SUSAHNYA MELUPAKAN MANTAN

14 December 2024 15:31:09 Dibaca : 8 Kategori : CINTA

By. Jumadi Mori Salam Tuasikal

           Malam selalu menjadi saksi bisu dari pergulatan batin yang tak kunjung usai. Di antara heningnya waktu, ada jiwa yang bergulat dengan kenangan, mencoba merangkai kembali pecahan hati yang berserakan. Rasa itu, meski sudah lama berlalu, tetap hadir seperti bayangan yang sulit diusir. Seolah-olah setiap sudut kehidupan masih menyimpan jejak kehadirannya. Kenangan memiliki cara unik untuk tetap hidup, bahkan ketika waktu terus berjalan. Setiap lagu yang diputar, setiap aroma yang tercium, hingga jalanan yang pernah dilalui bersama, seakan menyimpan memori yang tak pernah usang. Dalam setiap detail kecil, ada potongan cerita yang kembali menyeruak, mengingatkan akan momen-momen yang pernah menjadi pusat semesta.

          Mencoba melupakan menjadi tugas yang berat, seperti memindahkan gunung dengan tangan kosong. Ada usaha untuk melangkah maju, namun bayangan masa lalu selalu muncul seperti penjahat dalam gelap, menunggu untuk menyerang. Luka yang dianggap telah sembuh, nyatanya hanya tersembunyi di bawah permukaan, siap untuk kembali berdarah kapan saja. Pernahkah hati merasa seperti labirin yang tak berujung? Setiap langkah menuju keluar justru membawa kembali ke titik awal. Perasaan itu sama dengan upaya melupakan seseorang yang pernah mengisi ruang terdalam. Hati terus berputar-putar, terjebak dalam kenangan yang seolah tak mengenal jalan keluar.

          Semesta tampaknya memiliki selera humor yang kejam. Dalam usaha keras untuk melupakan, seringkali hal-hal kecil justru mengingatkan kembali. Sebuah lagu yang secara acak dimainkan di radio, atau makanan favorit yang tanpa sengaja terlihat di menu restoran, menjadi pemantik yang membuat hati kembali tenggelam dalam nostalgia. Mengisi kekosongan adalah strategi yang sering diambil. Kesibukan dikejar, aktivitas baru dicoba, semua dilakukan demi mengalihkan pikiran. Namun, di tengah keramaian, ada momen sunyi yang tak terhindarkan. Ketika kesibukan mereda, rasa sepi menyerang, mengingatkan bahwa ada ruang kosong yang belum tergantikan.

          Banyak yang berkata bahwa waktu adalah penyembuh terbaik. Namun, waktu juga memiliki cara untuk mempermainkan perasaan. Alih-alih sembuh, waktu terkadang justru memperdalam rasa kehilangan. Setiap hari yang berlalu tanpa kehadirannya menjadi bukti bahwa sesuatu yang berharga telah hilang untuk selamanya. Mencari pelarian sering menjadi pilihan, tetapi tidak semua pelarian membawa kelegaan. Ada pelarian yang hanya mempertebal rasa rindu, membuat hati semakin berat untuk melangkah. Pelarian ini seringkali hanya menjadi cara untuk menunda menghadapi kenyataan, bukan menyelesaikannya.

          Rindu menjadi perasaan yang sulit dihindari. Meski berusaha keras untuk melupakan, rindu seringkali datang tanpa permisi. Ia menyerang di tengah malam, saat mata enggan terpejam, atau di pagi hari, saat sinar matahari pertama menyapa. Rindu mengingatkan bahwa hati masih belum benar-benar bebas. Dalam perjalanan melupakan, sering muncul pertanyaan yang menggantung di pikiran. Mengapa semuanya harus berakhir? Apakah keputusan yang diambil benar-benar tepat? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi seperti duri yang menancap di hati, menyakitkan, tetapi sulit untuk diabaikan.

          Terkadang, ada upaya untuk mencari jawaban melalui kenangan. Melihat kembali foto-foto lama, membaca ulang pesan-pesan yang pernah dikirim, atau bahkan mendengarkan suara melalui rekaman lama. Semua ini dilakukan dengan harapan menemukan kelegaan, tetapi justru menambah rasa sakit yang sudah ada. Harapan sering menjadi hal yang menjerat. Meski tahu bahwa semuanya telah berakhir, ada bagian dari hati yang masih berharap akan adanya keajaiban. Harapan ini, meski kecil, menjadi seperti bara api yang terus menyala di tengah dinginnya realitas.

          Dalam proses melupakan, ada saat-saat di mana emosi mengambil alih. Kemarahan, kesedihan, dan kebingungan bercampur menjadi satu. Perasaan ini sering kali datang tanpa peringatan, membuat hati terasa seperti medan perang yang kacau. Berbagai saran sering datang dari orang-orang sekitar. "Move on," katanya, seakan itu adalah sesuatu yang mudah dilakukan. Namun, hanya hati yang tahu betapa sulitnya melepaskan seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidup. Kata-kata itu terdengar seperti nasihat kosong yang sulit diterapkan.

          Dalam perjalanan melupakan, ada juga momen-momen refleksi. Merenungi apa yang telah terjadi, belajar dari kesalahan, dan mencoba memahami apa yang sebenarnya diinginkan. Refleksi ini, meski menyakitkan, menjadi langkah penting menuju penerimaan. Penerimaan adalah kunci yang sulit ditemukan. Menerima bahwa sesuatu yang indah telah berakhir, bahwa seseorang yang dulu begitu dekat kini menjadi asing, bukanlah hal yang mudah. Penerimaan membutuhkan keberanian untuk menghadapi kenyataan, tanpa mencoba mengubahnya. Namun, di balik semua rasa sakit, ada pelajaran berharga yang bisa dipetik. Setiap kenangan, baik yang manis maupun yang pahit, mengajarkan sesuatu tentang kehidupan dan cinta. Pengalaman ini menjadi bagian dari perjalanan, membantu membentuk siapa diri saat ini.

          Ada keindahan dalam luka, meski sulit untuk disadari. Luka yang ada menjadi bukti bahwa hati pernah mencintai dengan sepenuh jiwa. Meski kini terasa menyakitkan, cinta itu adalah sesuatu yang patut dihargai, karena telah memberikan arti pada hidup. Waktu akan terus berjalan, dan perlahan-lahan, luka akan mulai memudar. Mungkin tidak sepenuhnya hilang, tetapi setidaknya menjadi lebih mudah untuk dihadapi. Hari-hari yang penuh kenangan akan tergantikan dengan hari-hari baru yang membawa harapan.

          Ketika akhirnya hati mulai tenang, ada ruang untuk hal-hal baru. Kehidupan kembali menawarkan kesempatan untuk mencintai, meski dengan cara yang berbeda. Pengalaman masa lalu menjadi pelajaran, membantu untuk lebih bijak dalam menghadapi cinta di masa depan. Dalam perjalanan ini, tidak ada yang benar-benar sendirian. Setiap hati yang pernah terluka memiliki cerita yang sama, meski dengan detail yang berbeda. Perasaan ini adalah bagian dari kemanusiaan, sesuatu yang menyatukan semua orang dalam pengalaman yang universal.

          Hingga kita menyadari bahwa melupakan bukan tentang menghapus, tetapi tentang menerima. Menerima bahwa sesuatu yang indah telah berakhir, dan bahwa kehidupan tetap memiliki banyak hal untuk ditawarkan. Dengan penerimaan, hati perlahan-lahan menemukan kedamaian. Masa lalu akan selalu menjadi bagian dari diri, tetapi bukan berarti harus terus mendikte masa depan. Dengan setiap langkah kecil, ada kemajuan yang dibuat. Setiap harapan yang muncul, meski kecil, menjadi tanda bahwa hati sedang menuju pemulihan. Ketika waktu akhirnya menyembuhkan, ada kekuatan yang lahir dari luka. Kekuatan untuk mencintai lagi, untuk mempercayai lagi, dan untuk melangkah maju dengan kepala tegak. Meski melupakan terasa sulit, pada akhirnya, hati akan menemukan jalannya.