DEFINISI DAN JENIS KEBUTUHAN KHUSUS

15 June 2023 18:09:39 Dibaca : 23215

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

Istilah-istilah yang berkaitan dengan pendidikan khusus sangat banyak. Beberapa di antaranya mungkin sudah pernah Anda dengar. Misalnya, istilah luar biasa merupakan satu istilah yang sangat akrab dalam dunia pendidikan di Indonesia, terutama dalam kaitannya  dengan pendidikan luar biasa, lebih-lebih sebelum digunakannya secara resmi istilah pendidikan khusus. Namun, sampai kini, penggunaan istilah luar biasa masih menimbulkan perbedaan persepsi di kalangan pendidik sendiri, sebagaimana yang diungkapkan oleh Mulyono Abdulrachman (2000).

 A.    Definisi Berbagai Istilah

Untuk memantapkan wawasan kita terhadap pendidikan khusus, ada baiknya kita kaji terlebih dahulu makna berbagai istilah yang sering dikaitkan dengan pendidikan khusus. Istilah yang akan kita kaji maknanya mencakup istilah yang pernah digunakan di Indonesia dan yang sekarang kita gunakan, seperti pendidikan luar biasa, anak luar biasa, keluarbiasaan, pendidikan khusus, kebutuhan khusus, anak berkebutuhan khusus, dan istilah-istilah dalam bahasa Inggris, seperti: impairment, exceptional children, disability, dan disorder. Diharapkan pemahaman terhadap istilah-istilah yang pernah digunakan di Indonesia dan istilah asing yang terkait akan memperkaya wawasan Anda tentang pendidikan khusus. Sebelum terbitnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU No.20/2003 tetang Sisdiknas), istilah yang digunakan untuk anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa, dan pendidikan bagi anak-anak ini disebut sebagai pendidikan luar biasa (PLB), yaitu pendidikan bagi anak yang memiliki keluarbiasaan. anak luar biasa (ALB) adalah anak yang mempunyai sesuatu yang luar biasa yang secara signifikan membedakannya dengan anak-anak seusia pada umumnya. Keluarbiasaan yang dimiliki anak tersebut dapat merupakan sesuatu yang positif, dapat pula yang negatif. Dengan demikian, keluarbiasaan itu dapat berada di atas rata-rata anak normal, dapat pula berada di bawah rata-rata anak normal.

Dalam PP No. 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, anak luar biasa disebut sebagai peserta didik berkelainan. Setiap orang mempunyai kekurangan atau kelemahan dan kelebihan atau kekuatan. Namun, pada peserta didik berkelainan (anak luar biasa), kekurangan atau kelebihan atau yang sering disebut penyimpangan atau kelainan tersebut sangat signifikan sehingga menunjukkan perbedaan yang sangat jelas dengan anak-anak normal pada umumnya. Selanjutnya, keluarbiasaan atau kelainan tersebut berpengaruh terhadap layanan pendidikan agar anak tetap dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Sejak berlakunya UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas maka digunakan istilah pendidikan khusus, yang menurut Pasal 32, ayat 1 "merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa". Dengan demikian, istilah anak luar biasa dan keluarbiasaan tidak dipakai lagi, tetapi diganti dengan istilah peserta didik berkelainan (PP No. 17/2010, Pasal 29). Secara lebih halus, kita dapat menyebutnya sebagai anak berkebutuhan khusus, yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai special need children atau special need students atau child with special needs.

Sejalan dengan uraian di atas, istilah anak berkebutuhan khusus (ABK) digunakan sebagai istilah umum untuk semua anak yang mempunyai kebutuhan khusus karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau kecerdasan atau bakat istimewa yang dimilikinya, dan untuk menggantikan berbagai istilah yang selama ini digunakan, yaitu anak luar biasa dan anak atau peserta didik berkelainan. Dalam bahasa Inggris, istilah yang pernah digunakan untuk menyebut anak-anak ini bahkan sangat banyak, seperti handicapped children, impaired children, disabled children, retarded children, gifted children. Dalam ilmu psikologi ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. Dan dalam Islam pun ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam mendidik mereka agar tercapai tujuan dari pendidikan agama Islam itu sendiri yakni membimbing menjadi muslim sejati, beriman teguh, berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama, dan negara.

 B.     Klasifikasi Anak dengan Berbagai Kebutuhan Khusus

Jenis kebutuhan khusus sangat terkait dengan tingkat kesulitan yang dihadapi anak dalam mengikuti proses pembelajaran. Jenis kebutuhan ini dapat dilihat dari bidang yang mengalami penyimpangan dan dapat pula dilihat dari arah penyimpangan. Bidang penyimpangan berkaitan dengan aspek dan/atau penyebab terjadinya penyimpangan, sedangkan arah penyimpangan mengacu kepada arah yang berawal dari kondisi normal (ke atas atau ke bawah normal). Kategori anak/ peserta didik dengan kelainan atau kebutuhan khusus berdasarkan jenis penyimpangan, menurut Mulyono Abdulrachman (2000) dibuat untuk keperluan pembelajaran. Kategori tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Kelompok yang mengalami penyimpangan atau kelainan dalam bidang intelektual, terdiri dari anak yang luar biasa cerdas (intellectually superior) dan anak yang tingkat kecerdasannya rendah atau yang disebut tunagrahita.
  2. Kelompok yang mengalami penyimpangan atau keluarbiasaan yang terjadi karena hambatan sensoris atau indra, terdiri dari anak tunanetra dan tunarungu.
  3. Kelompok anak yang mendapat kesulitan belajar dan gangguan komunikasi.
  4. Kelompok anak yang mengalami penyimpangan perilaku, yang terdiri dari anak tunalaras dan penyandang gangguan emosi, termasuk autis.
  5. Kelompok anak yang mempunyai keluarbiasaan/penyimpangan ganda atau berat dan sering disebut sebagai tunaganda.
  6. Dilhat dari arah penyimpangan, jenis kebutuhan khusus dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:

a.         Kebutuhan khusus yang terkait dengan kondisi di atas normal merupakan kondisi seseorang yang melbihi batas normal dalambidang kemampuan. Aanak atau orang ini biasa disebut sebagai anak berbakat atau dalam bahasa asing disebut gifted and talented person.

b.        Kebutuhan khusus yang terkait dengan kondisi di bawah normal.

Kelainan di bawah normal dikenal dengan berbagai istilah karena memang kondisi kelainan di bawah normal sangat beragam. Jenis-jenis kelainan dibawah normal adalah (1) tunanetra, (2) tunarungu, (3) gangguan komunikasi, (4) tunagrahita, (5) tunadaksa, (6) tunalaras, (7) berkesulitan belajar, dan (8) tunaganda, yang masing-masing mempunyai kebutuhan khusus sendiri-sendiri.

1.      Tunanetra

Tunanetra berarti kurang penglihatan. Sejalan dengan makna tersebut, istilah ini dipakai untuk mereka yang mengalami gangguan penglihatan yang mengakibatkan fungsi penglihatan tidak dapat dilakukan, Oleh karena gangguan tersebut, penyandang tunanetra menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan mereka yang penglihatannya berfungsi secara normal.

2.      Tunarungu

Istilah tunarungu dikenakan bagi mereka yang mengalami gangguan pendengaran, mulai dari yang ringan sampai dengan yang berat. Gangguan ini dapat terjadi sejak lahir (merupakan bawaan), dapat juga terjadi setelah kelahiran.

3.      Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi atau dalam bahasa Inggris disebut communication disorder, merupakan gangguan yang cukup signifikan karena kemampuam berkomunikasi memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Jika kemampuan ini terganggu maka proses interaksi pun akan terganggu pula. Secara garis besar, gangguan komunikasi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu gangguan bicara (karena kerusakan organ bicara) dan gangguan bahasa (speech disorder dan language disorder).

4.      Tunagrahita

Tunagrahita atau sering dikenal dengan cacat mental adalah kemampuanmental yang berada di bawah normal. Tolok ukur yang sering dikenakan untuk ini adalah tingkat kecerdasan atau IQ. Anak tunagrahita mungkin banyak ditemukan di SD biasa, bahkan mungkin dalam kelas Anda sendiri.

5.      Tunadaksa

Tunadaksa secara harfiah berarti cacat fisik. Oleh karena kecacatan ini, anak tersebut tidak dapat menjalankan fungsi fisik secara nomal. Anak yang kakinya tidak normal karena kena polio atau yang anggota tubuhnya diamputasi karena satu penyakit dapat dikelompokkan pada anak tunadaksa. Istilah ini juga mencakup gangguan fisik dan kesehatan yang dialami oleh anak sehingga fungsi yang harus dijalani sebagai anak normal, seperti koordinasi, mobilitas, komunikasi, belajar, dan penyesuaian pribadi, secara signifikan terganggu. Oleh karena itu, ke dalam kelompok ini juga dapat dimasukkan anak-anak yang menderita penyakit epilepsy (ayan), cerebral palsy, kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan otot, serta yang mengalami amputasi.

6.      Tunalaras

1stilah tunalaras digunakan sebagai padanan dari istilah behavior disorder dalam dikelompokkan dengan anak yang mengalami gangguan emosi (emotionally disturbance). Gangguan yang muncul pada anak-anak ini berupa gangguan perilaku, seperti suka menyakiti diri sendiri (misalnya mencabik-cabik pakaian atau memukul-mukul kepala), suka menyerang teman (agresif) atau bentuk penyimpangan perilaku yang lain. Termasuk juga dalam kelompok ini adalah anak-anak penderita autistik, yaitu anak-anak yang menunjukkan perilaku menyimpang yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Misalnya, memukul-mukul secara berkelanjutan, melempar/membanting benda-benda di sekitarnya, dan jari tangan yang diputar-putar. Di samping autistik atau autism, dalam kelompok ini juga termasuk attention deficit disorder (ADD) dan attention deficit hyperactive disorder (ADHD). Dari makna katanya, Anda dapat menerka bahwa penyandang ADD adalah mereka yang mendapat kesulitan dalam memusatkan perhatian (tidak mampu memusatkan perhatian) sehingga perhatiannya selalu beralih; sementara ADHD ditandai oleh ketidakmampuan memusatkan perhatian yang disertai dengan hiperaktif, tidak mau diam. Anak-anak seperti ini, khususnya ADHD perlu diwaspadai karena dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.

7.      Anak Berkesulitan Belajar

Anak berkesulitan belajar merupakan anak-anak yang mendapat kesulitan belajar bukan karena kelainan yang dideritanya. Anak-anak ini pada umumnya mempunyai tingkat kecerdasan yang normal, namun tidak mampu mencapai prestasi yang seharusnya karena mendapat kesulitan belajar.

8.      Tunaganda

Sesuai dengan makna istilah tunaganda, kelompok penyandang kelainan jenis ini adalah mereka yang menyandang lebih dari satu jenis kelainan. Misalnya, penyandang tunanetra  dan tunarungu sekaligus, penyandang tunadaksa disertai tunagrahita atau bahkan tunadaksa, tunarungu, dan tunagrahita sekaligus. Tentu dapat dibayangkan betapa besarnya kelainan yang disandang, yang tentu saja berdampak pada kompleksnya layanan pendidikan yang seyogianya disiapkan. Oleh karena kondisi tunaganda yang seperti itu, kemungkinan mereka berada di SD biasa tentu sangat kecil. Namun, sebagai guru, pengetahuan Anda tentang anak tunaganda akan memperluas wawasan Anda tentang peserta didik berkelainan.

 C.    Penyebab Munculnya Kebutuhan Khusus

Berdasarkan waktu terjadinya, penyebab kelainan dapat dibagi menjadi tiga kategori seperti berikut.

a.       Penyebab Prenatal, yaitu penyebab yang beraksi sebelum kelahiran. Artinya, pada waktu janin masih berada dalam kandungan, mungkin sang ibu terserang virus, misalnya virus rubela, mengalami trauma atau salah minum obat, yang semuanya ini berakibat bagi munculnya kelainan pada bayi. Berdasarkan penyebab ini, Anda tentu dapat memahami kehati-hatian yang ditunjukkan oleh seorang calon ibu selama masa kehamilan. Kehatihatian ini merupakan satu usaha untuk mencegah beraksinya berbagai penyebab yang memungkinkan terjadinya kelainan.

b.      Penyebab Perinatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat atau waktu proses kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika melahirkan, proses kelahiran dengan penyedotan (di-vacuum), pemberian oksigen yang terlampau lama bagi anak yang lahir premature.

c.       Penyebab Postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran, misalnya kecelakaan, jatuh, atau kena penyakit tertentu. Penyebab ini tentu dapat dihindari dengan cara berhati-hati, selalu menjaga kesehatan, serta menyiapkan lingkungan yang kondusif bagi keluarga.

 

D.    Dampak Kelainan Dan Kebutuhan Khusus

Dari pengamatan Anda terhadap ABK, baik yang ada di sekolah maupun yang mungkin berada di sekitar lingkungan Anda, barangkali Anda menemukan bahwa kelainan mempunyai dampak yang bervariasi bagi anak itu sendiri, bagi keluarga, dan tentu saja bagi masyarakat sekitar. Bagaimana dampak tersebut bagi masing-masing pihak dapat Anda kaji dari kasus-kasus yang pernah terjadi.

a.       Dampak Kelainan bagi Anak

 Kelainan yang terjadi pada anak akan membawa dampak tersendiri. Jenisdan tingkat kelainan akan menentukan dampaknya bagi anak. Kelainan vang di atas normal, yaitu anak yang mempunyai kemampuan bakat luar biasa atau yang disebut anak berbakat, barangkali akan mempunyai dampak sangat positif terhadap anak-anak ini. Mereka akan merasa bangga dengan kelainan yang dimilikinya. Namun, jika anak tersebut tidak tertangani secara baik, ada kemungkinan kelebihan yang dimilikinya membuat dia sombong, merasa superior, dan merendahkan teman-temannya. Jika ini yang terjadi, tentu anak tersebut dalam masalah. Di samping itu, kelainan atau kelebihan yang dimiliki oleh anak berbakat dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam hidupnya. Dia mungkin akan menjadi frustrasi karena berada di antara orang-orang dewasa, sedangkan dari segi usia dia masih anak-anak. Hal ini terjadi, misalnya pada anak-anak yang dari segi kemampuan sudah layak memasuki perguruan tinggi, sedangkan dari segi usia dia masih memerlukan teman-teman sebaya untuk bermain. Sebaliknya, bagi anak yang mempunyai kelainan di bawah normal, kelainan tersebut mempunyai dampak yang umumnya menghambat perkembangan anak, lebih-lebih jika ia tidak mendapat layanan yang sesuai dengan kebutuhan khususnya.

b.       Dampak Kelainan bagi Keluarga Dari kasus-kasus yang telah disajikan di atas, Anda dapat menyimak bahwa dampak kelainan bagi keluarga, terutama orang tua, juga sangat bervariasi. Ada orang tua keluarga yang secara pasrah menerima kenyataan yang mereka hadapi, namun tidak jarang yang merasa sangat terpukul, dan tentu saja ada yang bersikap tidak peduli. Anda dapat melakukan survei kecil jika di lingkungan Anda ada keluarga yang mempunyai anak berkelainan. Cobalah Anda amati dan apabila mungkin, lakukan wawancara secara sopan dengan orang tua atau saudarasaudara/keluarga yang mempunyai anak berkelainan. Anda barangkali akan mendapat respon yang sangat beragam.

c.       Dampak Kelainan bagi Masyarakat Jika di lingkungan Anda ada ABK, baik yang memiliki kelainan di atas normal maupun di bawah normal, cobalah amati bagaimana sikap masyarakat di sekitar Anda. Sikap masyarakat mungkin sangat bervariasi tergantung dari latar belakang sosial budaya dan pendidikan. Ada masyarakat yang bersimpati bahkan ikut membantu menyediakan berbagai fasilitas, ada yang bersikap acuh tak acuh, bahkan tidak jarang ada yang bersikap antipati sehingga melarang anakanaknya bergaul atau berteman dengan ABK (terutama yang di bawah normal). Tidak jarang pula keberadaan ABK di satu daerah dianggap sebagai hukuman. Sehubungan dengan dampak keberadaan ABK bagi masyarakat periu dicatat bahwa masyarakat di Indonesia sudah banyak yang peduli terhadap ABK. Ini dibuktikan dengan pendirian berbagai sekolah luar biasa (SLB) yang diprakarsai oleh masyarakat. Bahkan, menurut data dari Direktorat Pendidikan Dasar, jumlah SLB Swasta hampir 12 kali lipat jumlah SLBNegeri (Tahun 1998/1999: 2.875 SLB Negeri dan 33.974 SLB Swasta).

 E.     Kebutuhan Serta Hak dan Kewajiban Anak Berkebutuhan Khusus

a. Kebutuhan Anak berkelainan ( Berkebutuhan Khusus)

Setiap makhluk mempunyai kebutuhan. Sebagai makhluk Tuhan yang dianggap mempunyai derajat tertinggi diantara makhluk lainnya, manusia mempunyai kebutuhan yang barangkali paling banyak dan kompleks. Sebagaimana dikemukakan oleh Maslow (1943) manusia sebagai makhluk tertinggi memang mempunyai kebutuhan sangat kompleks, mulai dari kebutuhan yang sangat mendasar ( basic needs), seperti makan, tempat tinggal, dan rasa aman, sampai dengan kebutuhan yang tertinggi, yaitu aktualisasi diri.

Tidak berbeda dengan orang yang normal, para penyandang kelaian juga mempunyai kebutuhan yang sama. Untuk memudahkan pemahaman pemahaman terhadap kebutuhan penyandang kelaian ini, dapat kita kelompokkan menjadi kebutuhan fisik/kesehatan, kebutuhan sosial/emosional, dan kebutuhan pendidikan.

1.      Kebutuhan fisik / kesehatan

Sebagaimana halnya orang normal, para penyandang kelainan memerlukan fasilitas yang memungkinkan mereka bergerak sesuai dengan kebutuhannya atau menjalankan kegiatan rutin sehari-hari tanpa harus bergantung pada bantuan orang lain. Yang mana kebutuhan fisik ini tentunya terkait erat dengan jenis kelainan yang disandang. Misalnya:

·         Bagi penyandang tuna daksa yang menggunakan kursi roda, adanya sarana khusus bagi kursi roda, seperti jalan miring sebagai pengganti tangga (ram) atau lift dalam gedung bertingkat yang sangat membantu mereka dalam mobilitasnya.

·         Penyandang tuna netra memerlukan tongkat yang membantunya mencari arah

·         Penyandang tunarungu memerlukan alat bantu dengar

·         Dll

Sama halnya dengan orang normal, para penyandang kelaianan juga membutuhkan kebutuhan untuk menjaga kesehatannya. Oleh karena itu diperlukan layanan kesehatan ABK yang sesuai dengan kebutuhannya seperti:

·         Physical terapi, dan occupational therapy , yang berkaitan dengan keterampilan gerak ( motor skills)

·         Speech therapy , yaitu bina wicara untuk tuna rungu

·         Dsb

Para ahli yang telibat dalam menangani kesehatan para penyandang kelaian terdiri dari dokter umum, dokter gigi, ahli physical therapy, ahli occupational therapy, ahli gizi, ahli bedah tulang, ahli tht, okterspesialis mata serta perawat. Jenis ahli ini tentu dapat bertambah sesuai dengan jenia ganggunan kesehatan yang diderita para penyandang kelainan.

2.         Kebutuhan Sosial-Emosional

Bersosialisasi merupakan kebutuhan setiap makhluk, termasuk para peyandang kelaian. Sebagai akibat dari kelaian yang disandangnya, kebutuhan tersebut kadang-kadag susah dipenuhi. Berbagai kondisi/keterampilan, seperti mencari teman, memasuki masa remaja, mencari kerja, perkawinan, kehidupan seksual, dan membesarkan anak merpakan kondisi yang menimbulkan masalah bagi penyandang kelainan. Sebagai contoh seorang tuna grahita atau tuna rungu yang mamasuki masa remaja, mereka tentu dalam kondisi yang sulit. Remaja putri tuna rungu mungkin mampu membersihkan diri sendiri pada masa datang bulan/haid , namun mereka mungkin tidak sadar akan bahay yang mungkin mereka alami karena mereka sangat lugu. Sebaliknya, remaja tunagrahita mempunyai masalah yang lebih kompleks. Selain mereka tidak mampu membersihkan diri sendiri, mereka juga tidak sadar apa arti remaja bagi seorang wanita dan bagi seorang pria, sementara kebutuhan seksual mereka mungkin berkembang secara normal.

Oleh karena itu, mereka memerlukan lindungan dan bantuan para pekerja sosial, psikolog, dan ahli bimbingan yang dapat membantu meraka dalam menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan sosialisasi dan menjadi remaja. Masalah-masalah sosialisasi dapat menyebabkan gangguan emosional, lebih-lebih bagi keluarga yan mempunyai ABK. Oleh karena tu bantuan para pekerja sosial, psikolog, dan ahli bimbingan juga dibutuhkan oleh para keluarga. Bahkan dari pengalaman sehari-hari dapat disimpulkan bahwa keluarga lebih memerlukan bantuan tersebut dari ABK sendiri. dengan bantuan ini , para orang tua diharapkan mau menerima anaknya sebagaimana adanya dan berusaha membantu mereka mengembangkan potensi yang dimilikinya.

3.      Kebutuhan Pendidikan

Kebutuhan pendidikan penyandang keluarbiasaan, meliputi berbagai aspek yang terkait dengan keluarbiasaan yang disandangnya. Misalnya, secara khusus penyandang tuna rungu memerlukan bina persepsi bunyi yang diberikan oleh seorang speech therapist, tuna netra memerlukan bimbingan khusus dalam mobilitas dan huruf braile, dan tuna grahita memerlukan bimbingan keterampilan hidup sehari-hari. Namun secara umum, semua penyandang kelaianan memerlukan latihanketerampilan/vokasional dan bimbingan karir yang memungkinkan mereka mendapat pekerjaan dan hidup mandiri tanpa banyak tergantung dari bantuan orang lain.

Para profesional yang terlibat dalam memenuhi kebutuhan pendidikan penyandang keluarbiasaan antara lain guru pendidikan khusus, psikolog yang akan membantu banyak dalam mengidentifikasi kebutuhan pendidikan ABK, audiolog, speech therapist dan ahli bimbingan. Guru pendidikan khusus dapat merupakan guru tetap di sekolah luar biasa, dapat pula sebagai guru pembimbing khusus di sekolah-sekolah terpadu. Disamping itu, akhir-akhir ini juga muncul kebutuhan akan guru pendidikan jasmani yang khusus menangani ABK. Diharapkan guru pendidikan jasmani ini akan mampu menyediakan program/latihan yang sesuai dengan kondisi fisik/kebutuhan ABK yang diajarnya.

b.      Hak penyandang Kelainan

Sebagai warga negara, para penyandang kelainan mempunyai hak yang sama dengan warga negara lainnya. Dalam pasal 31 UUD 1945 disebutkan bahwa semua warga negara berhak mendapat pendidikan. Yang dijabarkan lebih lanjut dalam Bab IV undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dari bab tersebut terdapat4 ayat yang dapat dijadikan acuan dalammenentukan hak para penyandang kelaianan, diantaranya:

BAB IV UU No. 20 / Tahun 2003 Pasal 6

Ayat (1) : Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu

Ayat (2) : warga negara yang memiliki kelaianan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus

Ayat (4) : warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus

Ayat (5) : setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Berdasarkan undang-undang diatas dapat kita lihat bahwa ABK mempunyai hak yang menjamin kelangsungan pendidikan mereka. Mereka berhak melanjutkan pendidkan jika memang merek amemiliki kemampuan yang dipersyaratkan. Sehingga sebagai guru di jenjang pendidikan dasar, anda diharapkan dapat memberikan layanan pendidikan yang mereka butuhkan. Undang-undang ini diharapkan dapat melindungi anak berkelainan dari perlakuan sewenang-wenang yang mungkin ditunjukkan oleh sekolah atau orang-orang tertentu.

Selain dilindungi oleh undang-undang satu negara, hak untuk mendapat pendidikan juga tercantum dalam deklarasi umum hak-hak kemanusian 1948 dan diperbaharui pada konfrensi dunia tentang pendidikan untuk semua tahun 1990 (the 1990 world confrence on education for all), yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa hak tersebut adalah untuk semua, terlepas dari perbedaan yang dimiliki individu.

Konfrensi dunia tentang pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) juga diselenggarakan di Salamanca, Spanyol yang dihadiri 92 negara dan 25 organisasi internasional. Dalam konfrensi tersebut dimantapkan komitmen tentang education for all yang antara lain menyebutkan :

-          Setiap anak punya hak fundamental untuk mendapat pendidikan, danharus diberi kesempatan untuk mencapai dan memelihara tahap belajar yang dapat diterimanya

-          Setiap anak punya karakteristik, minat, kemampuan, dan kebutuhan belajar yang unik

-          Sistem pendidikan harus dirancang dan program pendidika diimplementasikan dengan mempertimbangkan perbedaan yang besar dalam karakteristik dan kebutuhan anak

-          Mereka yang mempunyai kebutuhan belajar khusus (ABK) harus mempunyai akses ke sekolah biasa yang seyogyanya menerima mereka dalam suasana pendidikan yang berfokus pada anak sehingga mampu memenuhi kebutuhan mereka.

-          Sekolah biasa dengan orientasi inklusif ini merupakan sarana paling efektif ntuk melawan sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang mau menerima kedatangan ABK, membangun masyarakat yang utuh erpadu dan mencapai pendidikan untuk semua. Dan lebih-lebih lagi sekolah biasa dapat menyediakan pendidikan yang efektif bagi mayoritas anak-anak serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya bagi seluruh ss=istem pendidikan.

 c.       Kewajiban Penyandang Kelainan

Sebagai warga negara , para penyandang kelainan juga mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi. Undang-undang No. 20/2003 tentang sisdiknas, Bab IV, Pasal 6, menetapkan bahwa:

1.      Setiap warga negara yang berusia 7 samoai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar

2.      Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelnggaraan pendidikan

Dari pasal 6 tersebut dapat kita simak bahwa pendidikan dasar merupakan kewajiban bagi semua warga negara termasuk ABK. Hak dan ewajiban selalu berdampingan. Penyandang kelaianan bukanlah orang istimewa yang hanya menuntut hak, tetapi mereka adalah orang biasa yang wajib menghormati hak orang lain, menaati berbagai aturan yang berlaku, berperan serta dalam berbagai kegiatan bela negara sesuai dengan kemampuan mereka, berperilaku sopan dan santun, serta kewajiban lain yang berlaku bagi setiap warga negara.

Dengan kewajiban seperti ini, seorang penyandang kelainan tidak boleh berbuat seeaknya karena merasa sebagai orang yang mempunyai hakistimewa atau orang yang mendapat perlakuan istimewa. Sesuai dengan hakikat kelaian yang disandangnya, penyandang kelaian juga wajib menaati hukum yang berlaku, dan kalau ia melanggar, ia juga wajib dihukum. Misalnya, ia mencuri atau melakukan kejahatan lain, ia juga harus dihukum sesai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.

40 TEKNIK KONSELING DIANTARA YANG LAINNYA

15 June 2023 17:58:44 Dibaca : 212

By: Jumadi Mori Salam Tuasikal

  1. Scaling;
  2. Exceptions;
  3. Problem-free talk;
  4. Miracle question;
  5. Flagging the minefield
  6. I-messages;
  7. Acting as if;
  8. Spitting in the soup;
  9. Mutual storytelling;
  10. Paradoxical intention
  11. Empty chair;
  12. Body movement and exaggeration;
  13. Role reversal
  14. Visual/guided imagery;
  15. Deep breathing;
  16. Progressive muscle relaxation training (PMRT)
  17. Self-disclosure;
  18. Confrontation;
  19. Motivational interviewing;
  20. Strength bombardment
  21. Self-talk;
  22. Reframing;
  23. Thought stopping;
  24. Cognitive restructuring;
  25. Rational-emotive behavior therapy (REBT);
  26. Bibliotherapy;
  27. Journaling;
  28. Systematic desensitization;
  29. Stress inoculation training
  30. Modeling;
  31. Behavioral rehearsal;
  32. Role play
  33. Premack principle;
  34. Behavior chartl
  35. Token economy;
  36. Behavioral contract
  37. Extinction;
  38. Time out;
  39. Response cost;
  40. Overcorrection

Sebanyak 75 mahasiswa  Jurusan Bimbingan Konseling (BK) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNG mengelar Bakti Konseling Masyarakat (Bakomas). Kegiatan itu berlangsung di desa Bongo III, Kecamatan Wonosari Kabupaten Boalemo pada Jumat, (13/03/2020). Penanggung Jawab Bakomas,Tuti Wantu menjelaskan kegiatan itu merupakan bagian dari mata kuliah konseling lintas budaya bagi mahasiswa dalam mempelajari tentang berbagai macam ras, etnik , dan budaya untuk menjadi guru BK yang profesional. “Kami pilih adalah desa Wonosari, yang mana di desa tersebut mempunyai suku yang banyak dan berbeda” Ujar Tuti Wantu.Ia pun berharap para mahasiswa tidak hanya bisa memahami konseling lintas budaya secara teoritis tetapi bisa melihat secara langsung bagaimana budaya budaya yang berbeda bisa hidup dalam satu desa.“Di sana ada bali, orang jawa dan juga suku suku yang lain selain Gorontalo” kata Tuti Wantu.Sementara itu Dekan FIP, Arwildayanto mengatakan Bakomas yang digelar para mahasiswa  merupakan bagian dari pengabdian kepada masyarakat.“Harapannya bisa melahirkan mahasiswa mahasiswa yang hidup akan dengan toleransi “ Imbuhnya memungkasi. (Adv-KT08)

Artikel telah diterbitkan pada (Repost Berita) ; https://pojok6.id/mahasiswa-bk-ung-gelar-bakomas-sambil-belajar-tentang-toleransi-di-bongo-iii/

 

Indonesia adalah negara yang sangat luas dan memiliki banyak penduduk yang beragam baik itu suku, budaya, ras, agama, adat istiadat, dan sebagainya. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah yang terbentang dari Aceh sampai ke Papua. Ada 17.504 pulau yang tersebar di seluruh kedaulatan Republik Indonesia, yang terdiri atas 8.651 pulau yang bernama dan 8.853 pulau yang belum bernama (Situmorang, 2006). Di samping kekayaan alam dengan keanekaragaman hayati dan nabati, Indonesia dikenal dengan keberagaman budayanya. Di Indonesia terdapat puluhan etnis yang memiliki budaya masing-masing. Misalnya, di Pulau Sumatra: Aceh, Batak, Minang, Melayu (Deli, Riau, Jambi, Palembang, Bengkulu, dan sebagainya), Lampung; di Pulau Jawa: Sunda, Badui (masyarakat tradisional yang mengisolasi diri dari dunia luar di Provinsi Banten), Jawa, dan Madura; Bali; Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tengara Timur: Sasak, Mangarai, Sumbawa, Flores, dan sebagainya; Kalimantan: Dayak, Melayu, Banjar, dsb.; Sulawesi: Bugis, Makassar, Toraja, Gorontalo, Minahasa, Manado, dsb.; Maluku:Ambon, Ternate, dsb.; Papua: Dani, Asmat, dsb.) Ada sekitar 726 bahasa daerah yang tersebar di seluruh nusantara menurut Sugono (Ruskhan, 2007).

Andini Sisilia Molo dalam tulisannya mengungkapkan, beranekaragamnya bangsa Indonesia tidak menjadikan masyarakat Indonesia untuk hidup masing-masing tetapi dengan adanya perbedaan-perbedaan ini semakin mendorong masyarakat Indonesia untuk bisa saling menghargai dan mencintai berbagai perbedaan dalam Bhineka Tunggal Ika. Sebagai masyarakat Indonesia perlunya pengetahuan yang lebih terkait dengan keanekaragaman budaya bangsa Indonesia agar nantinya kita bisa mempopulerkan budaya kita dan tentunya bisa menjaga berbagai kearifan lokal yang masih dipegang teguh pada masyarakat tersebut. Untuk mengetahui budaya yang ada di Indonesia terkhususnya di Gorontalo, kami mahasiswa semester 3 Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo mengadakan program turun desa di Desa Ayumolinggo, Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo.

Desa Ayumolinggo adalah desa yang berada di Kecamatan Pulubala Kabupaten Gorontalo yang berpenduduk lokal (Gorontalo) dan transmigrant (luar pulau Gorontalo). Penduduk desa ayumolinggo menganut 2 agama yaitu Kristen dan islam. Masyarakat ayumolinggo adalah masyarakat yang ramah, baik, dan tentunya masih sangat terjaga kearifan lokal dari masing-masing suku yang ada. Sehingganya kami saat melakukan program turun desa terkait dengan budaya masyarakat ayumolinggo merasa sangat tertarik untuk mengenal dan mengkaji lebih dalam tentang desa ayumolinggo. Program kegiatan yang kami jalankan di desa ayumolinggo yaitu Home to home, Layanan Informasi dan Outbound. Hal yang sangat kami senangi adalah antusias dari masyarakat desa ayumolinggo yang ikut serta meramaikan kegiatan kami, sehingganya dapat terjalin hubungan yang baik antara masyarakat ayumolinggo dan mahasiswa. Hal inilah yang menunjukan adanya rasa saling mencintai dan menghargai satu sama lain walaupun ada berbagai perbedaan sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Hasil Kegiatan Home To Home

Apakah di desa Ayumolingo ini menganut agama islam semua? Ya, didesa ini mneganut agama islam semua dan mayoritas suku didesa ini adalah suku Gorontalo dan jawa, lalu apakah didesa ini dalam segi mata pencahrian sebagai petani? Ya, didesa ini semua warganya bermata pencahrian sebagai petani dan ada ibu-ibu didesa ini bekerja sebagai ibu rumah tangga, selanjutnya alat yang digunakan untuk mengolah lahan pertanian yaitu alat pajeko atau alat bajak teradisional yang masih menggunakan tenaga bantu dari hewan ternak seperti sapi atau kerbau. Dan apakah warga didesa ini masih ada yang menggunakan tungku asap saat memasak?atau sudah beralih ke kompor gas semua? Sebagaian kecil warga didesa masih menggunakan tungku dalam mengolah makanan sehari-hari namun sebagaian besar warga didesa ayumolingo menggunakan kompor gas dalam mengolah makanan aka tetapi bahan bakar berbentuk gas didesa tersebut masih sangat langka dan lumayan mahal. Didesa ayumolingo juga terdapat karang taruna yang cukup aktif dalam kegiatan desa dan juga ada kelompok ibu-ibu PKK yang aktif dan ikut serta dalam mengembangkan desa tersebut.

Untuk sistem bahasa keseharian disini, para masyarakat atau bapak/ibu sendiri apakah sering menggunakan bahasa gorontalo atau masih ada beberapa bahasa campuran? Untuk Bahasa yang digunakan didesa ini sebagaian besar adalah Bahasa Indonesia tetapi untuk keseharian warga didesa ini menggunakan Bahasa jawa dan Gorontalo karena mayoritas didesa ini adalah masyarakat jawa dan Gorontalo, lalu apakah didesa ini para masyarakatnya masih mempercayai tentang hal mistis? Iya, masyarakat didesa ini masih mempercayai hal tersebut. Lalu bagaimana jika ada masyarakat desa yang sakit, apakah masih menggunakan pengobatan teradisional ataukah menggunakan pengobatan dokter? Kalua sakit yang dideritanya masih bisa disebuhkan dengan pengobatan tradisional maka warga didesa ini menggunakan pengobatan tradisional, karena jarak tembuh dari desa ke puskesmas terdekat lumayan jauh dan memakan banyak waktu namun jika sakit yang diderita cukup lumayan parah warga didesa tersebut akan dilarikan kerumahsakit yang ada dikota terdekat untuk menjalankan pengobatan. Jika ada acara pernikahan didesa ayumolingo apakah warga didesa tersebut biasa menggunakan adat tradisional? Ya, warga didesa ini biasanya menggunakan adat Gorontalo sebagai adat pernikahannya bagi masyarakat Gorontalo dan sebaliknya jika ada acara pernikahan bagi masyarakat jawa maka mereka akan menggunakan adat dari suku jawa. Dalam kegiatan HOME TO HOME ini kami menggali kebudayaan, tradisi dan teknologi yang ada di desa ayumolingo, selain menggali informasi kami juga memberikan beberapa sembako kepada warga desa yang kami wawancarai atau yang kami dapatkan informasi.

Hasil Kegiatan Layanan InformasiPada pemberian layanan informasi di sekolah SD Negeri 24 Pulubala dan SMP 7 Satap Pulubala, Kami memberikan materi tentang Bullying dan Ice breaking kepaada anak-anak yang hadir pada kegiatan studi budaya yang di adakan di Desa Ayumulingo. Dalam layanan informasi ini terdiri dari 52 orang siswa yang ikut hadir dalam menerima Bullying. Pada pemberian materi pertama yaitu tentang pengertian Bullying yang di bawakan oleh salah satu teman kami yang sudah di utus oleh coordinator kelompok, dan di lanjutkan oleh Bapak Jumadi Mori Salam Tuasikal hingga pada materi terakhir. Bukan hanya sekedar materi saja tetapi pada layanan informasi ini di berikan juga gambaran dalam bentuk poster agar memperjelas tentang materi yang kami bawakan. Setelah pemberian materi, tidak lengkap jika tidak di sertai dengan pertanyaan maka dari itu moderator dari kelompok layanan informasi membuka pertanyaan kepada peserta didik yang hadir pada saat itu. Ada salah satu siswa yang bernama Alun bertanya kepada pemateri Apa yang harus kita lakukan jika ada yang membully kita dan bagamana cara menghindarinya, kemudian di jawab oleh salah satu teman kami yaitu jawabannya jika ada yang membully kita, jangan di biarkan begitu saja, kita bisa membalasnya agar tidak di remehkan, tapi dalam catatan tidak semua kekerasan di balas dengan kekerasan. Sedikit tambahan jawaban jika ada yang membully kita, kita harus lebih terbuka, tidak menyendiri dan pebanyak pergaulan pada pertemanan. Kemudian setelah pemberian materi ada kesimpulan dari narasumber. Sebelum menutup layanan yang kami berikan, kami mengadakan ice breaking sebagai penutup.

Hasil Kegiatan Outbound

Pada kegiatan Outbound disekolah SD Negeri 24 Pulubala dan SMP Negeri 7 Satap Pulubala, kami kelompok Outbound melakukan beberapa ice breaking dan games kepada anak-anak yang hadir pada kegiatan study budaya yang di adakan didesa ayumolingo.  kegiatan outbound yang dilaksanakan terdiri dari 30 anggota yang bertanggung jawab sebagai instruktur dan sekitaran 50 siswa yang hadir terdari dari siswa SD dan SMP mengikuti kegiatan outbound. Kelompok outbound yang terdiri dari 30 orang instruktur menyusahkan kami dalam pelaksanaan outbound sehingganya kami sepakat untuk membagi tugas dari 30 instruktur tadi. Maka, ada yang menjadi instruktur utama, instruktur ice breaking, instruktur games, lalu ada anggota yang bertanggung jawab dalam dokumentasi, pembagian hadiah, dan anggota yang mempersiapkan segala kebutuhan outbound. Setelah itu kami segera mengarahkan siswa-siswa yang telah hadir untuk segera ke lapangan dan memulai kegiatan outbound. Hal pertama yang di lakukan adalah menyapa para siswa lalu perkenalan dan masuk pada tahap ice breaking. Pada tahap ini kami menggunakan ice breaking “teko kecil” dan “mata-mata”, di ice breaking pertama kita memperegakan gerakan teko kecil sambil bernyanyi, gerakan yang di lakukan mengikuti setiap lirik yang dinyanyikan, dan seiring kita menyanyi, tempo dari lagu tersebut dipercepat, dengan lirik lagu seperti dibawah ini:

“Aku teko kecil yang mungilIni gagangku, dan ini corongkuBila aku mendidihAku menjerit…aw.. aku menjerit…aw..  aku menjerit, ungkap dalam tulisan tersebut.

Dengan ice breaking ini kami melihat betapa antusiasnya anak-anak mengikuti gerakan tersebut, kami juga menguji keberanian anak-anak untuk berani maju kedepan, serta memperagakan gerakan tersebut. Nah ada 2 anak perwakilan dari SD dan SMP yang siap maju untuk memperagakannya, walaupu masi ada rasa malu-malu tapi mereka sudah berani tampil didepan umum, kami mengapresiasi mereka dan menjanjikan untuk memberi hadiah diakhir kegiatan nanti. Untuk ice breaking selanjunya adalah menyanyikan “Mata-mata” dengan ekspresi wajah yang garang dengan melototkan mata, menurut kami ini merupakan ice breaking yang sangat unik karena kita mengambil dari trend tik-tok, agar bisa lebih menarik perhatian dari anak-anak, seperti yang kita harapkan, repond dari anak-anak sangat antusias dengan memperagakan serta menyanyikan lirik dari “Mata-Mata” dengan wajah yang garang seperti seorang militer. Selain itu agar lebih seru kami membagi peserta menjadi 2 tim yang terdiri dari 4 anak, untuk dilombakan tim siapa yang lebih kompak, serta tim yang paling mendalami ekspresi dari trend tersebut. Untuk pemenang kami juga memberikan hadia di akhir kegiatan nanti.

Untuk ice breaking dilakukan diluar ruangan, namun pada saat masuk game dipindahkan di dalam ruangan karena kondisi cuaca pada saat itu kurang mendukung, hujan deras yang membuat kami terpaksa untuk pindah kedalam ruangan, walaupun outbound lebih bagus dilakukan diluar ruang karena lebih dekat dengan alam serta kita dapat leluasa untuk mendalami permainan.Game yang kami adakan ada 3 game dimana game pertama itu “Balon Dangdut” dimana kami membagi peserta menjadi 2 tim untuk saling berlawanan, setiap tim terdiri dari 2 orang, untuk game ini kami membutuhkan 2 buah balon, dan balon tersebut di letakan diantara jidat 2 orang yang menjadi tim, begitu juga yang dilakukan oleh tim lawan, nantiya mereka berlomba sampai ke finis untuk memenangkan game ini, namun game ini bukan sekedar siapa yang cepat sampai ke finis melainkan kita membutuhkan konsentrasi dari peserta karena ditegah mereka berjalan akan diputar lagu dangdut dan wajibkan untuk bergoyang sehebo mungkin, secara tiba-tiba music akan berhenti dan peserta harus focus kembali untuk melanjutkan misi mereka sampai finis, begitu juga sebaliknya music akan tiba-tiba diputar dan tim wajib bergoyang kemabali, tanpa harus menjatuhkan balon, karena jika balonnya jatuh maka dinyatakan gugur. Nah untuk game ini dimenagkan oleh tim B dimana 2 orang tersebut seorang anak perempuan, kami akan memberikan hadiah mereka di akhir kegiatan. Game ke 2 ada game “Ekor Naga” untuk melakukan game seru yang satu ini, kita membagi siswa menjadi dua kelompok yang terdiri dari 6 orang terlebih dahulu. Nantinya, kedua kelompok harus membentuk barisan yang panjang dan saling menyambung satu sama lain. Hadapkan kelompok satu dan kelompok dua.

Peserta paling depan bertindak sebagai kepala naga dan memegang jarum untuk memecahkan balon, dan peserta paling belakang sebagai ekor naga dimana ada balon terikat dipinggangnnya yang menjadi sasaran musuh. Kepala naga harus memecahkan balon dari ekor naga kelompok lain dan begitupun sebaliknya. Ekor naga harus menghindar dari kepala naga yang mengintainya. Saat instruktur memulai permainan, maka peserta harus bergerak secepat mungkin untuk menjalankan misinya. Dari game ini kita bisa melihat anak-anak sangat senang serta tegang sekaligus karena takut kubunya akan kalah, dan ada juga teman-teman lain memberi semangat kubu yang mereka dukung, setiap tim mempunyai cara sendiri agar pertahanan mereka bisa kuat, namun salah satu kelompok kalah karena pegangan tangan teman setim yang dibelakang kepala naga terlepas maka mereka dinyatakan gugur, padahal pertahanan antara 2 kubu sama-sama kuat, namun hal ini tidak membuat mereka berkecil hati, karena kita sudah menyediakan juga hadiah untuk mereka yang kalah karena suatu bentuk apresiasi kami kepada mereka yang sudah semangat ikut meramaikan kegiatan kami, kita sudah mengingatkan kalah atau menang itu sudah biasa, yang penting kita sudah berusaha, serta saling kompak sesama tim, dan sudah merasakan kebersamaan dengan orang-orang baru. Keakraban sesama teman yang harus diutamakan selama outbound berlangsung, kami bersyukur anak-anak selama game berlangsung sangat mengikuti alur dari game bahkan suasananya sangat terlihat hangat karena interaksi antara kami dan anak-anak sanagt leluasa dan tidak terlihat datar karena tidak ada kecangguangan antara kami dan mereka.

Dan game terakhir yang kita lakukan adalah “Oper Sarung” game ini dilakukan oleh beberapa siswa yang saling berjajar dan mengoper sarung dengan cara tidak memegang sarung dari siwa yang paling depan ke belakang. Permainan ini melatih berbagai keakraban para siswa, sangat terlihat antusias para siswa dalam melkasanakan games-games tersebut, tak lupa pula diakhir acara kami memberitahukan pesan moral yang terkandung di dalam ice breaking dan juga games-games tersebut serta pemberian hadiah kepada siswa yang berani tampil juga bagi siswa yang memenangkan kopetisi dari berbagai game tersebut.

Di akhir tulisan ia menyimpulman, Program kegiatan home to home, layanan informasi, dan outbound berjalan denagn lancar dan mendapat respon yang sangat baik dari masyarakat dan juga para siswa. Kegiatan home to home kami mendapatkan kesimpulan ketujuh unsur budaya yang ada masih melekat pada masyarakat ayumolinggo khususnya di dusun malahu yaitu ada unsur Bahasa, system mata pencaharian, organisasi sosial, system religious, kesenian, peralatan hidup dan teknologi. Kegiatan layanan informasi dimana siiswa dibekali ilmu mengenai perundungan dimulai dari pengertian sampai tips untuk menghindari perilaku perundungan. Dari Kegiatan outbound kami dapat mengambil kesimpulan bahwa rasa kekeluargaan, kekompakkan dan semangat para siswa masih sangat tinggi. Ia juga memberikan saran, masyarakat desa ayumolinggo masih memiliki rasa kekeluargaan yang erat sehingganya masayarakat desa ayumolinggo kiranya bisa tetap kompak selalu dalam mempertahankan organisasi sosial yang ada apalagi peran karang taruna dalam memajukan desa kiranya bisa di tingkatkan Kembali untuk kemajuan desa Ayumolinggo. (rls/putra/Gopos)

Artikel telah terbit pada GOPOS.ID (REPOST): https://gopos.id/projek-budaya-di-desa-ayumolinggo/

Mardia Bin Smith, Permata Sari, Jumadi Mori Salam Tuasikal

Abstrak

Strengthening the Pancasila student profile is the latest issue in the world of education in Indonesia. All projects and learning methods used aim to shape the character of Pancasila students. This study aims to determine the effectiveness of group guidance using the traditional bilu-bilu game to strengthen the profile of students of Pancasila at SD N 60 Kota Timur. This research is a single case experimental design study with AB design and involves four respondents using a random sampling method. The instruments used in this study were the Pancasila student profile scale and observation guidelines. The analysis technique used is clinical and statistical analysis. The results showed that there was a significant increase in the profile of Pancasila students through traditional bilu-bilulu games at baseline A1, intervention, and baseline A2. Schools can adapt classic games in guidance and counselling services or in the learning process to strengthen the Pancasila student profile. This study combines group guidance stages with traditional games, allowing students to gain meaningful experiences in each guidance session. The results of this study can be used as a reference for schools to develop group guidance service programs using local wisdom.

Keywords: Group counselling; Strengthening Student Profile; Traditional game

Full Text: PDF DOWNLOAD

Publish: Vol 10, No 1 (2023) Konseli: Jurnal Bimbingan dan Konseling