KATEGORI : PENGEMBANGAN DIRI

FENOMENA MIMPI BASAH

10 July 2024 01:32:16 Dibaca : 130

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

           Kejadian mimpi basah dengan istilah medisnya nocturnal emission, merupakan fenomena alami yang umumnya dialami oleh laki-laki selama masa pubertas dan dewasa muda. Fenomena ini ditandai dengan keluarnya cairan sperma secara spontan selama tidur, seringkali disertai dengan mimpi yang bersifat erotis. Meskipun umum terjadi, mimpi basah masih sering dianggap sebagai topik yang tabu dan jarang didiskusikan secara terbuka dalam banyak masyarakat. Dari perspektif perkembangan, mimpi basah dipandang sebagai penanda penting dalam proses kematangan seksual. Fenomena ini biasanya mulai terjadi pada awal masa pubertas, bersamaan dengan perubahan hormonal yang signifikan dalam tubuh. Bagi banyak remaja laki-laki, pengalaman mimpi basah pertama dapat menjadi momen yang membingungkan atau bahkan menakutkan, terutama jika mereka tidak memiliki informasi yang cukup tentang perubahan tubuh yang normal terjadi selama masa pubertas. Secara fisiologis, mimpi basah merupakan mekanisme alami tubuh untuk melepaskan kelebihan sperma yang telah diproduksi. Proses ini penting untuk menjaga kesehatan sistem reproduksi pria dan memastikan produksi sperma yang optimal. Namun, frekuensi dan intensitas mimpi basah dapat bervariasi secara signifikan antar individu, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, tingkat aktivitas seksual, dan kondisi kesehatan umum.

          Meskipun mimpi basah lebih sering dikaitkan dengan laki-laki, penting untuk dicatat bahwa perempuan juga dapat mengalami fenomena serupa, meskipun dengan manifestasi yang berbeda. Pada perempuan, mimpi basah mungkin melibatkan lubrikasi vagina dan kontraksi otot pelvis, namun tanpa ejakulasi seperti yang terjadi pada laki-laki. Penelitian tentang mimpi basah pada perempuan masih relatif terbatas dibandingkan dengan laki-laki, mencerminkan kesenjangan dalam pemahaman kita tentang seksualitas dan fungsi reproduksi perempuan. Dalam konteks sosial dan budaya, persepsi dan sikap terhadap mimpi basah dapat sangat bervariasi. Di beberapa masyarakat, fenomena ini dianggap sebagai bagian normal dari perkembangan seksual dan dibicarakan secara terbuka dalam pendidikan seks. Sementara di masyarakat lain, mimpi basah mungkin masih dianggap sebagai hal yang memalukan atau bahkan dikaitkan dengan dosa atau perilaku tidak bermoral. Perbedaan persepsi ini dapat mempengaruhi bagaimana individu memahami dan merespons pengalaman mimpi basah mereka sendiri.

Perspektif Endokrinologi

Dari sudut pandang endokrinologi, mimpi basah erat kaitannya dengan perubahan hormonal selama pubertas. Penelitiannmenunjukkan bahwa peningkatan kadar testosteron memainkan peran kunci dalam memicu mimpi basah.

Perspektif Neurobiologi

Neurobiologi mimpi basah melibatkan interaksi kompleks antara sistem saraf pusat dan perifer. Studi terbaru menggunakan pencitraan otak fungsional untuk mengidentifikasi pola aktivasi neural selama episode mimpi basah. 

Perspektif Psikologi

Dalam konteks psikologi, mimpi basah sering dikaitkan dengan perkembangan psikoseksual. Sebuah studi longitudinal mengeksplorasi dampak psikologis mimpi basah pada remaja laki-laki.

 Perspektif Urologi

Ahli urologi memandang mimpi basah sebagai fungsi normal sistem reproduksi pria. Penelitian terbaru menyelidiki hubungan antara frekuensi mimpi basah dan kesehatan prostat pada pria dewasa muda.

 Perspektif Antropologi

Antropolog telah mengeksplorasi variasi budaya dalam pemahaman dan respons terhadap mimpi basah. Studi komparatif juga menganalisis perbedaan persepsi mimpi basah di berbagai budaya.

 Perspektif Kesehatan Reproduksi

Dalam konteks kesehatan reproduksi, mimpi basah dipandang sebagai indikator fungsi reproduksi yang normal. 

        Penjelasan multidisiplin ini menggambarkan kompleksitas fenomena mimpi basah dan pentingnya pendekatan holistik dalam memahami dan menangani topik ini. Integrasi perspektif dari berbagai disiplin ilmu tidak hanya memperdalam pemahaman kita tentang mekanisme yang mendasari mimpi basah, tetapi juga membuka jalan bagi pengembangan pendekatan yang lebih komprehensif dalam pendidikan seks dan kesehatan reproduksi.

 

FENOMENA KETINDISAN

10 July 2024 01:17:01 Dibaca : 110

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

          Ketindisan, atau yang dikenal dalam bahasa Inggris sebagai "sleep paralysis," merupakan fenomena tidur yang telah lama menarik perhatian manusia di berbagai budaya. Kondisi ini ditandai oleh ketidakmampuan sementara untuk bergerak atau berbicara saat seseorang berada dalam fase transisi antara tidur dan bangun. Meskipun pengalaman ini umumnya singkat, berlangsung hanya beberapa detik hingga beberapa menit, dampaknya pada individu dapat sangat signifikan dan mengganggu. Dalam berbagai budaya di seluruh dunia, ketindisan sering dikaitkan dengan kepercayaan supernatural atau mistis. Di Indonesia, misalnya, fenomena ini sering dianggap sebagai gangguan roh atau makhluk halus. Sementara di beberapa negara Barat, ketindisan kadang digambarkan sebagai "penculikan alien" atau "kunjungan setan." Namun, di balik interpretasi budaya yang beragam ini, terdapat penjelasan ilmiah yang kompleks dan multifaset. Penelitian modern telah mengungkapkan bahwa ketindisan bukanlah fenomena supernatural, melainkan gangguan tidur yang dapat dijelaskan melalui mekanisme neurobiologis.

          Kondisi ini terjadi ketika terdapat ketidakselarasan antara aktivasi sistem saraf motorik dan transisi dari fase tidur REM (Rapid Eye Movement) ke keadaan terjaga. Akibatnya, seseorang mungkin mengalami kesadaran parsial namun tidak mampu menggerakkan tubuhnya. Meskipun pemahaman ilmiah tentang ketindisan telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, fenomena ini tetap menjadi subjek penelitian yang menarik di berbagai bidang, termasuk neurologi, psikologi, antropologi, dan bahkan studi budaya. Kompleksitas ketindisan, yang melibatkan aspek fisiologis, psikologis, dan sosiokultural, menjadikannya topik yang kaya untuk eksplorasi interdisipliner.

Perspektif Neurobiologi

Dari sudut pandang neurobiologi, ketindisan dipahami sebagai hasil dari ketidakselarasan dalam proses bangun tidur. Penelitian terbaru oleh Jalal et al. (2020) menunjukkan bahwa ketindisan terjadi ketika otak secara parsial "terbangun" dari tidur REM, sementara atonia otot (kelumpuhan otot yang normal terjadi selama tidur REM) masih berlanjut. Studi ini menggunakan pencitraan otak fungsional untuk menggambarkan aktivitas neural selama episode ketindisan, memberikan wawasan baru tentang mekanisme saraf yang mendasarinya.

Perspektif Psikologi

Dalam konteks psikologi, ketindisan sering dikaitkan dengan gangguan kecemasan dan stres. Sebuah studi meta-analisis oleh Denis et al. (2021) menemukan korelasi signifikan antara tingkat stres, kecemasan, dan frekuensi episode ketindisan. Para peneliti menyarankan bahwa intervensi psikologis yang berfokus pada manajemen stres dan kecemasan mungkin efektif dalam mengurangi frekuensi dan intensitas pengalaman ketindisan.

Perspektif Antropologi dan Studi Budaya

Antropolog dan peneliti budaya telah lama tertarik pada variasi interpretasi budaya terhadap ketindisan. Sebuah studi komparatif oleh Solomonova et al. (2022) mengeksplorasi bagaimana berbagai budaya memahami dan merespons fenomena ketindisan. Penelitian ini menemukan bahwa interpretasi budaya dapat mempengaruhi pengalaman subjektif dan strategi koping individu yang mengalami ketindisan.

Perspektif Kedokteran Tidur

Dalam bidang kedokteran tidur, ketindisan dianggap sebagai bagian dari spektrum gangguan tidur narkolepsi. Penelitian oleh Baumann et al. (2023) menggunakan polisomnografi untuk menganalisis pola tidur individu yang sering mengalami ketindisan. Mereka menemukan bahwa gangguan dalam siklus tidur REM mungkin berkontribusi pada frekuensi episode ketindisan.

Perspektif Neurofarmakologi

Pendekatan neurofarmakologis terhadap ketindisan telah mengeksplorasi potensi intervensi farmakologis. Sebuah studi oleh Rodriguez et al. (2022) menyelidiki efektivitas obat-obatan yang memodulasi neurotransmiter seperti serotonin dan norepinefrin dalam mengurangi frekuensi episode ketindisan.

          Penjelasan multidisiplin ini menggambarkan kompleksitas fenomena ketindisan dan pentingnya pendekatan holistik dalam memahami dan menangani kondisi ini. Integrasi perspektif dari berbagai disiplin ilmu tidak hanya memperdalam pemahaman kita tentang mekanisme yang mendasari ketindisan, tetapi juga membuka jalan bagi pengembangan strategi intervensi yang lebih efektif dan sensitif secara budaya.

MEMBANGUN KEBIASAAN PUBLIC SPEAKING

29 November 2023 12:44:41 Dibaca : 87

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Public speaking atau berbicara di depan umum adalah keterampilan yang sangat berharga dalam dunia profesional dan sosial. Meskipun bagi sebagian orang bisa menjadi tantangan, membangun kebiasaan public speaking dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan komunikasi Anda secara keseluruhan. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat membantu Anda membangun kebiasaan public speaking yang efektif.

1. Kenali Tujuan Anda

Sebelum memulai perjalanan membangun kebiasaan public speaking, kenali tujuan Anda. Apakah Anda ingin menjadi pembicara yang ahli dalam bidang tertentu, atau apakah Anda hanya ingin meningkatkan kemampuan komunikasi Anda secara umum? Menetapkan tujuan akan memberikan fokus pada upaya Anda.

2. Pelajari Teknik Dasar Public Speaking

Pelajari teknik-teknik dasar public speaking seperti postur tubuh, intonasi suara, dan kontak mata. Pahami bagaimana menyusun presentasi yang efektif, termasuk pembukaan yang menarik perhatian, isi yang jelas, dan penutup yang memukau.

3. Praktik Rutin

Seperti keterampilan lainnya, public speaking memerlukan latihan yang konsisten. Luangkan waktu setiap hari atau setiap minggu untuk berlatih. Mulailah dengan presentasi kecil di depan cermin dan perlahan-lahan tingkatkan kompleksitas presentasi Anda.

4. Rekam dan Evaluasi Diri Sendiri

Rekam presentasi Anda dan evaluasi rekaman tersebut. Perhatikan area yang perlu ditingkatkan seperti bahasa tubuh, intonasi suara, atau kecepatan berbicara. Evaluasi diri adalah kunci untuk pertumbuhan yang berkelanjutan.

5. Ikuti Kelas atau Pelatihan Public Speaking

Mendaftar dalam kelas atau pelatihan public speaking dapat memberikan panduan dan umpan balik dari instruktur yang berpengalaman. Ini juga memberikan kesempatan untuk berlatih di depan audiens yang mendukung.

6. Bergabung dengan Komunitas Public Speaking

Bergabung dengan komunitas atau kelompok public speaking lokal atau online dapat memberikan dukungan dan kesempatan untuk berlatih di depan orang lain. Anda dapat membagikan pengalaman, belajar dari orang lain, dan membangun jaringan.

7. Hadapi Ketakutan dengan Bijaksana

Jangan biarkan ketakutan menghentikan Anda. Hadapi ketakutan berbicara di depan umum dengan memulai dari lingkungan yang nyaman, seperti berbicara di hadapan teman atau keluarga terlebih dahulu. Teruslah menghadapi tantangan seiring waktu.

8. Menerima Umpan Balik dengan Terbuka

Terima umpan balik dengan terbuka dan gunakan sebagai peluang untuk memperbaiki diri. Umpan balik konstruktif dapat membantu Anda mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan Anda.

9. Tetap Tenang dan Fokus

Selama berbicara di depan umum, tetap tenang dan fokus pada pesan yang ingin Anda sampaikan. Praktik meditasi atau teknik relaksasi lainnya dapat membantu mengatasi kecemasan.

10. Pertahankan Konsistensi

Beban membangun kebiasaan public speaking memerlukan konsistensi. Tetapkan jadwal rutin untuk berlatih dan berbicara di depan umum. Semakin sering Anda melakukannya, semakin mudah akan menjadi.

Membangun kebiasaan public speaking adalah perjalanan yang membutuhkan waktu dan dedikasi. Dengan konsistensi dan tekad, Anda dapat mengatasi ketakutan dan menjadi pembicara yang percaya diri dan efektif.

 

OUTBOUND ANAK-ANAK

27 July 2023 13:46:46 Dibaca : 1792

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

1. ESTAFET GELANG

Permainan yang satu ini lebih asyik dilakukan dalam bentuk tim secara estafet bersamaan atau secara individu bergantian.

a) Bahan yang diperlukan adalah sedotan dan karet.

b) Tiap tim harus cepat memindahkan karet dari titik awal ke titik akhir (baskom, ember, gelas atau wadah yang telah disediakan) dengan bantuan sedotan, dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Karet bisa dipindahkan secara estafet dengan bantuan sedotan yang ditaruh di mulut.

Cara:

  • Kelompokkan anak dengan anggota sesuai sesuai dengan jumlah anak atau kebutuhan permainan
  • Setiap anak harus berdiri sejajar dengan jarak masing-masing 1-2 meter.
  • Beri setiap anak 1 buah sedotan dan minta mereka menempatkan sedotan di ujung mulut.
  • Letakkan sebuah wadah 1 meter di samping anak paling ujung pada setiap kelompok.
  • Berikan gelang plastik atau gelang karet pada anak yang berdiri paling awal, dan gantungkan pada ujung sedotannya. Ingatkan anak-anak untuk tidak menggunakan tangan untuk menahan gelang.
  • Setiap anak harus membawa gelang kepada teman satu tim mereka secara estafet, yang kemudian anak paling ujung meletakkannya pada baskom.
  • Masing-masing kelompok harus berhasil memasukkan 5 gelang secara estafet, dan kelompok yang lebih dulu memasukkan gelang paling banyak dalam waktu yang ditentukan, itulah yang keluar sebagai pemenangnya.

c)      Tujuan yang ingin dicapai yaitu melatih kerja sama dan konsentrasi anak

 

 2.      OPER KELERENG

Permainan tersebut dilakukan dalam bentuk tim secara bersamaan atau secara individu bergantian.

a)      Bahan yang diperlukan adalah sendok dan kelereng.

b)      Tiap tim harus adu cepat memindahkan atau mengambil kelereng dari titik awal ke titik akhir dengan bantuan sendok (boleh satu atau dua sendok secara bersamaan). Kelereng bisa dipindahkan secara estafet dengan bantuan sendok yang dipegang di tangan.

c)      Tujuan yang ingin di capai yaitu kerja sama, konsentrasi, dan keseimbangan

 

3.      PLASTIK ROL AIR

Permainan dilakukan dalam bentuk tim secara bersamaan.

a)      Bahan: Plastik rol bening rol lebar 3-4 jari, air di wadah, dan satu wadah kosong

b)      Caranya:

  • Kelompokkan anak dengan anggota sesuai sesuai dengan jumlah anak atau kebutuhan permainan
  • Setiap anak harus berdiri sejajar sambil memegang plastik rol bening yang memanjang dari wadah air  sampai dengan wadah penampung, dan seorang bertugas untuk memasukan air yang ada pada wadah kedalam plastik menggunakan tanggannya,unjung plastik dibuka oleh teman yang lain
  • Air yang dimasukan akan dialiri sampai ke wadah penampung tetapi dibantu anggota kelompok untuk mengaliri air tersebut sampai wadah penampung penuh

c)      Tujuannya adalah: Kebersamaan, kecepatan

 

 4.      BOTOL/EMBER HUJAN

a)      2 botol aqua/soda/Ember kecil yang bekas ukuran besar (untuk 2 tim, jumlah botol/ ember disesuaikan saja dengan tim yang dibentuk), 2 ember kecil (untuk 2 tim), 1 ember besar berisi air, paku untuk melubangi botol

b)      Cara bermain :

  • Bentuk 2 tim (minimal) yang masing-masing tim terdiri dari 2 anak atau lebih. Silakan sesuaikan dengan jumlah anak yang ikut bermain.
  • Lubangi botol aqua atau botol soda dengan paku atau solder. Kira-kira beri 8-10 lubang untuk setiap botol.
  • Atur jarak tempuh, misalnya 3-5 meter. Lalu letakkan ember-ember kecil untuk wadah penampungan air.
  • Setiap tim harus mengisi botol mereka dengan air dari ember besar yang disediakan dan membawanya sambil menutup lubang kebocoran dengan tangan sampai ke ember penampungan.
  • Tim yang lebih dulu memenuhi ember penampungan, dinyatakan sebagai pemenang.

c)      Tujuan yang ingin dicapai adalah melatih kerjasama tim, kekompakan, kompetisi, dan kecepatan.

 

 

KEMANDIRIAN BELAJAR

13 July 2023 13:17:05 Dibaca : 7694

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Pengertian Kemandirian Belajar

Kata “mandiri” diambil dari dua istilah yang pengertiannya sering disejajarkan silih berganti, yaitu autonomy dan independence, karena perbedaan sangat tipis dari kedua istilah tersebut, independence dalam arti secara umum menunjuk pada kemampuan individu melakukan sendiri aktivitas hidup, tanpa menggantungkan bantuan kepada orang lain. Dalam kamus inggris indonesia istilah otonomi sama dengan autonomy yang berarti kemampuan untuk memerintah sendiri, mengurus sendiri atau mengatur kepentingan sendiri. Menurut Widjaja (dalam Nurhayati, 2011:130) istilah kemandirian menunjukkan adanya kepercayaan akan kemampuan diri untuk menyelesaikan masalah masalahnya tanpa bantuan khusus dari orang lain dan keengganan untuk dikontrol orang lain. Sedangkan menurut johnson dan medinnus (dalam Nurhayati, 2011:131) Pengertian kemandirian merupakan salah satu ciri kematangan yang memungkinkan individu berfungsi otonom dan berusaha kearah prestasi pribadi dan tercapainya suatu tujuan.

Dalam belajar individu dituntut untuk mandiri. Individu yang mandiri tidak bergantung pada orang lain. Menurut Ali dan Mohammad Asrori (2011: 110) bahwa “individu yang mandiri adalah yang berani mengambil keputusan dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari segala tindakannya”. Hal ini berarti individu yang memiliki kemandirian belajar adalah individu yang mampu mengambil keputusan dalam belajar tanpa bergantung kepada orang lain. Menurut Tirtarahardja dan Sulo, L. (2012:50) kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemaunnya sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar.

Menurut Haris Mujiman (2011:1-2) belajar mandiri merupakan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh motif untuk menguasai sesuatu kompetensi, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yag telah dimiliki. Pada intinya, orang yang mandiri itu mampu bekerja sendiri, tanggung jawab, percaya diri, dan tidak bergantung pada orang lain. Menurut Seifert dan Hoffnung (dalam Desmita, 2009:185) bahwa, “otonomi atau kemandirian belajar adalah the ability to govern and regulate one’s own thought, feelings, and actions freely adan responsibly whileovercoming feelings of shame and doubt”. Artinya otonomi atau kemandirian belajar adalah kemampuan untuk memimpin dan mengatur diri sendiri baik pikiran, perasaan, dan tingkah laku serta menghilangkan hal-hal yang meragukan dalam dirinya sendiri. Menurut Knowles (dalam Nurhayati, 2011:137) menjelaskan bahwa kemandirian belajar adalah suatu proses ketika seseorang mengambil inisiatif dengan atau pun tanpa bantuan orang dalam mendiagnosis, merumuskan, mengindentifikasi, mengimplementasi dan mengevaluasi kegiatan belajar. Hal ini berarti siswa yang mandiri dalam belajar adalah siswa yang mampu mengatur dan mengendalikan kemampuan, motivasi dan perilakunya untuk dapat menyelesaikan segala bentuk permasalahan dalam lingkungan. Sementara itu, Miarso (dalam Nurhayati, 2011:141) mengemukakan bahwa kemandirian belajar merupakan pengaturan program belajar yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga setiap pembelajar dapat memilih atau menentukan bahan dan kemajuan belajarnya sendiri.

Menurut Mutadin (dalam Sumar, 2014:47) menjelaskan bahwa kemandirian belajar adalah suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berfikir dan bertindak sendiri dengan kemandiriannya seorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap. Selain itu, Zamroni (dalam Sumar, 2014:48) berpendapat bahwa” kemandirian belajar adalah salah satu dari tingkat kebutuhan manusia yang disebut kebutuhan otonomi, dan tercantum dalam kebutuhan akan penghargaan”.Menurut Erikson (dalam Desmita, 2009 : 185)  mengemukakan bahwa kemandirian belajar adalah usaha untuk melepaskan diri sendiri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari indentitas ego, yaitu merupakan perkembangan ke arah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Pada dasarnya perilaku kemandirian belajar mampu menganalisis permasalahan yang sulit, mampu bekerja secara individual, mampu bekerja sama dengan kelompok, dan berani mengemukakan gagasan.Sedangkan menurut Mujiman (dalam Aini, 2012:54) berpendapat bahwa kemandirian belajar dapat diartikan sebagai suatu kekuatan internal individu dan diperoleh melalui proses individuasi, yang berupa proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan. Sedangkan Ahmad (dalam Aini, 2012:54) mengungkapkan bahwa kemandirian belajar adalah sebagai belajar mandiri, tidak menggantungkan diri pada orang lain, artinya siswa dituntut memiliki inisiatif, keaktifan dan keterlibatan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa kemandirian belajar merupakan sikap individu khususnya siswa dalam pembelajaran yang mampu secara individu untuk menguasai kompetensi, tanpa tergantung dengan orang lain dan tanggung jawab. Siswa tersebut secara individu memiliki sikap tanggung jawab, tidak tergantung pada orang lain, percaya diri dan mampu mengontrol dirinya sendiri. Kemandirian belajar ini sangat diperlukan siswa agar pencapaian prestasi belajar dapat mencapai secara optimal.

Ciri-ciri Kemandirian Belajar

Pada hakikatnya, kemandirian belajar lebih menekankan pada cara individu untuk belajar tanpa tergantung orang lain, tanggung jawab dan mampu mengontrol dirinya sendiri. Menurut Lerner (dalam nurhayati, 2011:131) kemandirian belajar berarti kebebesan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, melakukan sesuatu dengan tepat, gigih dalam usaha, dalam melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Basir (dalam Rosyida, 2010:34) mengemukakan bahwa ciri-ciri anak yang mandiri yaitu sebagai berikut.

  1. Dapat menemukan identitas dirinya, yaitu siswa yang telah memiliki kemandirian belajar tentunya dapat mengetahui hak dan kewajiban sebagai pelajar dimana pun ia berada.
  2. Memiliki inisiatif dalam setiap langkah, yaitu siswa berusaha mengerjakan tugas-tugas atau pekerjaan rumah dengan sebaik-baiknya dan berusaha melebihi dari standar minimal yang telah di tetapkan guru, mengulang materi tanpa menunggu di perintah guru atau jika ada ujian, berusaha menemukan gagasan dan jawaban atas masalah pada saat diskusi serta maupun memanfaatkan setiap kesempatan dan peluang pada saat proses belajar mengajar bertanggung untuk memperkaya khasanah keilmuannya, miasalnya dengan mengajukan pertanyaan sebelum di minta guru.
  3. Membuat pertimbangan-pertimbangan dalam tindakannya, yaitu seseorang pembelajar mandiri mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dian pun bisa mengatur jadwal yang paling sesuai untuk dirinya. Termasuk dalam pengolahan diri adalah kemampuan melakukan evaluasi atas proses yang dilakukannya dan bersikukuh untuk terus menyelesaikan proses belajar yang dijalaninya hingga tuntas.
  4. Siswa yang memiliki kemandirian belajar bertanggung jawab atas bertindakannya, yaitu penuh serta dapat menganalisis, merencanaan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan belajar mereka sendiri.
  5. Dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhannya sendiri, yaitu siswa mampu memanfaatkan lingkungan sekitarnya untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam mencapai tujuan belajarnya secara optimal. Sumber-sumber belajar seperti perpustakaan telah menjadi bagian dari proses belajarnya. Sehingga individu akan dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, pembelajar mandiri juga akan menjadikan internet sebagai media untuk mencari berbagai referensi yang dibutuhkan secara bertanggung jawab. Terlebih dari itu, pembelajar mandiri juga menjadikan guru sebagai sumber ilmu tidak hanya dalam kelas, tetapi sebagai teman berdiskusi di luar kelas.

Kesimpulan  dari uraian diatas, bahwa kemandirian belajar adalah sikap mengarah pada kesadaran belajar sendiri dan segala keputusan, pertimbangan yang berhubungan dengan kegiatan belajar diusahakan sendiri sehingga bertanggung jawab sepenuhnya dalam proses belajar  tersebut.

Selain itu, Menurut Widodo (dalam Chabib Thoha, 2011: 21) bahwa ciri-ciri anak yang memiliki kemandirian belajar adalah sebagai berikut.

1. Merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri.

Merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri yaitu siswa mampu  mengatur waktu belajar dengan cara menyusun jadwal belajar sendiri, dapat menetapkan waktu belajar secara individu maupun kelompok, dan siswa mampu memilih kegiatan belajar secara mandiri tanpa bergantung pada teman.

2. Berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara terus menerus.

Berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara terus-menerus yaitu siswa mampu memacu dirinya untuk terus belajar, dan mampu mengembangkan inisiatif-inisiatif sendiri untuk membangkitkan kemampuannya dalam hal belajar atau memahami pelajaran, meskipun memiliki berbagai hambatan, seperti sedang sakit, atau sedang kelelahan.

3. Bertanggung jawab dalam belajar.

Bertanggung jawab dalam belajar yaitu siswa mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk belajar dan mengembangkan kemampuannya, dimana siswa mengetahui bahwa ia memiliki tanggung jawab untuk belajar, untuk membuat dirinya cerdas, sehingga ia tidak bergantung pada orang lain.

4. Belajar secara kritis.

Belajar secara kritis yaitu siswa dalam belajar tidak hanya mengharapkan penjelasan dari guru, akan tetapi siswa aktif belajar dari sumber mana saja, dan menggunakan kemampuannya dalam berfikir yang luas. Siswa yang belajar secara kritis sangat menyukai hal-hal yang sulit atau menantang dirinya untuk terus belajar.

5. Belajar penuh percaya diri.

Belajar penuh percaya diri yaitu dimana siswa mampu mengerjakan tugas, ataupun ujian dengan tidak mengikuti atau menyontek pekerjaan teman, selain itu, siswa yang percaya diri dalam belajar juga mempunyai kemampuan dalam mengemukakan pendapat pada saat kegiatan belajar, dan lain sebagainya.

Kesimpulan dari uraian diatas, yaitu siswa mampu merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri, mampu berinisiatif dan memacu diri untuk belajar, mampu bertanggung jawab dalam belajar, mampu belajar secara kritis, dan mampu penuh percaya diri tanpa mengharapkan teman.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar Siswa

Menurut Basri (Ahmad, 2015:14) ada dua faktor yang mempengaruhi, kemandirian belajar yaitu sebagai berikut:

Pertama, faktor internal dengan tumbuhnya kemandirian belajar yang terpancar dalam fenomena antara lain:

1.      Sikap bertanggung jawab untuk melaksanakan apa yang dipercayakan dan ditugaskan.

2.      Kesadaran hak dan kewajiban siswa disiplin moral yaitu budi pekerti yang menjadi tingkah laku.

3.      Kedewasaan diri mulai konsep diri, motivasi sampai berkembangnya pikiran, karsa, cipta dan karya (secara berangsur).

4.      Kesadaran mengembangkan kesehatan dan kekuatan jasmani, rohani dengan makanan yang sehat, kebersihan dan olahraga.

5.      Disiplin diri dengan mematuhi tata tertib yang berlaku, sadar hak dan kewajiban, keselamatan lalu lintas, menghormati orang lain, dan melaksanakan kewajiban.

Kedua, faktor eksternal sebagai pendorong kedewasaan dan kemandirian belajar meliputi: potensi jasmani rohani yaitu tubuh yang sehat dan kuat, lingkungan hidup, dan sumber daya alam, sosial ekonomi, keamanan dan ketertiban yang mandiri, kondisi dan suasana keharmonisan dalam dinamika positif atau negatif sebagai peluang dan tantangan meliputi tatanan budaya dan sebagainya secara komulatif.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar iyalah, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi Sikap bertanggung jawab, kesadaran hak, kewajiban Kedewasaan diri mulai konsep diri serta faktor eksternal yaitu kesadaran mengembangkan kesehatan dan kekuatan jasmani rohani, kebersihan dan disiplin diri.