KRITIK TERHADAP TEKNIK EMPATI DALAM PRAKTIK KONSELING
By. Jumadi Mori Salam Tuasikal
Teknik empati merupakan salah satu komponen fundamental dalam praktik konseling yang bertujuan untuk menciptakan hubungan terapeutik yang mendalam antara konselor dan konseli. Dengan memahami perasaan, pengalaman, dan perspektif konseli secara mendalam, konselor dapat menciptakan suasana yang mendukung dan aman bagi konseli untuk mengeksplorasi dirinya. Namun, meskipun penting, teknik empati tidak lepas dari kritik yang perlu dianalisis untuk meningkatkan efektivitasnya dalam praktik konseling. Berikut beberapa kritik terkait implementasi teknik empati:
- Teknik empati dapat menimbulkan risiko interpretasi yang keliru. Dalam praktiknya, konselor mungkin salah memahami emosi atau perspektif konseli, terutama jika konseli tidak dapat mengekspresikan perasaannya dengan jelas. Hal ini dapat menyebabkan munculnya respons yang tidak relevan atau bahkan merugikan, sehingga proses konseling menjadi kurang efektif.
- Teknik empati sering kali bergantung pada kemampuan konselor untuk membaca isyarat nonverbal konseli. Namun, tidak semua konseli menunjukkan emosi mereka dengan cara yang mudah dikenali. Misalnya, individu dengan latar belakang budaya tertentu mungkin memiliki cara yang berbeda dalam mengekspresikan perasaan mereka. Ketidaksensitifan konselor terhadap perbedaan ini dapat mengurangi validitas teknik empati.
- Dari perspektif teoritis, Teknik empati sering kali dikritik karena sulit diukur secara objektif. Meskipun banyak penelitian yang menunjukkan pentingnya empati dalam konseling, pengukuran empati sering kali bersifat subjektif dan bergantung pada persepsi konseli. Kurangnya alat ukur yang andal dan valid membuat sulit untuk menilai seberapa efektif teknik empati dalam konteks tertentu.
- Teknik empati berpotensi terjadinya kelelahan emosional pada konselor. Dalam usaha untuk sepenuhnya memahami pengalaman konseli, konselor mungkin merasa terlalu terlibat secara emosional. Hal ini dapat menyebabkan stres, kelelahan, atau bahkan burnout, terutama jika konselor menghadapi konseli dengan masalah yang berat atau kompleks.
- Teknik empati juga sering dianggap kurang efektif dalam situasi yang membutuhkan intervensi yang lebih langsung dan terstruktur. Dalam beberapa kasus, konseli mungkin memerlukan solusi praktis atau panduan yang lebih konkret, tetapi fokus pada empati dapat mengalihkan perhatian dari tujuan-tujuan tersebut. Akibatnya, konseli merasa bahwa kebutuhan mereka tidak sepenuhnya terpenuhi.
- Dalam konteks budaya, teknik empati terkadang dianggap kurang relevan atau tidak sesuai. Di beberapa budaya, eksplorasi emosional yang mendalam dapat dianggap tidak nyaman atau bahkan tabu. Dalam situasi ini, penggunaan teknik empati dapat menimbulkan resistensi dari konseli, sehingga menghambat proses konseling.
- Adanya potensi manipulasi. Dalam situasi tertentu, konseli mungkin menggunakan empati konselor untuk memanipulasi respons atau keputusan yang diinginkan. Hal ini dapat mengganggu integritas proses konseling dan membuat hubungan terapeutik menjadi tidak sehat.
- Teknik empati juga menghadapi tantangan dalam konseling kelompok. Dalam kelompok yang beranggotakan berbagai individu dengan pengalaman dan emosi yang berbeda, konselor mungkin kesulitan untuk menunjukkan empati yang merata kepada semua anggota. Hal ini dapat menciptakan ketidakadilan atau perasaan diabaikan bagi beberapa anggota kelompok.
- Dalam konteks konseling daring, empati menjadi lebih sulit diterapkan. Tanpa kehadiran fisik, konselor kehilangan banyak isyarat nonverbal yang penting untuk memahami perasaan konseli. Selain itu, hambatan teknologi seperti koneksi internet yang buruk atau kurangnya privasi dapat mengganggu kemampuan konselor untuk menunjukkan empati secara efektif.
- Teknik empati berpotensi menimbulkan ketergantungan. Jika konselor terlalu fokus pada empati tanpa mendorong konseli untuk mandiri, konseli mungkin menjadi terlalu bergantung pada dukungan emosional dari konselor. Hal ini dapat menghambat perkembangan konseli dalam jangka panjang.
- Teknik empati dapat menimbulkan dilema jika konselor terlalu terlibat secara emosional. Hal ini dapat mengaburkan batas profesional antara konselor dan konseli, sehingga berisiko melanggar kode etik profesi konseling.
- Teknik empati terkadang dianggap terlalu idealis. Dalam situasi tertentu, seperti konseling dalam institusi penegakan hukum atau rehabilitasi, pendekatan yang lebih pragmatis mungkin lebih diperlukan dibandingkan dengan pendekatan yang terlalu fokus pada empati.
- Teknik empati juga menghadapi tantangan dalam konseling anak-anak. Anak-anak sering kali tidak memiliki kemampuan verbal yang cukup untuk mengungkapkan perasaan mereka, sehingga menyulitkan konselor untuk memahami pengalaman mereka secara mendalam. Dalam situasi ini, pendekatan yang lebih kreatif dan nonverbal mungkin lebih efektif.
- Dalam praktik, terdapat juga konselor yang berpura-pura menunjukkan empati tanpa benar-benar memahami perasaan konseli. Hal ini dikenal sebagai "empati palsu," yang dapat merusak kepercayaan konseli dan hubungan terapeutik. Empati yang tidak tulus dapat membuat konseli merasa tidak dihargai atau dimanipulasi.
- Kurangnya pelatihan yang memadai dalam teknik empati. Banyak konselor tidak menerima pelatihan khusus untuk mengembangkan empati mereka, sehingga mereka cenderung mengandalkan intuisi atau pengalaman pribadi. Akibatnya, kemampuan mereka untuk menunjukkan empati secara efektif menjadi terbatas.
- Teknik empati sering kali memerlukan waktu yang cukup panjang untuk menghasilkan hasil yang signifikan. Dalam situasi di mana konseling harus dilakukan dalam waktu terbatas, teknik ini mungkin kurang efektif dibandingkan dengan pendekatan yang lebih langsung dan terfokus.
Meski banyak kritik yang dilontarkan, penting untuk diakui bahwa teknik empati tetap merupakan elemen penting dalam konseling. Kritik-kritik ini seharusnya tidak dianggap sebagai kelemahan, tetapi sebagai peluang untuk memperbaiki dan mengembangkan teknik ini. Dengan pelatihan yang memadai, pemahaman lintas budaya, dan integrasi dengan pendekatan lain, empati dapat terus menjadi alat yang efektif dalam mendukung kesejahteraan konseli. Teknik empati harus terus dievaluasi dan disesuaikan dengan kebutuhan konseli serta konteks di mana konseling dilakukan. Dengan pendekatan yang lebih adaptif dan reflektif, empati dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberhasilan proses konseling.
MASALAH YANG SERING DIHADAPI KONSELOR DALAM PROSES KONSELING
By: Jumadi Mori Salam Tuasikal
Konselor sering menghadapi berbagai masalah selama proses konseling. Beberapa masalah umum yang sering dihadapi oleh konselor termasuk:
Resistensi Klien:
Beberapa klien mungkin tidak sepenuhnya terbuka atau enggan berpartisipasi dalam proses konseling. Resistensi dapat muncul karena ketidaknyamanan, ketakutan, atau ketidakpercayaan terhadap konselor atau proses konseling itu sendiri.
Keterbatasan Waktu:
Konselor sering memiliki batasan waktu dalam sesi konseling. Masalah kompleks mungkin memerlukan lebih banyak waktu daripada yang tersedia, sementara keterbatasan waktu dapat membatasi kemampuan untuk menyelidiki isu-isu secara mendalam.
Ketidak cocokan Klien dan Konselor:
Beberapa konselor dan klien mungkin tidak selalu cocok satu sama lain. Ini bisa memengaruhi kualitas hubungan konseling dan dapat membuat klien merasa tidak nyaman atau kurang terbuka.
Krisis Klien:
Konselor mungkin dihadapkan pada klien yang mengalami krisis emosional atau situasi darurat. Konselor harus mampu menangani situasi krisis dengan cepat dan efektif.
Etika dan Kerahasiaan:
Konselor harus mematuhi standar etika dan menjaga kerahasiaan informasi klien. Menangani situasi di mana etika atau kerahasiaan bisa terancam bisa menjadi tantangan.
Ketidakpastian Diagnosa:
Diagnostik dalam konseling bisa menjadi kompleks dan kadang-kadang tidak pasti. Konselor harus mampu mengevaluasi dan merumuskan diagnosis dengan akurat, tetapi ini dapat menjadi tantangan terutama jika gejala tidak jelas atau ada ketidakpastian dalam pemahaman kasus.
Kurangnya Sumber Daya:
Konselor mungkin memiliki keterbatasan sumber daya, baik itu sumber daya manusia atau finansial. Ini dapat membatasi jenis dukungan atau bantuan yang dapat diberikan kepada klien.
Pengaruh Budaya dan Nilai:
Konselor harus peka terhadap perbedaan budaya dan nilai antara mereka dan klien. Kesadaran budaya dan kompetensi kultural sangat penting untuk memastikan konseling yang efektif.
Tantangan Teknologi:
Dalam era digital, konselor mungkin menghadapi tantangan terkait penggunaan teknologi dalam konseling jarak jauh, termasuk masalah koneksi internet, privasi, atau kendala teknis lainnya.
Konselor perlu memiliki keterampilan, sensitivitas, dan pengetahuan yang luas untuk mengatasi berbagai masalah ini dan menyediakan dukungan yang efektif kepada klien mereka.
PERANAN NEGOSIASI DALAM PROSES KONSELING
By: Jumadi Mori Salam Tuasikal
Negosiasi memainkan peran penting dalam proses konseling, terutama ketika konselor bekerja dengan klien untuk mencapai pemahaman bersama, solusi masalah, atau perubahan perilaku. Berikut adalah beberapa peranan negosiasi dalam proses konseling:
Pemahaman Bersama:
Konselor dan klien dapat bernegosiasi untuk mencapai pemahaman bersama tentang masalah yang dihadapi oleh klien. Proses ini membantu membangun dasar pemahaman yang kuat antara konselor dan klien.
Penetapan Tujuan Bersama:
Melalui negosiasi, konselor dan klien dapat menetapkan tujuan bersama untuk sesi konseling dan proses pemulihan secara keseluruhan. Ini membantu memastikan bahwa tujuan konseling sesuai dengan kebutuhan dan harapan klien.
Perencanaan Tindakan:
Negosiasi dapat digunakan untuk merencanakan tindakan konkret yang dapat diambil oleh klien untuk mengatasi masalahnya. Konselor dapat membimbing klien dalam mengidentifikasi langkah-langkah yang realistis dan memotivasi mereka untuk mengimplementasikannya.
Solusi Masalah:
Konselor dan klien dapat bekerja sama untuk menemukan solusi masalah melalui proses negosiasi. Ini melibatkan diskusi terbuka dan kolaboratif untuk mengeksplorasi opsi-opsi yang dapat membantu klien mengatasi kesulitan mereka.
Manajemen Konflik:
Negosiasi membantu mengelola konflik yang mungkin timbul selama sesi konseling. Konselor dapat menggunakan keterampilan negosiasi untuk memfasilitasi dialog yang produktif dan membantu klien mengatasi ketidaksepakatan atau konflik internal.
Pemberdayaan Klien:
Melalui negosiasi, konselor dapat membangun kepercayaan dan pemberdayaan pada klien. Proses ini memungkinkan klien merasa memiliki kontrol atas keputusan mereka sendiri dan membantu mereka mengambil tanggung jawab terhadap perubahan yang diinginkan.
Penyesuaian Pendekatan Konseling:
Konselor dapat menyesuaikan pendekatan konseling mereka melalui negosiasi dengan mempertimbangkan preferensi, nilai, dan gaya belajar klien. Ini memastikan bahwa sesi konseling efektif dan sesuai dengan kebutuhan individu klien.
Komunikasi Terbuka:
Negosiasi mempromosikan komunikasi terbuka dan jujur antara konselor dan klien. Dengan mengakui perbedaan pandangan dan mencari kesepakatan bersama, konselor dapat membangun hubungan yang kuat dengan klien.
Penting untuk diingat bahwa negosiasi dalam konteks konseling harus dilakukan dengan penuh perhatian dan empati. Tujuan utama adalah membantu klien mencapai pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka sendiri dan mengembangkan kemampuan untuk mengatasi tantangan hidup mereka.
KONSELI YANG RESISTENSI DALAM PROSES KONSELING
By: Jumadi Mori Salam Tuasikal
Istilah "resistensi konseli" merujuk pada kecenderungan atau sikap dari klien yang menunjukkan penolakan atau ketidakmampuan untuk terlibat sepenuhnya dalam proses konseling atau untuk membuat perubahan. Resistensi bisa muncul karena berbagai alasan, dan konselor perlu memahami sumber resistensi tersebut untuk dapat mengatasi dan membantu klien.
Beberapa penyebab umum resistensi konseli meliputi:
- Ketakutan: Klien mungkin takut menghadapi kenyataan atau perubahan yang dihadapinya. Rasa takut ini dapat muncul karena ketidakpastian tentang masa depan atau perubahan yang diharapkan dari proses konseling.
- Ketidaknyamanan Emosional: Beberapa klien mungkin merasa sulit untuk mengatasi emosi mereka atau membuka diri tentang pengalaman yang menyakitkan. Hal ini dapat menyebabkan resistensi karena mereka mencoba melindungi diri mereka dari rasa sakit atau kecemasan.
- Tidak Yakin dengan Konselor atau Proses Konseling: Klien mungkin tidak yakin apakah konselor dapat membantu atau memahami mereka. Rasa tidak percaya terhadap konselor atau ketidakpahaman tentang bagaimana konseling dapat membantu dapat menyebabkan resistensi.
- Ketidaksetujuan dengan Tujuan atau Pendekatan Konseling: Klien mungkin tidak setuju dengan tujuan konseling atau merasa bahwa pendekatan yang diambil oleh konselor tidak sesuai dengan nilai atau keyakinan mereka.
- Ketidakpahaman terhadap Proses Konseling: Beberapa klien mungkin tidak sepenuhnya memahami bagaimana konseling dapat membantu mereka. Mereka mungkin memiliki ekspektasi yang tidak realistis atau tidak memahami bahwa perubahan memerlukan waktu.
Bagaimana mengatasi resistensi konseli:
- Pemahaman dan Empati: Konselor harus memahami dan menunjukkan empati terhadap perasaan dan kekhawatiran klien. Ini dapat membantu menciptakan ikatan yang lebih kuat antara konselor dan klien.
- Komunikasi Terbuka: Konselor perlu membuka saluran komunikasi yang efektif, memungkinkan klien untuk mengungkapkan perasaan resistensi mereka tanpa takut dihakimi.
- Pemahaman Tujuan Bersama: Diskusi yang jelas tentang tujuan konseling dan peran masing-masing pihak dapat membantu mengatasi ketidaksetujuan atau ketidakpahaman.
- Penggunaan Teknik Motivasi: Konselor dapat menggunakan teknik motivasi untuk membantu klien menemukan motivasi internal untuk membuat perubahan dan mengatasi resistensi.
- Penyesuaian Pendekatan: Konselor perlu fleksibel dalam menyesuaikan pendekatan mereka sesuai dengan kebutuhan dan preferensi klien.
Mengatasi resistensi konseli memerlukan kesabaran, keterampilan komunikasi yang baik, dan keterbukaan untuk bekerja sama dengan klien dalam mengatasi hambatan tersebut.
KETERAMPILAN-KETERAMPILAN DALAM KONSELING - PART 2
Oleh: Jumadi M. Salam Tuasikal, M.Pd
M. Memimpin
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa ada kalanya klien terlalu berbelit-belit menyampakan permasalahannya bahkan melantur dari inti permasalahan, dalam hal ini seorang konselor diharapkan memiliki keterampilan untuk memimpin percakapan agar tidak menyimpang dari permasalahan sehingga tujuan konseling yang utama dapat tercapai sesuai sasarannya.
Apalagi masih dengan keunikan tiap masalah yang dialami sering kali membuat konseli tidak fokus menceritakan permasalahan yang dialam, mulai dari permasalahnnya yang sekarang, yang lalu serta masa depan, sehingganya perlu untuk di arahkan kepada titik persoalan yang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu.
Contoh:
Klien : “saya memang sudah tidak lagi menyukainya. Itu mungkin salah…. Tapi bagaimana bila saya bekerja di tempat yang jauh? Yah.. walaupun sebenarnya saya juga ingin menikah dalam waktu dekat.”
Konselor : “bagamana bila kita membicarakannya satu persatu dahulu. Tad anda katakana bahwa anda tidak lagi mencintainya. Mengapa anda tidak mencintainya lagi?.”
1. Rasional
Suatu proses konseling harus dapat mencapai tujuan secara efektik. Namun sering terjadi klien tak mampu mengarahkan pembicaraan dan terkesan melantur, menyimpang, atau kebanyakan materi diluar pokok pembicaraan.Untuk mengatasi hal ini seorang konselor harus mampu memimpin agar pembicaraan klien lurus ke tujuan konseling sebagaimana diharapkan klien. Konselor yang efektif akan menggunakan teknik memimpin (Leading).
2. Tujuan Latihan
a. Agar calon konselor mampu mengetahui dan memahami bahwa arah pembicaraan klien sudah menyimpang atau tidak mengarah ke tujuan konselingb. Agar calon konselor dapat menyusun kalimat yang memimpin pembicaraan dalam diskusi dengan klien.
3. Materi
a. Latihan memahami penyimpangan pembicaraan dalam proses konselingb. Latihan menyusun kalimat yang memimpin pembicaraan dengan klien
Contoh:
K1: “Saya sudah pasrah sejak kamu. Tak dapat lagi mengatakan apa. Mana mungkin, Pak. Saya tidak sanggup membicarakan persoalan itu lebih jauh. Hati saya amat pedih.”
Ko: “Saya amat memahami perasaan saudara. Namun pembicaraan ini saya lihat hampir tuntas kalau saja saudara tidak terlalu emosional dan sedikit berpikir rasional. Pembicaraan kita sudah berada pada titik terang, yaitu dalam hal tugas pokok saudara. Bagaimana pendapat anda?”
N. Menjernihkan
Ketika kita menyampaikan permasalahan dengan kurang jelas atau samar-samar bahkan dengan keraguan, maka tugas konselor adaah melakukan klarifikasi untuk memperjelas apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh klien. Konselor harus melakukannya dengan bahasa dan alasan yang rasional sehingga mudah dipahami oleh klien.
Contoh:
Klien : “saya tidak mengerti siapa sebenarnya yang harus saya ikut? Ayah saya atau ibu saya!.”
Konselor : “bisakah anda sampaikan kepada saya, siapakah diantara mereka berdua yang selalu mengambil keputusan dalam keluarga anda?.”
1. Rasional
Dalam keadaan ragu-ragu, sering klien berbicara samar-samar alias tidak jelas. Mungkin dia diliputi perasaan tertentu, mungkin menyimpan rahasia, maka klien kurang jelas pengungkapannya.Mungkin pula ketidakjelasan bersumber dari lemahnya kemampuan mengkomunikasikan sesuatu secara jelas. Dalam hal-hal seperti ini konselor harus jeli pengamatannya. Dia berusaha menggunakan teknik “menjernihkan” atau clarifyng”.
2. Tujuan Latihan
Supaya klien dapat menyatakan pesannya (perasaan, pikiran, pengalaman) dengan jelas, alasan yang logis, dan dapat mengilustrasikan perasaan dengan cermat, perlu konselor dilatih supaya dia mampu:a. Menangkap pesan klien yang samar-samar alias tidak jelas atau yang meragukanb. Menyusun kalimat yang menjernihkan/meng-clear-kan (clarifyng) pernyataan-pernyataan (pesan-pesan) yang samar-samar, meragukan dan tidak jelas.
3. Materi
a. Latihan menangkap pesan-pesan yang samar-samar dan yang jelasb. Latihan menyusun kalimat-kalimat menjernihkan terhadap pernyataan klien yang samar-samar dan meragukan.
Contoh:
K1: “Saya tidak keberatan, tapi jangan begitu caranya.”
Ko: “Saudara tidak keberatan dengan adanya hukuman itu tejadi, asalkan dengan cara-cara yang menurut saudara lebih manusiawi. Begitu kan?”
O. Memudahkan
Adalah suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konseor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara ebas, sehingga komunkasi dan partisipasi meningkat dan proses konseling berjalan efektif.
1. Rasional
Adalah tugas seorang konselor untuk memudahkan atau memberi peluang yang besar kepada klien supaya dia mengungkapkan perasaan, pikiran, dan pengalamannya dengan leluasa.
Hal ini amat ditekankan karena sering terjadi bahwa konselor kebanyakan mengatur, mendikte, atau bersikap serba pintar sehingga banyak memberi nasehat. Hal ini amat bertentangan dengan prinsip konseling yaitu pembicaraan terpusat pada klien, sedangkan konselor adalah fasilitator (orang yang memberi kemudahan supaya pembicaraan klien bebas dan terbuka tanpa rasa takut, malu, dan sungkan).Untuk mencapai tujuan itu calon konselor dilatih dengan teknik facilitating (memudahkan).
2. Tujuan Latihan
a. Membentuk sikap dan kemampuan sebagai seorang fasilitator melalui latihan attending, empati, toleransi, dan latihan memberikan peluang (kesabaran) lawan bicara bebas menyatakan pendapat, perasaan, dan pengalamannya.b. Memberi kemampuan kepada calon konselor agar dia mampu menyusun kalimat-kalimat yang memberikan kemudahan kepada klien untuk berbicara
3. Materi
a. Latihan attending, empati, toleransi, dan kesabaran dalam berbicara dengan orang lainb. Latihan menyusun kalimat-kalimat yang memudahkan klien untuk berbicara.
Contoh:
Ko: “Saya mengerti perasaan saudara. Saya tentu berpihak pada anda. Dan yakinlah bahwa jika kita berdiskusi tentu masalah anda akan lebih mudah diatasi. Apakah anda dapat mengemukakan perasaan anda?”
P. Mengambil Inisiatif
1. Rasional
Sering kejadian klien kurang bersemangat atau suka diam dalam suatu diskusi konseling. Keadaan ini mungkin disebabkan klien masih ragu untuk terlibat dalam diskusi, kurang mempunyai pengetahuan untuk mengemukakan masalah secara rinci, kehilangan arah pembicaraan, atau dalam kondisi emosional seperti cemas dan sebagainya. Untuk mengatasi hal-hal seperti ini konselor harus menggunakan teknik mengambil inisiatif.
2. Tujuan Latihan
a. Memberikan kemampuan bagi calon konselor untuk menangkap keadaan klien yang cenderung diam, tidak bersemangat untuk bicara atau tersendat-sendat.b. Memberi kemampuan kepada calon konselor untuk membuat kalimat-kalimat yang menggambarkan teknik-teknik mengambil inisiatif.
3. Materi Latihan
a. Latihan menangkap kondisi klien yang cenderung diam, kurang inisiatif dan semangat dalam wawancara konselingb. Latihan membuat kalimat-kalimat yang menggambarkan teknik mengambil inisiatif.
Contoh:
K1: …tidak begitu memahami kondisi tersebut… (diam)
Ko: “Baiklah, barangkali anda mempunyai perasaan dan pemikiran tertentu, namun belum anda nyatakan secara luas. Coba anda renungkan dan usahakan menyatakan lagi. Bagaimana bisakah?
Q. Memberi Nasehat
1. Rasional
Mungkin banyak klien dan calon konselor mengira bahwa bimbingan dan konseling adalah lembaga nasehat. Sehingga jika tidak ada kebutuhan seperti itu, maka lembaga itu seolah-olah tak ada gunanya.
Padahal konseling bukan hanya untuk memberi nasehat saja namun lebih luas lagi yakni untuk pengembangan potensi klien dan membantu dia agar mampu mengatasi masalah sendiri. Karena itu sebaiknya nasehat diberikan jika klien memintanya.
2. Tujuan Latihan
Latihan teknik memberi nasehat bertujuan:
a. Agar calon konselor memahami sepenuhnya kapan dia harus memberikan nasehat terhadap klien. Walaupun diminta oleh klien tapi harus dipertimbangkan apakah nasehat itu perlu?b. Supaya calon konselor mampu membuat pernyataan yang menolak secara halus bahwa nasehat itu belum perlu. Atau pernyataan yang memberi nasehat namun tanpa melupakan kemandirian klien.
3. Materi Latihan
a. Latihan membuat pertimbangan untuk suatu pemberian nasehat kepada klien. Misalnya kedewasaan, kemampuan, kondisi emosional, tingkat kesulitan, dan sebagainya.b. Latihan memuat kalimat-kalimat pernyataan yang menolak secara halus untuk memberi nasehat atas dasar pertimbangan tertenru, membuat kalimat nasehat yang tidak mengurangi arti kemandirian klien.
Contoh:
Ko: “Saya kira anda lebih memahami segala sesuatu dengan tugas anda. Tentu anda yang lebih tahu dari saya. Mana mungkin saya akan memberi nasehat, padahal anda sendiri jelas lebih mengatasi sendiri.”
R. Memberi Informasi
1. Rasional
Member informasi kepada klien sama dengan member nasehat yaitu jka diminta oleh klien. Namun tidak semua permintaan informasi harus dilayani, akan tetapi harus mempertimbangkan kondisi klien, dan penting-tidaknya informasi yang diminta.
Disamping itu konselor juga harus dapat mengukur kemampuannya dalam berbaga jenis informasi. Misalnya apakah mungkin seorang konselor mengetahui seluk beluk sekolah penerbangan, sekolah angkatan laut, dan sebagainya. Paling tnggi mungkn mengetahui persyaratan umum. Itu kalau dia pernah memiliki informasi tersebut. Karena itu tidak baik seorang konselor memaksakan diri dalam memberikan informasi yang kurang dikuasai.
2. Tujuan latihan
a. Melatih calon konselor agar mampu mempertimbangkan untuk memberikan informasi berdasarkan kemampuannya, kualitas intelektual dan emosional klien, penddikan klien, dan sebagainya.b. Melatih calon konselor agar mampu membuat kalimat pernyataan pemberian informas dengan berbagai pertimbangan. Atau melatih agar calon konselor mampu menolak secara halus permintaan klien karena dianggap kien mampu mencari sendiri informasi yang dibutuhkannya.
3. Materi latihan
a. latihan mengamati keadaan klien apakah pantas diberi informasi atau tidak. Latihan bagaimana menolak permintaan informasi dari klien secara halus tanpa menyinggung perasaannya.b. Latihan menyusun kalimat pernyataan menolak secara halus pemberian informasi karena konselor tidak mengetahui, padahal klien mempunyai kemampuan untuk mencarinya. Atau agar klien mencari sendiri informasi yang dibutuhkannya, dengan alasan dia tentu bisa melakukannya.
S. Merencanakan Program Bersama Klien
1. Rasional
Mendekati akhir sesi konseling selalu harus ada recana klien untuk kegiatan selanjutnya dalam rangka pengembangan dirinya. Mungkin rencana itu tidak besar namun harus ada. Misanya, rencana pertemuan berikutnya, rencana pendekatan klien terhadap pacarnya yang ngambek, rencana kuliah sambil bekerja, rencana diskusi dengan suami yang dianggap mulai menyeleweng, dan sebagaianya.
Rencana atau program pada akhir sesi konseling amat penting, yaitu: pertama, menandakan adanya perubahan perilaku atau kemajuan pada diri klien; kedua, sebagai pedoman untuk kemajuan sesi konseling berikutnya. Calon konselor harusnya dilatih kapan dia menganggap bahwa sudah saatnya membuat rencana bersama klien berdasarkan penlaiannya bahwa akhir sesi konseing sudah tiba.
2. Tujuan Latihan
a. Agar konselor mampu membuat pertimbangan kapann berakhirnya sesi konseling, dan sudah saatnya klien membuat rencananya atas bantuan konselor.b. Agar calon konselor mampu membuat kalmat-kalimat pernyataan yang mengajak klien untuk membuat rencananya dengan berbagai alasan terutama sesi konseling hamper selesai.
3. Materi
a. Latihan memahami bahwa sesi konseling sudah hampir berakhr. Dugaan itu berdasarkan berbagai alasan dan calon konselor membuat alasan-alasan tersebut.b. Lathan membuat kalimat-kalmat pernyataan mengenai akan selesainya ses konselng dan menyarankan agar kien membuat rencana selanjutnya.
J. Menyimpulkan, Mengevaluasi, dan Menutup Sesi Konseling
1. Rasional
Jika konselor akan menutup sesi konselng sebaiknya dibuat bersama klen kesimpulan umum hasil proses konseling sejak awal. Disamping itu klien diberi kesempatan memberkan penilaian terhadap jalannya konseling dan terhadap perilaku konselor selama membantu klien. Hal ni amat berguna sebagai masukan bagi konselor untuk memperbaik proses konseling dan pribadinya sendiri.
Kesimpulan adalah berdasarkan perolehan selama proses konseling. Terutama apa yang sudah diperoleh klien yaitu: apakah kecemasannya telah menurun, apakah dia merasa lebih lega, apakah rencananya sudah jelas, apakah pertemuan berkutnya perlu, dan sebagainya.Sedangkan evaluasi adalah mengenai jalannya diskusi, kemampuan konselor, keadaan diri klien sekarang, dan bagaimana rencananya kira-kira akan berhasil atau tidak?.Jika semua sudah jelas, maka konselor menyarankan kepada klien apakah sesi konselng sudah bisa ditutup.
2. Tujuan Latihan
Latihan menyimpulkan dan sebagainya dan ini bertujuan:a. Agar calon konselor memaham sepenuhnya kapan dia harus menyarankan klien untuk menyimpulkan hasil diskusi, kapan dia meminta klien untuk mengevaluasi proses konseling, dan kapan dia akan menutup sesi konseling.b. Supaya calon konselor mampu membuat kalimat pernyataan yang menyarankan kepada klien untuk membuat kesimpulan, evaluasi, dan menutup sesi konseling.
3. Materi Latihan
a. Latiha membuat saran kepada klien untuk menyimpulkan, mengevaluasi, dan menutup sesi konseling.b. Latihan membuat kalimat-kalimat pernyataan yang menyarankan klien untuk membuat kesimpulan dan mengevaluasi. Selanjutnya member sran kepada klien apakah sesi knseling ini sudah bisa diakhiri.
Contoh:Ko : “saya kira sesi konseling ini sudah hampir berakhir. Namun sebelum kita tutup, alangkah baiknya jikalau anda membuat beberapa kesimpulan yang menyangkut proses dan hasil konseling tentang perolehan anda dari konseling ini, dan sebagainya.”
Ko : “bagaimana penilaian anda tentang jalannya konseling, hasil yang anda peroleh, dan tentang diri saya sendir sebagai konselor”
4. Prosedur Latihan
a. Buat pasangan-pasangan peserta yang akan berperan sebagai konselor dank lien. Tentukan pula tiga pengamat pada setiap pasangan itu.b. Beri kesempatan peserta mempelajari materi latihan yang telah disiapkan oleh pembimbing atau yang mereka buat sendiri.c. Lakukan permainan peran oleh calon konselor dank lien dan diamati oleh peserta lain.d. Lakukan diskusi dan evaluasi setiap selesa permainan peran konseling mikro.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Lesmana, Jeanette Murad. 2008. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: Universitas Indonesia
Nurihsan, Juntika Ahmad. 2007. Bimbingan dan Konseling. Bandung. PT Refika Aditama
Thohirin. 2015. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Willis, S Sofyan.2013. Konseling Indivudual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta
Kategori
- ADAT
- ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
- BK ARTISTIK
- BK MULTIKULTURAL
- BOOK CHAPTER
- BUDAYA
- CERITA FIKSI
- CINTA
- DEFENISI KONSELOR
- DOSEN BK UNG
- HIPNOKONSELING
- HKI/PATEN
- HMJ BK
- JURNAL PUBLIKASI
- KAMPUS
- KARAKTER
- KARYA
- KATA BANG JUM
- KEGIATAN MAHASISWA
- KENAKALAN REMAJA
- KETERAMPILAN KONSELING
- KOMUNIKASI KONSELING
- KONSELING LINTAS BUDAYA
- KONSELING PERGURUAN TINGGI
- KONSELOR SEBAYA
- KULIAH
- LABORATORIUM
- MAHASISWA
- OPINI
- ORIENTASI PERKULIAHAN
- OUTBOUND
- PENDEKATAN KONSELING
- PENGEMBANGAN DIRI
- PRAKTIKUM KULIAH
- PROSIDING
- PUISI
- PUSPENDIR
- REPOST BERITA ONLINE
- SEKOLAH
- SISWA
- TEORI DAN TEKNIK KONSELING
- WAWASAN BUDAYA
Arsip
- January 2025 (11)
- December 2024 (18)
- October 2024 (2)
- September 2024 (15)
- August 2024 (5)
- July 2024 (28)
- June 2024 (28)
- May 2024 (8)
- April 2024 (2)
- March 2024 (2)
- February 2024 (15)
- December 2023 (13)
- November 2023 (37)
- July 2023 (6)
- June 2023 (14)
- January 2023 (4)
- September 2022 (2)
- August 2022 (4)
- July 2022 (4)
- February 2022 (3)
- December 2021 (1)
- November 2021 (1)
- October 2021 (1)
- June 2021 (1)
- February 2021 (1)
- October 2020 (4)
- September 2020 (4)
- March 2020 (7)
- January 2020 (4)
Blogroll
- AKUN ACADEMIA EDU JUMADI
- AKUN GARUDA JUMADI
- AKUN ONESEARCH JUMADI
- AKUN ORCID JUMADI
- AKUN PABLON JUMADI
- AKUN PDDIKTI JUMADI
- AKUN RESEARCH GATE JUMADI
- AKUN SCHOLER JUMADI
- AKUN SINTA DIKTI JUMADI
- AKUN YOUTUBE JUMADI
- BERITA BEASISWA KEMDIKBUD
- BERITA KEMDIKBUD
- BLOG DOSEN JUMADI
- BLOG MATERI KONSELING JUMADI
- BLOG SAJAK JUMADI
- BOOK LIBRARY GENESIS - KUMPULAN REFERENSI
- BOOK PDF DRIVE - KUMPULAN BUKU
- FIP UNG BUDAYA KERJA CHAMPION
- FIP UNG WEBSITE
- FIP YOUTUBE PEDAGOGIKA TV
- JURNAL EBSCO HOST
- JURNAL JGCJ BK UNG
- JURNAL OJS FIP UNG
- KBBI
- LABORATORIUM
- LEMBAGA LLDIKTI WILAYAH 6
- LEMBAGA PDDikti BK UNG
- LEMBAGA PENELITIAN UNG
- LEMBAGA PENGABDIAN UNG
- LEMBAGA PERPUSTAKAAN NASIONAL
- LEMBAGA PUSAT LAYANAN TES (PLTI)
- ORGANISASI PROFESI ABKIN
- ORGANISASI PROFESI PGRI
- UNG KODE ETIK PNS - PERATURAN REKTOR
- UNG PERPUSTAKAAN
- UNG PLANET
- UNG SAHABAT
- UNG SIAT
- UNG SISTER
- WEBSITE BK UNG