KATEGORI : PENDEKATAN KONSELING

KONSELING RASIONAL EMOTIF

16 July 2022 14:20:08 Dibaca : 7051

A. Pengertian

Rasional emotif adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. Yang dimaksud dengan konseling RET atau yang lebih dikenal dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah konseling yang menekankan dan interaksi berfikir dan akan sehat (rasional thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku (acting). Bahwa teori ini menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.

B. Konsep Dasar

Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional. Perkembangan kepribadian manusia yaitu:

1. Manusia tercipta dengan: dorongan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memeuaskan diri dan kemampuan untuk self-destructive (SD), hedonis buta dan menolak aktualisasi diri.

2. Individu sangat di pengaruhi oleh orang lain (suggestible). Keadaan seperti ini terlebih-lebih lagi pada masa anak-anak.

C. Teori A, B, C, D, E

Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.

a) Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang

b) Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.

c) Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.

Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me­lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi­kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan ke­sepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me­nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri.

D. Asumsi Perilaku Bermasalah

Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah, di dalamnya merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.

Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah:

a) Tidak dapat dibuktikan

b) Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu

c) Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif

Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh:

a) Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi

b) Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain

c) Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media.

Indikator sebab keyakinan irasional adalah:

a) Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan.

b) Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum.

c) Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya.

d) Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya.

e) Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut.

f) Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang.

g) Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural.

h) Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu. Menurut Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut.

Ada beberapa jenis “pikiran­-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:

a) Mengabaikan hal-hal yang positif,

b) Terpaku pada yang negatif,

c) Terlalu cepat menggeneralisasi.

Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga ke­yakinan irasional:

a) “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”:

b) “Orang lain harus memahami dan mempertimbang­kan saya, atau mereka akan menderita”.

c) “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”

E. Tujuan Konseling

Tujuan dari Konseling RET ini antara lain:

1. Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.

2. Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.

Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :

1. Insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.

2. Insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.

3. Insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.

Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :

1) Minat kepada diri sendiri,

2) minat sosial,

3) pengarahan diri,

4) toleransi terhadap pihak lain,

5) fleksibel,

6) menerima ketidakpastian,

7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,

8) penerimaan diri,

9) berani mengambil risiko,

10) Menerima kenyataan.

F. Teknik

1. Dalam menyelenggarakan konseling, konselor lebih bernuansa otorotatif dengan menggunakan teknik-teknik yang bersifat langsung, persuasive, sugestif, aktif, logis seperti pemberian nasehat, terapi kepustakaan,pelaksanaan prinsif-prinsip belajar, konfrontasi langsung, hal ini untuk mendorong klien beranjak dari pola piker tidak rasional ke rasional.

2. Tiga pola dasar: kognitif, emotif, behavioristik.

a. Konseling kognitif: memperlihatkan kepada kliuen bahwa ia haruslah meninggalkan sikapnya yang perfesionistik apabila ia ingin bahagia dan terlepas dari kecemasannya. Di sini konselor sepertinya melakukan proses mengajar. Perlengkapan yang perlu dipakai pemflet, buku, rekaman kaset/video,film.

b. Konseling emotif-avokatif: mengubah system nilai klien berbagai teknik digunakan untuk menyadarkan klien antara yang benar dan yang salah, seperti: memberikan contoh, bermain peranan; teknik unconditional acceptance dan humor,serta exhalation (pelepasan beban). Agar klien melepaskan pikirannya yang tidak rasional dan menganntinya dengan rasional.

c. Konseling behavioral: mengembangkan pola berpikir dan bertingkah laku yang baru segera setelah klien menyadari kesalahan-kesalahannya. Teknik yang dipakai bersifat eklektik , dengan pertimbangan

1) Ekonomis dari segi waktu untuk klien dan konselor

2) Kesegeraan hasil yang dicapai

3) Efektifitas teknik yang dipakai untuk bermacam ragam klien

4) Kedalaman dan ketahanan (berlangsung lama) dari hasil yang dicapai.

 

DAFTAR PUSTAKA:

Corey, Gerald. 2010. Teori Dan Praktek Konseling & Psikoterapi. 2010. Refika Aditama.

Hansen, James C. Richard R. Stevic, dan Richard W. Warner, Jr. 1982. Counseling: Theory and Process. Boston; allyn and Bacon. Inc.

Prayitno. 1998. Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang.

Pujosuwartno, Sayekti. 1997. Berbagai Pendekatan Dalam Konseling. Yogyakarta : Menara mas Offset.

Taufik. 2014. Model-Model Pendidikan. Padang: FIP UNP

KONSELING BEHAVIOR

11 February 2022 11:44:13 Dibaca : 25976

A. Sejarah Perkembangan

Skinner (1904-1990) sebagai penemu teori behavioral yang pertama, dibesarkan di lingkungan keluarga yang hangat dan stabil. Skinner sangat tertarik dalam membangun segala macam hal. Ia menerima gelar PhD di bidang psikologi dari Harvard University pada tahun 1931 dan akhirnya kembali ke Harvard setelah mengajar di beberapa universitas. Skinner adalah seorang juru bicara terkemuka untuk behaviorisme dan dapat dianggap sebagai bapak dari pendekatan behavior. Ia juga seorang ahli eksperimen di laboratorium. Skinner tidak mempercayai menusia memiliki pilihan bebas. Menurutnya tindakan tidak dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Ia menekankan pandangannya pada sebab akibat antara tujuan, kondisi lingkungan dan perilaku yang dapat diamati. Pandangannya muncul sebagai bentuk protes terhadap psikoanalitik yang berfokus pada pikiran dan motif-motif yang tidak terlihat, sehingga ia merasa prihatin akan fokus yang terlalu kecil terhadap lingkungan yang dapat diamati. Skinner tertarik pada konsep penguatan dan menerapkannya dalam dirinya sendiri. Skinner percaya iptek dapat menjanjikan masa depan yang lebih baik. Terapi behavior tradisional diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an di Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Inggris sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Fokusnya adalah pada menunjukkan bahwa teknik pengkondisian perilaku yang efektif dan merupakan alternatif untuk terapi psikoanalitik. Secara garis besar, sejarah perkembangan pendekatan behavior terdiri dari tiga trend utama, yaitu

a) Gelombang 1 :

Pada tahun 1960 Albert Bandura mengembangkan teori belajar sosial, yang dikombinasikan pengkondisian klasik dan operan kondisioning sdengan pembelajaran observasional. Bandura membuat kognisi fokus yang sah untuk terapi bahavior. Selama tahun 1960-an sejumlah pendekatan perilaku kognitif bermunculan, dan mereka masih memiliki dampak signifikan pada praktek terapi. Terapi behavior kontemporer muncul sebagai kekuatan utama dalam psikologi selama 1970-an, dan itu memiliki dampak signifikan pada pendidikan, psikologi, psikoterapi, psikiatri, dan pekerjaan sosial. Teknik behavior yang diperluas untuk memberikan solusi terhadap masalah bisnis, industri, dan membesarkan juga anak. Dikenal sebagai "gelombang pertama" di lapangan behavior, teknik terapi behavior dipandang sebagai pilihan perawatan untuk banyak masalah psikologis.

b) Gelombang 2 :

Tahun 1980-an yang ditandai dengan pencarian konsep dan metode baru yang melampaui teori belajar tradisional. Terapis behavior melakukan evaluasi terhadap metode yang mereka gunakan dan mempertimbangkan dampak dari praktek terapi pada klien mereka dan masyarakat yang lebih luas. Meningkatnya perhatian diberikan kepada peran emosi dalam perubahan terapi, serta peran faktor biologis dalam gangguan psikologis. Dua perkembangan yang paling signifikan adalah (1) munculnya terus terapi kognitif behavior sebagai kekuatan utama dan

(2) penerapan teknik perilaku untuk pencegahan dan pengobatan gangguan kesehatan terkait. Pada akhir 1990-an Asotiation Behavior and Cognitive Therapi (ABCT) menyatakan keanggotaan dari sekitar 4.300. Gambaran saat ABCT adalah "sebuah organisasi keanggotaan lebih dari 4.500 profesional kesehatan mental dan mahasiswa yang tertarik dalam terapi bahavior berbasis empiris atau terapi behavior kognitif." Perubahan nama dan deskripsi mengungkapkan pemikiran saat ini mengintegrasikan terapi perilaku dan kognitif. Terapi kognitif dianggap sebagai “gelombang kedua” dari tradisi behavior. a) Gelombang 3 : Pada awal 2000-an, "gelombang ketiga" dari tradisi perilaku muncul, memperbesar ruang lingkup penelitian dan praktek. Perkembangan terbaru termasuk terapi perilaku dialektis, kesadaran berbasis pengurangan stres, kesadaran berbasis terapi kognitif, dan penerimaan dan terapi komitmen.

B. Konsep Dasar

Konsep dasar yang dipakai oleh Behavior Therapy adalah belajar. Belajar yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan bukan karena kematangan. Teori Belajar yang dipakai dalam pendekatan ini sebagai aplikasi dari percobaan-percobaan tingkah laku dalaam laboratorium. Manusia merupakan mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar: Pembiasaan klasikPembiasaan operan Peniruan. Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku. Adapun karakteristik konseling behavioral adalah:berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifikMemerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konselingMengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klienPenilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.

C. Hakikat Manusia

Hakikat manusia dalam pandangan para behaviorist adalah pasif dan mekanistis, manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai dengan keinginan lingkungan yang membentuknya. Lebih jelas lagi penjelaskan tentang hakikat manusia dalam pandangan teori behavioristiksebagai berikut: dalam teori ini menganggap manusia bersifat mekanistik atau merespon kepada lingkungan dengan kontrol terbatas, hidup dalam alam deterministic dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupnya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya,dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Konseling behavioral ini berpandangan bahwa manusia itu:

  • Lahir dalam mempunyai bawaan netral, artinya manusia itu hak untuk berbuat baik/buruk/jahat.
  • Lahir dengan membawa kebutuhan dasar dan dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungan.
  • Kepribadian manusia berkembang atas dasar interaksi dengan lingkungannya.
  • Mempunyai tugas untuk berkembang melalui kegiatan belajar.
  • Manusia dapat mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan.

D. Struktur Kepribadian

Kaum behavioris tidak menjelaskan struktur kepribadian seperti pada aliran lain seperti psikoanalis, tetapi menurut teori kepribadian behavioristik bahwa kepribadian manusia adalah perilaku organisme itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kerpribadian manusia dapat di ketahui melalui tingkahlaku yang tampak dan diamati (observable behavior).Selain itu ada pandangan dualiasme yang berkembang dalam pendekatan behavior bahwa manusia memiliki jiwa, raga, mental, fisik, sikap, perilaku dan sebagainya. Seperti yang dijabarkan dibawah ini:

  • Lingkungan dan pengalaman menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang dibentuk.
  • Dualisme, seperti jiwa-raga, raga-semangat, raga-pikiran bukan merupakan validitas keilmuan pada pembentukan, prediksi dan control dari perilaku manusia.
  • Walaupun pembentukan kepribadian memiliki batsan genetis namun efek dari lingkungan dan stimulus dari dalam memiliki pengaruh dominan.
  • Dalam membentuk sebuah teori dari kepribadian prediksi dan control dan perilaku merupakan hal terpenting. Tidak ada yang lebih penting selain kebebasan dalam penentuan respon. Semua perilaku dapat dipisah menjadi operant respondent yaitu individual respon yang berbeda dalam pengaruh control dari stimulus lingkungan.

E. Tujuan Konseling Behavioral

Sesuai dengan namanya maka tujuan konseling behavioral yaitu membantu menciptakan kondisi dan lingkungan baru agar klien mampu belajar merubah perilakunya dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku konseli, yang di antaranya :

  • Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
  • Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif,
  • Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari,
  • Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai (adjustive).
  • Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive, memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
  • Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama antara konseli dan konselor

F. Pribadi Sehat dan Bermasalah

Pribadi sehat Dalam pandangan teori ini kepribadian individu yang sehat adalah sebagai berikut;

  • Dapat merespon stimulus yang ada di lingkungan secara cepat.
  • Tidak kurang dan tidak berlebihan dalam tingkah laku, memenuhi kebutuhan.
  • Mempunyai derajat kepuasan yang tinggi atas tingkah laku atau bertingkah laku dengan tidak mengecewakan diri dan lingkungan.
  • Dapat mengambil keputusan yang tepat atas konflik yang dihadapi.
  • Mempunyai self control yang memadaib. Pribadi bermasalah Kepribadian yang dipandang bermasalah menurut teori ini adalah sebagai berikut;
  • Tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
  • Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
  • Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
  • Ketidak mampuan dalam mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan lingkunganv Tingkah laku yang tidak wajar menurut standard nilai, yang kemudian menimbulkan konflik dengan lingkungan

G. Teknik-teknik Konseling Behavioral

1) Latihan Asertif

Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.

2) Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.

3) Pengkondisian Aversi

Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

4) Pembentukan Tingkah laku

Model Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

5) Covert Sensitization

Teknik ini dapat digunakan untuk merawat tingkah laku yang menyenangkan klien tapi menyimpang, seperti homosex, alcoholism. Caranya: Belajar rileks dan diminta membayangkan tingkah laku yang disenangi itu. Kemudian di saat itu diminta membayangkan sesuatu yang tidak menyenangkan dirinya. Misalnya, seorang peminum, sambil rileks diminta untuk membayangkan minuman keras. Di saat gelas hamper menyentuh bibirnya, diminta untuk membayangkan rasa muak dan ingin muntah. Hal ini diminta berulangkali dilakukan, hingga hilang tingkah laku peminumnya.

6) Thought Stopping

Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya klien disuruh menutup matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan sesuatu yang mengganggu dirinya, misalnya membayangkan dirinya berkata saya jahat!. Jika klien memberi tanda sedang membayangkan yang dicemaskannya (ia berkata pada dirinya: saya jahat!), terpis segera berteriak dengan nyaring : berhenti!. Pikiran yang tidak karuan itu segera diganti oleh teriakan terapis. Klien diminta berulang kali melakukan latihan ini, hingga dirinya sendiri sanggup menghentikan pikiran yang mengganggunya itu.

DAFTAR PUSTAKA

Corey, Gerald. 1999. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan oleh E. Koeswara .Bandung, Refika Aditama.

Hansen, James C. Richard R. Stevic, dan Richard W. Warner, Jr. 1982. Counseling: Theory and Process. Boston; allyn and Bacon. Inc.

Prayitno. 1998. Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang

Sudratajat, Akhmad. 2008. Pendekatan Konseling Behavioral. dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-behavioral/Taufik. 2014. Model-Model Pendidikan. Padang: FIP.

KONSELING PSIKOANALISIS

11 February 2022 11:22:41 Dibaca : 30140

A. Pengertian Psikoanalisis klasik

Teori Psikoanalisis klasik dikembangkan oleh seorang neurology dari Wina, Sigmund Freud, pada awal tahun 1890-an. Formulasi teoritik dari teori ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman atau kehidupan masa kanak-kanak Freud, khususnya cara kedua orangtuanya memperlakukannya. Teorinya tentang kompleks oodipus misalnya, dipengaruhi oleh ketertarikannya bahkan mungkin minat seksualnya terhadap ibunya yang dinilainya sebagai seorang wanita yang rupawan dan lemah lembut, dan perasaan benci terhadap ayahnya yang sanagat keras dalam mendidiknya. Psikoanalisis klasik merupakan suatu metode penyembuhan yang bersifat psikologis dengan cara-cara fisik. Psikoanalisis klasik jelas terkait dengan tradisi jerman yang menyatakan bahwa pikiran adalah entitas yang aktif, dinamis dan bergerak dengan sendirinya. Selain itu , Psikoanalisis klasik tidak lahir dari penelitian akademis , sebagaimana system-sistem lain, namun merupakan produk konsekuensi terapan praktik klinis. Penyusunan observasi yang dilakukan Freud bertujuan untuk menyusun berbagai pendekatan-pendekatan terapi yang sangat dibutuhkan. Formulasi-formulasi inilah yang diperluas ke teori psikodinamika perkembangan kepribadian yang bergantung pada pengurangan ketegangan Psikoanalisis klasik merupakan psikologi ketidaksadaran. Kesadarannya tertuju kearah bidang motivasi,emosi,konflik,simptom-simptom neurotic,mimpi-mimpi dan sifat-sifat karakter. Psikoanalisis klasik dahulu lahir bukan dari psikologi melainkan dari kedokteran ,yakni kedokteran bidang sakit jiwa. Tokoh utama Psikoanalisis klasik ialah Sigmund Freud. Pada mulanya Freud mengembangkan teorinya tentang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa .

B. Kerangka Psikoanalisis klasik

1. Konsep Psikoanalisis klasik

Freud memandang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministik, mekanistik, dan reduksionistik. Di mana manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-pristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan. Freud menekankan peran naluri-naluri yang bersifat bawaan dan biologis, ia juga menekankan pada naluri seksual dan impuls-impuls agresif. Menurutnya tujuan segenap kehidupan adalah kematian, kehidupan ini adalah tidak lain jalan melingkar ke arah kematian. Beberapa konsep dasar dari Psikoanalisis klasik diantaranya:

  • Manusia secara esensial bersifat biologis, terlahir dengan dorongan-dorongan instingtif, sehingga perilaku merupakan fungsi yang di dalam ke arah dorongan itu.
  • Manusia bersifat tidak rasional, tidak sosial dan destruktif terhadap dirinyadan orang lain. Libido mendorong manusia ke arah pencarian kesenangan.
  • Di mana manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan oleh peristiwa-pristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan.
  • Alam sadar adalah bagian kesadaran yang memiliki fungsi mengingat, menyadari dan merasakan sesuatu secara sadar. Alam sadar ini memiliki ruang yang terbatas dan saat individu menyadari berbagai rangsangan yang ada di sekitar kita.
  • Alam prasadar yaitu bagian dasar yang menyimpan ide, ingatan dan perasaan yang berfungsi mengantarkan ide, ingatan dan perasaan tersebut ke alam sadar jika kita berusaha mengingatnya kembali.
  • Alam bawah sadar adalah bagian dari dunia kesadaran yang terbesar dan sebagian besar yang terpenting dari struktur psikis, karena segenap pikiran dan perasaan yang dialami sepanjang hidupnya yang tidak dapat disadari lagi akan tersimpan didalamnya.
  • Ketidakmampuan menaruh kepercayaan pada diri sendiri dan pada orang lain.
  • Ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan perasaan-perasaan benci dan marah, penyangkalan terhadap kekuatan sendiri sebagai pribadi, dan kekurangan perasaan-perasaan otonom.
  • Ketidakmampuan menerima sepenuhnya seksualitas dan perasaan seksual diri sendiri.

2. Prinsif-prinsif Manusia

Sumbangan terbesar Freud adalah konsep-konsepnya tentang kesadaran dan ketidaksadaran yang merupakan dasar atau kunci untuk memahami tingkah laku dan masalah kepribadian. Dengan kepercayaannya bahwa sebagian besar fungsi psikologis terletak di luar kawasan kesadaran, maka sasaran terapi psikoanalitik adalah membuat motif-motif tidak sadar menjadi disadari. Dari perspektif ini, terapi adalah upaya menyingkap makna gejala-gejala, sebab-sebab tingkah laku, dan bagian-bagian yang direpresi yang menghalangi fungsi psikologis yang sehat. Berdasarkan dari teori yang dikembangkan Freud, prinsip-prinsip psikonalisis tentang hakikat manusia didasarkan pada asumsi-asumsi :a. Pengalaman masa kanak-kanak mempengaruhi perilaku pada masa dewasab. Proses mental yang tidak disadari mengintegrasi perilaku-perilakuc. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan mengembangkan diri melalui dorongan libido dan agresivitasnya sejak lahird. Secara umum perilaku manusia bertujuan untuk meredakan ketegangan, menolak kesakitan dan mencari kenikmatane. Kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan seksual mengarah pada perilaku neurosisf. Pembentukan simptom merupakan bentuk defensifg. Apa yang terjadi pada seseorang saat ini dihubungkan pada sebab-sebab di masa lampaunya dan memotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan di masa yang akan datangh. Latihan pengalaman di masa kanak-kanak berpengaruh penting pada perilaku masa dewasa dan diulangi dalam transferensi selama proses terapi.

3. Hakekat Konseling

Secara umum hakikat konseling adalah mengubah perilaku. Dalam pendekatan psikonanalisa hakikat konseling adalah agar individu mengetahui ego dan memiliki ego yang kuat, yaitu menempatkan ego pada tempat yang benar yaitu sebagai pihak mampu memilih secara rasional dan menjadi mediator antara Id dan Superego. Konseling dalam pandangan psikoanalisis adalah sebagai proses re-edukasi terhadap ego menjadi lebih realistik dan rasional.

1. Id

Id merupakan dorongan biologis yang berada dalam ketidaksadaran (dorongan nafsu) yang beroperasi menurut prinsip kenikmatan (pleasure principle) struktur mental ini sudah ada sejak lahir (bawah sadar). Manusia lahir membawa id, contohnya jika lapar kita menangis, mau mandi kita menangis. Jadi id merupakan bagian yang paling primitif yang tediri dari kebutuhan biologis dasar. Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:64), Id merupakan system kepribadian yang asli, id juga merupakan rahim tempat ego dan superego berkembang. Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, termasuk instink-instink. Freud menyebut id sebagai “kenyataan psikis yang sebenarnya”. Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Karena itu, apabila tingkat tegangan organism meningkat, maka id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat enegi rendah dan konstan serta menyenangkan. Sumadi Suryabrata (2005:125), yang menjadi pedoman dalam berfungsinya id ialah menghindari diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan, pedoman ini disebut Freud sebagai “prinsip kenikmatan” atau “prinsip keenakan”. Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan itu id mempunyai dua cara (alat proses), yaitu:a. Refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti bersin, berkedip, dan sebagainya.b. Proses primer (primair vorgang), seperti orang lapar maka akan membayangkan makanan. Proses primer menyangkut suatu reaksi psikologis yang sedikit lebih rumit. Ia beruasaha menghentikan tegangan dengan membentuk khayalan tenteng objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut. Proses primer tidak akan mampu mereduksi atau mengurangi tegangan. Orang yang lapar tidak akan dapat memakan khayalan tentang makanan. Karena itu, suatu proses psikologis baru atau sekunder berkembang, dan apabila hal ini terjadi maka struktur system kedua kepribadian, yaitu ego mulai terbentuk.

2. Ego

Ego adalah struktur fikiran yang beroperasi menurut prinsip kenyataan (reality principle), yang mengutamakan pemikiran logika dan rasional (tahap sadar). Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan objektif. Orang yang lapar harus mencari, menemukan dan memakan makanan sampai tegangan karena rasa lapar dapat dihilangkan. Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:65), perbedaan pokok antara id dan ego adalah bahwa id hanya mengenal kenyataan subjektif-jiwa, sedangkan ego mebedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar. Ego bekerja berdasarkan prinsip kenyataan, dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Gerald Corey (2009:15) hubungan antara id dan ego adalah ego tempat bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan impuls-impuls buta dari id. Proses sekunder merupakan adalah berfikir realistic. Dengan proses sekunder, ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian menguji rencana ini, yang biasanya melalui suatu tindakan, untuk melihat apakah rencana itu berhasil atau tidak. Hal ini disebut pengujian terhadap kenyataan (reality testing). Ego disebut eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol pintu-pintu kearah tindakan, memilih segi-segi lingkungan kemana ia akan memberi respon, dan memutuskan instink manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya.

3. Super ego

Super Ego itu Merupakan struktur yang terbentuk dari komponen sosial dan moral, struktur ini bertanggung jawab menentukan tingkah laku baik dan buruk,beroperasi menurut prinsip moral. Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:67), superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan orang tua kepada anaknya, dan dilaksanakan dengan cara memberi hadiah-hadiah atau hukuman-hukuman. Superego adalah wewenang moral dari kepribadian, dia mencerminkan yang ideal bukan yang real, dan memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatiannya yang utama adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah dengan demikian ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat. Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:67), fungsi-fungsi pokok superego adalah:

a. Merintangi impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksual dan agresif, karena inilah impuls-impuls yang pernyataannya sangat dikutuk oleh masyarakat.

b. Mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan moralitas.

c. Mengajar kesempurnaan.

Mekanisme pertahanan

  • Denial / Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan dengan menutup mata terhadap kenyataan yang mengancam. Individu mempunyai kecenderungan untuk menolak sejumlah aspek kenyataan yang terlalu menyakitkan untuk diterima
  • Proyeksi adalah mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Dengan proyeksi, individu akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dibuatnya sendiri, dan menyangkal bahwa dia memiliki dorongan negatif
  • Fiksasi yaitu terpaku/tetap pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena individu memiliki kecemasan untuk mengambil langkah ke tahap berikutnya. Anak yang memakai mekanisme pertahanan fiksasi biasanya mempunyai hambatan dalam perkembangan dan menjadi tidak mandiri
  • Regresi yaitu melangkah mundur ke tahap perkembangan sebelumnya dimana tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar
  • Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang “baik” untuk menghindarkan ego dari cedera, memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan
  • Sublimasi yaitu menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau lebih dapat diterima secara sosial, mekanisme pertahanan sublimasi ini lebih bersifat positif karena individu mencari jalan lain bagi pengungkapan perasaan agresinya dengan cara yang lebih bermanfaat
  • Displacement adalah mengarahkan energi kepada obyek atau orang lain ketika obyek asal tidak terjangkau
  • Represi adalah melupakan peristiwa traumatis yang bisa membangkitkan kecemasan, dengan menekannya ke alam bawah sadar sehingga tidak lagi menjadi hal-hal yang menyakitkan. Represi merupakan salah satu konsep Freud yang paling penting, karena merupakan dasar bagi sebagian besar pertahanan ego yang digunakan individu
  • Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar. Ketika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka individu berusaha menampilkan tingkah laku yang berlawanan untuk menyangkal perasaan-perasaan negatifnya.

Dinamika Kepribadian

Tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi kepribadian, tetapi kepribadian itu sendiri juga bertindak. Sehingga Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip motivasional untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan manusia. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki.

4. Tujuan Konseling

Menurut Corey (2005), tujuan terapi Psikoanalisis klasik adalah untuk membentuk kembali struktur karakter individu, dengan cara merekonstruksi, membahas, menganalisa, dan menafsirkan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau, yang terjadi di masa kanak-kanak. Membantu konseli untuk membentuk kembali struktur karakternya dengan menjadikan hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari oleh konseli. Secara spesifik, membawa konseli dari dorongan-dorongan yang ditekan (ketidaksadaran) yang mengakibatkan kecemasan kearah perkembangan kesadaran intelektual, menghidupkan kembali masa lalu konseli dengan menembus konflik yang ditekan, memberikan kesempatan kepada konseli untuk menghadapi situasi yang selama ini ia gagal mengatasinya.

5. Peran Konselor pada Psikoanalisis klasik

  • Peran utama konselor dalam konseling ini adalah membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, ketulusan hati, dan hubungan pribadi yang lebih efektif dalam menghadapi kecemasan melalui cara-cara yang realistis.
  • Konselor membangun hubungan kerja sama dengan klien dan kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan.
  • Konselor memberikan perhatian kepada resistensi kliend. Fungsinya adalah mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam ketidaksadaran.
  • Konselor membangun hubungan kerja sama dengan konseli dan kemudian melakukan serangkaian kegiatan mendengarkan dan menafsirkan. Konselor juga memberikan perhatian kepada resistensi konseli untuk mempercepat proses penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam ketidaksadaran. Sementara konseli berbicara, konselor berperan mendengarkan dan kemudian memberikan tafsiran-tafsiran terhadap informasi konseli, konselor juga harus peka terhadap isyarat-isyarat non verbal dari konseli. Salah satu fungsi utama konselor adalah mengajarkan proses arti proses kepada konseli agar mendapatkan pemahaman terhadap masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara berubah, sehingga konseli mampu mendaptakan kendali yang lebih rasional atas hidupnya sendiri.

6. Hubungan Konselor Dengan Klient

Dalam konseling psikoanalisis terdapat 3 bagian hubungan konselor dengan klien, yaitu aliansi, transferensi, dan kontratransferensi :

a. Aliansi yaitu sikap klien kepada konselor yang relatif rasional, realistik, dan tidak neurosis (merupakan prakondisi untuk terwujudnya keberhasilan konseling).

b. Transferensi

1.pengalihan segenap pengalaman klien di masa lalunya terhadap orang-orang yang menguasainya, yang ditujukan kepada konselor

2. merupakan bagian dari hubungan yang sangat penting untuk dianalisis

3. membantu klien untuk mencapai pemahaman tentang bagaimana dirinya telah salah dalam menerima, menginterpretasikan, dan merespon pengalamannya pada saat ini dalam kaitannya dengan masa lalunya.

c. Kontratransferensi Yaitu kondisi dimana konselor mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak selaras dan berasal dari konflik-konfliknya sendiri. Kontratransferensi bisa terdiri dari perasaan tidak suka, atau justru keterikatan atau keterlibatan yang berlebihan, kondisi ini dapat menghambat kemajuan proses konseling karena konselor akan lebih terfokus pada masalahnya sendiri. Konselor harus menyadari perasaaannya terhadap klien dan mencegah pengaruhnya yang bisa merusak. Konselor diharapkan untuk bersikap relatif obyektif dalam menerima kemarahan, cinta, bujukan, kritik, dan emosi-emosi kuat lainnya dari konseli.

7. Teknik Konseling

1. Asosiasi bebas

Teknik pokok dalam terapai Psikoanalisis klasik adalah asosiasi bebas. Konselor memerintahkan klien untuk menjernihkan pikiranya adari pemikiran sehari-hari dan sebanyak mungkin untuk mengatakan apa yang muncul dalam kesadaranya. Yang pokok, adalah klien mengemukakan segala sesuatu melalui perasaan atau pemikiran dengan melaporkan secepatnya tanpa sensor. Metode ini adalah metoda pengungkapan pangalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik dimasa lalu.Asosiasi bebas adalah satu metode pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatic di masa lalu. Hal ini dikenal sebagai kataris. Kataris secara sementara dapat mengurangi pengalaman klient yang menyakitkan, akan tetapi tidak memegang peranan utama dalam proses penyembuhan. Sebagai suatu cara membantu klient memperoleh pengetahuan dan evaluasi diri sendiri, konselor menafsirkan makna-makna yang menjadi kunci dari asosiasi bebas. Selama asosiasi bebas tugas konselor untuk mengidentifikasi hal-hal yang tertekan dan terkunci dalam ketidaksadaran. Urutan asosiasi membimbing konselor dalam pemahaman kaitan klient membuat peristiwa-peristiwa. Konselor menafsirkan materi kepada klient, membimbing kearah peningkatan tilikan kedalam dinamika dirinya yang tidak disadari.

2. Interpretasi

Adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisi mimpi, analisis resistensi dan analisis transparansi. Prosedurnya terdiri atas penetapan analisis, penjelasan, dan mengajarkan klien tentang makna perilaku dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi dan hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi interpretasi adalah membiarkan ego untuk mencerna materi baru dan mempercepat proses menyadarkan hal-hal yang tersembunyi. Interpretasi mengarahkan tilikan dan hal-hal yang tidak disadari klient.Hal yang penting adalah bahwa interpretasi harus dilakukan pada waktu-waktu yang tepat karena kalau tidak klient dapat menolaknya. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam interpretasi sebagai teknik terapi. Pertama, interpretasi hendaknya disajika pada saat gejala yang diinterpretasikan berhubungan erat dengan hal-hal yang disadari klient. Kedua, interpretasi hendaknya selalu dimulai dari permulaan dan baru menuju ke hal-hal yang dalam yang dapat dialami oleh situasi emosional klient. Ketiga, menetapkan resistensi atau pertahanan sebelum menginterpretasikan emosi atau konflik.

3. Analisis mimpi

Merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan. Selama tidur pertahanan menjadi lebih lemah dan perasaan-perasaan yang tertekan muncul kepermukaan. Freud melihat bahwa mimpi sebagai “royal road to the uncouncious” dimana didalam mimpi semua keinginan, kebutuhan, dan ketakutan yang tidak disadari diekspresikan. Beberapa motivasi yang tidak diterima oleh orang lain, dinyatakan dalam simbolik daripada secara terbuka dan langsung.

4. Resistensi

Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Interpretasi konselor terhadap resistensi ditujukan kepada bantuan klien untuk menyadari alasan timbulnya resistensi.

5. Transferensi

Transferensi (pemindahan).transferensi muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan-kegiatan klien masa lalu yang tak terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analisis sebagai yang dia lakukan kepada ibunya atau ayahnya ataupun siapapun.

8. Kelebihan Dan Keterbatasan Konseling

Kelebihan dari pendekatan ini adalah:

  • Penggunaan terapi wicara
  • Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan dapat memahami sifat manusia untuk meredakan penderitaan manusia.
  • Pendekatan ini dapat mengatasi kecemasan melalui analisis atas mimpi-minpi, resistensi-resistensi dan transferensi-trasnferensi.
  • Pendekatan ini memberikan kepada konselor suatu kerangka konseptual untuk melihat tingkah laku serta untuk memahami sumber-sumber dan fungsi simptomatologi.

Kelemahan dari pendekatan ini adalah:

  • Pandangan yang terlalu determistik dinilai terlalu merendahkan martabat kemanusiaan.
  • Terlalu banyak menekankan kepada masa kanak-kanak dan menganggap kehidupan seolah-olah ditentukan oleh masa lalu. Hal ini memberikan gambaran seolah-olah tanggung jawab individu berkurang.
  • Cenderung meminimalkan rasionalitas.

9. Aplikasi

Konseling Psikoanalisis klasik diakui oleh freud sebagai suatu pendekatan yang hanya tepat untuk kelompok individu tertentu. Seiring perkembangan teori Psikoanalisis klasik tersebut, gangguan mental (gangguan kepribadian) dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu: psikosis dan neurosis.Psikosis merupakan bentuk gangguan mental yang di tandai oleh hilangnya kontak dengan realitas karena hilangnya kemampuan individu untuk mempersepsi dan menginterpretasikan pengalaman internal dan eksternalnya. Konseling Psikoanalisis klasik tidak bisa di gunakan untuk menangani penderita psikosis.Neurosis ditandai dengan adanya gangguan emosi, kognisi, dan perilaku yang menghambat kemampuan individu untuk berperilaku secara sehat atau berfungsi normal. Meskipun mereka mengalami kesulitan untuk memahami makna pengalamannya, tapi mereka masih memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungannya, bisa membentuk perilaku produktif, dapat memisahkan antara impian, fantasi, dan realitas. Freud membagi neorosis menjadi 2 kategori, yaitu: neurosis transferen dan neurosis narsistik. Neurosis transferen melibatkan konflik antara id dan ego. Sedangkan neurosis narsitik melibatkan konflik antara ego dan superego. Freud memiliki keyakinan bahwa hanya tipe neurosis transferen yang hanya dapat di tangani melalui Psikoanalisis klasik. Namun, pada saat ini banyak konselor Psikoanalisis klasik yang mengembangkan keyakinan bahwa Psikoanalisis klasik bisa digunakan secara efektif untuk menangani semua gangguan nonpsikotik.

Referensi:

Gantina komalasari, dkk. 2011. Teori dan teknik konseling. Jakarta: PT Indeks.

Paul Arjanto. 2011. Teori dan Pendekatan Konseling. http://paul-arjanto.blogspot.com/2011/06/teori-dan-pendekatan-konseling.html (di unduh pada tanggal 9 februari 2014)http://080222.blogspot.com/pendekatan_Psikoanalisis klasik.html (di unduh pada tanggal 9 februari 2014)

http://vievie28.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id=87:pendekatan-konseling-psikoanalisis&catid=1:latest-news (di unduh pada tanggal 9 februari 2014)

 

TEORI DAN PERKEMBANGAN KARIR: TRAIT AND FACTOR THEORY

10 October 2020 12:59:49 Dibaca : 44119

Oleh: Jumadi Mori Salam Tuasikal

A. Definisi Trait and Factor

Secara bahasa trait dapat diartikan dengan sifat, karakteristik seorang individu. Sedangkan factor berarti tipe-tipe, syarat-syarat tertentu yang dimilki oleh sebuah pekerjaan atau suatu jabatan. Teori Trait and factor memberikan asumsi bahwa kecocokan antara trait dengan factor akan melahirkan kesuksesan dalam suatu karir yang dilalui oleh seseorang dan begitu sebaliknya kegagalan dalam mencocokkan Trait dengan factor akan menimbulkan kegagalan dalam sebuah pekerjaan.(Hadiarni Irman, 89-90: 2009), Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan sejumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling trait-facot berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan alat tes psikologis untuk menganalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi/aspek kepribadian tertentu yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam memangku jabatan dan mengikuti suatu program studi Williamson (WS. Winkel, 1997: 338).

B. Pendekatan Perkembangan Karir Trait dan Factor

Dalam pendekatan trait dan faktor, individu tersebut telah mengerti pola dari perilaku seperti ketertarikan, tingkah laku, pencapaian, dan karakteristik kepribadian, yang dikenal melalui maksud yang objektif, seperti biasanya tes psikologi ataupun inventori, dan profil yang mewakili potensi dari si individu tadi. Pendekatan trait dan faktor ini beranggapan kesamaan pekerjaan, hal inilah merupakan terdiri dari faktor yang dibutuhkan dalam kesuksesan performa kerja yang bisa diprofilkan berdasarkan kepada banyak trait yang dibutuhkan individu tadi.Menurut CH Miller (1974, p. 238) dia memberikan asumsi yang membawahi pendekatan trait dan faktor terdiri dari:1. Pilihan dilakukan untuk mencapai yang telah direncanankan.2. Pilihan okupasi adalah even yang tersendiri.3. Dimana adnya satu tujuan untuk setiap orang dalam pemilihan.4. Satu orang bekerja dalam setiap pekerjaan. Ini sama halnya dengan koin bermata dua.5. Adanya pemilihan kerja yang tersedia untuk setiap individu.Secara unsur sejarah, studi trait dan faktor telah menyediakan pondasi teksnis untuk menjelaskan tiga proses langkah dari bimbingan yang didasarkan oleh F. Parsons (1909). Asumsi dari parsons yang mana pendekatan trait dan faktor berorientasikan kepada okupasi yang secara spesifik atau khusus, atau tugas yang sebagai kriteria kepada variabel seperti perilaku, kemampuan mental, sosioekonmi, ketertrikan atau gaji, menifestasi dari kepribadian.Perkembangan karir sebenarnya tidak hanya mengenai pemilihan okupasi tetapi juga mengenai proses seperti pemilihan secara tertuju dan terintegrasi dalam bentuk pilihan yang tertata, yang sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan mengertinya antara perilaku dalam pekerjaan. Menurut Krumboltz (1994), dia berpendapat diantara adanya teori trait dan faktor bahwasanya “hal itu tidak membantu kita memahami pemerolehan emosional dan skill yang dibutuhkan dalam pencarian kerja, hal ini pula tidak menginformasikan kita tentang adanya pekerjaan dan phobia kerja, juga tidak menjelaskan bagaimana menangani keluarga yang memiliki dual pekerjaan, bagaimana perencanaan pensiun dan hal lainnya da ini berkaitan dengan konseling karir. Oleh karena itu trait dan faktor teori, merupakan gambaran dari perkembangan karir dan pembuatan pemilihan dalam pekerjaan saja yang sesuai dengan aptitudes dan skill yang dimiliki individu. Chartrand (1991) menyimpulkan bahwa pertama, orang akan digambarkan mampu dalam membuat pilihan yang rasional. Ini tidak berarti bahwa proses perilaku bisa dihilangkan. Kedua, orang akan bekerja dalam lingkungan yng berbeda dalam kereliabelan, bermakna dan cara yang konsisten, ini bukan berarti bahwa satu tipe orang bekerja dalam satu pekerjaan. Ketiga, semakin besar kongruen antara karakteristik pribadi dan persyaratan pekerjaan, maka semakin tingginya kecendrungan kesuksesan. Ini berarti bahwa pengetahuan seseorag dan pola lingkungannya bisa digunakan untuk memberitahukan orang tentang kemungkinan dari kepuasan dan peningkatan dalam perbedaan pendidikan dan seting pekerjaan.

C. Asumsi Trait- Factor Cuonseling

Menurut Miller mengemukakan bahwa asumsi-asumsi yang mendasari pendekatan trait and factor meliputi:a. Perkembangan vokasional sebagian besar merupakan merupakan suatu proses kognitif, keputusan-keputusan dicapai melalui penalaran.b. Pilihan okupasioanal merupakan suatu peristiwa tunggal berdasarkan parson, pilihan diberikan penekanan yang terbesar dan perkembangan diberikan penekanan yang sangat kecil.c. Bagi setiap orang terdapat suatu tujuan “benar” dalam pilihan fokasi.d. Satu tipe orang untuk setiap pekerjaan.e. Terdapat satu pilihan okuasioanal yang tersedia bagi setiap individu.Menurut Frederickson asumsi yang mendasari teori trait-factor adalah :a. Setiap individu memiliki pola sifat unik yang dapat diukur secara akurat.b. Setiap okupasi atau pekerjaan memiliki syarat-syarat sifat yang unik yang dan diukur, pengukuran dilakukan untuk mengetahui bagaimana pekerjaan itu dapat dilakukan dengan berhasil dalam berbagai setting.c. Sifat-sifat individu dapat dicocokkan dengan sifat persyaratan pekerjaan atau macthing.d. Makin cocok antara sifat individu dengan sifat persyaratan kerja, maka akan produktif dan puas seseorang dengan okupasinya atau pekerjaannya. Sedangkan menurut Williamson (WS. Winkel 1997: 388-389) : sejumlah asumsi yang mendasari trait-factor counseling adalah :a. Setiap individu mempunyai sejumlah kemampuan dan kompetensi, seperti taraf intelegensi umum, bakat khusus, taraf kreatifitas, wujud minat serta keterampilan, yang bersama-sama membentuk suatu pola yang khas untuk individu itu.b. Pola kemampuan dan potensi yang tampak pada seseorang menunjukan hubungan yang berlain-lainan dengan kemampuan dan keterampilan yang dituntut pada seorang pekerja diberbagai bidang pekerjaan.c. Penentuan kecocokan atau ketidak cocokan antara data tentang tuntutan programn studi dan data tentang individu lebih dapat diandalkan dari pada hanya perkiraan kecocokan atas dasar pandangan pribadi tentang diri sendiri dan sekedar kesan tuntutan program studid. Setiap individu mampu, berkeinginan, dan berkecendrungan untuk mengenal diri sendiri serta memanfaatkan pemahaman diri itu dengan berfikir baik-baik, sehingga dia akan menggunakan keseluruhan kemampuannya semaksimal mungkin dan dengan demikian mengatur kehidupannya sendiri secara memuaskan.Dari pendapat-pendapat di atas ada beberapa asumsi yang mendasari lahirnya teori ini, yaitu:a. Seorang individu memiliki berbagai perbedaan dan keragaman yang amat mendasar bila dibandingkan dengan individu lainya baik bakat, minat, sikap, kemampuan akademik, keterampilan dan kondisi fisik.b. Berbagai pekerjaan memiliki perbedaan yang mendasar antara suatu pekerjaan atau jabatan tertentu dengan jabatan lainnya.c. Bahwa seorang individu memiliki sebuah pilihan yang tunggal terhadap suatu karir atau jabatan tertentu yang akan dilalaui selama hidup dan sepanjang hayatnya.d. Bahwa pekerjaan dan jabatan yang dilalui oleh serorang individu dalam hidup dan kehidupannya merupakan panggilan asasi yang lahir dari hati nurani dan jiwa paling dalam.

D. Penerapan Teori Trait And Factor

Dari pemahaman teori trait and factor banyak hal yang bias dilakukan oleh seorang konselor dalam penerapannya dilapangan. Secara garis besar, setidaknya ada empay langkah yang diterapkan konselor, yaitu:a. Mengenal klien, dengan data yang akurat dan lengkap sehingga data kien menjadi modal awal bagi konselor untuk melakukan proses preventif, kuratif dan diploment.b. Mengadakan peninjauan terhadap berbagai pekerjaan yang ada, dilengkapi dengan pengenalan sifat pekerjaan, keahlian yang dibutuhkan pekerjaan dan prasyarat lainnya, sehingga seorang konselor betul memiliki referensi, wawasan luas dan sempurna tentang pekerjaan dan jabatan yang ada.c. Mencocokan potensi (bakat, minat, kecendrungan, keahlian dan kondisi objektif lainnya) yang dimiliki oleh klien dengan pekerjaan dan jabatan yang ada.d. Melakukan konseling dengan klien dan mendiskusikan perihal sehubunggan dengan data diri dan pekerjaan, untuk melakukan pilihan, keputusan diri dan berbagai solusi terhadap masalah yang dialami klien. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa konseling karir mencocokkan kedua factor ini, yaitu diri dan okupasional. Dengan bertambahnya pengalaman, maka proses penyesuaian menjadi lebih efisien. Williamson (Issacson 1977: 38), menunjukkan konseling melibatkan enam langkah antara lain:a. Analisis, mengumpulkan data tentang individu, dapat dilakukan dengan wawancara, catatan harian, otobiografi dan tes psikologi.b. Sintesis: Merangkum, menggolongkan dan menghubungkan data yang diperoleh sehingga memperoleh gambaran tentang kelemahan dan kelebihan individu.c. Diagnosis: Masalah dan sebab-sebabnya dikemukakan. Menarik kesimpulan logis atas dasar gambaran, pribadi individu yang diperoleh dari hasil analisis dan sintesisd. Prognosis: kemungkinan keberhasilan setiap pilihan diperiksa.e. Konseling: Konselor membantu klien untk memahami, menerima dan menggunakan informasi tentang diri dan okupasi-okupasi.f. Tindak lanjut: Pengecekan dilakukan mengenai kesesuaian keputusan-keputusan dan kebutuhan akan bantuan lanjutan.

E. Tujuan Trait- Factor Counseling

Trait- factor counseling bertujuan mengajak individu untuk berfikir mengenai dirinya serta mampu mengembangkan cara-cara yang dilakukan agar dapat keluar dari masalah yang dihadapinya. Traid factor dimaksudkan agar individu mengalami : (1) klarifikasi diri, (2) pemahaman diri, (3) penerimaan diri, (4) pengarahan diri, (5) aktualisasi diri.

F. Analisis Teori Trait And Factor

Menurut (Hadiarni dan Irman, 2009: 98).Di antara keunggulan yang dimilikinya adalah:a. Klien mendapatkan data yang akurat dan valid tentang dirinya, yang diperoleh melalui tes psikologi dan non tes yang dikerjakan oleh konselor secara ilmiah.b. Klien mendapatkan berbagai informasi dunia kerja dan berbagai persyaratan yang mesti dimiliki untuk dimasuki dunia kerja tersebut.c. Klien mendapatkan berbagai tawaran terhadap pilihan pekerjaan, kepuasan karir, dan solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapinya.d. Klien akan lebih puas apabila mendapatkan karir sesuai dengan analisis sifat dan factor. Kemungkinan tingkat keberhasilan dan kesuksesan dalam mengeluti karir akan lebih tinggi. Disamping keunggulan, menurut (Hadiarni dan Irman, 2009: 98- 99) juga ditemukan kelemahan yang dimiliki teori trait and factor, diantaranya adalah:a. Klien lebih bersifat pasif dan yang lebih aktif itu guru pembimbing (konselor)b. Klien akan frustasi apabila tawaran pilihan karir tidak dapat dia temukan, karena klien terbatas pada pilihan karir yang telah diteapkan oleh konselor berdasarkan analisa sifat dan factor. Dalam konseling yang lebih tahu tentang diri klien adalah klien itu sendiri, tugas dari konselor adalah menemukan potensi diri yang dimiliki klien dan melahirkan kemandirian yang sesungguhanya, sementara dalam konseling trait and factor ini sebaliknya. Dari berbagai keunggulan dalm kelemahan yang dimiliki oleh teori trait and factor, sebagai konselor disekolah maupun diluar sekolah, tentu memiliki sikap dalam penerapan konseling dilapangan, diantara sikap seorang konselor dalam bekerja semestinya melihat dan memahami situasi dan kondisi yang ada, artinya satu teori untuk satu persoalan mungkin cocok dan amat tepat sekali, akan tetapi untuk persoalan yang lain mungkin tidak pas.

G. Implikasi Teori Trait-Factor Counseling Bagi Konselor

Teori trait-factor menawarkan sejumlah implikasi bagi para konselor antara lain (M. Thayeb, 1992: 67-68) :a. Karena individu-individu memilikih sifat-sifat yang berhubungan dengan pilihan okupasional yang dapat diukur, maka konselor dapat membantunya memahami dirinya sendiri, minat-minat, bakat-bakat, nilai-nilai dan ketrampilan-ketrampilannya yang dapat ditransfer.b. Karena okupasi-okupasi dapat digambarkan menurut tugas-tugas, menjadi tidak asing dengan tugas-tugas okupasional, maka konselor membantu klien mempelajarinya sehingga mereka dapat membedakan dan mengambarkan okupasi-okupasi.c. Karena mempelajari bagaimana mengumpulkan, memahami, dan menerapkan informasi tentang diri dan dunia kerja merupakan suatu ketrampilan penting dan pokok untuk mengambil keputusan-keputusan, maka konselor harus membantu individu-individu mempempelajari ketrampilan

 

Referensi:

Hadiarni dan Irman. 2009. Konseling karir. Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.

Mohammad Thayeb Manrihu. 1992. Pengantar Bimbingan dan Konseling Karir. Jakarta: Bumi Aksara.

Taufik. 2012. Model-Model Konseling. Padang: UNP Press