KATEGORI : KARAKTER

CARA MEMBUAT PERTANYAAN SAAT DISKUSI

29 November 2023 12:55:23 Dibaca : 2972

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Membuat pertanyaan yang baik saat diskusi adalah keterampilan penting untuk membangun dialog yang produktif dan mendalam. Berikut adalah beberapa tips untuk membuat pertanyaan yang efektif:

1. Buat Pertanyaan Terbuka:

Pertanyaan terbuka mendorong orang untuk memberikan jawaban yang lebih rinci dan mendalam. Hindari pertanyaan yang hanya memerlukan jawaban ya atau tidak. Contoh: "Bagaimana pendapatmu tentang..."

2. Hindari Pertanyaan Ganda:

Hindari menggabungkan dua pertanyaan dalam satu kalimat. Ini dapat membuat respons menjadi ambigu. Lebih baik memisahkan pertanyaan menjadi dua untuk mendapatkan jawaban yang lebih jelas.

3. Gunakan Kata-Kata yang Jelas:

Pilih kata-kata yang jelas dan mudah dimengerti. Hindari penggunaan frasa yang rumit atau berbelit-belit. Pertanyaan yang sederhana dan jelas lebih mungkin memicu diskusi yang produktif.

4. Fokus pada Subyek Utama:

Pastikan pertanyaan Anda terkait dengan subyek utama diskusi. Hal ini membantu menjaga fokus dan membangun dialog yang konsisten.

5. Hindari Pertanyaan Rhetorik Jika Tidak Diperlukan:

Jika tujuan Anda adalah mendapatkan tanggapan konkret, hindari pertanyaan retoris yang tidak memerlukan jawaban. Pilih pertanyaan yang mengundang partisipasi aktif.

6. Gunakan Pertanyaan Pemicu Pikiran:

Pertanyaan yang merangsang pikiran dapat meningkatkan tingkat refleksi dan keterlibatan peserta dalam diskusi. Contoh: "Apa pendapat Anda tentang solusi alternatif yang mungkin?"

7. Berikan Konteks Sebelum Bertanya:

Sisipkan sedikit konteks sebelum mengajukan pertanyaan. Ini membantu peserta memahami lebih baik dan memberikan jawaban yang lebih relevan.

8. Variasi Jenis Pertanyaan:

Gunakan variasi dalam jenis pertanyaan yang diajukan. Campur pertanyaan terbuka, tertutup, dan pertanyaan yang meminta tanggapan reflektif. Ini menciptakan dinamika yang lebih menarik dalam diskusi.

9. Dengarkan dan Sesuaikan:

Dengarkan tanggapan peserta sebelumnya dan sesuaikan pertanyaan berikutnya berdasarkan pada apa yang telah dikatakan. Ini menunjukkan perhatian Anda terhadap diskusi dan membangun kelanjutan yang alami.

10. Hormati Pendapat yang Berbeda:

Ketika membuat pertanyaan, pastikan untuk memberikan kesan bahwa Anda membuka diri terhadap berbagai pandangan. Ini dapat mendorong orang untuk berbicara lebih terbuka.

11. Hindari Pertanyaan yang Menyalahkan atau Menghakimi:

Pastikan pertanyaan Anda tidak bersifat menyalahkan atau menghakimi. Tujuannya adalah untuk membangun pemahaman bersama dan mendukung dialog positif.

12. Ajukan Pertanyaan yang Memerlukan Refleksi:

Pertanyaan yang memerlukan refleksi lebih mendalam dapat memotivasi orang untuk membagikan pengalaman dan pandangan mereka dengan lebih detail.

Ingatlah bahwa setiap diskusi adalah unik, dan kemampuan untuk membaca situasi dan merespons dengan pertanyaan yang sesuai sangat penting. Praktik terus-menerus akan membantu Anda mengasah keterampilan ini seiring waktu.

DOSEN (ASN) BERAMBUT GONDRONG

27 November 2023 17:25:57 Dibaca : 16

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Pendahuluan:

Dalam lingkungan akademis, dosen berperan penting sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan pemimpin dalam proses pendidikan. Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), dosen diharapkan tidak hanya mematuhi aturan hukum, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan budaya yang berkaitan dengan lingkungan kerjanya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah penampilan fisik, termasuk gaya rambut. Dalam beberapa konteks, aturan terkait penampilan ini dapat membatasi opsi tertentu, termasuk larangan terhadap rambut gondrong. Artikel ini akan membahas mengapa dosen sebagai ASN perlu mematuhi aturan ini dan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan nilai etika dan budaya.

(Sumber Foto: https://cermin-dunia.github.io/denah/post/gambar-rambut-gondrong/)

I. Aturan Hukum:

Sebagai ASN, dosen tunduk pada berbagai peraturan dan aturan hukum yang diatur oleh pemerintah. Salah satu aspek yang diatur adalah penampilan fisik, termasuk gaya rambut. Aturan ini biasanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur ASN, seperti Peraturan Pemerintah tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Diantara aturan tersebut yaitu Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 025/10770/SJ Tahun 2018 tentang Tertib Penggunaan Pakaian Dinas dan Kerapihan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan, yang melarang PNS pria berambut gondrong. Berikut rincian Inmendagri yang diteken pada 4 Desember 2018. Dimana ASN Laki-laki: a. Rambut rapi, tidak gondrong, dan tidak dicat warna-warni;b. Menjaga kerapian kumis, jambang, dan jenggot; dan c. Penggunaan celana panjang sampai dengan mata kaki. Dan yang terbaru adalah Permendagri Nomor 11 Tahun 2020 tentang Pakaian Dinas Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lingkungan Kementerian dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. Dalam aturan tersebut diatur mengenai jenis pakaian ASN, atribut, termasuk masalah rambut. Adapun dalam pasal 24 Permendagri poin b berbunyi, “Rambut dipotong pendek rapi dan sesuai etika bagi pria." Artinya, merujuk aturan tersebut, PNS tidak diperkenankan untuk berambut panjang/gondrong. Adanya larangan terhadap rambut gondrong dapat dipandang sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan tatanan kerja yang profesional dan representatif.

II. Etika Profesional:

Selain mematuhi aturan hukum, dosen sebagai ASN juga diharapkan menjunjung tinggi nilai-nilai etika profesional. Penampilan yang bersih, rapi, dan sesuai dengan norma-norma sosial adalah bagian dari citra seorang profesional. Rambut gondrong, dalam konteks tertentu, dapat dianggap sebagai pernyataan pribadi yang mungkin tidak selaras dengan ekspektasi etika profesional. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap aturan penampilan dapat dianggap sebagai bentuk ketaatan terhadap etika kerja.

III. Budaya Organisasi dan Akademis:

Lingkungan akademis memiliki norma-norma budaya tersendiri. Dosen seringkali menjadi figur otoritatif yang memberikan contoh bagi mahasiswa dan anggota staf lainnya. Oleh karena itu, penampilan dosen dapat mempengaruhi budaya organisasi secara keseluruhan. Dalam beberapa kasus, penampilan yang mematuhi aturan dapat menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan kohesif.

IV. Penutup:

Sebagai dosen yang merupakan ASN, kepatuhan terhadap aturan penampilan, termasuk larangan terhadap rambut gondrong, bukan hanya sekadar kewajiban hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap etika dan budaya kerja yang sesuai dengan lingkungan akademis. Dalam mengembangkan diri sebagai ASN, dosen perlu memahami bahwa penampilan juga dapat menjadi bagian dari tanggung jawab profesional mereka. Dengan mematuhi aturan, dosen dapat memberikan kontribusi positif terhadap citra institusi dan mendukung pengembangan lingkungan kerja yang kondusif untuk pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan.