HUBUNGAN MAHASISWA DAN DOSEN: BATAS PROFESIONAL ATAU PERSAHABATAN?

14 December 2024 09:04:05 Dibaca : 14 Kategori : KAMPUS

By. Jumadi Mori Salam Tuasikal

          Hubungan antara mahasiswa dan dosen adalah sebuah dinamika yang menarik untuk diulas. Sebagai dua elemen yang menjadi pilar dalam ekosistem pendidikan tinggi, relasi ini sering kali berada di persimpangan antara batas profesional dan ruang persahabatan. Perdebatan mengenai sejauh mana hubungan ini harus dijaga atau dikembangkan terus menjadi topik hangat di lingkungan akademik. Mahasiswa memasuki dunia perkuliahan dengan harapan mendapatkan pembimbing yang mampu mengarahkan mereka tidak hanya dalam hal akademik tetapi juga dalam pengembangan karakter. Di sisi lain, dosen memiliki tanggung jawab untuk memberikan ilmu pengetahuan, mendampingi proses belajar, dan memastikan mahasiswa tetap berada di jalur yang benar. Hubungan ini pada dasarnya dibangun di atas landasan profesionalisme.

          Namun, realitasnya sering kali lebih kompleks. Di beberapa kesempatan, hubungan antara mahasiswa dan dosen berkembang menjadi lebih personal. Interaksi yang intens melalui bimbingan tugas akhir, proyek penelitian, atau kegiatan ekstrakurikuler dapat menciptakan kedekatan emosional yang sulit dihindari. Dalam situasi seperti ini, batas antara profesionalisme dan persahabatan mulai memudar. Persahabatan antara mahasiswa dan dosen bukanlah hal yang salah selama tetap berada dalam koridor etika. Dosen yang mampu menunjukkan sisi humanis dan empati sering kali menjadi sosok yang dihormati dan dicintai oleh mahasiswa. Mereka tidak hanya dianggap sebagai pengajar, tetapi juga sebagai mentor atau bahkan figur orang tua di lingkungan kampus. Namun, ada risiko yang harus diwaspadai ketika hubungan ini menjadi terlalu dekat. Ketika kedekatan ini tidak dikelola dengan baik, bisa muncul bias dalam penilaian, konflik kepentingan, atau bahkan persepsi negatif dari pihak ketiga. Sebuah hubungan yang sehat adalah hubungan yang mampu menyeimbangkan kedekatan emosional dengan tanggung jawab profesional.

          Pada tataran praktis, banyak dosen yang menggunakan pendekatan persuasif dalam mendidik mahasiswa. Mereka berusaha memahami permasalahan mahasiswa di luar konteks akademik, seperti kesulitan finansial, tekanan sosial, atau masalah pribadi lainnya. Pendekatan ini sering kali menciptakan rasa nyaman bagi mahasiswa, yang akhirnya melihat dosen sebagai sosok teman yang dapat diandalkan. Sebaliknya, ada juga dosen yang dengan tegas menjaga jarak profesional. Mereka percaya bahwa kedekatan yang terlalu personal dapat mengaburkan objektivitas mereka sebagai pengajar. Dosen-dosen seperti ini biasanya cenderung dihormati karena otoritas dan integritas mereka, meskipun sering kali kurang disukai secara personal oleh mahasiswa.

          Di sisi mahasiswa, keinginan untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan dosen biasanya didorong oleh rasa hormat atau kekaguman terhadap kepribadian dan keahlian dosen tersebut. Namun, tidak jarang hubungan ini juga digunakan sebagai strategi untuk mendapatkan keuntungan akademik atau sosial, yang tentu saja perlu dihindari. Penting bagi mahasiswa untuk memahami bahwa persahabatan dengan dosen tidak boleh menjadi alat untuk mendapatkan perlakuan istimewa. Dosen, di lain pihak, juga harus mampu menjaga objektivitas mereka meskipun memiliki kedekatan emosional dengan mahasiswa tertentu. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci dalam menjaga hubungan yang sehat.

          Sebagai institusi pendidikan, kampus memiliki peran penting dalam membangun kerangka etika yang jelas terkait hubungan antara mahasiswa dan dosen. Aturan-aturan ini harus mampu mengakomodasi dinamika relasi tanpa mengurangi aspek humanis yang esensial dalam proses pendidikan. Hubungan yang sehat antara mahasiswa dan dosen adalah hubungan yang saling mendukung. Mahasiswa dapat tumbuh dengan bimbingan dan inspirasi dari dosen, sementara dosen mendapatkan kepuasan dari melihat keberhasilan mahasiswanya. Dalam konteks ini, persahabatan dan profesionalisme sebenarnya bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan saling melengkapi.

          Pada tingkat yang lebih personal, banyak dosen yang menganggap mahasiswa sebagai rekan belajar. Mereka percaya bahwa proses pengajaran adalah proses dua arah di mana dosen juga belajar dari mahasiswa. Pandangan ini menciptakan hubungan yang egaliter tanpa mengabaikan tanggung jawab profesional masing-masing pihak. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dinamika ini juga rentan terhadap masalah. Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga keseimbangan antara keakraban dan otoritas. Ketika batas ini dilanggar, hubungan yang tadinya produktif dapat berubah menjadi problematik.

          Contoh nyata dari tantangan ini adalah kasus favoritisme. Ketika seorang dosen terlalu dekat dengan salah satu mahasiswa, mahasiswa lain mungkin merasa diabaikan atau dirugikan. Hal ini dapat menciptakan ketegangan di antara mahasiswa sekaligus merusak reputasi dosen tersebut. Selain itu, perkembangan teknologi juga membawa tantangan baru dalam hubungan ini. Media sosial, misalnya, telah membuka ruang interaksi yang lebih luas antara mahasiswa dan dosen. Meski memberikan kemudahan dalam komunikasi, platform ini juga dapat menjadi sumber kesalahpahaman atau bahkan konflik jika tidak digunakan dengan bijak. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan komunikasi yang terbuka antara mahasiswa dan dosen. Keduanya harus memiliki pemahaman yang sama tentang batasan dan ekspektasi dalam hubungan mereka. Dialog ini dapat dimulai dari hal-hal sederhana seperti cara berkomunikasi hingga pendekatan dalam menyelesaikan konflik.

          Hubungan mahasiswa dan dosen haruslah menjadi hubungan yang saling memperkaya. Mahasiswa mendapatkan ilmu dan nilai-nilai dari dosen, sementara dosen mendapatkan motivasi dan inspirasi dari interaksi dengan mahasiswa. Dalam hubungan seperti ini, baik profesionalisme maupun persahabatan menemukan tempatnya masing-masing. Sebagai refleksi, penting bagi kita untuk melihat hubungan ini dalam konteks yang lebih luas. Dunia pendidikan bukan hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang membangun manusia seutuhnya. Dalam proses ini, baik mahasiswa maupun dosen memiliki peran yang sama pentingnya. Dosen yang ideal adalah dosen yang mampu menjadi teladan bagi mahasiswanya, baik dalam aspek akademik maupun moral. Sementara itu, mahasiswa yang ideal adalah mereka yang mampu menghormati dosennya tanpa mengabaikan kebutuhan akan hubungan yang lebih personal. Jadi bisa dipahami bahwa hubungan antara mahasiswa dan dosen adalah hubungan yang kompleks tetapi penuh potensi. Dengan menjaga keseimbangan antara profesionalisme dan persahabatan, keduanya dapat menciptakan lingkungan akademik yang produktif dan harmonis. Tantangan dalam hubungan ini seharusnya menjadi peluang untuk belajar dan tumbuh, baik bagi mahasiswa maupun dosen.