasiswa dalam memahami arti sebenarnya dari rasa malu. Fenomena kekinian yang terjadi dunia kampus menggambarkan bahwa mahasiswa seakan-akan berada dalam posisi terjebak pada dampak negatif dari rasa malu. Kenapa demikian, karena banyak potensi yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa tidak diekspresikan sebagaimana layaknya. Kondisi ini jelas menggambarkan bahwa dari sekian banyak factor tidak bisa dipungkiri bahwa rasa malu mengambil peran penting dalam membentuk karakter mahasiswa. Sebut saja banyak aktifitas-aktifitas kemahasiswaan mulai dari dalam kampus hingga keluar kampus membutuhkan kemampuan mental untuk mengaktualisasikan potensinya secara optimal.

     Berbagai kasus yang dialami oleh mahasiswa dalam mengaktualisasikan diri banyak dihambat oleh sikap kurang percaya diri, ragu-ragu, mudah menyerah, cepat putus asa, gugup, demam panggung dan, takut ditertawakan orang. Sikap-sikap tersebut kadang muncul ketika mahasiswa diperhadapkan dengan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan. Hal tersebut tak lepas dari bagaimana mahasiswa memadang dan memberikan persepsi-persepsi subjektif terhadap dirinya yang menggambarkan perasaan malu terhadap kehidupan bersosial disekelilingnya. Mungkin benar, bahwa rasa malu tidak sepenuhnya memberikan sumbangsih negatif terhadap perilaku mahasiswa. Namun juga perlu diingat bahwa kita tidak bisa memungkiri kebiasaan malu yang sudah membudaya bisa jadi susah untuk dikendalikan karena sudah mengakar dan menjadi karakter turun-temurun.

     Secara psikologis jika luapan emosi yang menjadi kebiasaan seseorang dan dilakukan terus-menerus akan menjadi otomatis tersimpan di dalam alam bawah sadar dan akan mengarahkan setiap perilaku untuk dilakukan tanpa disadari. Itu artinya jika rasa malu yang sudah tertanam di alam bawah sadar setiap mahasiswa, maka tanpa sadar mereka akan digiring untuk bersifat malu pada setiap aktifitas tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu secara rasional situasi dan kondisi yang paling tepat untuk bersikap malu. Banyak contoh yang mampu membuktikan kasus-kasus tersebut, diantaranya ada mahasiswa yang tidak mau untuk berbicara di depan banyak orang dikarenakan kebiasaannya ketika hendak berbicara di dalam keluarga tidak diizinkan oleh orang yang lebih tua dengan alasan budaya malu, dilain pihak diremehkan hingga ditertawakan, dicaci dan itu akan memberikan pengalaman kecemasan atau bisa jadi pada tingkat trauma sehingga mampu menghambat perkembangan mahasiswa dalam meningkatkan kualitasnya. Selain itu, disatu pihak dengan adanya rasa malu menuntut mahasiswa supaya engan membicarakan masalah-masalah orang lain, namun dilain pihak akan mematikan daya kritis dan kontrol social mahasiswa terhadap realita yang terjadi, belum lagi malu untuk menolak ajakan teman untuk melakukan hal-hal negative misalnya merokok, narkoba, minum alcohol dan hal-hal lainnya dan akhirnya memberi dampak terhadap terhambatnya perkembangan mahasiswa.

     Senada dengan itu, kasus seperti membicarakan masalah seksual, kebiasaan pamali, mistik dan hal-hal lainnya masih dianggap tabu untuk dibicarakan. Kesemuanya masih kategorikan sebagai hal yang masuk dalam larangan yang masih berkaitan dengan budaya malu di masyarakat kita, padahal kita tahu bahwa sebagai mahasiswa sudah seharusnya hal-hal tersebut sudah bisa dikaji dan eksplorasi secara ilmiah dan bertanggungjawab. Sudah seharusnya mahasiswa membentengi pikirannya dengan bersikap kritis terhadap realita yang dihadapi sehingga perasaan emosional yang dimilikinya dapat dikontrol. Maksud control di sini adalah mahasiswa harus menempatkan atau memposisikan rasa malu sebagai suatu rasa yang objektik melalui sudut pandang yang lebih menguntungkan, terlebih lagi untuk membantu perkembangan kualitasnya.

      Mahasiswa harus bisa mendobrak beberapa perilaku yang timbul dari budaya rasa malu yang terkesan tradisional dan dan kadang memberi dampak memalukan. Kondisi tersebut seharusnya bisa disesuaikan dengan perkembangan jaman dengan realita masalah yang semakin kompleks dan kemajuan perkembangan yang setiap saat selalu beranjak maju. Kedepannya dunia membutuhkan mahasiswa yang mampu berkreasi dan berinovasi dalam menghasilakan dan menciptakan hal-hal kreatif yang berdaya saing untuk mampu menjawab tantangan dunia kerja. Oleh karenannya jika mahasiswa masih tengelam dengan budaya malu yang menghambat perkembangan cara berpikir kritis maka bisa dipastikan tidak ada tempat untuk mereka di dunia kerja. Dalam rangka menjembatani mahasiswa untuk memilih dan memilah perilaku budaya malu yang cocok, harus dimulai dari cara berpikir, merasa, bersikap, bertindak dan bertanggungjawab dengan tepat. Dari itulah, melalui tulisan ini mari sebagai mahasiswa bagun karakter positif dimulai dengan mengikuti kegiatan-kegiatan tambahan di kampus misalkan, diskusi public, kajian rutin, budayakan literasi atau mengikuti organisasi-organisasi kemahasiswaan selain mengikuti kegiatan rutin akademik di ruang kuliah.

    Semua itu di maksudkan untuk membuka cakrawala berpikir mahasiswa agar tidak terpenjara pada pemahaman sempit. Melalui kegiatan-kegiatan ekstra tersebut mahasiswa akan terlibat dengan banyak data, transaksi informasi, bersosialisasi, dan membangun banyak jaringan antar teman atupun lintas antar kampus, mulai dari dalam hingga luar negeri, sehingganya mental diri mahasiswa tidak mudah terjerumus untuk perilaku budaya malu yang berunjung memalukan karena mampu memandang dunia ini secara objektif, realistis dan universal. Mengubah suatu budaya tidaklah muda, namun bukan berarti tidak bisa. Semua hal jelas memerlukan proses, jika budaya sebelumnya turun melalui pengajaran dan system didikan dari generasi sebelumnya, maka untuk merubahnya cukup dibiasakan dengan pola yang sama namun dengan maksud yang berbeda yakni mengubah cara pandang terhadap bagaimana memahami makna ataupun arti sebenarnya dari budaya malu. Kita semua yakin dan percaya bahwa atmosfir kampus selalu memberi ruang bagi budaya apa saja yang bisa diberdayakan untuk tujuan pengembangan potensi mahasiswa. 

      Oleh karenanya dengan melihat seluruh gambaran yang ada, mari sama-sama kita semua mengambil bagian untuk tidak mengembangkan budaya malu yang memberi efek penghambat bagi tumbuh kembangnya mahasiswa, mulai dari Rektor universitas sebagai pimpinan tertinggi lembaga dengan segala kebijakannya, disusul dengan para dosen dengan semua perangkat pembelajarannya, dan semua mahasiswa yang tak boleh henti-hentinya membaca dan belajar dari pengalaman dan berbagai literasi agar bisa mendapatkan hikmah guna perbaikan diri agar bisa menjadi mahasiswa yang handal, dan mampu menciptakan karya-karya bermanfaat, serta dapat mengabdikan diri untuk kepentingan dan tujuan bersama, berbangsa dan bernegara.

TEKNIK KONSELING KREATIF

30 January 2020 11:31:52 Dibaca : 6567

Jumadi Mori Salam Tuasikal, M.Pd

1. Konseling Kreatif Metafora

Dalam proses konseling, setiap konseli yang datang untuk meminta bantuan adalah unik, entah masalah yang dialami, sampai pada kepribadian atau realitas budaya yang begitu beragam. oleh karenanya sudah seharusnya konselor secara profesional mengunakan cara-cara-cara yang kreatif dalam menjalankan proses konseling tersebut. berikut beberapa teknik-teknik kreatif yang dapat digunakan oleh konselor;

Metafora pada umumnya didefinisikan sebagai transfer makna dari suatu elemen ke elemen lain (Robert & Kelly, 2010). Metafora merupakan upaya untuk mendeskripsikan suatu ide atau persoalan secara konkret, sehingga lebih mudah untuk dipahami. Penggunaan metafora secara kreatif dalam sesi konseling akan membantu konseli dan konselor untuk memahami persoalan yang dihadapi serta mengembangkan solusi untuk mengatasi persoalan tersebut. Metafora merujuk pada penggunaan bahasa kias (verbal dan nonverbal) secara kreatif dalam menyampaikan pikiran atau perasaan. Dalam konteks bimbingan dan konseling, metafora dapat digunakan untuk mengilustrasikan isu-isu interpersonal tertentu, membantu konseli untuk mengenali dan memahami diri dan lingkungan sekitarnya, serta membantu konseli untuk membingkai ulang masalahnya.

2. Konseling Kreatif Impact.

Jacobs (1992, 1994) menjelaskan bahwa impact merupakan pendekatan dalam konseling kreatif yang menghargai ragam cara belajar, cara berubah, dan cara berkembang konseli. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya membantu konseli untuk memahami permasalahan dan solusi permasalahan secara jelas dan konkret. Konseling impact menekankan pendekatan multisensori yang melibatkan dimensi verbal, visual, dan kinestetik dalam proses konseling.Pendekatan ini menekankan pada pentingnya membantu konseli untuk memahami permasalahan dan solusi permasalahan secara jelas dan konkret. Konseling impact sangat menekankan pada penggunaan teori-teori konseling secara kreatif. Proses perkembangan dan kemajuan pemahaman konseli selama sesi konseling merupakan hal yang penting dalam konseling impact. Sekalipun konselor telah ahli dalam mengimplementasikan teori konseling, akan tetapi improvisasi secara kreatif masih sangat dibutuhkan, sehingga konseli dapat berperan secara aktif dalam melibatkan verbal, visual, dan kinestetik mereka selama sesi konseling.

 3. Konseling Kreatif Ekspresif

Ekspresif merupakan salah satu cara agar konseli mampu mengekspresikan permasalahannya. Pendekatan ini digunakan apabila konselor menemui konseli yang merasa kesulitan dan enggan untuk mengekspresikan permasalahan yang mereka alami. Melalui konseling ekspresif konselor dapat membantu konseli mengekplorasi dan menggungkap perasaannya melalui seni (Gladding, 2016). Seni membantu seseorang yang memiliki masalah dapat melakukan relaksasi serta katarsis (metode pelepasan emosi) tanpa merasa terbebani untuk mengungkapkan masalahnya kepada orang lain. Menurut Malchiodi (2005) konseling ekspresif terdiri dari berbagai macam bentuk, antara lain: seni visual, musik, drama, menulis ekspresif, dan terapi dansa. Salah satu fenomena yang seringkali ditemui pada siswa saat ini adalah kecenderungan mereka untuk katarsis di jejaring sosial. Siswa saat ini cenderung lebih menyukai menyampaikan masalah mereka dengan menulis status di sosial media.

4. Konseling Kreatif Guided Imagery

Guided Imagery adalah strategi konsentrasi terfokus di mana gambar visual digunakan untuk membuat penguatan perasaan dan relaksasi (Thomas, 2010). Menurut (Cormier, 2009) dalam penggunaan prosedur guided imagery konseli dipandu untuk fokus pada fikiran positif atau gambar yang menyenangkan sambil membanyangkan situasi yang tidak nyaman atau menimbulkan kecemasan-kecemasan. Konseli diarahkan untuk dapat memblokir hal-hal negatif dengan memanfaatkan ketidak fokusan emosi antara perasaan senang dengan kejadian yang tidak menyenangkan. Pada pelaksanaan guided imagery konselor diarahkan untuk dapat bertindak sebagai fasilitator atau pemandu yang menyediakan konseli gambaran imajinasi positif yang akan diciptakan (Hall, 2006). Pada prinsipnya guided imagery menyerupai dengan salah satu teknik dalam pendekatan behavioral pelemahan, yakni desensitisasi sistematis. Selain itu, konsep yang sama juga dijelaskan oleh Jones (2003, 2005) terkait dengan salah satu komponen keterampilan berpikir (mind skills). Komponen yang dimaksud adalah menciptakan citra visual yang membantu. Internalisasi mind skills, termasuk salah satunya adalah menciptakan citra visual yang membantu terbukti efektif dapat membantu individu. Penelitian yang menunjukkan kefeektifan keterampilan citra visual yang membantu dilakukan oleh Purwaningrum (2013) dan Antika (2017). Kedua penelitian menunjukkan bahwa internalisasi mind skills dapat memberikan dampak positif terhadap mahasiswa. Terlebih bagi mereka yang memiliki daya imajinatif tinggi. Apabila konselor menemukan konseli yang over thinking atau memiliki kecenderungan selalu berpikir negatif dan pesimis untuk suatu hal yang belum tentu terjadi, konselor dapat menerapkan teknik guided imagery.

5. Konseling Kreatif Prop Intervention

Prop interventions yakni pendekatan konseling kreatif dengan menggunakan alat peraga. Penggunaan alat peraga dapat memiliki dampak yang kuat pada konseli dan dapat menjadi cara yang bermanfaat untuk melibatkan konseli agar berpartisipasi dalam konseling (Schimmel, 2007). Alat peraga didefinisikan sebagai objek fisik yang menggambarkan konsep dan/atau memfasilitasi proses konseling. Melalui penggunaan alat peraga, konselor sekolah dapat membantu konseli mendapatkan perspektif tentang masalah mereka, seperti: stres, harga diri, kemarahan, pengambilan keputusan, dan sebagainya. Intervensi prop yang dapat dilakukan oleh konselor sekolah yaitu: shield (perisai), filter (saringan), small chair (kursi kecil), white board (papan tulis), one dollar bills (satu lembar uang dolar), behind you (di belakangmu), exploding soda bottle (ledakan botol soda), rubber bands (karet gelang), fuse (sekring), scaling (penggunaan skala), backpack (ransel), dan ego-gram (grafik ego). Implementasi prop intervention dalam konseling kreatif akan memicu konseli agar aktif terlibat selama proses konseling. Hal ini akan menjauhkan kesan jenuh dan membosankan daripada konseling dilakukan secara konvensional melalui percakapan sepanjang pertemuan. Keterlibatan konseli dan pengalaman langsung yang dialami memungkinkan untuk mendapat pengalaman dan pembelajaran yang mengesankan. Dengan demikian, konseling akan dirasakan kebermanfaatannya dan dinilai sebagai proses bantuan yang menyenangkan.

6. Konseling Kreatif Reading Intervention

Pendekatan ini dapat disejajarkan dengan layanan biblioterapi. Biblioterapi didefinisikan sebagai penggunaan literatur untuk nilai terapeutik (Hynes & Hynes-Berry, 1986). Senada dengan hal itu, Pardeck (1994) menemukan bahwa intervensi membaca memberikan informasi dan wawasan bagi pembaca. Membaca dapat membantu konseli untuk: (1) mendapatkan sikap dan keyakinan baru tentang diri dan dunia, (2) mengembangkan kesadaran tentang bagaimana orang lain mengatasi masalah yang sama, dan (3) mempertimbangkan kemungkinan untuk masalah. Ketika menggunakan intervensi membaca untuk konseli, konselor harus memilih buku yang membawa rasa koneksi ke penulis. Karakter atau ide antara konseli dan buku harus memiliki koneksi agar dapat memaksimalkan bantuan dari proses membaca (Bruneau, Bubenzer, & McGlothlin, 2010). Sesuai dengan perkembangan saat ini, bahan bacaan tidak harus dari buku cetak. Konselor dapat menyarankan sejumlah referensi buku elektronik yang mudah diakses dan menyenangkan untuk dibaca oleh konseli. Bagaimanapun, minat dan kemauan membaca menjadi faktor yang tidak dapat ditinggalkan dalam penerapan teknik ini. Konselor harus kreatif dalam menyediakan sumber bacaan yang menggugah konseli untuk membaca dan mendapatkan pengalaman atau pembelajaran.

 

7. Konseling Kreatif writing intervention

Writing intervention merupakan bentuk intervensi kreatif dengan cara menulis yang biasanya terdiri dari empat jenis: puisi, surat, jurnal, dan mendongeng/bercerita. Puisi dapat membantu konseli mengekspresikan diri, mencari kemandirian, dan menemukan diri (Alexander, 1990; Bowman, 1992). Berkaitan dengan tulisan dalam bentuk surat, Kress, Hoffman, & Thomas (2008) berpendapat bahwa menulis surat dapat membantu konseli dalam eksplorasi dan perubahan diri. Lebih lanjut Zyromski (2007) menjelaskan bahwa jurnal menyerupai buku harian yang dapat dimanfaatkan oleh konseli ketika mereka merasa stres, atau menuliskan sesuatu yang mereka lakukan setiap hari. Bagi konseli yang tidak suka menulis, pilihan alternatif adalah berpartisipasi dalam bercerita. Bercerita melibatkan konselor sekolah yang meminta konseli untuk membuat cerita yang memiliki pelajaran moral (Newsome, 2003). Teknik ini memiliki kedekatan dengan expressive writing, sangat sesuai jika diterapkan bagi konseli yang mungkin mengalami kesulitan untuk menyampaikan masalahnya secara langsung dan secara kebetulan suka menulis.

8. Konseling Kreatif Music Intervention

Music intervention adalah penggunaan musik sebagai bentuk intervensi kreatif. Campbell, Connell, & Beegle (2007) menjelaskan bahwa konseli mungkin menggunakan musik sebagai cara untuk mengekspresikan diri, mengatasi stres, bersantai dan bersenang-senang. Lebih dari itu, musik dapat memainkan peran penting dalam membentuk bagaimana konseli merasakan dan mengalami dunianya (Glass, Curtis, & Thomas, 2005). Lebih lanjut Kimbel dan Protivnak (2010) memberikan beberapa contoh intervensi musik untuk konselor sekolah yang dapat digunakan, diantaranya; mendengarkan musik, revisi lirik, dan improvisasi. Pilihan musik konseli juga harus diperhatikan oleh konselor, karena hal itu dapat memberikan informasi bermanfaat tentang sifat masalah mereka. Terlebih saat ini hampir sebagian besar remaja gandrung akan musik. Mayoritas dari mereka selalu update dan mengikuti industri musik tanah air dan mancanegara. Musik seperti menjadi bagian dari hidup, banyak aktivitas yang dilakukan sambil mendengarkan music (mengerjakan tugas, bersih-bersih rumah, menikmati perjalanan, dll.). Bahkan musik juga menjadi sarana efektif penghantar tidur bagi sebagian orang. Oleh karena itu, konselor dapat berinovasi dengan mengkreasikan musik sebagai teknik pemberian layanan konseling.

9. Konseling Kreatif Play Intervention

Play intervention yaitu intervensi bermain yang dapat membantu konseli dalam berpikir secara berbeda tentang diri mereka, keluarga dan teman-teman, serta masalah sekolah melalui penggunaan kegiatan yang menyenangkan dan tidak mengancam. Bermain juga memberikan kesempatan untuk sosialisasi dan keterampilan membangun hubungan (Breen & Daigneault, 1998). Mengingat generasi saat ini yang lebih memilih berlama-lama dengan gadget daripada berinteraksi dengan teman, maka play intervention menjadi strategi efektif bagi konselor dalam memberikan layanan konseling. Langkah ini akan menjadi salah satu upaya agar generasi di era disrupsi ini tidak terlalu candu pada teknologi. Artinya, perkembangan dan kemajuan teknologi dapat digunakan dan dimanfaatkan dalam porsi yang tepat sehingga tidak menggeser nilai dan perilaku sosial serta budaya masyarakat. Melalui implementasi play intervention ini diasumsikan dapat mereduksi tingkat egosentris generasi remaja yang saat ini sudah pada taraf kritis.

 

 

Jumadi Mori Salam Tuasikal, S.Pd., M.Pd

A. Pendahuluan

Penerapkan guru bimbingan dan konseling peka dan tanggap terhadap adanya keragaman peserta didik dan adanya perbedaan karakteristik yang mendasar antar anak berkebutuhan khusus yang satu dengan lainnya, dan antara guru bimbingan dan konseling sendiri dengan peserta didik. Guru bimbingan dan konseling Harus sadar akan implikasi diversitas disabilitas anak terhadap proses bimbigan dan konseling.an layanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus mengharus

Fokus Program dan Praktik bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus ini bermaksud memberikan kesempatan kepada calon Guru bimbingan dan konseling untuk memperoleh pengalaman secara langsung memberikan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik dengan latar belakang masalah yang bervariasi.

B. Tujuan

  1. Tujuan Umum: kegiatan praktik ini adalah agar calon guru bimbingan dan konseling memperoleh pengalaman langsung secara luas di lapangan dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling kepada anak berkebutuhan khusus di sekolah.

2. Tujuan Khusus:

    1. Mengidentifikasi karakteristik dan keberagaman yang berbeda dari daripada anak-anak berkebutuhan khusus.
    2. Mengidentifikasi berbagai permasalahan yang ada dan mengidentifikasi apa yang dialami oleh anak berkebutuhaan khusus.
    3. Menyelenggarakan kegiatan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan permasalahan yang ada pada anak berkebutuhan khusus.
    4. Mencatat dan melaporkan variasi pada pertumbuhan dan perkembangan yang dijumpai pada anak berkebutuhan khusus dan implikasinya dalam pelayanan bimbingan dan konseling.

C. Kerangka Kerja

1. Strategi

Pengelolaan Program dan Praktik pelayanan pada anak berkebutuhan khusus dimulai dengan pembahasan (review) tentang esensi dan kerangka kerja bimbingan dan konseling pada anak berkebutuhan khusus, serta kajian tentang karakteristik dan isu-isu pada anak berkebutuhan khusus dari berbagai segi; ragam anak berkebutuhan khusus, factor penyebab, masalahyang dialami, strategi, teknik dan pendekatan layanan, serta program perencanan pembelajaran atau pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus.

2. Volume

    1. Dengan mempelajari berbagai perbedaan yang diperkirakan ada pada anak berkebutuhan khusus, calon guru bimbingan dan konseling dapat menetapkan lokasi sekolah tertentu yang minimal memiliki tiga variasi kondisi yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, misalnya di dalamnya terdapat : (1) anak berkelainan fisik, (2) anak berkelainan mental/emosional dan (3) anak berkelainan akademik.
    2. Calon guru bimbingan dan konseling melakukan kegiatan identifikasi di lokasi tersebut terhadap: 1) Aspek-aspek dari tiap karakteristik yang berbeda mulai yang umum hingga yang khusus pada anak berkebutuhan khusus. 2) Permasalahan tertentu yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus.
    3. Berdasarkan hasil identifikasi masalah di atas, calon guru bimbingan dan konseling melalukan berbagai jenis pelayanan bimbingan dan konseling kepada anak berkebutuhan khusus.
    4. Kegiatan jenis layanan lainnya dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan anak di lokasi yang dimaksud.
    5. Untuk setiap kegiatan layanan dilakukan evaluasi (segera, jangka pendek, dan jangka panjang) serta melakukan tindak lanjutnya.
    6. Setiap penyelenggaraan layanan dicatat dengan menggunakan format yang telah ditetapkan

3. Pelaporan

    1. Pada pertemuan mingguan perkuliahan (terjadwal) proses dan hasil-hasil kegiatan dilaporkan, didiskusikan, dan dianalisis, selanjutnya kegiatan untuk minggu berikutnya didiskusikan dan direncanakan.
    2. Laporan akhir perkuliahan disusun secara tertulis yang isinya meliputi : 1) Hasil identifikasi aspek-aspek pad karakteristik anak yang berbeda dari sasaran kegiatan, dan 2) Sasaran, jenis layanan, proses, isi dan hasil-hasil layanan, serta aplikasi secara khusus aspek-aspek tertentu (yang berbeda) dari sasaran praktik.

D. Tempat dan Waktu

  1. Tempat Perkuliahan: pembelajaran secara teoritis untuk perdalam wawasan. pengetahuan, nilai dan sikap (WPKNS) calon guru bimbingan dan konseling dilakukan perkuliahan bertempat di Pusat Pelayanan Konseling dan Psikologi (PPKP) Universitas Negeri Gorontalo.
  2. Praktik Lapangan: Praktik pelayanan pada anak berkebutuhan khusus dilaksanakan di Lokasi yang telah ditentukan berdasarkan hasil identifikasi daripada dosen pengampu mata kuliah dan dibantu oleh mahasiswa.
  3. Waktu: Waktu penyelenggaraan praktik anak berkebutuhan khusus di lapangan  pada  bulan maret sampai dengan bulan semester genap. 

E. Persiapan Mahasiswa

1. Persiapan Akademik

Persiapan akademik yang dilakukan adalah mengkaji ulang pemahaman konsep dasar dan menyegarkan serta meningkatkan pemahaman tentang bimbingan dan konseling pada anak berkebutuhan khusus dengan bebagai problematikanya. Materi yang dikaji adalah sebagai berikut :

    1. Konsep dasar Pendidikan/bimbingan dan konseling anak berkebutuhan khusus
    2. Karakteristik Tunanetra, Tunarungu, Tunalaras, Tunadaksa, Tunagrahita, Anak berkebutuhan khusus dan anak berkesulitan belajar Persyarakat konselor lintas budaya
    3. Layanan Pendidikan anak berkebutuhan khusus
    4. Model Pendidikan anak berkebutuhan khususPendekatan Pendidikan anak berkebutuhan khusus
    5. Pelaksanaan Layanan Pendidikan anak berkebutuhan khusus
    6. Kerangka kerja Bimbingan dan Konseling anak berkebutuhan khusus, yang meliputi : (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Evaluasi, (4) Analisis Hasil Evaluasi, (5) Tindak Lanjut, dan (6) Laporan.

2. Persiapan Administratif

Dalam pelaksanaan praktik mata kuliah anak berkebutuhan khusus, ada beberapa persiapan administrasi yang perlu dilaksanakan, yaitu :

    1. Mengurus perijinan dan survei tempat praktik bimbingan dan konseling pada anak berkebutuhan khusus.
    2. Merancang pengelolaan program dan praktik bimbingan dan konseling anak berkebutuhan khusus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat tempat praktik.
    3. Mempersiapkan berbagai format kerja yang diperlukan dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling pada anak berkebutuhan khusus.

3. Persiapan Fisik dan Psikis

Selain beberapa persiapan di atas, ada pula persiapan yang sangat menentukan suksesnya pelaksanaan praktik layanan bimbingan dan konseling pada anak berkebutuhan khusus, yaitu :

    1. Mengelola dan mengatur kondisi dan energi fisik-psikis agar dapat mengelola layanan bimbingan dan konseling pada anak berkebutuhan khusus dengan prima dan optimal.
    2. Menjaga dan mentaati komitmen dan kode etik profesi konseling.

F. Usaha Mendapatkan Target Layanan

Usaha untuk mendapatkan target layanan yang akan diberikan layanan, dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya :

  1. Pemberian layanan informasi tentang pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak –pihak terkait.
  2. Bekerjasama dengan para guru dan perangkat sekolah.
  3. Berpartisipasi aktif dalam kelompok masyarakat dan organisasi setempat.
  4. Berkunjung secara langsung pada keluarga-keluarga yang ada di masyarakat.