TUMBILOTOHE GORONTALO

09 April 2024 02:01:42 Dibaca : 555

Tumbilotohe adalah tradisi adat masyarakat Gorontalo yang merupakan warisan budaya Gorontalo. Peranan tumbilotohe dalam pembangunan budaya dan kehidupan masyarakat adalah sebagai petanda datangnya bulan yang sakral dan sebagai alat penerangan bagi masyarakat untuk melintasi jalan ke Masjid, tempat masyarakat muslim beribadah. Tumbilotohe diadakan selama 3 hari pada malam hari dan akan berakhir pada malam Idul Fitri.

Berdasarkan arti morfologinya, tumbilotohe berasal dari dua kata: tumbilo (menyalakan) dan tohe (lampu). Tumbilotohe berarti menyalakan lampu, namun lampu yang dimaksudkan pada adat tumbilotohe ini bukanlah lampu biasa, tetapi lampu yang terbuat dari damar, terbungkus dengan daun woka, dan biasanya disebut tohetutu atau lampu asli. Sejarah tumbilotohe mulai dari abad ke-15 atau 16, dimulai dengan penggunaan lampu penerangan yang terbuat dari wamuta atau seludang yang dihaluskan dan diruncingkan, kemudian dibakar. Selanjutnya, alat penerangan seiring perkembangan zaman, bahan lampu buat penerangan di ganti dengan minyak tanah, dan sekarang ini sering ditambahkan dengan ribuan lampu listrik.

Tumbilotohe diadakan secara turun temurun dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk orang miskin, kaya, pegawai, pendatang, Bupati, Gubernur, dan lain-lain. Tradisi ini memiliki nilai yang sangat dalam, karena masyarakat Gorontalo mengekspresikan diri dalam mensunyikan jiwa dengan melaksanakan tradisi tumbilotohe. Tumbilotohe juga memiliki nilai kesadaran dari keturunan yang sama, nilai kembali pada yang fitri puasa Ramadhan, dan nilai kepuasan spiritual.

Dalam pelaksanannya, tumbilotohe menggunakan atribut adat yang semuanya dapat ditemui di alamat atau lingkungan sekitar, seperti alikusu (gapura adat), tohe tutu (lampu damar), padamala (lampu minyak kelapa), tonggolo’opo (lampion), dan lain-lain. Tumbilotohe juga memiliki daya pikat yang cukup tinggi, sehingga setiap tahun menjadi salah satu alasan orang datang ke Gorontalo.

  • https://main.mui-gorontaloprov.or.id/2023/04/17/tumbilotohe-gorontalodimensi-spiritual-kultural-dan-ekonomi/
  • https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/fa/article/download/794/1676/10036
  • https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/05/23/makna-setiap-atribut-tradisi-tumbilotohe-di-gorontalo
  • https://gorontalopost.id/2022/04/28/tumbilotohe-budaya-yang-kental-dengan-nuansa-religius/
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Tumbilo_tohe
  • Sumber gambar: https://phinemo.com/wp-content/uploads/2017/10/tumbilotohe-tradisi-lampu-di-gorontalo-dari-abad-ke-15-170223l.jpg 

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Sokrates, Plato, dan Aristoteles merupakan tiga tokoh filosofi Yunani kuno yang memiliki perbedaan dalam pandangan mereka, meskipun Plato adalah murid dari Sokrates dan Aristoteles adalah murid dari Plato. Berikut adalah beberapa perbedaan utama dalam pandangan mereka:

1. Metode Filosofis:

  • Sokrates: Fokus utamanya adalah pada dialog dan dialektika. Ia menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk mendorong orang berpikir secara kritis dan mencari kebenaran sendiri.
  • Plato: Mengembangkan metode dialog seperti yang digunakan oleh Sokrates, tetapi kemudian menekankan penulisan sebagai cara untuk menyampaikan pemikirannya. Menurutnya, realitas dunia ini adalah pantulan atau bayangan dari dunia ide yang lebih tinggi.
  • Aristoteles: Mengutamakan observasi dan penelitian empiris. Ia menciptakan metodologi ilmiah yang membentuk dasar bagi banyak disiplin ilmu modern.

 2. Teori Pengetahuan:

  • Sokrates: Lebih fokus pada etika dan moralitas. Ia percaya bahwa pengetahuan tentang kebenaran moral dapat ditemukan melalui dialog dan refleksi pribadi.
  • Plato: Memisahkan antara dunia fisik yang berubah dan dunia ide yang abadi. Menurutnya, pengetahuan sejati hanya dapat ditemukan dalam dunia ide, bukan melalui pengamatan dunia fisik.
  • Aristoteles: Menekankan pengetahuan empiris dan memahami dunia melalui pengalaman indera. Ia menilai pengalaman dan observasi sebagai sumber pengetahuan yang utama.

 3. Pandangan tentang Realitas:

  • Sokrates: Fokus pada kenyataan moral dan etika, tidak secara eksplisit mengembangkan teori tentang realitas fisik atau dunia ide.
  • Plato: Memisahkan dunia fisik sebagai dunia bayangan dan dunia ide sebagai kenyataan sejati. Ide-ide ini adalah bentuk-bentuk abadi yang menjadi dasar dari realitas.
  • Aristoteles: Melihat dunia fisik sebagai objek penelitian yang sah. Ia tidak memisahkan dunia fisik dan dunia ide, dan memandang keduanya sebagai bagian integral dari realitas.

 4. Pemahaman tentang Keadilan:

  • Sokrates: Berfokus pada penelitian keadilan melalui dialog dan pertanyaan etika. Ia lebih menekankan pada pemahaman pribadi dan kebijaksanaan batiniah.
  • Plato: Menyajikan ide Keadilan dalam karyanya "Republik," di mana ia menggambarkan negara yang diatur oleh para filsuf raja yang memiliki pengetahuan tertinggi tentang keadilan.
  • Aristoteles: Mengembangkan konsep keadilan sebagai keseimbangan dan proporsi yang sesuai dengan hukum alam.

Meskipun terdapat perbedaan dalam pandangan mereka, kontribusi Sokrates, Plato, dan Aristoteles telah memberikan dasar filosofis yang mendalam bagi pemikiran Barat dan mempengaruhi banyak bidang ilmu dan humaniora selama berabad-abad.

 

 

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Salam Sukses, Mahasiswa Pemberani!

Hari ini, kalian adalah bukti hidup bahwa tekad dan semangat bisa mengubah takdir. Mendapatkan beasiswa kuliah adalah prestasi luar biasa, terutama bagi kita yang mungkin harus melalui jalan yang penuh tantangan. Saya ingin menyampaikan beberapa nasehat yang mungkin bisa menjadi pendorong bagi perjalanan kalian yang inspiratif ini.

 Bersyukur dan Bangga:

Pertama-tama, selalu bersyukurlah. Beasiswa ini adalah hasil dari kerja keras kalian, kecerdasan, dan tekad yang tak tergoyahkan. Banggalah menjadi bagian dari kelompok mahasiswa yang mendukung dan menghargai potensi sejati.

 Tetap Fokus pada Tujuan:

Tetapkan tujuan jelas dan rentangkan mimpi kalian. Beasiswa ini adalah peluang besar untuk mengubah hidup dan masa depan. Gunakan kesempatan ini untuk membangun fondasi yang kuat menuju impian kalian.

 Jangan Ragu Meminta Bantuan:

 Jika kalian menghadapi kendala atau kesulitan, jangan ragu untuk mencari bantuan. Fakultas, staf, dan teman-teman kalian di kampus siap membantu. Ada banyak sumber daya yang dapat digunakan untuk memastikan keberhasilan kalian.

 Terus Berinovasi dan Belajar:

Jangan pernah berhenti belajar. Meskipun kalian telah melewati rintangan besar untuk sampai ke kampus, dunia akademis memberikan banyak peluang untuk terus tumbuh dan berkembang. Manfaatkan setiap pelajaran, setiap tugas, dan setiap kesempatan.

 Jadilah Inspirasi untuk Orang Lain:

Kenyataan bahwa kalian miskin tidak menghalangi kalian untuk menjadi inspirasi bagi orang lain. Perjalanan kalian adalah kisah hidup yang menginspirasi dan memberi harapan kepada mereka yang mungkin merasa kehilangan arah.

 Pertahankan Semangat dan Keberanian:

Setiap perjalanan memiliki tantangan, dan kalian mungkin akan menghadapi rintangan. Pertahankan semangat dan keberanian. Ingatlah, keberanian sejati bukanlah ketiadaan ketakutan, tetapi kemampuan untuk melanjutkan meskipun takut.

Dalam setiap langkah kalian, ingatlah bahwa kalian adalah agen perubahan bagi diri kalian sendiri dan komunitas. Perjalanan kalian tidak hanya tentang mendapatkan gelar, tetapi juga tentang menciptakan perubahan positif di dunia. Teruslah berjuang, teruslah bermimpi, dan teruslah menjadi inspirasi.

 Semangat!

 

 

 

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Pendahuluan:

Keanekaragaman adalah sebuah kenyataan dalam kehidupan kampus, termasuk keberagaman orientasi seksual. Sebagai dosen, tanggung jawab tidak hanya terbatas pada memberikan pengetahuan akademis, tetapi juga menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung. Artikel ini akan membahas cara seharusnya seorang dosen bertindak ketika mengetahui mahasiswanya adalah seorang lesbian atau gay, dengan fokus pada mendukung keberagaman dan kesejahteraan mahasiswa.

Lepas dari Stereotip dan Prasangka:

Seorang dosen harus berusaha melepaskan diri dari stereotip dan prasangka terkait dengan orientasi seksual. Memahami bahwa setiap mahasiswa adalah individu yang unik dengan kontribusi berbeda terhadap kelas dan kampus.

Menciptakan Lingkungan Inklusif:

Dosen memiliki peran kunci dalam menciptakan lingkungan kelas yang inklusif dan ramah bagi semua mahasiswa, termasuk yang berasal dari komunitas lesbian dan gay. Pastikan setiap mahasiswa merasa diterima dan dihargai.

Menjaga Kerahasiaan dan Privasi:

Penting bagi seorang dosen untuk menjaga kerahasiaan dan privasi mahasiswa. Informasi tentang orientasi seksual seseorang bersifat pribadi, dan mahasiswa memiliki hak untuk memilih apakah ingin membahasnya atau tidak.

Memberikan Dukungan Emosional:

Jika mahasiswa memilih untuk membicarakan hal ini, dosen sebaiknya siap memberikan dukungan emosional. Menyediakan waktu untuk mendengarkan, menghormati pengalaman mahasiswa, dan menunjukkan empati.

Menyediakan Sumber Daya dan Informasi:

Dosen dapat menjadi sumber informasi tentang dukungan kampus yang tersedia untuk mahasiswa lesbian dan gay. Menyampaikan informasi tentang kelompok dukungan, konseling, atau sumber daya lain yang dapat membantu mahasiswa merasa lebih didukung.

Mencegah dan Menanggulangi Pelecehan atau Diskriminasi:

Dosen memiliki tanggung jawab untuk mencegah dan menanggulangi pelecehan atau diskriminasi yang mungkin dihadapi mahasiswa lesbian dan gay. Menetapkan norma-norma kelas yang melarang diskriminasi dan memberikan konsekuensi bagi pelanggaran tersebut.

Melibatkan Diri dalam Pengembangan Kampus yang Inklusif:

Dosen dapat aktif terlibat dalam inisiatif dan program-program kampus yang mendukung keberagaman dan inklusivitas. Ini menciptakan lingkungan yang mendukung tidak hanya bagi mahasiswa lesbian dan gay, tetapi untuk semua mahasiswa.

Mengintegrasikan Materi Inklusif dalam Pembelajaran:

Dalam pengajaran, dosen dapat mengintegrasikan materi yang mendukung pemahaman dan penghargaan terhadap keberagaman seksual. Ini menciptakan ruang yang aman bagi semua mahasiswa untuk belajar dan berpartisipasi.

Simpulan:

Sebagai dosen, dalam merespon mahasiswa lesbian dan gay melibatkan sikap terbuka, inklusif, dan berempati. Dengan menciptakan lingkungan yang adaptif, memberikan dukungan emosional, dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah diskriminasi, dosen berperan dalam membentuk kampus yang ramah dan aman bagi semua mahasiswa.

 

TEORI-TEORI PENGUBAHAN TINGKAH LAKU

10 February 2024 16:54:10 Dibaca : 1041

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Terdapat beberapa teori perubahan tingkah laku yang memberikan pemahaman tentang bagaimana individu dapat mengalami perubahan dalam perilaku mereka. Beberapa teori yang relevan antara lain:

Teori Pembelajaran Klasik (Classical Conditioning):

Pengembangan oleh Ivan Pavlov, teori ini menunjukkan bahwa tingkah laku dapat diubah melalui asosiasi antara stimulus yang tidak terkondisikan dengan stimulus yang terkondisikan. Contohnya, respons terhadap sesuatu dapat berubah melalui hubungan antara stimulus dan respons.

Teori Pembelajaran Operant (Operant Conditioning):

B.F. Skinner mengembangkan teori ini, yang menekankan konsekuensi dari suatu tingkah laku sebagai faktor penting dalam pembentukan dan perubahan tingkah laku. Penguatan positif dan negatif, serta hukuman, digunakan untuk memodifikasi tingkah laku.

Teori Sosial Kognitif (Social Cognitive Theory):

Dipopulerkan oleh Albert Bandura, teori ini menekankan pentingnya proses kognitif dalam pembelajaran dan perubahan tingkah laku. Imitasi, observasi, dan faktor kognitif, seperti keyakinan diri, memainkan peran penting dalam proses perubahan tingkah laku.

Teori Pembelajaran Kognitif (Cognitive Learning Theory):

Jean Piaget dan Lev Vygotsky adalah beberapa tokoh yang berkontribusi pada teori ini. Teori pembelajaran kognitif menekankan bahwa perubahan tingkah laku dapat terjadi melalui perubahan kognitif, seperti pemahaman, persepsi, dan penyelesaian masalah.

Teori Model Kesehatan Percayaan (Health Belief Model):

Teori ini mencoba menjelaskan perubahan tingkah laku terkait kesehatan. Model ini menganggap bahwa keputusan untuk mengadopsi perilaku kesehatan tergantung pada persepsi individu tentang risiko kesehatan dan manfaat dari perubahan perilaku tersebut.

Teori Transteoritis (Transtheoretical Model - Stages of Change):

Dikembangkan oleh James O. Prochaska dan Carlo C. DiClemente, teori ini mengidentifikasi lima tahap perubahan tingkah laku: prakontemplasi, kontemplasi, persiapan, tindakan, dan pemeliharaan. Individu dapat berada pada tahap yang berbeda-beda dalam perubahan tingkah laku mereka.

Teori Pemberdayaan (Empowerment Theory):

Teori ini fokus pada pemberdayaan individu untuk merencanakan, mengontrol, dan mengevaluasi hidup mereka sendiri. Pemberdayaan dapat menjadi kunci dalam perubahan tingkah laku, karena individu merasa memiliki kontrol atas keputusan dan tindakan mereka.

Pemahaman terhadap teori-teori ini dapat membantu para praktisi, termasuk dosen, konselor, dan pemimpin organisasi, dalam merancang strategi perubahan tingkah laku yang efektif. Setiap teori memiliki pendekatan yang unik terhadap perubahan tingkah laku, tergantung pada konteks dan tujuan yang spesifik.