By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Pendahuluan:

Kesejahteraan mental adalah aspek kesehatan yang tak kalah pentingnya dibandingkan kesehatan fisik. Mahasiswa, dalam menjalani kehidupan perkuliahan yang penuh tantangan, terkadang menghadapi tekanan dan stres yang dapat memengaruhi kesejahteraan mental mereka. Artikel ini mengajak mahasiswa untuk mempertimbangkan opsi konseling sebagai langkah proaktif dalam merawat kesehatan mental mereka.

1. Mengatasi Stigma:

Salah satu langkah pertama untuk ayo konseling adalah mengatasi stigma terkait konseling. Mengakui bahwa mencari bantuan profesional untuk kesehatan mental adalah tindakan yang kuat dan cerdas.

2. Pentingnya Kesehatan Mental:

Kesehatan mental memainkan peran krusial dalam kesejahteraan umum. Dengan memahami dan merawat kesehatan mental, mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan mengatasi stres, meningkatkan konsentrasi, dan mencapai potensi akademis dengan lebih baik.

3. Konseling sebagai Sarana Dukungan:

Konseling bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk dukungan yang dapat membantu mahasiswa mengelola masalah pribadi, akademis, atau emosional. Konselor terlatih dapat memberikan pandangan objektif dan solusi konstruktif.

4. Proaktif dalam Mencari Solusi:

Konseling tidak hanya untuk mereka yang menghadapi krisis. Ayo konseling juga berarti menjadi proaktif dalam menjaga kesehatan mental. Mahasiswa dapat menggunakan konseling sebagai alat untuk memahami diri sendiri, mengelola stres, dan meningkatkan kualitas hidup.

5. Berbicara Tanpa Batasan:

Sesuai dengan prinsip kerahasiaan, konseling memberikan ruang aman bagi mahasiswa untuk berbicara tanpa takut dihakimi. Ini menjadi platform di mana perasaan, kekhawatiran, dan pikiran dapat diungkapkan dengan bebas.

6. Rencana Tindakan:

Konseling membantu mahasiswa merumuskan rencana tindakan untuk mengatasi tantangan mereka. Dengan dukungan profesional, mahasiswa dapat mengembangkan strategi dan keterampilan untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi.

7. Pilihan Layanan yang Beragam:

Ada berbagai jenis layanan konseling yang tersedia, mulai dari konseling perorangan hingga kelompok. Mahasiswa dapat memilih layanan yang sesuai dengan preferensi dan kebutuhan mereka.

8. Mengubah Pandangan Terhadap Kesehatan Mental:

Ayo konseling juga berarti mengubah pandangan terhadap kesehatan mental. Menyadari bahwa merawat kesehatan mental sama pentingnya dengan merawat kesehatan fisik dapat mengubah budaya kampus menjadi lebih peduli dan mendukung.

Penutup:

Ayo konseling adalah undangan untuk mahasiswa agar berani melangkah mencari bantuan saat diperlukan. Dengan menghargai pentingnya kesehatan mental dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk merawatnya, mahasiswa dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk diri mereka sendiri dan komunitas kampus secara keseluruhan. Mencari konseling bukanlah tanda kelemahan, melainkan langkah penting menuju kesejahteraan yang holistik.

 

MENGATASI KEBIASAAN MENGELUH: SARAN DAN TIPS UNTUK MAHASISWA

27 November 2023 18:19:28 Dibaca : 274

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Pendahuluan:

Ketika menapaki perjalanan perkuliahan, mahasiswa seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan yang memicu rasa stres dan kelelahan. Sayangnya, beberapa mahasiswa cenderung merespon tantangan ini dengan mengeluh, yang pada akhirnya dapat merugikan kesejahteraan mental dan produktivitas. Artikel ini bertujuan memberikan saran dan tips bagi mahasiswa agar dapat mengelola perasaan negatif dan mengatasi kebiasaan mengeluh.

Refleksikan Pemikiran dan Perasaan Anda:

Sebelum mengeluh, cobalah untuk merenung dan memahami akar masalahnya. Apakah itu persoalan akademis, sosial, atau pribadi? Memahami sumber ketidaknyamanan dapat membantu Anda menemukan solusi yang lebih baik daripada sekadar mengeluh.

Buat Rencana dan Tujuan:

Tetapkan tujuan yang jelas dan buat rencana untuk mencapainya. Fokus pada langkah-langkah kecil yang dapat Anda ambil untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan memiliki tujuan, Anda dapat merasa lebih berdaya dan kurang cenderung untuk mengeluh.

Berbicara dengan Orang Terpercaya:

Temui teman, keluarga, atau pembimbing akademis untuk berbicara tentang perasaan Anda. Terkadang, berbagi beban dapat memberikan perspektif baru atau solusi yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya.

Cari Dukungan Komunitas:

Bergabung dengan kelompok studi atau organisasi kampus yang memiliki minat yang sama dapat membantu Anda merasa lebih terhubung dan mendapatkan dukungan sosial. Jangan ragu untuk mencari teman sebaya yang dapat saling mendukung.

Fokus pada Hal yang Bisa Dikendalikan:

Identifikasi elemen-elemen yang dapat Anda kendalikan dalam situasi yang menantang. Fokus pada hal-hal ini dan cari cara untuk meningkatkannya, sementara melepaskan hal-hal yang di luar kendali Anda.

Jaga Kesehatan Fisik dan Mental:

Pola makan yang sehat, olahraga teratur, dan cukup istirahat dapat memengaruhi kesejahteraan mental Anda. Cobalah untuk menjaga keseimbangan antara beban akademis dan kebutuhan fisik dan mental Anda.

Mengubah Pola Pikir Negatif:

Gantilah pemikiran negatif dengan pemikiran positif. Fokus pada hal-hal yang Anda capai daripada yang belum dicapai. Pemikiran positif dapat membantu menciptakan sikap yang lebih optimis.

Temukan Hobi dan Kegiatan yang Membuat Bahagia:

Temukan kegiatan di luar perkuliahan yang membawa kebahagiaan dan relaksasi. Mengalokasikan waktu untuk hobi atau kegiatan yang Anda nikmati dapat membantu mengurangi tingkat stres dan kecenderungan untuk mengeluh.

Penutup:

Mengeluh mungkin terasa sebagai respons alami terhadap kesulitan, tetapi dengan mengimplementasikan saran dan tips di atas, mahasiswa dapat membangun sikap dan keterampilan yang membantu mengatasi tantangan dengan lebih positif. Dengan memahami akar masalah, mencari dukungan, dan fokus pada solusi, mahasiswa dapat meningkatkan kesejahteraan mental dan mencapai potensi akademisnya dengan lebih baik.

DOSEN (ASN) BERAMBUT GONDRONG

27 November 2023 17:25:57 Dibaca : 190

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Pendahuluan:

Dalam lingkungan akademis, dosen berperan penting sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan pemimpin dalam proses pendidikan. Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), dosen diharapkan tidak hanya mematuhi aturan hukum, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan budaya yang berkaitan dengan lingkungan kerjanya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah penampilan fisik, termasuk gaya rambut. Dalam beberapa konteks, aturan terkait penampilan ini dapat membatasi opsi tertentu, termasuk larangan terhadap rambut gondrong. Artikel ini akan membahas mengapa dosen sebagai ASN perlu mematuhi aturan ini dan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan nilai etika dan budaya.

(Sumber Foto: https://cermin-dunia.github.io/denah/post/gambar-rambut-gondrong/)

I. Aturan Hukum:

Sebagai ASN, dosen tunduk pada berbagai peraturan dan aturan hukum yang diatur oleh pemerintah. Salah satu aspek yang diatur adalah penampilan fisik, termasuk gaya rambut. Aturan ini biasanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur ASN, seperti Peraturan Pemerintah tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Diantara aturan tersebut yaitu Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 025/10770/SJ Tahun 2018 tentang Tertib Penggunaan Pakaian Dinas dan Kerapihan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan, yang melarang PNS pria berambut gondrong. Berikut rincian Inmendagri yang diteken pada 4 Desember 2018. Dimana ASN Laki-laki: a. Rambut rapi, tidak gondrong, dan tidak dicat warna-warni;b. Menjaga kerapian kumis, jambang, dan jenggot; dan c. Penggunaan celana panjang sampai dengan mata kaki. Dan yang terbaru adalah Permendagri Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pakaian Dinas Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Kementerian dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. Dalam aturan tersebut diatur mengenai jenis pakaian ASN, atribut, termasuk masalah rambut. Adapun dalam pasal 24 Permendagri poin b berbunyi, “Rambut dipotong pendek rapi dan sesuai etika bagi pria." Artinya, merujuk aturan tersebut, PNS tidak diperkenankan untuk berambut panjang/gondrong. Adanya larangan terhadap rambut gondrong dapat dipandang sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan tatanan kerja yang profesional dan representatif.

II. Etika Profesional:

Selain mematuhi aturan hukum, dosen sebagai ASN juga diharapkan menjunjung tinggi nilai-nilai etika profesional. Penampilan yang bersih, rapi, dan sesuai dengan norma-norma sosial adalah bagian dari citra seorang profesional. Rambut gondrong, dalam konteks tertentu, dapat dianggap sebagai pernyataan pribadi yang mungkin tidak selaras dengan ekspektasi etika profesional. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap aturan penampilan dapat dianggap sebagai bentuk ketaatan terhadap etika kerja.

III. Budaya Organisasi dan Akademis:

Lingkungan akademis memiliki norma-norma budaya tersendiri. Dosen seringkali menjadi figur otoritatif yang memberikan contoh bagi mahasiswa dan anggota staf lainnya. Oleh karena itu, penampilan dosen dapat mempengaruhi budaya organisasi secara keseluruhan. Dalam beberapa kasus, penampilan yang mematuhi aturan dapat menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan kohesif.

IV. Penutup:

Sebagai dosen yang merupakan ASN, kepatuhan terhadap aturan penampilan, termasuk larangan terhadap rambut gondrong, bukan hanya sekadar kewajiban hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap etika dan budaya kerja yang sesuai dengan lingkungan akademis. Dalam mengembangkan diri sebagai ASN, dosen perlu memahami bahwa penampilan juga dapat menjadi bagian dari tanggung jawab profesional mereka. Dengan mematuhi aturan, dosen dapat memberikan kontribusi positif terhadap citra institusi dan mendukung pengembangan lingkungan kerja yang kondusif untuk pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan.

 

OUTBOUND ANAK-ANAK

27 July 2023 13:46:46 Dibaca : 1868

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

1. ESTAFET GELANG

Permainan yang satu ini lebih asyik dilakukan dalam bentuk tim secara estafet bersamaan atau secara individu bergantian.

a) Bahan yang diperlukan adalah sedotan dan karet.

b) Tiap tim harus cepat memindahkan karet dari titik awal ke titik akhir (baskom, ember, gelas atau wadah yang telah disediakan) dengan bantuan sedotan, dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Karet bisa dipindahkan secara estafet dengan bantuan sedotan yang ditaruh di mulut.

Cara:

  • Kelompokkan anak dengan anggota sesuai sesuai dengan jumlah anak atau kebutuhan permainan
  • Setiap anak harus berdiri sejajar dengan jarak masing-masing 1-2 meter.
  • Beri setiap anak 1 buah sedotan dan minta mereka menempatkan sedotan di ujung mulut.
  • Letakkan sebuah wadah 1 meter di samping anak paling ujung pada setiap kelompok.
  • Berikan gelang plastik atau gelang karet pada anak yang berdiri paling awal, dan gantungkan pada ujung sedotannya. Ingatkan anak-anak untuk tidak menggunakan tangan untuk menahan gelang.
  • Setiap anak harus membawa gelang kepada teman satu tim mereka secara estafet, yang kemudian anak paling ujung meletakkannya pada baskom.
  • Masing-masing kelompok harus berhasil memasukkan 5 gelang secara estafet, dan kelompok yang lebih dulu memasukkan gelang paling banyak dalam waktu yang ditentukan, itulah yang keluar sebagai pemenangnya.

c)      Tujuan yang ingin dicapai yaitu melatih kerja sama dan konsentrasi anak

 

 2.      OPER KELERENG

Permainan tersebut dilakukan dalam bentuk tim secara bersamaan atau secara individu bergantian.

a)      Bahan yang diperlukan adalah sendok dan kelereng.

b)      Tiap tim harus adu cepat memindahkan atau mengambil kelereng dari titik awal ke titik akhir dengan bantuan sendok (boleh satu atau dua sendok secara bersamaan). Kelereng bisa dipindahkan secara estafet dengan bantuan sendok yang dipegang di tangan.

c)      Tujuan yang ingin di capai yaitu kerja sama, konsentrasi, dan keseimbangan

 

3.      PLASTIK ROL AIR

Permainan dilakukan dalam bentuk tim secara bersamaan.

a)      Bahan: Plastik rol bening rol lebar 3-4 jari, air di wadah, dan satu wadah kosong

b)      Caranya:

  • Kelompokkan anak dengan anggota sesuai sesuai dengan jumlah anak atau kebutuhan permainan
  • Setiap anak harus berdiri sejajar sambil memegang plastik rol bening yang memanjang dari wadah air  sampai dengan wadah penampung, dan seorang bertugas untuk memasukan air yang ada pada wadah kedalam plastik menggunakan tanggannya,unjung plastik dibuka oleh teman yang lain
  • Air yang dimasukan akan dialiri sampai ke wadah penampung tetapi dibantu anggota kelompok untuk mengaliri air tersebut sampai wadah penampung penuh

c)      Tujuannya adalah: Kebersamaan, kecepatan

 

 4.      BOTOL/EMBER HUJAN

a)      2 botol aqua/soda/Ember kecil yang bekas ukuran besar (untuk 2 tim, jumlah botol/ ember disesuaikan saja dengan tim yang dibentuk), 2 ember kecil (untuk 2 tim), 1 ember besar berisi air, paku untuk melubangi botol

b)      Cara bermain :

  • Bentuk 2 tim (minimal) yang masing-masing tim terdiri dari 2 anak atau lebih. Silakan sesuaikan dengan jumlah anak yang ikut bermain.
  • Lubangi botol aqua atau botol soda dengan paku atau solder. Kira-kira beri 8-10 lubang untuk setiap botol.
  • Atur jarak tempuh, misalnya 3-5 meter. Lalu letakkan ember-ember kecil untuk wadah penampungan air.
  • Setiap tim harus mengisi botol mereka dengan air dari ember besar yang disediakan dan membawanya sambil menutup lubang kebocoran dengan tangan sampai ke ember penampungan.
  • Tim yang lebih dulu memenuhi ember penampungan, dinyatakan sebagai pemenang.

c)      Tujuan yang ingin dicapai adalah melatih kerjasama tim, kekompakan, kompetisi, dan kecepatan.

 

 

KEMANDIRIAN BELAJAR

13 July 2023 13:17:05 Dibaca : 8527

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Pengertian Kemandirian Belajar

Kata “mandiri” diambil dari dua istilah yang pengertiannya sering disejajarkan silih berganti, yaitu autonomy dan independence, karena perbedaan sangat tipis dari kedua istilah tersebut, independence dalam arti secara umum menunjuk pada kemampuan individu melakukan sendiri aktivitas hidup, tanpa menggantungkan bantuan kepada orang lain. Dalam kamus inggris indonesia istilah otonomi sama dengan autonomy yang berarti kemampuan untuk memerintah sendiri, mengurus sendiri atau mengatur kepentingan sendiri. Menurut Widjaja (dalam Nurhayati, 2011:130) istilah kemandirian menunjukkan adanya kepercayaan akan kemampuan diri untuk menyelesaikan masalah masalahnya tanpa bantuan khusus dari orang lain dan keengganan untuk dikontrol orang lain. Sedangkan menurut johnson dan medinnus (dalam Nurhayati, 2011:131) Pengertian kemandirian merupakan salah satu ciri kematangan yang memungkinkan individu berfungsi otonom dan berusaha kearah prestasi pribadi dan tercapainya suatu tujuan.

Dalam belajar individu dituntut untuk mandiri. Individu yang mandiri tidak bergantung pada orang lain. Menurut Ali dan Mohammad Asrori (2011: 110) bahwa “individu yang mandiri adalah yang berani mengambil keputusan dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari segala tindakannya”. Hal ini berarti individu yang memiliki kemandirian belajar adalah individu yang mampu mengambil keputusan dalam belajar tanpa bergantung kepada orang lain. Menurut Tirtarahardja dan Sulo, L. (2012:50) kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemaunnya sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar.

Menurut Haris Mujiman (2011:1-2) belajar mandiri merupakan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai sesuatu kompetensi, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yag telah dimiliki. Pada intinya, orang yang mandiri itu mampu bekerja sendiri, tanggung jawab, percaya diri, dan tidak bergantung pada orang lain. Menurut Seifert dan Hoffnung (dalam Desmita, 2009:185) bahwa, “otonomi atau kemandirian belajar adalah the ability to govern and regulate one’s own thought, feelings, and actions freely adan responsibly whileovercoming feelings of shame and doubt”. Artinya otonomi atau kemandirian belajar adalah kemampuan untuk memimpin dan mengatur diri sendiri baik pikiran, perasaan, dan tingkah laku serta menghilangkan hal-hal yang meragukan dalam dirinya sendiri. Menurut Knowles (dalam Nurhayati, 2011:137) menjelaskan bahwa kemandirian belajar adalah suatu proses ketika seseorang mengambil inisiatif dengan atau pun tanpa bantuan orang dalam mendiagnosis, merumuskan, mengindentifikasi, mengimplementasi dan mengevaluasi kegiatan belajar. Hal ini berarti siswa yang mandiri dalam belajar adalah siswa yang mampu mengatur dan mengendalikan kemampuan, motivasi dan perilakunya untuk dapat menyelesaikan segala bentuk permasalahan dalam lingkungan. Sementara itu, Miarso (dalam Nurhayati, 2011:141) mengemukakan bahwa kemandirian belajar merupakan pengaturan program belajar yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga setiap pembelajar dapat memilih atau menentukan bahan dan kemajuan belajarnya sendiri.

Menurut Mutadin (dalam Sumar, 2014:47) menjelaskan bahwa kemandirian belajar adalah suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri dengan kemandiriannya seorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap. Selain itu, Zamroni (dalam Sumar, 2014:48) berpendapat bahwa” kemandirian belajar adalah salah satu dari tingkat kebutuhan manusia yang disebut kebutuhan otonomi, dan tercantum dalam kebutuhan akan penghargaan”.Menurut Erikson (dalam Desmita, 2009 : 185)  mengemukakan bahwa kemandirian belajar adalah usaha untuk melepaskan diri sendiri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari indentitas ego, yaitu merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Pada dasarnya perilaku kemandirian belajar mampu menganalisis permasalahan yang sulit, mampu bekerja secara individual, mampu bekerja sama dengan kelompok, dan berani mengemukakan gagasan.Sedangkan menurut Mujiman (dalam Aini, 2012:54) berpendapat bahwa kemandirian belajar dapat diartikan sebagai suatu kekuatan internal individu dan diperoleh melalui proses individuasi, yang berupa proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan. Sedangkan Ahmad (dalam Aini, 2012:54) mengungkapkan bahwa kemandirian belajar adalah sebagai belajar mandiri, tidak menggantungkan diri pada orang lain, artinya siswa dituntut memiliki inisiatif, keaktifan dan keterlibatan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemandirian belajar merupakan sikap individu khususnya siswa dalam pembelajaran yang mampu secara individu untuk menguasai kompetensi, tanpa tergantung dengan orang lain dan tanggung jawab. Siswa tersebut secara individu memiliki sikap tanggung jawab, tidak tergantung pada orang lain, percaya diri dan mampu mengontrol dirinya sendiri. Kemandirian belajar ini sangat diperlukan siswa agar pencapaian prestasi belajar dapat mencapai secara optimal.

Ciri-ciri Kemandirian Belajar

Pada hakikatnya, kemandirian belajar lebih menekankan pada cara individu untuk belajar tanpa tergantung orang lain, tanggung jawab dan mampu mengontrol dirinya sendiri. Menurut Lerner (dalam nurhayati, 2011:131) kemandirian belajar berarti kebebesan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam usaha, dalam melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Basir (dalam Rosyida, 2010:34) mengemukakan bahwa ciri-ciri anak yang mandiri yaitu sebagai berikut.

  1. Dapat menemukan identitas dirinya, yaitu siswa yang telah memiliki kemandirian belajar tentunya dapat mengetahui hak dan kewajiban sebagai pelajar dimana pun ia berada.
  2. Memiliki inisiatif dalam setiap langkah, yaitu siswa berusaha mengerjakan tugas-tugas atau pekerjaan rumah dengan sebaik-baiknya dan berusaha melebihi dari standar minimal yang telah di tetapkan guru, mengulang materi tanpa menunggu di perintah guru atau jika ada ujian, berusaha menemukan gagasan dan jawaban atas masalah pada saat diskusi serta maupun memanfaatkan setiap kesempatan dan peluang pada saat proses belajar mengajar bertanggung untuk memperkaya khasanah keilmuannya, miasalnya dengan mengajukan pertanyaan sebelum di minta guru.
  3. Membuat pertimbangan-pertimbangan dalam tindakannya, yaitu seseorang pembelajar mandiri mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dian pun bisa mengatur jadwal yang paling sesuai untuk dirinya. Termasuk dalam pengolahan diri adalah kemampuan melakukan evaluasi atas proses yang dilakukannya dan bersikukuh untuk terus menyelesaikan proses belajar yang dijalaninya hingga tuntas.
  4. Siswa yang memiliki kemandirian belajar bertanggung jawab atas bertindakannya, yaitu penuh serta dapat menganalisis, merencanaan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan belajar mereka sendiri.
  5. Dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhannya sendiri, yaitu siswa mampu memanfaatkan lingkungan sekitarnya untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam mencapai tujuan belajarnya secara optimal. Sumber-sumber belajar seperti perpustakaan telah menjadi bagian dari proses belajarnya. Sehingga individu akan dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, pembelajar mandiri juga akan menjadikan internet sebagai media untuk mencari berbagai referensi yang dibutuhkan secara bertanggung jawab. Terlebih dari itu, pembelajar mandiri juga menjadikan guru sebagai sumber ilmu tidak hanya dalam kelas, tetapi sebagai teman berdiskusi di luar kelas.

Kesimpulan  dari uraian diatas, bahwa kemandirian belajar adalah sikap mengarah pada kesadaran belajar sendiri dan segala keputusan, pertimbangan yang berhubungan dengan kegiatan belajar diusahakan sendiri sehingga bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses belajar  tersebut.

Selain itu, Menurut Widodo (dalam Chabib Thoha, 2011: 21) bahwa ciri-ciri anak yang memiliki kemandirian belajar adalah sebagai berikut.

1. Merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri.

Merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri yaitu siswa mampu  mengatur waktu belajar dengan cara menyusun jadwal belajar sendiri, dapat menetapkan waktu belajar secara individu maupun kelompok, dan siswa mampu memilih kegiatan belajar secara mandiri tanpa bergantung pada teman.

2. Berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara terus menerus.

Berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara terus-menerus yaitu siswa mampu memacu dirinya untuk terus belajar, dan mampu mengembangkan inisiatif-inisiatif sendiri untuk membangkitkan kemampuannya dalam hal belajar atau memahami pelajaran, meskipun memiliki berbagai hambatan, seperti sedang sakit, atau sedang kelelahan.

3. Bertanggung jawab dalam belajar.

Bertanggung jawab dalam belajar yaitu siswa mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk belajar dan mengembangkan kemampuannya, dimana siswa mengetahui bahwa ia memiliki tanggung jawab untuk belajar, untuk membuat dirinya cerdas, sehingga ia tidak bergantung pada orang lain.

4. Belajar secara kritis.

Belajar secara kritis yaitu siswa dalam belajar tidak hanya mengharapkan penjelasan dari guru, akan tetapi siswa aktif belajar dari sumber mana saja, dan menggunakan kemampuannya dalam berfikir yang luas. Siswa yang belajar secara kritis sangat menyukai hal-hal yang sulit atau menantang dirinya untuk terus belajar.

5. Belajar penuh percaya diri.

Belajar penuh percaya diri yaitu dimana siswa mampu mengerjakan tugas, ataupun ujian dengan tidak mengikuti atau menyontek pekerjaan teman, selain itu, siswa yang percaya diri dalam belajar juga mempunyai kemampuan dalam mengemukakan pendapat pada saat kegiatan belajar, dan lain sebagainya.

Kesimpulan dari uraian diatas, yaitu siswa mampu merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri, mampu berinisiatif dan memacu diri untuk belajar, mampu bertanggung jawab dalam belajar, mampu belajar secara kritis, dan mampu penuh percaya diri tanpa mengharapkan teman.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar Siswa

Menurut Basri (Ahmad, 2015:14) ada dua faktor yang mempengaruhi, kemandirian belajar yaitu sebagai berikut:

Pertama, faktor internal dengan tumbuhnya kemandirian belajar yang terpancar dalam fenomena antara lain:

1.      Sikap bertanggung jawab untuk melaksanakan apa yang dipercayakan dan ditugaskan.

2.      Kesadaran hak dan kewajiban siswa disiplin moral yaitu budi pekerti yang menjadi tingkah laku.

3.      Kedewasaan diri mulai konsep diri, motivasi sampai berkembangnya pikiran, karsa, cipta dan karya (secara berangsur).

4.      Kesadaran mengembangkan kesehatan dan kekuatan jasmani, rohani dengan makanan yang sehat, kebersihan dan olahraga.

5.      Disiplin diri dengan mematuhi tata tertib yang berlaku, sadar hak dan kewajiban, keselamatan lalu lintas, menghormati orang lain, dan melaksanakan kewajiban.

Kedua, faktor eksternal sebagai pendorong kedewasaan dan kemandirian belajar meliputi: potensi jasmani rohani yaitu tubuh yang sehat dan kuat, lingkungan hidup, dan sumber daya alam, sosial ekonomi, keamanan dan ketertiban yang mandiri, kondisi dan suasana keharmonisan dalam dinamika positif atau negatif sebagai peluang dan tantangan meliputi tatanan budaya dan sebagainya secara komulatif.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar iyalah, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi Sikap bertanggung jawab, kesadaran hak, kewajiban Kedewasaan diri mulai konsep diri serta faktor eksternal yaitu kesadaran mengembangkan kesehatan dan kekuatan jasmani rohani, kebersihan dan disiplin diri.