FENOMENA DOSEN EGOIS DAN IMPLIKASI SOSIALNYA

10 July 2024 02:53:07 Dibaca : 229 Kategori : KAMPUS

By. Jumadi Mori Salam Tuasikal

          Fenomena dosen egois merupakan masalah yang sering dijumpai di lingkungan akademik. Egoisme yang berlebihan dapat berdampak negatif tidak hanya pada kinerja profesional tetapi juga pada hubungan sosial dosen tersebut. Sikap egois ini dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk perilaku yang merugikan diri sendiri dan orang lain di sekitarnya. Salah satu ciri utama dosen egois adalah kecenderungan untuk menempatkan kepentingan pribadi di atas segalanya. Mereka sering kali mengabaikan kebutuhan atau pendapat orang lain, baik itu mahasiswa, rekan kerja, maupun staf administratif. Sikap ini dapat menciptakan ketegangan dan konflik dalam interaksi sehari-hari di lingkungan kampus. Dosen egois juga cenderung memiliki rasa superioritas yang berlebihan. Mereka mungkin menganggap diri mereka sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang valid dan meremehkan kontribusi atau ide dari orang lain. Sikap ini dapat menghambat kolaborasi dan pertukaran ide yang sehat dalam komunitas akademik.

          Dalam konteks pengajaran, dosen egois mungkin kurang memperhatikan kebutuhan dan perkembangan mahasiswa. Mereka mungkin lebih fokus pada penyampaian materi sesuai dengan agenda pribadi mereka daripada memastikan pemahaman dan kemajuan mahasiswa. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan dan frustrasi di kalangan mahasiswa. Hubungan dengan rekan kerja juga dapat terganggu akibat sikap egois. Dosen yang terlalu mementingkan diri sendiri mungkin enggan berbagi sumber daya, informasi, atau peluang dengan koleganya. Mereka mungkin juga cenderung mengambil kredit atas pekerjaan tim atau mengabaikan kontribusi orang lain dalam proyek kolaboratif. Sikap kompetitif yang berlebihan juga sering menjadi ciri dosen egois. Mereka mungkin melihat keberhasilan rekan kerja sebagai ancaman bagi status atau posisi mereka sendiri, alih-alih sebagai kesuksesan bersama yang dapat menguntungkan institusi secara keseluruhan. Dalam konteks administrasi dan manajemen, dosen egois mungkin sulit bekerja sama dalam tim atau mengikuti kebijakan institusi yang tidak sesuai dengan preferensi pribadi mereka. Hal ini dapat menciptakan hambatan dalam pelaksanaan program akademik dan administratif yang efektif.

          Komunikasi dengan dosen egois sering kali menjadi tantangan tersendiri. Mereka mungkin cenderung mendominasi percakapan, kurang mendengarkan pendapat orang lain, atau bahkan menyela dan meremehkan ide-ide yang bertentangan dengan pandangan mereka. Pola komunikasi seperti ini dapat mengakibatkan isolasi sosial dan profesional. Dampak negatif dari sikap egois ini juga dapat meluas ke luar lingkungan kampus. Dosen yang terlalu fokus pada kepentingan pribadi mungkin kurang terlibat dalam kegiatan pengabdian masyarakat atau enggan berkolaborasi dengan pihak eksternal, yang sebenarnya penting untuk pengembangan institusi dan masyarakat. Dalam jangka panjang, sikap egois dapat mengakibatkan stagnasi dalam pengembangan profesional dosen tersebut. Dengan menutup diri dari kritik konstruktif dan gagasan baru, mereka mungkin gagal beradaptasi dengan perkembangan terbaru dalam bidang mereka atau metode pengajaran yang lebih efektif.

        Hubungan dengan mahasiswa juga dapat terganggu secara signifikan. Dosen egois mungkin kurang empati terhadap tantangan yang dihadapi mahasiswa, enggan memberikan bimbingan di luar jam kuliah, atau bahkan menggunakan posisi mereka untuk mengeksploitasi mahasiswa demi kepentingan pribadi. Reputasi profesional dosen egois juga dapat terancam seiring waktu. Ketika berita tentang perilaku mereka menyebar, baik di kalangan mahasiswa maupun sesama akademisi, hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya peluang kolaborasi, undangan berbicara, atau posisi kepemimpinan dalam komunitas akademik. Pada tingkat institusional, kehadiran dosen-dosen egois dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat dan menurunkan moral staf secara keseluruhan. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan produktivitas, kreativitas, dan inovasi dalam institusi tersebut. Ironisnya, sikap egois yang dimaksudkan untuk melindungi atau memajukan kepentingan pribadi seringkali justru kontraproduktif. Isolasi sosial dan profesional yang diakibatkannya dapat menghambat kemajuan karir dan mengurangi kepuasan kerja dosen tersebut.

          Mengatasi fenomena dosen egois membutuhkan upaya pada berbagai tingkatan. Institusi perlu mengembangkan sistem evaluasi dan umpan balik yang komprehensif, mempromosikan budaya kolaborasi dan saling menghormati, serta menyediakan pelatihan pengembangan profesional yang mencakup keterampilan interpersonal dan etika akademik. Pada tingkat individu, kesadaran diri dan kemauan untuk berubah merupakan langkah penting menuju perbaikan hubungan sosial dan profesional.