CERITA GURU BK: PENGALAMAN PERTAMA MENJADI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

29 June 2024 00:30:11 Dibaca : 997 Kategori : SEKOLAH

 By. Jumadi Mori Salam Tuasikal

          Hari pertama saya sebagai guru Bimbingan dan Konseling (BK) di SMA Negeri Konoha dimulai dengan semangat yang tinggi dan harapan besar. Setelah menempuh pendidikan dan pelatihan yang cukup, saya merasa siap untuk membantu siswa-siswa dalam mengatasi berbagai masalah dan meraih potensi terbaik mereka. Namun, saya segera menyadari bahwa tantangan terbesar saya bukanlah siswa, melainkan pemahaman dan dukungan dari rekan kerja dan kepala sekolah. Saat pertama kali masuk ke ruang guru, saya disambut dengan senyum ramah dari beberapa guru mata pelajaran, namun senyum itu tidak bertahan lama saat mereka mengetahui bahwa saya adalah guru BK. "Oh, kamu guru BK ya? Jadi, kamu ngapain saja di sini?" tanya Bu Sunade, guru Matematika, dengan nada yang sedikit meremehkan.

          Saya menjelaskan dengan antusias tentang peran saya dalam memberikan bimbingan pribadi, kelompok, dan akademik kepada siswa. Namun, wajah Bu Sunade dan beberapa guru lainnya menunjukkan ketidakpedulian dan skeptisisme. "Kalau siswa bermasalah, biasanya mereka hanya butuh ditegur atau diberi tugas tambahan," katanya sambil berlalu. Situasi menjadi lebih rumit ketika saya menemui kepala sekolah, Pak Iruka, untuk membahas program kerja BK. Pak Iruka tampak bingung dan kurang memahami pentingnya BK. "Kamu bisa bantu urus administrasi juga, kan? Sekolah ini lebih butuh bantuan administrasi daripada konseling," katanya dengan nada tegas. Saya mencoba menjelaskan bahwa peran saya adalah untuk membantu siswa secara emosional dan sosial, bukan administratif. Namun, tampaknya penjelasan saya tidak sepenuhnya dipahami. Setelah beberapa hari, saya mulai merasakan betapa sulitnya bekerja tanpa dukungan yang memadai. Banyak guru yang menganggap saya tidak bekerja karena mereka jarang melihat saya di kelas atau mengajar. Padahal, saya menghabiskan banyak waktu di ruang konseling, mendengarkan siswa-siswa yang datang dengan berbagai masalah pribadi dan akademik.

          Suatu hari, seorang siswa bernama Shikamaru datang ke ruang BK. Dia terlihat murung dan tampak cemas. Setelah beberapa sesi konseling, saya mengetahui bahwa Shikamaru mengalami tekanan hebat dari orang tuanya untuk selalu mendapatkan nilai tertinggi. Ini membuatnya stres dan bahkan mempertimbangkan untuk berhenti sekolah. Saya bekerja keras untuk membantunya mengembangkan strategi mengatasi stres dan membangun komunikasi yang lebih baik dengan orang tuanya. Keberhasilan pertama saya datang ketika Shikamaru mulai menunjukkan perubahan positif. Nilainya membaik, dan dia tampak lebih bahagia. Orang tuanya bahkan datang ke sekolah untuk berterima kasih kepada saya. Berita ini akhirnya tersebar ke beberapa guru mata pelajaran dan bahkan sampai ke Pak Iruka.

          Meskipun masih banyak yang meragukan pentingnya peran saya, kejadian ini membuka mata beberapa rekan kerja saya. Mereka mulai melihat bahwa konseling memiliki dampak nyata pada kesejahteraan siswa. Saya mulai menerima lebih banyak dukungan dan kerja sama dari beberapa guru, meskipun masih ada yang skeptis. Saya menyadari bahwa perubahan tidak bisa terjadi dalam semalam. Membuktikan pentingnya peran BK dalam sekolah adalah proses yang membutuhkan waktu, kerja keras, dan bukti nyata dari hasil yang positif. Pengalaman ini mengajarkan saya untuk tetap gigih, sabar, dan terus berusaha memberikan yang terbaik untuk siswa-siswa saya, meskipun menghadapi banyak rintangan. Saya percaya, seiring waktu, semakin banyak orang akan memahami dan menghargai pentingnya bimbingan dan konseling di sekolah.

Sebuah Cerita Imajiner Yang Menginspirasi