ARSIP BULANAN : September 2020

MEMBANGUN KARAKTER MAHASISWA : Sukses Akademis dan Organisasi

23 September 2020 16:55:51 Dibaca : 76963

 Oleh; Jumadi Mori Salam Tuasikal

MENEMUKAN JATI DIRI MAHASISWA

Dunia kampus memiliki suasana akademik yang sangat kompleks sehingga membedakannya dengan kondisi maupun suasana akademik yang ada di sekolah. Situasi seperti ini yang kemudian akan menjadi stimulus kepada para pelajar yang baru memasuki perguruan tinggi untuk berusaha memahami dunia baru yang akan dimasukinya, minimal harus memahami jati dirinya sebagai mahasiswa nanti.Strategi sederhana yang dapat dilakukan untuk memahami jati diri mahasiswa dapat dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan sederhana  secara jujur dan terbuka oleh dirinya sendiri.

  1. Pertanyaan (1) Siapakah diri saya ini? Misalkan jawabannya adalah saya adalah anak yatim piatu, atau jawabannya adalah saya seorang anak buruh bangunan yang hidup pas-pasan. Jawaban-jawaban yang diungkapkan tentunya akan begitu beragam sesuai dengan kenyataan setiap individu. Setelah menjawab pertanyaan tersebut berusahalah untuk merenungkan tujuan yang hendaknya anda capai dan lakukan selama kuliah, karena melalui tujuan itulah kesuksesan, kebahagian, kehormatan dan kebaggaan orangtua dapat anda wujudkan. Jika tidak maka renungkannlah yang  sebaliknya yaitu ketika tidak berhasil apa yang akan terjadi? Olehnya melalui jawaban dan renungan andalah yang akan menutun untuk menemukanjati diri sebenarnya.
  2. Pertanyaan (2) dari mana saya berasal? Dari pedesaan atau perkotaan, miskin atau kaya itu tidak terlalu berpengaruh, karena yang dibutuhkan disitu adalah jawaban yang anda ungkapkan bisa meningkatkan jiwa optimisme dan memotivasi diri untuk suskses. Pertanyaan ini ingin bermaksud menyampaikan kepada anda bahwa siapapun dan darimanapun anda, semuanya memiliki peluang yang sama untuk suskses selama kuliah. Walaupun si kaya jika hanya berleha-leha dan berhura-hura saja maka tidak menjamin sedangkan si miskin dengan ketekunannya bisa saja lebih sukses.
  3. Pertanyaan (3) apa yang bisa saya lakukan? Pertanyaan ini jelas akan menggiring anda untuk mengetahui potensi apa yang anda miliki, dengan maksud bisa mendatangkan keuntungan dan manfaat bagi anda dan orang lain. Jika anda masih binggung, mulailah dengan melakukan hal-hal sederhana yang dapat mengurangi beban orang tua selama anda kuliah. Pengorbanan orangtua yang begitu besar jika direnungkan secara bijak oleh anda akan melahirkan  tanggungjawab dan semangat untuk berprestasi, dan tidak akan membiarkan waktu tanpa manfaat yang jelas.
  4. Pertanyaan (4) akan kembali kemana saya? Ini adalah pertanyaan yang sangat mendasar, karena pada akhirnya pengabdian anda ketika lulus dari kampus adalah kembali ke pangkuan masyarakat. Akan tetapi cara pengabdian dan bagaimana anda mengabdi itulah yang harus ditemukan dan diarahkan sesuai dengan tuntunan dari jawaban yang anda berikan.

Setelah pertanyaan-pertanyaan pokok tersebut terjawab, tentunya akan mengarahkan anda untuk berbuat yang terbaik selama anda menjadi mahasiswa dan kuliah. Anda akan berbuat sesuatu dengan tujuan dan manfaat yang jelas dan berarti bagi kehidupan, mengetahui jati diri dan potensi yang berbeda dengan orang lain, anda memiliki karakter, minat dan hobi tersendiri. Anda adalah apa yang anda pikirkan, jika anda berpikir anda kuliah sukses maka kesuksesan anda akan berbuah kenyataan. Sebaliknya jika anda berpikir kuliah itu menjadi beban, sulit, banyak tugas, menjenuhkan, maka itulah masa depan anda. Oleh karena itu, jika anda ingin mengetahui masa depan anda sekarang, jawabannya adalah apa yang anda lakukan sekarang bagi masa depan anda.

 

MEMBANGUN KARAKTER AKADEMISI MAHASISWA

Mahasiswa berkarakter adalah mahasiswa yang memahami tugas dan fungsinya sebagai mahasiswa. Mahasiswa tersebut ditandai dengan upaya yang sungguh-sungguh dalam dirinya untuk senatiasa meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikapnya (WPKNS) dengan berbagai aktifitas yang dijalani baik melalui kegiatan perkuliahan, aktif dalam berorganisasi ekstra atau intra kampus untuk mengembangkan potensi dirinya melalui pengelolaan waktu yang adil yaitu pandai menempatkan sesuai dengan kebutuhan dengan memperhatikan, situasi, kondisi, toleransi, pantauan dan jangkauan yang ada pada dirinya dan lingkungannya. Mahasiswa berkrakter ini lebih dewasa dalam menyikapi persoalan yang datang menghampirinya. Jika menghadapi masalah dirinya tenang, optimis, penuh percaya diri, tidak menyalahkan orang lain, memecahkan masalah dengan arif dan bijaksana, memiliki kemampuan mengendalikan dirinya, memahami kelemahan dan kelebihan dirinya dan orang lain, pandai menempatkan diri dengan siapa yang dihadapinya, mampu berkomunikasi dengan efektif dengan semua orang karena memiliki kecerdasan sosioemosional.

Mahasiswa berkarakter biasanya adalah seorang yang taat menjalankan ibadah kepada Tuhannya, memiliki kecerdasan spritual dalam melakukan kegiatan kesehariannya dan selalu mendasari aktifitasnya dengan niat beribadah kepada-Nya. Silaturahmi yang dibangunnya melalui kegiatan di tempat-tempat ibadah, organisasi kampus maupun ektra kampus untuk menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Mampu mengetahui mana yang boleh (halal) dan mana yang dilarang (haram) dan berkeyakinan bahwa kesuksesan hidup di dunia dan akhirat adalah karena ijin dan ridhonya Tuhan yang Maha Esa semata, yang di anugerahkan melalui ikhtiar-ikhtiar manusia.

Mahasiswa berkarakter memiliki kemampuan untuk menyelesaikan studi dengan memadukan prinsif  “Kuliah Selesai Tepat Waktu dan di Waktu yang Tepat”. Maksudnya adalah kadang kala kita melihat mahasiswa yang lulus tepat waktu namun setelah diperhadapkan dengan kondisi kerja di masyarakat banyak yang tidak mampu melewati tantangan tersebut dikarenakan hanya sekedar lulus tetapi miskin akan WPKNS, dan juga ada yang lulus terlalu lama, banyak menghabiskan waktu, energi, uang, ataupun orang tua sudah terlanjur meninggal sehingga tidak sempat melihat kesuksesan anaknya, namun memiliki WPKNS yang baik. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pentingnya perpaduan untuk menutupi kelemahan-kelemahan dari kedua konsep tersebut.

Perlu juga kita sadari bersama bahwa kuliah bukanlah untuk menghasilkan lulusan yang bisa bekerja, karena banyak penelitian menunjukan bahwa tanpa kuliah banyak orang yang mampu bekerja. Namun esensi perkuliahan adalah mendewasakan mental mahasiswa sehingga mampu menjalani kehidupannya secara baik dan benar dimanapun dengan kondisi apapun, hal inilah yang akan menuntun setiap orang mendapatkan pekerjaan yang layak, dan bermanfaat untuk dunia dan akhirat.

Mahasiswa yang berkualitas menjadi salah satu kata kunci untuk membangun bangsa Indonesia ke depan. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa Mahasiswa yang berkualitas IMTAQ dan IPTEK serta cinta tanah air inilah merupakan kekuatan untuk memenangkan kompetensi dalam iklim persaingan global ini. Oleh karenanya sebagai mahasiswa seharusnya memiliki pandangan jauh ke depan untuk membangun bangsa ini lebih maju, berperadaban, cerdas, berkeadilan, sejahtera, sehat lahir dan batin. Untuk mewujudkan semua itu, mahasiswa hendaknya bertekad untuk menjadi pemimpin masa depan memiliki keilmuan, keimanan, integritas, dan kredibilitas dalam meningkatkan kedewasaan dalam berpikir, merasa, bersikap, bertindak dan bertanggung jawab (BMB3).

            Untuk itu mahasiswa perlu memperkuat karakter kemahasiswa annya. Karakter kuat ini dapat diketahui dari ciri-ciri sebagai berikut:

    1. Kreatif dan mampu memecahkan masalah dengan tepat,
    2. Pembelajar yang rajin, kritis, disiplin, berpengetahuan luas dan berwawasan global,
    3. Mampu berkomunikasi dengan baik,
    4. Siap mengambil resiko apapun,
    5. Bekerja keras dan cerdas,
    6. Mempunyai integritas yang tinggi,
    7. Toleran, mencintai sesama, fleksibel dalam berinteraksi.

Menjadi mahasiswa pemimpin masa depan dapat membekali diri dengan;

    1. Kemampuan kepemimpinan; setiap diri mahasiswa harus tertanam sifat-sifat kepemimpinan. Dengan mempersiapkan diri menjadi pemimpin, maka anda akan mampu memimpin dengan amanah bagi yang dipimpin.
    2. Kemampuan Keilmuan, wawasan dan pandangan jauh ke masa depan; rajin membaca, berdiskusi dan mengkaji ilmu pengetahuan melalui berbagai literatur, dan membuat tulisan-tulisan guna menuangkan ide-ide dan gagasan serta berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan karya tulis ilmiah.
    3. Sikap peka dan peduli terhadap sesama; kemampuan untuk menempatkan diri di dalam masyarakat menjadi amat penting untuk dilatih.
    4. Kemampuan Pengendalian diri; mahasiswa memiliki potensi akal dan hati untuk mampu mengendalikan diri.
    5. Kemampuan komunikasi yang efektif; untuk memotivasi dan mempengaruhi orang lain untuk mengikuti dan menjalankan perintah.
    6. Memiliki kemandirian; perlu dibangun dengan kesadaran diri, kemampuan diri dan percaya diri, untuk melakukan sesuatu dengan tepat, karena ketergantungan kepada orang lain hanya akan membuat anda sulit untuk maju.
    7. Menjaga kesehatan fisik agar tidak mudah sakit
    8. Memiliki sifat kreatif, inovatif, mampu memotivasi berbagai kegiatan berbangsa dan bernegara.

 

CERDAS EMOSIONAL MELALUI ORGANISASI

Organisasi adalah alat untuk membangun kekuatan dalam mencapai suatu tujuan, sarana untuk membangun kebersamaan dan mencapai cita-cita luhur suatu pengabdian kepada sesama manusia, memberikan jalan untuk menapaki berbagai pengalaman yang berarti menuju kedewasaan. menjadi wahana yang luas untuk melatih kemampuan diri, keterampilan, dan sikap yang bijaksana dalam menghadapi berbagai persoalan serta organisasi merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses dinamika dunia kampus.

Melalui organisasi, mahasiswa akan menemukan jati dirinya. Lebih dari itu, orang-orang yang aktif dalam organisasi akan memperoleh manfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat bahkan bangsanya. Di organisasi penyaluran minat, bakat, kemampuan dan keahliannya dapat tersalurkan secara menyeluruh karena organisasi adalah media untuk aktualisasi diri seorang mahasiswa.

        Aktualisasi diri mahasiswa dalam sebuah organisasi merupakan suatu keniscayaan, sebab memiliki beberapa alasan yaitu;

    1. Memiliki visi dan misi yang ingin diwujudkan bersama,
    2. Organisasi memiliki tujuan yang jelas dalam menjalankan aktivitasnya
    3. Organisasi memiliki anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) yang menjadi acuan anggotanya,
    4. Organisasi memiliki program kerja untuk dilakukan bersama,
    5. Organisasi mengatur pembagian wewenang dan tugas setiap anggotanya,
    6. Organisasi mewadahi dan menampung berbagai aspirasi, ide, kebutuhan, dan keinginan setiap anggotanya.

Kajian yang dilakukan oleh para akademisi menunjukan bahwa, mahasiswa yang aktif dalam suatu organisasi akan berbeda dengan mahasiswa yang hanya mengikuti perkuliahan semata. Berdasarkan kondisi tersebut perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut;

    1. Pengembangan intelektual bagi seorang aktivis organisasi lebih luas karena senantiasa untuk berfikir logis, rasional, jernih dan argumentatif.
    2. Sebagai aktivis dalam organisasi akan menambah pengalaman dalam bidang keorganisasian, kepemimpinan, kemasyarakatan, pendidikan politik, dan kemandirian.
    3. Memiliki kemampuan untuk menggerakan, mempengaruhi, dan mendorong dirinya dan orang lain untuk melakukan sesuatu dengan bersama.
    4. Memiliki kemampuan beradaptasi pada lingkungan baru.
    5. Memiliki kemampuan untuk menghadapi persoalan hidup secara terarah.
    6. Memiliki kesiapan diri untuk melanjutkan kepemimpinan pada masa depan.

Penjelasan tersebut adalah bentuk ideal dari mahasiswa yang secara baik mengikuti kegiatan organisasi, dan bentuk sebaliknya dari gambaran di atas jika mahasiswa hanya mengikuti perkuliahan semata. Namun perlu dipahami bahwa seorang mahasiswa harus mampu memadukan kedua sisi tersebut secara harmoni antara berorganisasi dengan kegiatan perkuliahan.Jangan terjebak dengan cerita masa lalu tentang nostalgia senior dalam berorganisasi yang begitu lama di kampus, ingat bahwa setiap zaman memiliki pola-pola dan sistem tersendiri yang perlu dihadapi oleh  setiap mahasiswa secara realistis apalagi tuntutan setiap masa berbeda dan tujuan setiap orang itu orientasinya pun berbeda karena kondisi kampus selalu menyesuaikan dengan keadaan lingkungan, entah itu demografi, ekonomi, politik, budaya, dan juga alam sekitar. Untuk itu pastikan bahwa kecenderungan diri anda untuk menjadi mahasiswa berkarakter ideal seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Mahasiswa yang memiliki kerangka berfikir bahwa seorang aktivis adalah mahasiswa yang sukses dalam studi begitupun organisasi perlu ditanamkan agar istilah aktivis menjadi sebuah kata yang bisa diteladani oleh mahasiswa adik kelasnya kelak. Sehingga tidak ada kesan bahwa mahasiswa yang aktif dalam organisasi akan ketinggalan dalam studinya, lebih-lebih sampai Drof Out. Tetunya paradigm itu harus dihapuskan dengan bukti bahwa seorang aktivis adalah mereka yang berprestasi.

        Beberapa manfaat berorganisasi yang memiliki dampak terhadap perkembangan kecerdasan emosional seorang mahasiwa adalah sebagai berikut:

    1. Media bersosialisasi: dengan berorganisasi masing-masing dilatih bagaimana membentuk kehidupan sosial yang baik untuk semua pihak.
    2. Melatih softskill; yang dimaksud disini tidak hanya dapat menyampaikan ide-ide secara verbal di depan banyak orang. Tapi juga bagaimana dapat melakukan negosiasi dengan baik, bagimana menjadi motivator yang baik bagi orang lain, dan bagaimana meyakinkan orang lain untuk mendukung ide kita. Latihan softskill ini jarang sekali kita dapatkan dari pendidikan formal. Kalaupun ada sifatnya sangat terbatas dan hanya teori,  tapi dengan beraktifitas di organisasi softskill ini lansung dilatih dan dalam bentuk praktek.
    3. Melatih kemampuan untuk mendengar dan menghargai orang lain; dengan menjadi pendengar yang baik dan dapat menghargai orang lain inilah menjadi penentu keberasilan seseorang sebagai seorang pemimpin, baik pemimpin di tingkat keluarga, pemimpin sebuah perusahaan/ instansi, mupun pemimpin di tingkat yang lebih tinggi. Menjadi seorang pendengar yang baik, kita dapat menangkap apa yang menjadi keinginan orang lain atau anggota dari sebuah organisasi yang dipimpin. Juga dengan kemampuan mendengar yang baik, kita dapat memahami maksud/ ide dari orang lain yang bisa saja sangat dibutuhkan demi kemajuan diri kita sendiri maupun organisasi yang kita pimpin.
    4. Belajar menghargai orang dengan berbagai tipe; sudah pasti bahwa manusia  yang satu berbeda secara pola pikir dengan manusia yang lain. Bagaimana bisa menghadapi tipe-tipe orang yang berbeda dan bagaimana bisa merangkul orang-orang yang berbeda tipe ini agar mau mendukung ide dan tujuan kita, merupakan hal yang bisa di dapat hanya melalui berorganisasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka melalui kegiatan berorganisasi dapat disimpulkan bahwa sikap-sikap yang tumbuh sebagai bentuk kecerdasan emosional yaitu;

      1.  mengendalikan diri,
      2. kepekaan terhadap situasi sosial dan lingkungan,
      3. kesadaran diri
      4. empati terhadap orang lain,
      5. cinta sesame,
      6. optimis dalam menghadapi persoalan,
      7. tidak mudah mengeluh,
      8. membangun kepercayaan diri,
      9. memahami kemampuan orang lain,
      10. dapat bekerjasama, dan
      11. pandai menghargai orang lain.

 

DIANTARA KUNCI SUKSES KULIAH

Memasuki sebuah rumah yang tergembok tentunya kita membutuhkan kunci, demikian halnya untuk bisa mencapai kesuksesan dalam kuliah juga memerlukan kunci tersebut dan kunci sukses kuliah yang dapat anda terapkan didalam kehidupan berkampus antara lain sebagai berikut:

1)    Motivasi berprestasi

Motivasi berprestasi adalah kekuatan internal yang ada pada diri seseorang untuk meraih sesuatu prestasi yang tinggi. Kekuatan motivasi berprestasi ini diawali oleh suatu niat yang kuat untuk melakukan sesuatu (belajar) dengan sungguh-sungguh. Niat anda memiliki daya dorong yang luar biasa untuk memperoleh suatu prestasi belajar. Oleh karena belajar adalah suatu amal baik, maka anda harus meluruskan niat anda agar dibimbing oleh Tuhan menuju kepada kesuksesan. Niat yang kuat akan menghantarkan seseorang pada tujuan yang dicita-citakanya. Sebaliknya kalau motivasi berprestasi tidak tumbuh dalam diri anda, maka akan bagaimana mungkin akan memperoleh kesuksesan sebagai mana yang di harapkan? Dorongan yang kuat untuk menjadi mahasiswa berprestasi yang di dukung oleh niat yang lurus akan mewujudkan tujuan anda. Keterampilan menetapkan tujuan, sasaran dan target amat penting dalam meraih cita-cita anda. Dan jangan dilupakan bahwa motivasi terhebat seorang anak adalah orang tua maka tetaplah menjaga hubungan tersebut.

2)    Sabar

Dalam menampuh studi tidak jarang kita diperhadapkan dengan sejumlah rintangan. Masalah kerap kali muncul seiring dengan perjalan kuliah. Bagi yang tidak siap  dan sala menyikapi masalah yang ada maka masalah itu akan semakin besar. Oleh karenanya sebagai orang yang beriman hendanya dalam mengatasi masalah adalah dengan kesabaran. Sabar bukan berarti diam dalam menghadapi kondisi atau suatu kenyataan atau bukan berarti menerima apa adanya ataupun pasrah tanpa usaha namun sabar dalam arti ingin berubah. Sabar dalam arti berupaya untuk meraih suatu tujuan dengan penuh keyakinan.

3)    Manajemen diri

Mahasiswa yang cerdas adalah mahasiswa yang mampu memenej diri dalam setiap aktifitasnya. Cerdas secara intelektual, cerdas secara emosional dan juga cerdas secara spiritual tentunya dicapai melalui kemampuan mengelola diri. Manajemen diri berkaitan erat dengan kemampuan diri mengelola waktu. Secara efektif dan efisien. Ada berbagai kesempatan dan peluang untuk mengoptimalkan waktu anda dalam keseharian yaitu; waktu untuk belajar, waktu untuk membaca, waktu untuk menulis, waktu untuk beribadah, waktu berorganisasi, waktu untuk kuliah, waktu untuk berolahraga, waktu untuk santai, bersilaturahmi dab lain-lain.

4)    Menghormati dan memahami karakteristik dosen

Jangan habiskan waktu anda dengan mencaci dosen, tapi belajarlah untuk memahami karakteristik dosen. karakter dosen yang satu dengan yang lainnya sedah pasti berbeda karena dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan berbeda, cara pandang berbeda, sifat berbeda, minat dan hobi berbeda berbeda pula dalam menghadapi mahasiswa. Sebab jika anda tidak bisa memahami karakter dosen, apalagi salah memahaminya sehingga anda tidak cerdas dalam menempatkan diri sebagai mahasiswa di hadapan dosen, mungkin dapat merugikan posisi anda. Perlu juga anda pahami bahwa  tidak setiap dosen itu sama seperti yang anda harapkan jadi sesuaikanlah.

5)    Menjalin komunikasi dengan teman

Dalam aktivitas anda, tentunya tidak bisa dilepaskan dari kontribusi teman anda. Anda harus mampu menghormati dan menghargai sesama teman. Memulai beradaptasi, bekerja sama, menjalin kebersamaan, sehingga bisa tercipta pertemanan yang sejati. Dan mendapatkan teman sepeti itu anda bisa melakukan aktivitas-aktivitas organisasi intara ataupun ekstra.

6)    Berdoa dan bersyukur

Keberhasilan seseorang tidak lepas dari izin dan ridho Tuhan. Oleh karenannya berkomunikasi dengan Tuhan melalui doa dan rasa syukurnya merupakan bagian yang tidak boleh dilupakan oleh seorang terpelajar. Seseorang mahasiswa yang membiasakan dirinya hidup dengan doa dan syukur akan menghantarkan dirinya semakin percaya diri, tidak pantang menyerah, tidak sombong, dan memiliki suatu keyakinan untuk menghantarkan dirinya pada kesuksesan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Badu, S.Q., Amin, B. 2012. Civitas Acadeica. Jakarta: Pustaka Indonesia Press.

Efendi, S. 2016. My Enemy Is Me. Yogyakarta. Penerbit WR.

Nurdin, D. 2009. Mahasiswa Pemimpin Masa Depan. Bandung: Ilmu Cahaya Hati.

Uno, H.B., Kuadrat, M. 2010. Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Seymour, R.I. 2002. Maximize Your Potential. USA: Pelican Publishing Company, Inc.

 

 

PRAKTIKUM BIMBINGAN DAN KONSELING SOSIAL

23 September 2020 16:13:34 Dibaca : 41355

 By: Jumadi Mori Salam Tuasikal, M.Pd

1. Hakekat Perkembangan BK Sosial

A. Pengertian Perkembangan Sosial

            Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma- norma kelompok, moral dan tradisi. Meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. Berikut pengertian perkembangan sosial menurut para ahli:

  1. Menurut plato secara potensial manusia dilahirkan sebagai makhluk social (zoon politicon).
  2. Syamsuddin (1995) mengungkapkan bahwa sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk social.
  3. Sedangkan menurut loree (1970) sosialisasi merupakan suatu proses dimana individu terutama anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan social terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan kelompoknya serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya.
  4. Muhibbin (1999) mengatakan bahwa perkembangan social merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.
  5. Hurlock (1978) mengutarakan bahwa perkembangan social merupakan perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntunan social. Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan social.

 B. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial

            Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :

  1.  Keluarga: Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh keluarga.
  2. Kematanga; Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
  3. Status Sosial; Ekonomi Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya.
  4. Pendidikan Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan social anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
  5. Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi; Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa dengan baik.

 C. Pengertian Bimbingan dan Konseling Sosial.

Bimbingan dan konseling sosial adalah proses bantuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengembangkan pemahaman dan keterampilan berinteraksi sosial atau hubungan insani (human realtionship) dan memecahkan masalah-masalah sosial yang dialaminya (Yusuf, 2009: 55). Menurut Sukardi (2007: 55), bimbingan sosial membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasinya budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Bimbingan sosial, menyangkut pengembangan (a) pemahaman tentang keragaman budaya atau adat istiadat, (b) sikap-sikap sosial (sikap empati, altruis, toleransi, dan kooperasi), dan (c) kemampuan berhubungan sosial secara positif dengan orang tua, guru, teman, dan staf sekolah (Yusuf, 2009: 55). Bimbingan dan konseling sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan social sekolah yang kondusif, dan membangun interaksi pendidikan atau proses pembelajaran yang bermakna (memberikan nilai manfaat bagi perkembangan protensi siswa secara optimal) (Yusuf, 2009: 55).

 D. Ranan Lingkup BK Sosial

            Pelayanan bimbingan dan konseling memiliki peranan penting,baik bagi individu yang berada dalam lingkungan sekolah,rumah tangga ( keluarga ), maupun masyarakat pada umumnya.

  1. Pelayanan bimbingan dan konseling disekolah; Sekolah merupakan lembaga formal yang secara khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat,dalam kelembaggaan sekolah terdapat sejumlah bidang pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai kedudukan dan peranan yang khusus.
  2. Pelayan bimbingan dan konseling diluar sekolah; Bimbingan dan konseling keluarga; Keluaga merupakan satuan persekutuan hidup yang paling mendasar dan merupakan pangkal kehidupan bermasyarakat. Bimbingan dan konseling dalam lingkungan yang lebih luas. Permasalahan yang dialami oleh warga masyarakat tidak hanya terjadi dilingkungan sekolah dan keluarga saja,melainkan juga diluar keduanya.

 E. Tujuan Bimbingan Konseling Sosial.

Dahlan (1989) menyatakan bahwa tujuan bimbingan sosial adalah agar individu mampu mengembangkan diri secara optimal sebagai makhluk sosial dan makhluk ciptaan Allah Swt. Secara garis besar tujuan Bimbingan Konseling Sosial membantu seseorang agar mampu mengembangkan kompetensinya dalam hal, Bersifat respek (menghargai dan menghormati) terhadap orang lain,Memiliki rasa tanggung jawab dan komitmen terhadap tugas, peran hidup dalam bersosialisasi. Adapun Tujuan Bimbingan dan Konseling Sosial antara lain:

  1. Supaya orang-individual, kelompok orang,peserta didik/siswa yang dilayani menjadi mampu menghadapi tugas perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas mewujudkan kesadaran dan kebebasan itu dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana serta mengambil beraneka tindakan penyesuaian diri secara memadai (Winkle (2005:32).
  2. Untuk membantu individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status social ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Dalam kaitan ini bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam hidupnya yang memiliki wawasan, pandangan, interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas, tujuan utama pelayanan bimbingan sosial adalah agar individu khususnya siswa yang dibimbing mampu melakukan interaksi sosial secara baik dengan lingkungannya. Bimbingan sosial juga bertujuan untuk membantu indiviu dalam memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan dalam masalah sosial, sehingga individu dapat menyesuaikan diri secara baik dan wajar dalam lingkungan sosialnya.

 F. Bentuk-bentuk Layanan BK Sosial.

1) Layanan Preventif (Pencegahan)

       Ada beberapa macam bentuk layanan preventif dalam bimbingan sosial yang bias diberikan kepada para siswa di sekolah atau madrasah. Bentuk-bentuk layanan tersebut :

    1. Layanan informasi yang mencakup :

- Informasi tentang ciri-ciri masyarakat maju atau moderen.

- Makna ilmu pengetahuan.

- Pentingnya IPTEK bagi kehidupan manusia dan lain-lain.

- Informasi tentang cara-cara bergaul.

- Informasi tentang cara-cara berkomunikasi dalamkonteks sosial.

- Informasi tentang cara individu perlu berhubungan dengan orang.

b. Orientasi; Layanan orientasi untuk bidang pengembangan hubungan sosial suasana, lembaga dan objek-objek pengembangan sosial seperti berbagai suasana hubungan social antarindividu dalam keluarga, organisasi atau lembaga tertentu, dalam acara sosial tertentu.

2) Layanan Kuratif (Penyembuhan/korektif)

Bentuk-bentuk layanan kuratif di berikan kepada klien atau peserta didik yang mengalami masaalah sosial. Layanan kuratif biasanya di berikan secara indifidual dalam bentuk konseling. Bentuk layanan kuratif misalnya bimbingan bergaul dan memilih teman, masaalah kesulitan belajar, kesulitan bersosialisasi dan berkomunikasi secara efektif, rasa kerertarikan pada lawan jenis berlebihan, masalah seksual sesama jenis LGBT, hubungan sosial dalam keluarga dan orang-orang di lingkungan sosial sekitarnya dan masih banyak lagi.

3) Layanan Developmen (Pengembangan)

Layanan development atau pengembangan dapat berbentuk:

- pengembangan kreatifitas.

- Pengembangan pengetahuan.

- pengembangan minat dan bakat.

- pengembangan kemampuan berinteraksi sosial.

- pengembangan kemampuan berorganisasi.

- pengembangan karir dan lain-lain.

 G. Aspek-aspek Bimbingan Sosial di Sekolah

Selain problem yang menyangkut dirinya sendiri, individu juga dihadapkan pada problem yang terkait dengan orang lain. Dengan perkataan lain, masalah individu ada yang bersifat pribadi dan ada yang bersifat sosial. Kadang-kadang individu mengalami kesulitan atau masalah dalam hubungannya dengan individu lain atau lingkungan sosialnya. Masalah ini dapat timbul karena individu kurang mampu atau gagal berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang kurang sesuai dengan keadaan dirinya. Problem individu yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya misalnya :

1)      Kesulitan dalam persahabatan.

2)      Kesulitan mencari teman.

3)      Merasa terasing dalam aktivitas kelompok.

4)      Kesulitan memperoleh penyesuaian dalam kegiatan kelompok.

5)      Kesulitan mewujudkan hubungan yang harmonis dalam keluarga.

6)      Kesulitan dalam menghadapi situasi sosial yang baru.

            Selain problem diatas, aspek-aspek sosial yang memerlukan layanan bimbingan social adalah :

1)      Kemampuan individu melakukan sosialisasi dengan lingkungannya.

2)      Kemampuan individu melakukan adaptasi.

3)      Kemampuan individu melakukan hubungan sosial (interaksi sosial) dengan lingkungannya baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

 

2. Bimbingan Klasikal

A. Pengertian Bimbingan Klasikal

Layanan bimbingan klasikal merupakan cara yang paling efektif dalam mengidentifikasi siswa yang membutuhkan perhatian ekstra. Dalam kaitannya dengan pengertian bimbingan klasikal, Gysber & Henderson (Farozin, 2012:2) menyatakan bahwa bimbingan klasikal merupakan bentuk kegiatan yang diselenggarakan dalam guidance curriculum. Bimbingan klasikal adalah bimbingan yang diberikan kepada sejulah siswa yang tergabung dalam suatu satuan kegiatan pengajaran (Samisih, 2013:8). Bimbingan klasikal adalah bimbingan yang berorientasi pada kelompok siswa dalam jumlah yang cukup besar antara 30 –40 orang siswa (sekelas). Bimbingan Klasikal lebih bersifat preventif dan berorientasi pada pengembangan pribadi siswa yang meliputi bidang pembelajaran, bidang social dan bidang karir. Bimbingan klasikal merupakan suatu pelayanan bimbingan yang dilakukan oleh pembimbing didalam kelas. dalam kegiatan ini pembimbing menyampaikan materi berbagai materi bimbingan melalui berbagai pendekatan dan teknik yang dimaksudkan untuk membelajarkan pengetahuan atau ketrampilan kepada peserta didik sehingga peserta didik dapat menggunakannya untuk mencapai perkembangan yang optimal dalam bidang akademik, pribadi-sosial, dan karir (dalam Dian, et al. 2015:309). Bimbingan klasikal merupakan salah satu strategi pelayanan dasar bimbingan yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik dikelas untuk membantu siswa dalam memilih karirnya.

 B. Tujuan Bimbingan Klasikal

Tujuan bimbingan klasikal (layanan dasar) adalah untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan dan ketrampilan untuk memahami diri dan orang lain, menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan eksplorasi dan perencanaan karir (dalam Dian, et al. 2015:310).

 C.  Pelaksanaan Bimbingan Klasikal

Bimbingan klasikal layanan dasar bidang karir diberikan secara klasikal. Langkah-langkah pelaksanaan bimbingan klasikal (dalam Dian, et al. 2015:329) yaitu:

  1. Kegiatan awal. Sebelum melakukan bimbingan klasikal guru pembimbing mempersiapkan perangkat layanan, mempersiapkan kelas, menyampaikan salam pembuka, melakukan bincang ringan dengan siswa dan menyampaikan materi dan tujuan kegiatan.
  2. Kegiatan inti. Dalam kegiatan bimbingan klasikal guru pembimbing memberikan copy materi kepada siswa, mempresentasikan materi melalui media, mengundang siswa untuk berdiskusi, mengajak siswa untuk melakukan permainan, dan mengajak siswa untuk berdiskusi.

Kegiatan penutup.; Sebelum kegiatan bimbingan klasikal diakhiri, guru pembimbing mengadakan umpan balik dari siswa untuk memastikan apakah siswa telah menguasai kompetensi, memberikan kesempatan bertanya kepada siswa dan menjawab pertanyaan yang muncul, dan menutup kegiatan (memberikan salam).

Metode/Teknik Bimbingan Klasikal

  1. Ceramah/tanya jawab: penjelasan disertai tanya jawab yang dilakukan oleh guru BK untuk membahas topik tertentu.
  2. Ceramah dari nara sumber: ceramah yang diberikan oleh orang yang sukses dalam belajar, dalam karir.
  3. Cinema Teraphy: layanan dengan menggunakan video/film yang sesuai dengan topik bahasan/topik permasalahan.
  4. Bibliokonseling: layanan dengan menggunakan bahan bacaan yang sesuai dengan topik bahasan/topik permasalahan.
  5. Diskusi Kelompok: Kelas dibagi dalam beberapa kelompok untuk membahas permasalahan pribadi, sosial, belajar dan karir.
  6. Brainstorming (curah pendapat): meminta pendapat konseli  secara terbuka tentang topik permasalahan yang dibicarakan.
  7. Home-room: menciptakan situasi kelas seperti situasi di rumah, sehingga antara sesama konseli merasa sebagai sebuah keluarga. Dalam situasi ini dibahas topik permasalahan yang dibicarakan, setiap konseli bisa dengan bebas mengungkapkan pendapatnya tentang permasalahan yang dibahas.
  8. Carrier Days: beberapa jam dalam sehari, sehari/beberapa hari yang dikhususkan untuk kegiatan pengembangan karir siswa. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada carrier day ini misalnya: ceramah dari nara sumber, latihan keterampilan, penyaluran bakat/minat, pameran hasil karya siswa, wirausaha.

 3.    Bimbingan Kelompok/Konseling Kelompok

A.  Pengertian Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok membahas suatu topik tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari (Prayitno, 2007:29). Sedangkan Sukardi (2008:64) menyatakan bahwa bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan guna perserta didik setelah bersama–sama memperoleh berbagai bahan dari sumber tertentu (terutama dari pembimbing atau konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari–hari baik individu maupun pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Sedangkan dikemukakan oleh Rusmana (2009: 13), layanan bimbingan kelompok adalah “suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan/atau keterampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan pribadi.

Jadi dari beberapa pengertian bimbingan kelompok diatas dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu proses bimbingan yang dilaksanakan secara kelompok antara pemimpin kelompok (konselor) dan juga anggota kelompok (klien/peserta didik) dalam dinamika kelompok yang bertujuan adanya interaksi antara kedua belapihak untuk saling mengunggkapkan pendapat, tanggapan, saran, dan juga timbal balik. Dalam hal ini pemimpin kelompok menyediakan berbagai informasi-informasi penting yang bermanfaat bagi individu agar dapat mencapai perkembangan dan mampu beraktualisasikan diri secara optimal baik dalam hal pribadi, sosial, belajar dan juga karir.

 B.  Tujuan Bimbingan Kelompok

Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Winkel & Sri Hastuti (2004: 547) “adalah menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing – masing anggota kelompok serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok guna aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan”. Prayitno (2004:2-3) merumuskan tujuan bimbingan kelompok adalah  berkembangnya sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Bermaksud membahas topik-topik tertentu yang megandung permasalahan actual dan menjadi perhatian peserta.

Melalui dinamika kelompok yang intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, verbal maupun non verbal ditingkatkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok dapat memberikan manfaat untk siswa, dan juga dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi, serta mewujudkan tingkahlaku yang lebih efektif.

 C.      Model Kelompok dalam Layanan Bimbingan Kelompok

Dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, terdapat beberapa jenis kelompok yang dapat dikembangkan. Menurut Prayitno (1995:24-25) ada dua jenis kelompok dalam bimbingan konseling yaitu kelompok bebas dan kelompok tugas.

  1. Kelompok bebas: Dalam kegiatannya para anggota bebas untuk mengemukakan segala pikiran dan perasaannya dalam kelompok. Selanjutnya apa yang disampaikan dalam kelompok itulah yang menjadi pokok bahasan kelompok.
  2. Kelompok tugas; Dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok tugas, arah dan isi kegiatannya tidak ditentukan oleh para anggota, melainkan diarahkan kepada penyelesaian suatu tugas. Pemimpin kelompok mengemukakan suatu tugas untuk selanjutnya dibahas dan diselesaikan oleh anggota kelompok.  Untuk kelompok bebas, semua anggota bebas mengemukakan topik yang akan dibahas. Topik yang dibahas adalah permasalahan umum yang dirasakan oleh semua anggota kelompok. Sedangkan untuk kelompok tugas, topik yang dibahas adalah masalah umum yang ditentukan oleh pemimpin kelompok.

 D.      Komponen Layanan Bimbingan Kelompok

Dalam layanan bimbingan kelompok, terdapat dua komponen yang memiliki peranan penting. Prayitno (2004:4-13) mengatakan bahwa dua pihak yang berperan dalam layanan bimbingan kelompok adalah pemimpin kelompok dan anggota kelompok.

  1. Pemimpin Kelompok; Pemimpin kelompok mempunyai peranan penting dalam layanan bimbingan kelompok. Menurut Prayitno (1995: 35-36) peranan pemimpin kelompok dalam layanan bimbingan kelompok seperti berikut.
  • Pemimpin kelompok dapat memberikan bantuan, pengarahan atau campur tangan langsung terhadap kegiatan kelompok. Campur tangan ini meliputi, hal-hal bersifat isi dari yang dibicarakan maupun mengenai proses kegiatan itu sendiri.
  • Pemimpin kelompok memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang dalam kelompok itu, baik perasaan anggota-anggota tertentu maupun keseluruhan kelompok. Pemimpin kelompok dapat menanyakan suasana perasaan yang dialami oleh anggota kelompok.
  • Jika kelompok tersebut tampak kurang menjurus ke arah yang   dimaksudkan, maka pemimpin kelompok perlu memberikan arah yang dimaksudkan itu.
  • Pemimpin kelompok juga perlu memberikan tanggapan (umpan  balik) tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, baik  yang bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok.
  • Pemimpin kelompok diharapkan mampu mengatur “Lalu lintas”  kegiatan kelompok, pemegang aturan permainan (menjadi wasit),  pendamai dan pendorong kerjasama serta suasana kebersamaan.  Selain itu juga diharapkan bertindak sebagai penjaga agar apa pun  yang terjadi di dalam kelompok itu tidak merusak atau pun  menyakiti seseorang atau lebih anggota kelompok.
  • Sifat kerahasiaan dari kelompok itu dengan segenap isi dan  kejadian-kejadian yang timbul didalamnya juga menjadi tanggung  jawab pemimpin kelompok.

Dalam memberikan layanan bimbingan kelompok, pemimpin kelompok memiliki tugas-tugas yang tidak dapat diabaikan. Menurut Tohirin (2007:170) tugas utama pemimpin kelompok sebagai berikut.; Pertama: Membentuk kelompok sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang secara aktif mengembangkan dinamika kelompok. Kedua: Melakukan penstrukturan. Ketiga: Melakukan pentahapan layanan bimbingan kelompok. Keempat: Melakukan penilaian hasil layanan bimbingan kelompok. Kelima: Melakukan tindak lanjut. Pemimpin kelompok merupakan ujung tombak keberhasilan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, karena pemimpin kelompok adalah orang yang mampu menciptakan suasana sehingga para anggota kelompok dapat belajar bagaimana mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Oleh karena itu, pemimpin kelompok haruslah orang yang telah terlatih dan berwenang untuk menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok.

2. Anggota Kelompok

Tidak semua kumpulan orang atau individu dapat dijadikan anggota bimbingan kelompok. Corey (dalam Natawidjaja, 2009:81) mengemukakan beberapa kriteria untuk seleksi keanggotaan kelompok, yakni mempunyai minat umum, mempunyai keinginan untuk berbagi pikiran dan perasaan secara sukarela, mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dengan proses kelompok serta mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi dalam proses kelompok. Disamping itu, besarnya kelompok (jumlah anggota kelompok), dan heterogenitas/homogenitas anggota kelompok dapat mempengaruhi kinerja kelompok.

  1. Besarnya kelompok. Kelompok yang ideal terdiri dari 8-10 orang. Kelompok yang terlalu kecil, misalnya 2-3 orang akan mengurangi efektifitas bimbingan kelompok. Sebaliknya, kelompok yang terlalu besar juga kurang efektif. Karena jumlah peserta yang terlalu banyak, maka partisipasi aktif individual dalam dinamika kelompok menjadi kurang intensif.
  2. Heterogenitas/homogenitas kelompok. Layanan bimbingan kelompok  memerlukan anggota kelompok yang dapat menjadi sumber-sumber bervariasi untuk membahas suatu topik atau memecahkan masalah tertentu. Anggota kelompok yang heterogen akan menjadi sumber yang lebih kaya untuk pencapaian tujuan layanan. Homogenitas diperlukan untuk menghindari kesenjangan dalam kinerja kelompok untuk tingkat perkembangan dan jenjang pendidikan. Hendaknya jangan dicampur siswa SLTP dan SLTA dalam satu kelompok; demikian juga orang dewasa dengan anak-anak.
  3. Peranan anggota kelompok. Peranan para anggota kelompok sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok. Menurut Prayitno (1995:32) Peranan yang hendaknya dimainkan anggota kelompok agar dinamika kelompok sesuai harapan adalah sebagai berikut: (1) membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok. (2) mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok. (3) berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama. (4) membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya dengan baik. (5) benar-benar berusaha untuk secara efektif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok. (6) mampu mengkomunikasikan secara terbuka. (7) berusaha membantu orang lain. (8) memberikan kesempatan kepada anggota lain untuk juga menjalani peranannya. (9) menyadari pentingnya kegiatan kelompok tersebut.

            Kedua komponen dalam layanan bimbingan kelompok berperan penting dalam proses kehidupan kelompok. Peran kelompok tidak akan terwujud tanpa keikutsertaan aktif para anggota kelompok. Demikian pula, suatu kelompok tidak akan dapat melakukan kegiatan dalam hal-hal tertentu tanpa kehadiran pemimpin kelompok.

 

E.  Teknik dan Tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok

Teknik penyeleggaraan bimbingan kelompok memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan kegiatan yang memadai,dalam pelaksanaan bimbingan kelompok mempunyai banyak fungsi, selain dapat lebih memfokuskan kegiatan bimbingan kelompok terhadap tujuan yang akan dicapai tetapi dapat juga membangun suasana dalam kegiatan bimbingan kelompok lebih bergairah dan tidak cepat membuat siswa jenuh saat mengikutinya. Berdasarkan yang dikemukakan oleh Romlah (dalam Suprapto, 2007:45) “Teknik bukan merupakan tujuan tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pemilihan dan penggunaan masing-masing teknik tidak dapat lepas dari kepribadian konselor, guru atau pemimpin kelompok”.

Tahap pelaksanaan bimbingan kelompok menurut Prayitno (1995: 40) ada empat tahapan, yaitu:

1)      Tahap I Pembentukan

Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka.

2)      Tahap II Peralihan

Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat.

Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: (1) Menjelaskan kegiaatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya; (2) menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; (3) membahas suasana yang terjadi; (4) meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; (5) Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama.

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin, yaitu sebagai berikut:

    1.  Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka
    2. Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaannya.
    3. Mendorong dibahasnya suasana perasaan.
    4. Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati.

3)      Tahap III Kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. Ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati. Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu:

    1. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan.
    2. Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu.
    3. Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas.
    4. Kegiatan selingan.

Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.

4)      Tahap IV Pengakhiran

Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:

    1. Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.
    2. Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.
    3.  Membahas kegiatan lanjutan.
    4.  Mengemukakan pesan dan harapan.

Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka sehari-hari.

 

F.   Metode/Teknik Bimbingan Kelompok

  1. Diskusi Kelompok: Kelas dibagi dalam beberapa kelompok untuk membahas permasalahan pribadi, sosial, belajar dan karir.
  2. Cinema Teraphy: layanan dengan menggunakan video/film yang sesuai dengan topik bahasan/topik permasalahan.
  3. Bibliokonseling: layanan dengan menggunakan bahan bacaan yang sesuai dengan topik bahasan/topik permasalahan.
  4. Dilema Moral: layanan dengan memberikan peristiwa/ masalah yang mengandung dilema.
  5. Latihan: layanan dengan menggunakan kegiatan dalam bentuk latihan, misalnya: menulis (written), latihan mengembangkan kreativitas konseli.
  6. Permainan: layanan dengan menggunakan kegiatan dalam bentuk permainan.

 8. Konseling Individual

A. Defenisi Konseling Individual

Konseling individual merupakan kegiatan terpenting dalam pekerjaan seorang Konselor. Seseorang disebut sebagai Konselor bukan karena memberikan tes, memberikan informasi perencanaan kerja atau menyediakan konsultasi saja, tetapi karena mereka juga melaksanakan konseling individual. Menurut Gibson & Mitchell (2011:205) konseling individual merupakan sebuah keterampilan dan sebuah proses yang harus dibedakan dari sekedar memberikan nasehat, pengarahan, bahkan mungkin mendengarkan secara simpatik atau ketertarikan besar kepada permasalahan-permasalahan individu. Sependapat dengan hal tersebut, menurut Patterson (1980:214) konseling bukanlah pemberian nasehat, saran-saran, teguran, interviu, upaya menakut-nakuti, disiplin, dan perekomendasian.

Konseling individual secara sederhana diartikan sebagai pertemuan tatap muka secara langsung antara Konselor dengan satu orang individu (klien). Menurut Gladding (dalam Lesmana, 2005:4) konseling individual merupakan kegiatan profesional berupa pertemuan pribadi antara Konselor dan klien dalam jangka waktu yang ditentukan. Pertemuan tersebut diprioritaskan kepada upaya pemberian bantuan kepada individu-individu normal dalam rangka pengembangan dan pengentasan permasalahan pribadinya. Sementara itu menurut Willis (2007:43) layanan konseling individual merupakan upaya bantuan yang diberikan oleh Konselor kepada seorang individu dengan tujuan-tujuan tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, Prayitno (1994:296) menjelaskan bahwa layanan konseling individual merupakan layanan khusus dalam hubungan langsung dengan tatap muka antara Konselor dengan klien. Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan layanan konseling individual adalah layanan yang diberikan kepada siswa secara tatap muka antara Konselor dengan klien dengan menggunakan pendekatan dan keterampilan tertentu. Adapun tujuan pelaksanaan layanan konseling individual adalah untuk pengembangan diri dan upaya pengentasan permasalahan individu dengan mengoptimalkan berfungsinya kekuatan yang berasal dari diri individu sendiri.

 

B. Tujuan Konseling Individual

Menurut Patterson (1980:219) tujuan konseling individual adalah mendapatkan kondisi-kondisi yang memudahkan perubahan individu secara sadar. Perubahan yang terjadi pada diri individu diharapkan merupakan perubahan yang direncanakan dan dilakukannya dengan berlandaskan kepada keinginannya secara sadar tanpa ada intervensi pihak lain. Kondisi-kondisi yang dimaksudkan ahli ini berupa hak-hak individual untuk menentukan dan membuat pilhan secara mandiri.       Shetzer dan Stone (1980:82-85) menyatakan bahwa tujuan konseling adalah: (1) perubahan tingkah laku (behavioral change), (2) kesehatan mental positif (positive mental health), (3) pemecahan masalah (problem resolution), (4) keefektifan pribadi (personal efectivenes), (5) pembuatan keputusan (decision making). Tercapainya mental yang sehat akan menjadikan individu memiliki integrasi, penyesuaian, dan identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam konseling, klien diupayakan untuk mampu memecahkan permasalahannya dan mengambil keputusan secara mandiri. Dengan demikian diharapkan individu tersebut mampu menampilkan tingkah laku baru sesuai dengan kondisi yang diharapkan.

Menurut Gibson & Mitchell (2011:206) pelaksanaan konseling individual memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) menyediakan informasi bagi klien, (2) membantu klien memecahkan permasalahannya, (3) perubahan niat, (4) upaya pemberian motivasi terhadap klien, (5) menyediakan dukungan dan (6) mendidik klien. Pelaksanaan konseling individual terhadap klien dikatakan berhasil apabila mampu menyediakan sejumlah pemenuhan kebutuhan seperti pencegahan, motivasi, perkembangan, dukungan, intervensi dan bimbingan. Keseluruhan tujuan tersebut pada intinya membantu setiap individu mencapai kondisi yang terbaik yang diupayakannya. Prayitno dan Amti (1994:45) menjelaskan tujuan layanan konseling adalah terjadinya perubahan dalam tingkah laku klien. Pendapat ini senada dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Krumboltz (dalam Mappiare, 2006:50) bahwa tujuan-tujuan konseling merujuk kepada terbentuknya perubahan pola perilaku baru. Dalam kaitan ini Konselor berperan membantu klien untuk mencapai tujuan tersebut dalam proses konseling individual.

Dari uraian para ahli mengenai tujuan konseling individual yang telah dikemukakan, dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya tujuan konseling adalah terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku klien ke arah yang lebih baik, terentaskannya masalah-masalah klien dan terkembangkannya potensi-potensi yang dimiliki individu. Di dalam tujuan tersebut terangkum upaya preventif, peningkatan, perbaikan, penyelidikan, penguatan, kognitif, fisiologis, dan psikologis yang melayani tiga fungsi penting dalam proses konseling, yakni: motivasi, edukasi, dan evaluasi.         

 

DAFRTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2010. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah.

Hallen. 2005. Bimbingan dan Konseling.Jakarta: Quantum Teching.

Hulock, E.B. 1998. Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Mahsunah, Dian, Arif, & Santi A. 2015. Modul PLPG Bimbingan dan Konseling. Surabaya.

Makrifah,  F. L & Wiryo, N. 2014. Pengembangan Paket Peminatan dalam Layanan Bimbingan Klasikal untuk Siswa di SMP. Jurnal BK, (Online), Vol. 04, No. 03, (http://journal.unesa.ac.id, Diakses 18 Februari 2016).

McLeod, J. 2006. Pengantar Konseling : Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana.

MIlgram, R. M. 1991. Counseling Gifted and Talented Children. Noewood -New Jersey : Ablex Publishing Corporation.

Natawidjaja, Rochman. 2009. Konseling Kelompok Konsep Dasar & Pendekatan. Bandung: Rizqi Press.

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok Dasar dan Profil. Jakarta: Rineka Cipta.

Prayitno. 2004. Seri Layanan L.6 L.7 Layanan Bimbingan Kelompok dan Konseling Kelompok. Padang: Jurusan BK FIP UNP.

Rusmana, Nandang. 2009. Bimbingan dan Konseling kelompok di Sekolah (Metode, Teknik, dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Samisih. 2013. Praktek Layanan Informasi Dan Orientasi Secara Klasikal. Jurnal Ilmiah SPIRIT, (Online), Vol. 13 No. 2, (http://download.portalgaruda.org, Diakses 18 Februari 2016)

Schertzer, B. & Stone, S. 1980. Fundamental of Counseling. Boston: Houghton Mifflin Company.

Sukardi dan Kusumawati. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukardi, D. K. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (berbasis integrasi). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Winkel W. S. & Hastuti Sri M. M.2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogykarta: Media Abadi

Yusuf, S. 2009. Program Bimbingan & Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

 

 

Rencana Pembelajaran Semester - Wawasan Budaya

21 September 2020 03:56:48 Dibaca : 2048

Mata Kuliah: Wawasan Budaya

SKS: 2 SKS

Dosen: Jumadi Mori Salam Tuasikal, S.Pd., M.Pd

Fakultas/Jurusan: Ilmu Pendidikan/Bimbingan dan Konseling

Semester: Ganjil

 

A.    Tujuan Matakuliah

Setelah mengikuti matakuliah ini, diharapkan mahasiswa memiliki wawasan, pengertahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang kompeten dalam memahami konsep budaya.

 

B.     Indikator Pencapaian

Mahasiswa mampu:

1.      Menggambarkan pendekatan-pendekatan wawasan budaya

2.      Memahami konsep dan unsur-unsur kebudayaan

3.      Mendeskripsikan masalah-masalah budaya (lokal, regional, nasional dan global)

4.      Menjelaskan struktur dan dinamika budaya masyarakat Gorontalo dan kawasan sekitarnya

5.      Menganalisis perubahan-perubahan budaya (lokal s/d global)

6.      Menganalisis hubungan disiplin ilmu pengetahuan dan  budaya

7.      Menganalisis pengaruh Teknologi ITC dan Network manusia dalam budaya kontemporer di Indonesia dan Gorontalo

8.      Mengetahui ketimpangan-ketimpangan budaya dan kemajuan masyarakat

9.      Memahami perbandingan budaya di Indonesia dan Asia Tenggara 

10.  Membuat analisis jangka panjang transformasi masyarakat dan budaya lokal dan Indonesia di era global

 

C.    Strategi Perkuliahan

Perkuliahan ini akan dilakukan dengan cara:

1.      Ceramah, Tanya jawab dan diskusi

2.      Penyajian Essay

3.      Analisis jurnal/artikel

4.      Kliping

5.      Wawancara dan observasi ke masyarakat

6.      Strategi lainnya akan disesuaikan dengan kondisi perkuliahan

 

D.    Evaluasi Perkuliahan

Keberhasilan dalam perkuliahan ini ditentukan oleh:

1.      Kehadiran dalam perkuliahan (10%)

2.      Ketuntasan Tugas (20%)

3.      Ujian Tengah Semester (30%)

4.      Ujian Akhir Semester (40%) dan

5.      Perilaku atau adab keseharian yang ditampilkan akan menjadi penentu nilai akhir

 

E.  Deskripsi Pelaksanaan

 

F. Reference:

Alim Niode. (2007). Gorontalo: Perubahan Nilai-Nilai Budaya dan Pranata Sosial. Jakarta: Pustaka Indonesia Press.

Basri Amin (2013). Memori Gorontalo: Teritori, Tradisi dan Transisi. Yogyakarta: Ombak.

B.J. Haga. (1981). Lima Pahalaa, Susunan Masyarakat, Hukum Adat dan Kebijaksanaan Pemerintah di Gorontalo. Jakarta: Djambatan.

Ben Chu (2017). Chinese Whispers: Membongkar Mitos tentang China. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

 David Chaney (1996). Life Styles: Sebuah Pengantar Komprehensif. Jalasutra: Yogyakarta.

 Edi Sedyawati (2014). Kebudayaan di Nusantara: Dari Keris, Tor-Tor sampai Industri Budaya. Depok: Komunitas Bambu.

 George Ritzer (2006). The Globalization of Nothing: Mengkonsumsi Kehampaan di Era Globalisasi. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.

 Hamis McRay. (1999). Dunia di Tahun 2020: Kekuasaan, Budaya dan Kemakmuran: Wawasan Tentang Masa Depan. Jakarta: Bina Aksara.

 Ian F. McNeely & Lisa Wolverton (2010). Para Penjaga Ilmu dari Alexandria sampai Internet. Ciputat: Literati.

 Koentjaraningrat (2002). Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Djambatan.

 Lawrance Harrison & Samuel Huntington (2000). Cultre Matters: How Values Shape Human Progress. New York: Basic books.

 Raymond Williams (1985) Culture: Keywords, A Vocabulary of Culture & Society. London: Oxford Univ. Press.

 Robert Hefner (Ed, 2000). Budaya Pasar: Masyarakat dan Moralitas dalam Kapitalisme Asia Baru. Jakarta: LP3ES.

Thomas L. Friedman. (2006). The World is Flat. New York: Penguin.

Ket:  Mahasiswa dapat menggunakan sumber penunjang lainnya yang dianggap relevan dengan setiap pokok bahasan yang dibahas, diutamakan buku dan jurnal.

 

Tuti Wantu

Jumadi Mori Salam Tuasikal

Universitas Negeri Gorontalo

 

Abstract

Komunikasi interpersonal sangat dibutuhkan oleh mahasiswa saat menghuni asrama. Ada faktor eksternal yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, diantaranya adalah dukungan kelompok yang kemudian dikhususkan menjadi kinerja tutor asrama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kinerja tutor asrama terhadap komunikasi interpersonal mahasiswa. Penelitian ini mengunakan metode kuantitatif korelasional dan angket sebagi instrumen pengumpul data. Populasi penelitian adalah mahasiswa bidikmisi penghuni asrama putra gelombang 4 dan 5 Universitas Negeri Gorontalo tahun 2020 dengan jumlah 140 orang. Adapun 70 sampel  mahasiswa yang dipilih dengan teknik random sampling. Data dianalisis menggunakan uji regresi sederhana. Temuan penelitian memperlihatkan nilai r = 0,361 dengan r square = 0,130 serta diperoleh nilai thitung = 3,190 dengan signifikansi 0,002 < 0,05, yang berarti bahwa terdapat pengaruh kinerja tutor asrama secara signifikan terhadap komunikasi interpersonal mahasiswa, maka dengan ini hipotesis penelitian diterima.

Keywords: Kinerja Tutor, Komunikasi Interpersonal, Asrama

 

Full Text

PDF

 

References

Araujo, D. P. & Murray, J. (2010). “Estimating the E_ects of Dormitory Living on Student Performance. University of Wisconsin-La Crosse”. Economics Bulletin, Vol. 30 (1): Hal. 866-878.

Arikunto, S. (2006). Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara.

Arliani. (2014). Pengaruh Komunikasi Interpersonal Keluarga dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa di SMA Negeri”. (Tesis tidak diterbitkan) Universitas Negeri Padang, Indonesia.

Berliana, S. A. (2012). Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga dengan Pamahaman Moral pada Remaja. Jurnal, Vol. 2 (3): Hal. 12.

Bidikmisi.com. (2018, desember). Penghargaan terbaik 1 pengelola bidikmisi 2018 diberikan ke Universitas Negeri Gorontalo. 2 April 2020. Website: http://www.bidikmisi.com/2018/12/penghargaan-terbaik-ipengelola.html?m=1

Das, I. (2010). Harapan Siswa terhadap Peranan Orangtua untuk Mengentaskan Masalah Mereka dalam Pelayanan Konseling: Studi pada SMA Negeri di Kota Padang. (Tesis tidak diterbitkan) Universitas Negeri Padang, Indonesia.

DeVito, J. A. (2011). Komunikasi Antarmanusia. Jakarta: Karisma Publishing Group.

Hamdana, F., & Alhamdu. (2015). Subjective Well-Being Siswa MAN 3 Palembang yang Tinggal di Asrama. Jurnal Psikologi Islami, Vol. 1 (1), Hal. 95-104. Retrieved from http://jurnal.radenfatah.ac.id/index. php/psikis/article/view/560

Handayani, S., Yusmansyah, & Mayasari, S. (2019). Hubungan Antara Konsep Diri dengan Komunikasi Interpersonal pada Siswa. ALIBKIN Jurnal Bimbingan Konseling, Vol. 7 (3). Retrieved from http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/ALIB/article/view/19039/13573

Moeheriono. (2012). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Rakhmat, J. (2015). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Salmita, N. (2010). Masalah yang Dialami Siswa Akselerasi SMA di Kota Padang dan Peranan Guru Pembimbing. (Tesis tidak diterbitkan) Universitas Negeri Padang, Indonesia.

Sedarmayanti. (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju.

Sururi & Nasihin, S. (2010). Manajemen Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.

Tim Penyusun. (2018). Pedoman Pengelolaan dan Pembinaan Mahasiswa Bidikmisi di Asrama Berprestasi Bidikmisi Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo.

Tuasikal, J. M. S., Mudjiran, M., & Nirwana, H. (2016). Pengembangan Modul Bimbingan dan Konseling untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Interpersonal Siswa. Konselor, Vol. 5 (3), Hal. 133-138.

Wahab, R. (2008). Asrama mahasiswa = lab sosial. Kedaulatan Rakyat. 2 Maret. hal. 1 & 23.